RIWAYAT HIDUP
DAFTAR LAMPIRAN
2.8. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Besarnya sumberdaya ikan laut di Indonesia dapat menimbulkan persaingan dalam proses penangkapannya, karena sumberdaya ikan ini merupakan milik bersama (common property) yang setiap orang berhak memanfaatkannya (open access). Persaingan yang dilakukan pelaku perikanan terlihat dari usaha yang dilakukan menggunakan tekhnologi yang terus berkembang dan dieksploitasi secara terus-menerus hingga terjadi konflik antar pelaku perikanan saat sumberdaya ikan yang ada semakin menipis.
Dalam Undang–undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dijelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya yang dilakukan bertujuan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan secara optimal dan terus menerus. Menurut Gulland (1982), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi :
18
1. Tujuan yang bersifat fisik – biologik, yaitu dicapainya tingkat pemanfaatan dalam level hasil maksimum yang lestari (maximum sustainable yield = MSY). 2. Tujuan yang bersifat ekonomik, yaitu tercapainya keuntungan maksimum dari
pemanfaatan sumberdaya ikan atau maksimalisasi profit (net income) dari perikanan.
3. Tujuan yang bersifat sosial, yaitu tercapainya keuntungan sosial yang maksimal, misalnya maksimalisasi penyediaan pekerjaan, menghilangkan adanya konflik kepentingan diantara nelayan dan anggota masyarakat lainnya.
Dwiponggo (1983) in Pranggono (2003) mengatakan, tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dicapai dengan beberapa cara, antara lain:
1. Pemeliharaan proses sumberdaya perikanan, dengan memelihara ekosistem penunjang bagi kehidupan sumberdaya ikan.
2. Menjamin pemanfaatan berbagai jenis ekosistem secara berlanjut.
3. Menjaga keanekaragaman hayati (plasma nuftah) yang mempengaruhi ciri–ciri, sifat dan bentuk kehidupan.
4. Mengembangkan perikanan dan teknologi yang mampu menumbuhkan industri yang mengamankan sumberdaya secara bertanggung jawab.
Badrudin (1986) in Lembaga Penelitian UNDIP (2000) menyatakan bahwa prinsip pengelolaan sediaan ikan dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Pengendalian jumlah upaya penangkapan : tujuannya adalah mengatur jumlah alat tangkap sampai pada jumlah tertentu.
2. Pengendalian alat tangkap : tujuannya adalah agar usaha penangkapan ikan hanya ditujukan untuk menangkap ikan yang telah mencapai umur dan ukuran tertentu.
Berdasarkan prinsip tersebut, maka pengelolaan sumberdaya perikanan harus memiliki strategi sebagai berikut :
1. Membina struktur komunitas ikan yang produktif dan efisien agar serasi dengan proses perubahan komponen habitat dengan dinamika antar populasi.
2. Mengurangi laju intensitas penangkapan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan daya pulih kembali sumberdaya ikan, sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin.
19
3. Mengendalikan dan mencegah setiap usaha penangkapan ikan yang dapat menimbulkan kerusakan–kerusakan maupun pencemaran lingkungan perairan secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam Sutono (2003) disebutkan beberapa pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu :
1. Pengaturan musim penangkapan
Pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pengaturan musim penangkapan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sumberdaya ikan untuk berkembang biak. Secara biologi ikan mempunyai siklus untuk memijah, bertelur, telur menjadi larva, ikan muda dan baru kemudian menjadi ikan dewasa. Bila salah satu dari siklus tersebut terpotong, misalnya karena penangkapan, maka sumberdaya ikan tidak dapat melangsungkan daur hidupnya. Hal ini dapat menyebabkan ancaman kepunahan sumberdaya ikan tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu pengaturan musim penangkapan ikan.
