• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Produksi Ikan

5.3.1.4 Pengelolaan TPI

PPI merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) perikanan yang bertugas untuk melakukan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengembangan PPI dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat nelayan dan pengusaha perikanan. Secara yuridis di PPI Kronjo telah terbentuk sebuah UPTD, namun secara organisasi UPTD tersebut belum terbentuk atau belum adanya pelaku yang menduduki jabatan-jabatan di UPTD tersebut, sehingga pengelolaan PPI Kronjo hanya terbatas pada ruang lingkup pengelolaan gedung TPI dan proses pelelangannya.

Menurut Ditjen. Perikanan, 1995 vide Widiastuti, 2003, bahwa kegiatan pelelangan dilaksanakan oleh Koperasi Unit Desa (KUD) yang dinilai mampu oleh Pemda. Sepanjang di daerah tersebut belum ada yang mampu, maka pengelolaan dan penyelenggaraan lelang di TPI Kronjo berada di bawah pembinaan Sub Dinas Usaha Tani dan Nelayan (USTANEL) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Selama ini TPI Kronjo dikelola oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang dengan pelaksanaan teknis dilakukan oleh Sub Dinas Usaha Tani dan Nelayan.

Manager

Juru Catat Juru Timbang Kasir

Juru Tawar

Tata Usaha

Sumber : TPI Kronjo, 2007

Berikut tugas masing-masing dari struktur organisasi TPI Kronjo :

• Manager, bertugas dalam memimpin, mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan fungsi TPI sebagai tempat kegiatan pelelangan hasil tangkapan

• Tata Usaha, bertugas dalam melaksanakan urusan administrasi, rumah tangga, kepegawaian dan keuangan TPI

• Juru Tawar, bertugas memimpin pelelangan dengan melakukan tawar-menawar pada saat pelelangan

• Juru Catat, bertugas melakukan pencatatan terhadap hasil tangkapan yang akan dilelang yakni, harga ikan, pemilik ikan (nelayan) dan pemenang lelang pada saat proses lelang

• Juru Timbang, bertugas untuk melaksanakan penimbangan berat ikan saat pelelangan dan penginventarisasian data produksi hasil tangkapan

• Kasir, bertugas dalam penerimaan dan pembayaran hasil transaksi lelang (perantara pemenang lelang dengan nelayan pemilik ikan).

Pegawai organisasi pengelola TPI di PPI Kronjo berstatus sebagai pegawai honorer yang ditunjuk oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang, hanya manajer TPI yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil. Pihak pengelola TPI berkewajiban setiap bulannya untuk melaporkan volume dan nilai produksi ikan yang dilelang serta menyetor retribusi lelang kepada pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang.

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa bagian tata usaha memegang peranan penting, karena secara tidak langsung juga mengemban fungsi manajer. Aktivitas di lapangan sebagian besar diatur oleh bagian tata usaha, seperti pelaksanaan lelang. Selain manajer, struktur pengelola TPI yang lainnya sudah bertugas sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Pelaporan data produksi bulanan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang berjalan kurang baik oleh pihak TPI. Pelaksanaan pendataan yang masih manual merupakan kendala untuk menyajikan data yang akurat dan tepat waktu. Pelaporan tersebut dilakukan oleh bagian tata usaha dengan batas maksimal waktu pelaporan adalah setiap tanggal 5 pada bulan berikutnya.

5.3.2 Instalasi BBM

Instalasi BBM di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo berjumlah 1 unit yang digunakan untuk menampung bahan bakar solar bagi kebutuhan melaut kapal milik nelayan. Fasilitas ini dimanfaatkan oleh semua jenis kapal yang terdapat di PPI Kronjo namun, sebagian besar dimanfaatkan oleh kapal Gardan atau Dogol yang pengoperasiannya mingguan. Sedangkan kapal yang pengoperasiannya harian sebagian besar menggunakan bahan bakar minyak tanah. Kapasitas dari tangki BBM ini adalah 20.460 liter dan jumlah BBM yang terpakai rata-rata 4.000 liter/hari. Solar dipasok dari pertamina Cilegon dengan frekuensi 8 kali dalam sebulan atau 2 kali seminggu dengan setiap pengisian rata-rata sebesar 16.000 liter.

Pengelola dari tangki BBM ini adalah PT. GMU (Gema Mitra Utama) yang mempunyai 6 orang pegawai. Fasilitas yang bersebelahan dengan TPI ini baru didirikan pada awal tahun 2007. Sebelumnya pengelola BBM di PPI Kronjo adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) yang kemudian mengalami permasalahan intern sehingga tidak berjalan lagi. Instalasi BBM yang buka 24 jam ini didirikan di atas lahan dengan luas sekitar 10 m x 12 m yang berstatus milik sendiri. Sebelumnya lahan ini milik penduduk setempat yang dijadikan sebagai tempat depot es. Pihak pengelola PPI Kronjo memiliki wewenang dalam mengontrol setiap aktivitas di instalasi BBM, karena berada di dalam wilayah pelabuhan. Aktivitas-aktivitas tersebut mulai dari pengangkutan BBM ke pelabuhan dengan menggunakan mobil pertamina sampai penyalurannya ke armada-armada penangkapan di pelabuhan.

