• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Aliran Permukaan

2.6.3 Pengelompokan hidrolika tanah

U.S. Natural Resource Conservation Servie (NRCS) dalam Neitschs (2005) mengklasifikasikan tanah ke dalam 4 kelompok hidrologic berdasarkan karakteristik infiltrasi dari tanah tersebut. NRCS Soil Survey (1996) mendefinisikan kelompok hidrologic tanah tersebut sebagai kelompok tanah yang mempunyai kesamaan potensial runoff pada kondisi cuaca dan kondisi penutupan area sama. Keempat kelompok tanah tersebut adalah: A, B, C dan D. Definisi dari masing-masing kelas tersebut adalah:

A: (potensial runoff sedikit). Tanah ini memiliki laju infiltrasi yang tinggi bahkan ketika sudah jenuh. Grup tanah ini memiliki solum yang dalam, memiliki drainase yang baik sampai sangat baik. Grup tanah ini didominasi oleh pasir dan kerikil. Grup tanah ini memiliki laju transmisi air yang tinggi.

B: grup tanah yang memiliki laju infiltrasi sedang ketika jenuh. Grup tanah ini mempunyai solum tanah yang agak dalam sampai dalam, memiliki kemampuan drainase agak baik sampai baik dan memiliki tekstur tanah yang halus sampai agak kasar. Grup tanah ini memiliki laju transmisi air dengan tingkatan sedang.

C: grup tanah yang memiliki laju infiltrasi yang lambat ketika jenuh. Grup tanah ini memiliki lapisan yang menahan air bergerak ke bawah dan mempunyai tekstur agak halus sampai halus. Grup tanah ini memiliki laju transmisi air yang lambat.

D: (potensial runoff tinggi). Grup tanah ini mempunyai laju infiltrasi yang sangat lambat ketika jenuh. Grup tanah ini memiliki lapisan liat di dekat permukaan tanah hingga ke lapisan material yang kedap air. Grup ini memiliki laju transmisi air yang sangat lambat.

2.7 Erosi

Menurut Arsyad (2006), erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Proses yang terjadi pada erosi meliputi; pengikisan, pengangkutan dan pengendapan yang disebabkan oleh media alami yaitu angin dan air.

Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, umumnya erosi ini terjadi di daerah yang beriklim kering. Di daerah beriklim basah seperti indonesia peristiwa erosi lebih sering disebabkan oleh air. Energi kinetik yang disebabkan oleh air hujan dapat menyebabkan/ menghancurkan agregat tanah.

Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Erosi lembar (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu permukaan tanah. Kekuatan butir-butir hujan dan aliran permukaan yang merata diatas permukaan tanah merupakan penyebab erosi.

Erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada permukaan tanah yang merupakan parit-parit kecil dan dangkal. Erosi alur terjadi karena air mengalir di permukaan tanah tidak merata tetapi berkonsentrasi pada alur tertentu sehingga pengangkutan tanah terjadi pada tempat aliran permukaan terkonsentrasi. Kecenderungan terjadinya erosi alur lebih dipengaruhi oleh cara bertanam dan sifat fisik tanah dari pada air hujan.

Erosi parit (gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi alur yang terbentuk sudah demikian besarnya sehingga tidak dapat lagi dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit dapat berbentuk V atau U, bergantung pada kepekaan erosi substratanya. Bentuk V adalah bentuk yang umum terdapat pada daerah-daerah yang substratanya mudah lepas dan umumnya berasal dari batuan sendimen.

Erosi tebing sungai (River bank erosion) terjadi sebagai akibat pengikisan tebing sungai oleh terjangan aliran sungai yang kuat pada belokan sungai. Erosi tebing akan terjadi lebih hebat, jika vegetasi penutup tebing tidak ada atau jika pengelolaan tanah dilakukan sampai ke pinggir tebing sungai.

Longsor (Landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar.

Berbeda dari bentuk erosi lainnya, pada tanah longsor pengangkutan tanah dalam volume besar terjadi sekaligus. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan kedap air serta tanah yang jenuh.

Erosi internal adalah terangkutnya butiran-butiran tanah ke bawah ke dalam celah-celah atau pori-pori tanah, sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal mungkin tidak menyebabkan kerusakan berarti karena sebenarnya bagian-bagian tanah tidak terangkut keluar tempat tersebut, dan tanah akan baik kembali setelah dilakukan pengolahan tanah (Arsyad, 2006).