Pengaturan musim penangkapan ikan dapat efektif pada negara-negara yang sistem hukumnya dilaksanakan dengan ketat. Bila penegakan hukum tidak dapat dilaksanakan, maka pengaturan musim penangkapan ikan tidak dapat efektif, karena tentu terjadi banyak pelanggaran.
Dalam pengaturan musim penangkapan ikan juga perlu diketahui terlebih dahulu sifat biologi dari sumberdaya ikan tersebut. Sifat biologi dimaksud meliputi siklus hidup, lokasi dan waktu terdapatnya, serta bagaimana reproduksinya. Pengaturan musim penangkapan dapat dilaksanakan secara efektif bila telah diketahui antara musim ikan dan bukan musim ikan dari jenis sumberdaya ikan tersebut. Selain itu juga perlu diketahui musim ikan dari jenis ikan yang lain, sehingga dapat menjadi alternatif bagi nelayan dalam menangkap ikan. Misalnya, bila terhadap suatu jenis ikan dilarang untuk ditangkap pada waktu tertentu, maka nelayan dapat menangkap jenis lain pada waktu yang sama.
Kendala yang mungkin timbul pada pelaksanaan kebijakan pengaturan musim penangkapan ikan adalah (1) belum adanya kesadaran nelayan tentang pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya ikan yang ada, (2) lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh aparat, (3) terbatasnya sarana pengawasan.
20
2. Penutupan daerah penangkapan
Kebijakan penutupan daerah penangkapan dilakukan bila sumberdaya ikan yang ada telah mendekati kepunahan. Penutupan daerah penangkapan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada sumberdaya ikan yang mendekati kepunahan untuk berkembang kembali sehingga stoknya dapat bertambah. Guna menentukan suatu daerah penangkapan ditetapkan untuk ditutup, maka perlu dilakukan penelitian tentang stok sumberdaya ikan yang ada pada daerah tersebut, dimana dan kapan terdapatnya, serta karakteristik lokasi yang akan dilakukan penutupan daerah penangkapan.
Penutupan daerah penangkapan juga dapat dilakukan terhadap daerah–daerah yang merupakan habitat vital, seperti daerah hutan bakau dan daerah terumbu karang. Seperti diketahui bahwa daerah vital tersebut merupakan daerah berpijah (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground). Penutupan daerah penangkapan untuk daerah vital dimaksudkan agar telur–telur ikan, larva dan ikan yang masih kecil dapat tumbuh menjadi ikan dewasa.
Untuk mendukung kebijakan penutupan daerah penangkapan, diperlukan pengawasan yang ketat oleh pihak aparat. Demikian pula halnya dengan peraturan yang ada, perlu ditetapkan peraturan yang bersifat represif. Upaya ini dilakukan demi menjaga kelestarian sumberdaya ikan jenis tertentu yang mengalami ancaman kepunahan.
3. Selektifitas alat tangkap
Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan selektifitas alat tangkap bertujuan untuk mencapai atau mempertahankan struktur umur atau struktur ukuran ikan dalam suatu stok pada suatu daerah. Selektifitas alat tangkap dilakukan untuk menyeleksi ikan yang akan ditangkap. Dengan demikian hanya ikan–ikan yang telah mencapai ukuran tertentu saja yang ditangkap. Sementara ikan–ikan yang lebih kecil tidak tertangkap, sehingga dapat memberi kesempatan bagi ikan–ikan kecil untuk tumbuh menjadi besar.
Contoh penerapan pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan selektifitas alat tangkap, ialah :
1) Penentuan ukuran minimum mata jaring (mesh size) pada alat tangkap gill net,
21
2) Penentuan ukuran mata pancing pada longline. 3) Penentuan lebar bukaan pada alat tangkap perangkap
Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan selektifitas alat tangkap ini, peran nelayan sangat penting. Pengetahuan dan kesadaran nelayan akan pentingnya pelestarian sumberdaya ikan merupakan faktor utama keberhasilan kebijakan pengelolaan ini. Hal ini disebabkan aparat sulit untuk melakukan pengendalian dan pengawasan karena banyaknya jenis alat tangkap (multi gears) yang beroperasi di Indonesia.