Bahan bakar solar ini dijual hanya untuk kebutuhan perbekalan melaut armada penangkapan ikan sebesar Rp 4.300,00 per liter dengan perolehan subsidi dari pemerintah. Kebutuhan solar untuk kapal-kapal besar dengan trip mingguan bisa mencapai 400 sampai 600 liter per trip, sedangkan untuk kapal-kapal kecil dengan trip harian rata-rata mencapai 20 sampai 50 liter per trip. Nelayan mengisi bahan bakarnya ke instalasi BBM dalam bentuk dirigen ataupun drum. Sebagian nelayan ada juga yang ngutang dulu ke pengelola instalasi BBM, proses pembayarannya dilakukan setelah hasil tangkapan terjual.

Kondisi bangunan instalasi BBM di PPI Kronjo tergolong baru dan terjaga kebersihannya. Luas areanya mampu menampung atau melayani pengisian BBM. Lokasinya yang strategis, berhadapan langsung dengan dermaga bongkar muat memberikan kemudahan bagi nelayan untuk mengangkut dirigen atau drum tempat pengisian BBM. Bentuk pengisiannya sama dengan pengisian bahan bakar kendaraan atau SPBU.

5.3.3 Docking

Docking merupakan fasilitas yang digunakan sebagai tempat pembuatan kapal. Wilayah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo hanya mempunyai 1 unit docking. Docking ini berlokasi dipinggir sungai yang juga merupakan sebagai alur pelayaran. Pengelolaan dilakukan secara perseorangan yakni oleh PT. Intertuna dengan status tanah adalah sewa kepada pemerintah (PU Pengairan) sebesar 5 juta/tahun.

Docking yang memiliki luas 1.250 m2 ini hanya dimanfaatkan untuk pembuatan kapal, yakni kapal dengan bahan fiber glass. Berbagai jenis kapal yang dibuat diantaranya kapal penumpang, kapal patroli dan kapal penangkap ikan. Kapal-kapal yang dibuat adalah pesanan dari berbagai daerah antara lain Aceh, Bengkulu, Lampung dan Pulau Jawa. Kapal penangkap ikan merupakan jenis kapal yang paling banyak dipesan dibandingkan jenis kapal yang lainnya.

Lahan docking di PPI Kronjo mampu menampung kapal dengan kapasitas maksimal sebesar 9 unit dengan rata-rata luas kapal 140 m2 (panjang = 20 m dan lebar = 7 m). Rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian pembuatan kapal adalah 3 bulan dengan jumlah kapal 4-6 unit. Docking di PPI Kronjo berfungsi sebagai tempat pembuatan kapal yang berbahan fiber glass saja. Fasilitas ini tidak melayani bagi kebutuhan nelayan di PPI Kronjo, karena nelayan masih menggunakan kapal yang berbahan kayu. Nelayan tidak mampu untuk membeli armada penangkapan yang berbahan fiber glass, karena membutuhkan modal yang besar.

Nelayan melakukan pembuatan, pengecatan maupun perbaikan fisik armada penangkapan dilakukan di daerah Karangantu (PPI Karangantu) dan di daerah asal mereka (bagi nelayan pendatang). Nelayan Kronjo mengalami kesulitan apabila

ingin melakukan aktivitas tersebut. Pihak pengelola PPI Kronjo sebaiknya menyediakan fasilitas ini bagi nelayan agar memberikan keefektifan waktu, biaya dan tenaga dalam perbaikan atau pembuatan armada penangkapan.

5.3.4 Depot Es

Depot es merupakan tempat penyimpanan balok es sementara sebelum disalurkan kepada para nelayan. Balok-balok es ini digunakan nelayan untuk mengawetkan ikan, selain itu ada juga yang dimanfaatkan untuk keperluan konsumsi oleh masyarakat. Ada sekitar 5 unit depot es yang berfungsi di PPI Kronjo, namun yang paling sering dimanfaatkan adalah depot es yang berlokasi di sekitar gedung TPI terkait dengan lokasinya yang strategis dan mudah dijangkau oleh konsumen.

Ukuran depot es di PPI Kronjo cukup seragam dengan ukuran panjang 2,2 m, lebar 1,7 m dan tinggi 2 m. Ukuran balok es adalah panjang 1,3 m, lebar 0,25 m dan tinggi 0,25 m. Dari ukuran depot es dan balok es dapat dihitung jumlah balok es maksimal yang mampu ditampung depot es yaitu 93 buah (Lampiran 4.). Rata-rata jumlah balok es yang dimasukkan ke depot es adalah 50 buah. Harga jual per balok es adalah Rp 8.500,00. Lamanya waktu penyimpanan 1-2 hari dan maksimal bisa mencapai 5 hari. Pengelolaan depot es dilakukan secara perseorangan oleh penduduk setempat. Aktivitas kendaraan yang mengangkut es keluar masuk depot es dikontrol oleh pihak pengelola pelabuhan, karena berada di dalam wilayah PPI Kronjo. Untuk depot es yang berada di sekitar gedung TPI, pihak PPI mengenakan ”biaya keamanan” sebesar Rp 30.000,00 per bulan kepada pihak pengelola depot es, karena telah memanfaatkan lahan milik PPI Kronjo. Jumlah depot es yang ada di sekitar gedung TPI adalah 2 unit.