2.7.1 Universal Soil LossEquation (USLE)

Menurut Ispriyanto (2001), Universal Soil Loss Equation (USLE) memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan. USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur di bawah keadaan tertentu. Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi pada suatu lahan bila pengolahan lahan tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus USLE :

A = R  K x Ls  C  P...(5)

Dimana, A: Jumlah erosi (ton/ha/tahun), R: Faktor erosivitas hujan, K: Faktor erodibilitas tanah, LS : Faktor panjang dan kemiringan lereng, C: Faktor tanaman (penggunaan tanaman), P: Faktor teknik konservasi tanah.

Berdasarkan hasil perbandingan besarnya erosi hasil pengukuran pada petak erosi standar (Wischmeter plot) dan erosi hasil pendugaan diketahui bahwa model USLE memberikan dugaan yang lebih tinggi untuk tanah dengan laju erosi rendah, dan erosi dugaan yang lebih rendah untuk tanah dengan laju erosi tinggi. Berdasarkan beberapa kelemahan tersebut, model USLE disempurnakan menjadi RUSLE (Revised USLE) dan MUSLE (Modifed USLE) dengan menggunakan teori erosi modern dan data-data terbaru, tetapi masih tetap berbasis plot (Kundarto 2005). USLE menggunakan curah hujan sebagai indikator energi perusak agregat tanah, MUSLE dan RUSLE menggunakan jumlah aliran permukaan untuk mensimulasi erosi dan hasil sendimen. Subsitusi ini

memberikan beberapa keuntungan : ketepatan prediksi model tersebut meningkat, keperluan menggunakan rasio pelepasan dihilangkan dan hasil sendimen untuk satu peristiwa hujan dapat dihitung (Arsyad 2010).

2.7.2 Indeks Bahaya Erosi (IBE)

Persamaan USLE akan memberikan besarnya erosi tertinggi pada sebidang lahan jika kita menganggap faktor C dan P masing-masing bernilai satu, atau sering juga dikenal dengan istilah erosi potensial (potensial erosion risk). Sehingga persamaannya menjadi : (Arsyad, 2006)

A = R  K x LS……….(6)

Menurut Hammer (1981) dalam Arsyad (2006) menjelaskan bahaya erosi dapat dinyatakan dalam indeks bahaya erosi yang didefinisikan sebagai berikut:

IBE = ………..(7)

Tolerable Soil Loss menyatakan besarnya erosi yang measih dapat dibiarkan atau ditoleransi. Hammer (1981) dalam Arsyad (2006) menggunakan konsep kedalaman ekivalen (equivalen depth) dan umur guna (resources life) tanah untuk menetapkan nilai T suatu tanah. Kedalaman ekivalen adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya berkurang dengan 60% dari tanah yang tidak terosi. Menurunnya produkktivitas tanah oleh erosi disebabkan oleh menurunnya kandungan unsur hara tanah dan menurunnya sifat-sifat fisik tanah.

Penentuan kategori (harkat) hasil perhitungan indeks bahaya erosi pada masing-masing satuan lahan di suatu DAS dapat ditentukan dengan cara memasukkan pada klasifikasi Indeks Bahaya Erosi yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Daftar kriteria indeks bahaya erosi

Nilai Indeks Bahaya Erosi Harkat

< 1,0 Rendah

1,01-4,0 Sedang

4,01-10,0 Tinggi

>10,01 Sangat Tinggi

2.8 Dampak Erosi dan Aliran Permukaan

Menurut Arsyad (2006), hilangnya satu atau beberapa unsur hara dari daerah perakarannya menyebabkan merosotnya kesuburan tanah, sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk mendukung pertumbuhan tanaman secara normal. Tanah yang dikatakan rusak kalau lapisan bagian atasnya atau top soil (ketebalan 15 - 35 cm) memang telah banyak terkikis dan atau dihanyutkan oleh arus air hujan, sehingga lapisan tersebut menjadi tipis atau bahkan hilang (Kartasapoetra, 1986). Erosi dan sendimentasi menjadi penyebab utama berkurangnya produktivitas suatu lahan pertaniaan dan berkurangnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan material hasil erosi (Hardiyatmo, 2006).