Kendala pelaksanaan kebijakan dengan selektifitas alat tangkap yaitu diperlukan biaya yang tinggi untuk memodifikasi alat tangkap yang sudah ada. Sehingga peran nelayan untuk memodifikasi alat tangkapnya sangat diharapkan sesuai dengan keadaan lokasi penangkapannya.
4. Pelarangan alat tangkap
Pengelolaan sumberdaya ikan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap didasarkan pada adanya penggunaan bahan atau alat berbahaya dalam menangkap ikan baik bagi ekosistem perairan maupun berbahaya bagi yang menggunakan, misalnya penggunaan racun ikan dan bahan peledak (bom ikan). Tujuan dari pelarangan penggunaan alat atau bahan berbahaya ini adalah melindungi sumberdaya ikan dan ekosistem yang ada yang bermanfaat bagi kehidupan biota air. Sebagai contoh penggunaan racun ikan, selain menyebabkan kematian ikan sasaran, juga menyebabkan kematian pada ikan–ikan yang masih kecil dan telur ikan. Penggunaan bahan peledak dapat menyebabkan kerusakan habitat ikan dan kematian biota air lainnya yang bukan merupakan sasaran penangkapan.
Seringkali pelanggaran terhadap peraturan pelarangan penggunaan alat atau bahan berbahaya ini tidak ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini menyebabkan pelaksanaan peraturan pelanggaran penggunaan alat atau bahan berbahaya ini tidak efektif. Oleh karena itu efektifitas pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap ini sangat tergantung pada penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat.
Dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan dengan pendekatan pelarangan alat tangkap ini, kepedulian nelayan dan masyarakat pesisir menjadi faktor yang sangat penting. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dalam
22
pelaksanaannya sangat membantu aparat untuk menindak secara tegas pelanggaran yang terjadi.
5. Kuota penangkapan
Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan kuota penangkapan adalah upaya pembatasan jumlah ikan yang boleh ditangkap (Total Allowable Catch = TAC). Kuota penangkapan diberikan oleh Pemerintah kepada industri atau perusahaan penangkapan ikan yang melakukan penangkapan pada suatu perairan di wilayah negara Indonesia. Untuk menjaga kelestarian sumberdaya suatu jenis ikan, maka nilai TAC harus di bawah Maximum Sustainable Yield (MSY)–nya, sehingga sebelum nilai TAC ditentukan, perlu diketahui terlebih dahulu nilai MSY – nya.
Implementasi dari kuota penangkapan dengan TAC ialah, (1) penentuan TAC secara keseluruhan pada skala nasional atas suatu jenis ikan di perairan tertentu, kemudian diumumkan kepada semua nelayan sampai secara total mencapai TAC yang ditentukan, bila telah tercapai TAC, maka aktifitas penangkapan terhadap jenis ikan tersebut dihentikan dengan kesepakatan bersama; (2) membagi TAC kepada semua nelayan dengan keberpihakan kepada nelayan atas dasar keadilan, sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial akibat perbedaan pendapatan nelayan; (3) dengan membatasi atau mengurangi efisiensi penangkapan ikan sehingga TAC tidak terlampaui.
6. Pengendalian upaya penangkapan
Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan pengendalian upaya penangkapan didasarkan pada hasil tangkapan maksimum agar dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Pengendalian upaya penangkapan dapat dilakukan dengan membatasi jumlah alat tangkap, jumlah armada, maupun jumlah trip penangkapan.
Untuk menentukan batas upaya penangkapan diperlukan data time series yang akurat tentang jumlah hasil tangkapan suatu jenis ikan dan jumlah upaya penangkapannya di suatu daerah penangkapan. Mekanisme pengendalian upaya penangkapan yang paling efektif adalah dengan membatasi izin usaha penangkapan ikan pada suatu daerah penangkapan.