Truk-truk pengangkut balok-balok es milik penyuplai beroperasi setiap hari. Balok-balok es tersebut disalurkan langsung ke armada-armada penangkapan yang akan beroperasi dan ke depot-depot es setelah melakukan pemesanan sebelumnya. Untuk armada penangkapan harian biasanya membutuhkan 10-20 balok es, sedangkan armada penangkapan mingguan sekitar 200 balok es.

Aktivitas pengangkutan balok es di PPI Kronjo ramai setiap harinya mulai dari pagi hingga sore harinya dan terkadang sampai malam hari tergantung dari

pesanan. Jumlah kendaraan yang menyuplai es dalam sehari bisa mencapai 5-6 truk. Depot es yang sering dimanfaatkan hanya satu unit yaitu yang berlokasi di wilayah TPI, tepatnya di lapangan parkir TPI. Hal tersebut menyebabkan terjadinya hambatan saat proses pemasukan dan pengambilan balok es, sehingga dapat mengganggu aktivitas keluar masuknya kendaraan dari tempat parkir TPI. Ukuran badan jalan yang kecil menyebabkan kemacetan apabila truk-truk pengangkut balok es datang ke tempat perbekalan yang sekaligus berada di kawasan TPI. Sebaiknya, pihak PPI menyediakan tempat tersendiri untuk menurunkan es agar tidak menghambat aktivitas kendaraan lain yang melewati jalan yang termasuk ramai dilalui tersebut. Pihak pengelola TPI sebaiknya memindahkan lokasi depot es ke wilayah sekitar TPI yang tidak menyebabkan kemacetan kendaraan yang melewati TPI.

5.3.5 Bengkel

Bengkel merupakan sarana perbaikan mesin-masin armada penangkapan. Di wilayah sekitar PPI Kronjo hanya terdapat bengkel-bengkel kecil yang berjumlah 8 unit yang tersebar di sepanjang alur pelayaran. Bengkel-bengkel ini diusahakan secara perseorangan oleh penduduk setempat. Pihak pengelola PPI berperan dalam mengontrol aktivitas, kinerja bengkel dan pelayanannya bagi konsumen, yakni nelayan. Bengkel-bengkel di PPI Kronjo sudah berfungsi dengan semestinya, namun hanya bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil saja pada mesin kapal. Untuk kerusakan mesin yang cukup besar, biasanya nelayan membawanya ke tempat asal kapal ini dibuat yakni di PPI Karangantu.

Ukuran setiap bengkel hampir seragam yakni sekitar 4m x 5m dengan kapasitas terpasang rata-rata 6-8 buah mesin per kapal dengan berbagai bobot dan ukuran mesinnya. Biasanya bengkel mampu menampung 2-4 buah mesin kapal per harinya. Berbagai jenis mesin yang mampu ditampung dan diperbaiki adalah pancang, lapak (bukaan jaring), dudukan mesin dan pipa propeler.

Fungsi bengkel di PPI Kronjo sebenarnya lebih sering sebagai tempat pengelasan mesin-mesin kapal. Hal ini terlihat dari alat-alat yang dimiliki oleh bengkel, diantaranya genset (mesin las), travo las listrik, cutting off (pemotong besi), oksigen pemotong dan kawat. Tarif perbaikan terutama pengelasan dudukan

mesin yang bisa mencapai 250 ribu rupiah dengan perhitungan biaya 15 ribu rupiah per potongan kawatnya. Proses perbaikan setiap mesin bisa mencapai 2-3 jam tergantung besarnya kerusakan mesin. Untuk proses pengelasan kecil biasanya membutuhkan waktu setengah hingga satu jam. Menurut nelayan rutinitas perbaikan atau pengelasan adalah 2 kali dalam sebulan, hal ini karena seringnya penggunaan armada penangkapan untuk melaut.

Berdasarkan pengamatan di lapangan sarana bengkel perlu dikembangkan terkait dengan peralatan-peralatan yang menunjang untuk perbaikan mesin yang mengalami kerusakan berat, demi kelancaran kegiatan penangkapan ikan. Lokasi bengkel yang berdekatan dengan tempat tambat labuh kapal memberikan kemudahan nelayan untuk pengangkutan mesin kapal yang rusak.

Menurut pengelola PPI Kronjo, bengkel-bengkel yang terdapat di pelabuhan masih berskala kecil. Terlihat dari sarana penunjang dan peralatannya yang masih sederhana dan terbatas. Keterbatasan Modal dan SDM sangat mempengaruhi perkembangan fasilitas fungsional ini. Perlu adanya perhatian dari pihak-pihak terkait demi lancarnya aktivitas dan peningkatan pelayanan perbaikan mesin armada penangkapan. Agar nantinya dapat meningkatkan minat nelayan untuk melakukan perbaikan di PPI Kronjo.

Dokumen terkait