Menurut Sihite (2001), banyak dampak yang terjadi dapat diamati pada badan-badan air yang ada seperti sungai, danau, atau waduk sehingga dampak yang ditimbulkan disebut dampak instream. Sedangkan dampak yang lain dapat terjadi sebelum partikel-partikel tanahtersebut mencapai badan-badan air atau sesudahnya seperti dijumpai pada kejadian banjir, penggunaan air untuk kebutuhan domestik, irigasi, atau yang lain sehingga dampak yang ditimbulkan disebut sebagai dampak off-stream. Dampak erosi tanah di tapak (on site) merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktivitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi, peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya mengakibatkan timbulnya tanah kritis. Dampak erosi tanah di luar penggunaan lahan (off site) merupakan dampak yang sangat besar pengaruhnya. Sendimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sendimen dapat menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Bentuk dampak di luar penggunaan lahan antara lain adalah : (i) pelumpuran dan pendangkalan waduk; (ii) tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan; (iii) memburuknya kualitas air dan (iv) kerugian ekosistem perairan (Sihite 2001).

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2011 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Cibadak. Perancangan aplikasi dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Oktober 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah data curah hujan, data jenis tanah, data jenis tegakan, data-data karakteristik hidrologis tegakan dan data- data spasial HPGW, sedangkan alat yang yang digunakan adalah:

1) Seperangkat komputer atau laptop.

2) Software Microsoft Access dan EMS MySQL Serversebagai alat utama dalam pembuatan database.

3) Microsoft Visual Basic6.0, sebagai alat utama dalam disain sistem informasi.

4) Adobe Photoshop CS, CorelDRAW X4, ArcView 3.3, Seagate Crystal Report dan MySQL Connector sebagai alat tambahan dalam disain sistem informasi.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Secara garis besar, informasi yang terdapat pada Sistem Informasi Hidrologi-Daerah Aliran Sungai (SIH-DAS) yang nantinya akan dikembangkan ini terbagi atas beberapa kategori, yaitu informasi yang sifatnya menampilkan berbagai teori-teori dalam hidrologi, informasi yang menampilkan berbagai hasil penelitian mengenai hidrologi di HPGW dan informasi yang sifatnya hasil dari proses pengolahan data menggunakan software ini sendiri.

Pengumpulan data untuk informasi yang sifatnya teori-teori dan hasil penelitian tersebut didapatkan dari literatur/bahan pustaka atau berupa data sekunder. Informasi yang sifatnya proses pengolahan data, datanya berasal dari dataa lapangan di HPGW. Diagram alir kegiatan pengumpulan data disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir pengumpulan data. 3.4 Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode pengembangan sistem informasi, yaitu cara penyelesaian persoalan terhadap masalah manajemen data dan informasi yang dilakukan dengan cara mengidentifikasi sejumlah kebutuhan- kebutuhan informasi yang ada pada suatu sistem sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem informasi yang dianggap efektif. Metode pengembangan sistem informasi ini terdiri dari lima tahap, yaitu (1) tahap perencanaan sistem informasi, (2) tahap analisis sistem informasi, (3) tahap perancangan sistem informasi, (4) tahap implementasi sistem informasi dan (5) tahap validasi sistem informasi. Tahapan-tahapan tersebut disajikan dalam Gambar 3.

Studi literatur berkas dan dokumen

Data curah hujan

Data jenis tegakan

Data jenis tanah

Data kondisi HPGW

Rumus-rumus dan ketentuan-ketentuan dalam pengolahan data hidrologi Mencukupi ? Selesai tidak ya Pengumpulan Data

Gambar 3 Diagram alir pembuatan sistem informasi. 3.4.1 Tahap Perencanaan Sistem Informasi

Perencanaan sistem informasi (Gambar 4) merupakan langkah awal dalam membangun sebuah sistem informasi. Pada tahap ini ditentukan lingkup proyek atau sistem yang akan dituangkan dalam sistem informasi. Lingkup proyek atau batasan sistem adalah seluruh sub sistem yang melakukan aktifitas pengelolaan atau berkaitan dengan HPGW. Pada tahap ini juga direncanakan penamaan sistem informasi yang akan dibuat dan kebutuhan hardware dan software dalam membangun sistem informasi.

Memuaskan ?

ya

tidak

Sistem Informasi Hidrologi- Daerah Aliran Sungai

Mulai

Selesai Pengumpulan Data

Perencanaan Sistem Informasi

Analisis Sistem Informasi

Perancangan Sistem Informasi

Implementasi Sistem Infomasi

Gambar 4 Diagram alir perencanaan sistem informasi. 3.4.2 Tahap Analisis Sistem Informasi

Tahap analisis sistem informasi (Gambar 5) terdiri dari tiga bagian, yaitu analisis kebutuhan informasi, formulasi masalah, dan identifikasi sistem informasi. Pada tahap analisis kebutuhan informasi dicari secara selektif kebutuhan informasi bagi masing-masing pelaku atau subjek dalam sistem pengelolaan HPGW.