Pengelolaan perikanan harus dilakukan dengan baik, dengan salah satu upaya dalam suatu pengelolaan adalah monitoring sehingga kondisi sumberdaya dapat
23
terus terpantau dengan baik. Tujuan pengelolaan sumberdaya perikanana adalah tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa, dan mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan serta menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkapan maksimum lestari (Boer dan Azis 2007).
24
3. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (Gambar 6).
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)
3.2. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, peta Labuan, daftar pertanyaan (kuesioner), dan alat dokumentasi (recorder, kamera). Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi antara lain : produksi, biaya per trip, harga ikan, biaya operasional per trip, dan
25
daerah penangkapan. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi produksi hasil tangkapan dan data upaya penangkapan ikan (trip) selama 8 tahun.
3.3. Pengumpulan Data 3.3.1. Data primer
Dalam pengumpulan data primer, teknik yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Wawancara.
Wawancara dilakukan terhadap 30 responden nelayan yang menangkap ikan swanggi dengan menggunakan media kuisioner (daftar pertanyaan). Wawancara terhadap nelayan bertujuan untuk mengetahui :
1) Rata-rata produksi hasil tangkapan per trip
2) Biaya aktual yang didapatkan dari rata-rata biaya operasi penangkapan per trip 3) Rata-rata pendapatan per trip
4) Jumlah trip selama 1 tahun 5) Musim dan daerah penangkapan
6) Strategi kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Labuan Peta ditunjukkan kepada responden ketika mengajukan pertanyaan musim dan daerah penangkapan. Lama perjalanan menuju lokasi penangkapan juga perlu diketahui untuk mendapatkan informasi daerah penangkapan yang tepat.
2. Dokumentasi.
Metode ini memudahkan dalam pelaksanaan artinya apabila ada kekeliruan dalam pencatatan maka sumber datanya masih tetap atau tidak berubah. Metode ini juga digunakan untuk mendokumentasikan keadaan lokasi penelitian, deskripsi profil dan latar belakang studi.
3.3.2. Data sekunder
Data sekunder yang digunakan berupa data produksi hasil tangkapan dan data upaya penangkapan (trip) selama 8 tahun, data selang kelas panjang, dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG). Data produksi hasil tangkapan dan data upaya penangkapan diperoleh dari UPT (Unit Pelaksana Teknis) di PPP Labuan,
26
sedangkan data selang kelas panjang dan TKG diperoleh dari penelitian reproduksi ikan swanggi yang dilakukan oleh Ballerena (2012).
3.4. Analisis Data
3.4.1. Tangkapan per satuan upaya
Data tangkapan dan upaya ikan swanggi dapat dikaji dengan menghitung nilai hasil tangkapan per upaya penangkapan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
TPSU adalah jumlah tangkapan per satuan upaya, T adalah jumlah tangkapan tahunan ikan swanggi (ton) dan U adalah jumlah upaya tahunan ikan swanggi. Selanjutnya TPSU ini disajikan dalam satuan ton, sedangkan data upaya penangkapan (effort) yaitu alat tangkap jaring cantrang dan jaring rampus yang disajikan dalam satuan trip.
3.4.2. Analisis pola musim penangkapan ikan
Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dekemukakan oleh Dajan (1986) in Taeran (2007) dengan langkah sebagai berikut :
a) Menyusun deret TPSUi bulan Januari 2001 hingga Desember 2011
Keterangan :
i : 1, 2, 3, ... , 96 ni : TPSU urutan ke-i
b) Menyusun rata-rata bergerak TPSU selama 12 bulan (RG)
∑
Keterangan :
Rgi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i TPSUi : CPUE urutan ke-i
i : 1, 2, 3, ... , 96 j : 7, 8, 9, ... , 91
27
c) Menyusun rata-rata bergerak TPSU terpusat (RGP)
∑
Keterangan :
Rgi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i RGPi : Rata-rata bergerak terpusat urutan ke-i TPSUi : CPUE urutan ke-i
i : 1, 2, 3, ... , 96 j : 7, 8, 9, ... , 91 d) Rasio rata-rata bulan (Rb)
Keterangan :
Rbi : Rasio rata-rata bulan ke-i
RGPi : Rata-rata bergerak terpusat urutan ke-i TPSUi : TPSU urutan ke-i
i : 1, 2, 3, ... , 96
e) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matriks berukuran i x j yang disusun untuk setiap bulannya, dimulai dari bulan Juli. Kemudian menghitung nilai total rasio rata-rata tiap bulan, menghitung total rasio rata-rata secara keseluruhan, dan menghitung indeks musim penangkapan.
1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRBi)
∑
Keterangan :
RRBi : Rata-rata RBij untuk bulan ke-i
RBij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j i : 1, 2, 3, ... , 12
j : 1, 2, 3, ... , n
2) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB) ∑
Keterangan :
JRRBi : Jumlah rasio rata-rata bulan RRBi : Rata-rata RBij untuk bulan ke-i i : 1, 2, 3, ... , 12
28
3) Menghitung faktor koreksi :
Keterangan :
FK : Nilai faktor koreksi
JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulanan 4) Indeks musim penangkapan
Keterangan :
IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i RBBi : Rasio rata-rata untuk bulanan ke-i i : 1, 2, 3, ... , 12
Kriteria Indeks Musim Penangkapan (IMP) : IMP < 50 % : Musim paceklik
IMP 50%<IMP<100% : Bukan musim penangkapan
IMP>100% : Musim penangkapan
3.4.3. Model bioekonomi perikanan
Model bioekonomi merupakan salah satu cara pendekatan yang paling mudah dan sederhana untuk mengetahui MSY, EMSY , EMEY ,MEY dan EOA. Ikan swanggi yang tertangkap diasumsikan bersifat tunggal (single species), sesuai dengan pernyataan Fauzi (2010) bahwa untuk mengembangkan model Gordon-Schaefer spesies sumberdaya ikan diasumsikan bersifat tunggal (single species). Secara umum langkah-langkah yang dilakukan untuk mengimplementasikan model Gordon-Schaefer pada penelitian ini yaitu :
1. Melakukan estimasi parameter biologi K, q, dan r dari data time series
produksi, upaya, dan TPSU menggunakan Algoritma Fox dengan rumus sebagai berikut : [ | |] [ ( )] [ ( )]
2. Melakukan pendugaan parameter ekonomi, yaitu harga per satuan output (Rp/kg) dan biaya per satuan input (Rp/trip) dari data primer atau data hasil wawancara.
29
3. Melakukan analisis bioekonomi dengan menggunakan model Gordon- Schaefer. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk melakukan analisis bioekonomi model Gordon-Schaefer :
Tabel 1. Rumus bioekonomi model Gordon-Schaefer
OA MEY MSY h ( ) ( ) ( ) E ( ) ( ) Keterangan : h = yield E = effort p = harga c = biaya
q =koefisien alat tangkap K = Daya dukung
r = laju populasi intrinsik
Sesuai dengan asumsi bahwa harga ikan per kilogram (p) dikonversikan dalam rupiah dan biaya penangkapan per unit upaya (c) adalah konstan, maka total pendapatan (TR) dan total biaya (TC) dapat dihitung menggunakan rumus berikut TR = p.C
TC = c.E
Untuk menghitung keuntungan usaha penangkapan ikan (profit) dengan persamaan berikut :
π = TR – TC
3.4.4. Pola pengelolaan
Menurut Sutono (2003) dapat ditempuh dengan beberapa cara antara lain : 1) Pengaturan musim tangkap
2) Pentutupan daerah penangkapan 3) Selektifitas alat tangkap
4) Pelarangan alat tangkap 5) Kuota penangkapan
30
6) Pengendalian upaya penangkapan
Widodo dan Suadi (2006) juga menyatakan bahwa pengelolaan perikanan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
1) Pengaturan ukuran mata jaring
2) Pengaturan batas ukuran ikan yang boleh ditangkap, didaratkan atau dipasarkan
3) Kontrol terhadap musim penangkapan ikan 4) Kontrol terhadap daerah penangkapan ikan
5) Pengaturan terhadap alat tangkap serta kelengkapannya 6) Perbaikan dan peningkatan sumberdaya hayati
7) Pengaturan hasil tangkapan total per jenis, kelompok jenis, atau bila memungkinkan per lokasi atau wilayah
8) Setiap tindakan langsung yang berhubungan dengan konservasi semua jenis ikan dan sumberdaya hayati lainnya dalam wilayah tertentu.
31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan
PPP Labuan secara administratif terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang. PPP Labuan memiliki batas administratif, di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Labuan dan Desa Cigondang, sebelah utara berbatasan dengan Desa Caringin dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Banyumekar (Kartika 2007). Posisi PPP Labuan berada pada wilayah perairan Selat Sunda yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia 1 (ALKI-1). Lokasi PPP Labuan berada pada titik koordinat 06°24’30’’LS dan 105°49’15’’BT (Irhamni 2009).
PPP Labuan terdiri dari PPP 1 dan PPI 3 yang berada di muara sungai Cipunteun, serta PPP 2 berada di tepi pantai terbuka. Jenis kapal motor yang dioperasikan di PPP 1 dan PPP 3 berukuran 0-5 GT dan 5-10 GT yang merupakan pelabuhan bagi armada kapal obor, rampus, dan cantrang, sementara kapal motor yang dioperasikan di PPP 2 berukuran lebih dari 10 GT karena merupakan pelabuhan bagi armada kapal purse seine.
Jenis alat tangkap yang beroperasi di Labuan yaitu payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, jaring arad, dan jaring cantrang (Tabel 2). Alat tangkap yang terbanyak yaitu jaring arad, pancing, dan gillnet masing-masing berjumlah 119 unit, 68 unit, dan 65 unit.
Nelayan Labuan biasa melakukan operasi penangkapan sepanjang tahun baik musim barat maupun musim peralihan. Kondisi daerah penangkapan yang terhalang oleh pulau-pulau kecil (contohnya Pulau Rakata) membantu nelayan melakukan operasi penangkapan karena terlindung dari pengaruh gelombang (Kartika 2007). Pada tahun 2008, jumlah nelayan terbanyak di PPP Labuan adalah 2284 atau sekitar 42.68% dari total keseluruhan jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang (Irhamni 2009).
32
Berikut adalah perkembangan armada penangkapan ikan di Labuan : Tabel 2. Jumlah alat penangkapan ikan di PPP Labuan periode 2001-2008
No Alat Tangkap Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 1 Payang 25 28 43 45 44 43 43 45 60 61 59 2 Cantrang 193 193 40 48 49 49 49 48 13 11 6 3 Arad - - 125 125 130 121 121 119 181 181 180 4 Purse seine 10 8 16 16 20 20 20 18 10 8 8 5 Rampus 68 65 32 30 32 32 32 35 41 41 41 6 Jaring Klitik 32 32 10 10 4 0 0 0 0 0 0 7 Pancing 26 28 32 32 65 68 68 68 68 68 68
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Kondisi curah hujan rata-rata tahunan di PPP Labuan adalah sebesar 1.814 mm, sedangkan hari hujan rata-rata tahunan sebesar 101 hari. Musim hujan pada umumnya jatuh pada bulan Januari, Februari, Maret, November, Desember dengan curah hujan rata-rata 374 mm/bulan. Musim kemarau jatuh pada bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober dengan curah hujan 209 mm/bulan (Kartika 2007). Menurut BMKG (2011), musim kemarau di wilayah Provinsi Banten maju 4-8 dasarian (2-3 bulan).
4.1.2. Kondisi perikanan swanggi di PPP Labuan
PPP Labuan sebagai pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang, disediakan pemerintah kepada masyarakat nelayan di sekitar Pandeglang untuk melakukan transaksi kegiatan perikanan. Ikan swanggi merupakan hasil tangkapan dominan kelima di Labuan (8.25%) setelah ikan kue (24.70%), kurisi (23.43%), kuniran (23.04%), dan kapasan (13.70%) (Gambar 7).
Gambar 7. Komposisi hasil tangkap ikan demersal kecil di Labuan Sumber: Data harian PPP Labuan tahun 2011 (diolah)
24.70% 23.43% 23.04% 13.70% 8.25% 6.89% Kue Kurisi Kuniran Kapasan Swanggi Jolod
33
Jenis ikan swanggi yang tertangkap adalah Priacanthus tayenus. Daerah penangkapan ikan swanggi meliputi pulau-pulau kecil (P. Liwungan, P. Sebesi, P. Panaitan, P. Papole), Carita, Sumur, Tanjung Alang-alang, Tanjung Lesung, dan 15-35 km arah Barat Laut dari Labuan dengan waktu tempuh 2-3 jam. Penangkapan ikan swanggi menggunakan alat tangkap jaring cantrang yang dioperasikan dengan menggunakan kapal motor berukuran 6-24 GT dan alat tangkap jaring rampus yang dioperasikan dengan menggunakan kapal motor berukuran 2-6 GT. Jaring cantrang memiliki ukuran mata jaring bagian kantong adalah 1.5 inchi-3 inchi dan ukuran mata jaring bagian selambar adalah 8 inchi, sedangkan ukuran mata jaring rampus 2 inchi. Jenis tangkapan yang dihasilkan alat tangkap tersebut diantaranya ikan swanggi, pepetek, kurisi, kuniran, kapasan.
Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap cantrang biasanya dapat melakukan operasi penangkapan selama 3-4 hari termasuk perjalanan menuju fishing ground dan kembali ke PPP. Armada kapal yang menggunakan alat tangkap jaring rampus melakukan perjalanan menuju fishing ground selama 1-2 jams.
4.1.3. Hasil tangkapan (catch) dan harga ikan swanggi
Berdasarkan data statistik yang ada (tahun 2001-2002, 2004-2007, dan 2010- 2011), maka hasil tangkapan ikan swanggi yang didaratkan di PPP Labuan berfluktuasi dalam kurun waktu tersebut. Pada tahun 2001 hasil tangkapan cenderung stabil hingga tahun 2002. Peningkatan hasil tangkapan terjadi pada tahun 2002 hingga 2005 serta 2007 hingga 2011, sedangkan pada tahun 2005 hingga 2007 mengalami penurunan (Gambar 8a). Berdasarkan Gambar 8a, hasil tangkapan tertinggi terdapat pada tahun 2005 yaitu 29602 kg, sedangkan hasil tangkapan terendah terdapat pada tahun 2007 yaitu sebesar 1536 kg.
34
Gambar 8a. Hasil tangkapan ikan swanggi (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPP Labuan Tahun 2001-2002, 2004-2007, dan 2010-2011
Sumber : Data harian dan bulanan PPP Labuan (diolah)
Gambar 8b menunjukkan hasil tangkapan ikan swanggi dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2011. Hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2011 terdapat pada bulan Februari, sedangkan hasil tangkapan terendah terdapat pada bulan Desember. Berikut ini adalah grafik hasil tangkapan pada setiap operasi penangkapan di tahun 2011.
Gambar 8b. Hasil tangkapan ikan swanggi (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di PPP Labuan Tahun 2011
Sumber : Data harian PPP Labuan (diolah)