Tahap formulasi permasalahan bertujuan merumuskan permasalahan yang ada dalam pengelolaan HPGW, khususnya mengenai pengelolaan DAS, baik itu masalah ekologi, ekonomi, maupun sosial. Permasalahan yang terjadi dapat diketahui dari studi berkas, literatur dan wawancara.

Identifikasi sistem informasi dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran sistem informasi secara garis besar. Identifikasi sistem informasi ini dilakukan dengan pembuatan dua diagram, yaitu (1) diagram lingkar sebab akibat (causal loop) yang bertujuan untuk menggambarkan hubungan antar komponen di dalam sistem informasi dan (2) diagram input-output yang bertujuan untuk menggambarkan masukan dan keluaran serta kontrol dari sistem informasi hidrologi-daerah aliran sungai.

Perencanaan Sistem Informasi

Menentukan tujuan, batasan, dan lingkungan sistem

informasi Sudah ditentukan? Selesai tidak ya Tujuan, batasan, dan

lingkungan sistem informasi

Gambar 5 Diagram alir analisis sistem informasi. 3.4.3 Tahap Perancangan Sistem Informasi

Tahap perancangan sistem informasi disajikan dalam Gambar 6. Tahap ini menjelaskan perancangan sistem informasi yang akan dibuat. Perancangan sistem informasi mendesain suatu proses dihasilkannya informasi, yaitu terdiri dari proses input data, pengolahan data dan proses penyajian data (ouput data). Informasi akan dihasilkan dengan memanfaatkan data yang tersimpan pada basis data yang ada. Output atau informasi yang dihasilkan pada akhirnya dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang membutuhkan. Tahap perancangan sistem informasi terdiri dari:

1. Perancangan cara kerja sistem dengan diagram blok. 2. Perancangan database.

3. Perancangan relasi tabel.

Perancangan cara kerja sistem dengan diagram blok merupakan pembuatan diagram blok yang bertujuan untuk menggambarkan garis besar cara kerja sistem

Analisis sistem informasi

Sudah sesuai ? Selesai tidak ya Tabel analisis kebutuhan pelaku sistem informasi Informasikebu tuhan pelaku sistem informasi Analisis kebutuhan pelaku sistem informasi

Permasalahan pengelolaan data informasi Formulasikan permasalahan Laporan mengenai permasalahan terkait

data dan informasi

Elemen- elemen yang terlibat dalam sistem informasi Membuat diagram

Diagram sebab akibat dan diagram input-

informasi yang akan dibuat. Diagram blok juga berisi komponen-komponen yang terlibat dalam sistem informasi.

Database dapat diartikan sebagai kumpulan data yang terdiri atas satu ataulebih tabel yang terintegrasi satu sama lain, dimana setiap pemakai (user) diberi wewenang untuk dapat mengakses (mengubah, menghapus, menganalisa, menambah, memperbaiki) data dalam tabel-tabel tersebut. Tahapan-tahapan dalam melakukan perancangan database ialah:

1. Pembuatan tabel, tabel berfungsi sebagai tempat menyimpan data dan merupakan suatu kumpulan data yang berhubungan dengan topik tertentu. Penggunaan tabel bertujuan untuk menyederhanakan logika terhadap pandangan data.

2. Pembuatan field yang merupakan tempat dimana data atau informasi dalam kelompok yang sama atau sejenis dimasukan. Field itu pada umumnya tersimpan dalam bentuk kolom vertikal pada tabel.

3. Perancangan relasi tabel, dibuat dengan menggunakan diagram entity relationship. Relasi yang dibuat dengan tujuan untuk memperlihatkan hubungan antara tabel-tabel yang berada pada database. Relasi yang dibangun menggunakan relasional one to one ( satu ke satu) yang berarti setiap entity pada suatu himpunan dengan entity pada himpunan entity yang lainnya. One to many (satu ke banyak) yang berarti setiap entity pada suatu himpunan entity dapat berhubungan dengan banyak entity pada hubungan entity yang lainnya.

Secara garis besar relasi antar tabel dirancang untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi hidrologi di Hutan Pendidikan Gunug Walat, seperti informasi debit dan erosi. Informasi mengenai debit membutuhkan data sebagai berikut: data jenis dan pengelompokan tanah, data kondisi hidrologi suatu area, data curah hujan, data luas DAS, dan waktu debit puncak. Kemudian data ini digunakan pada persamaan SCS-CN ( Persamaan 3).

Informasi mengenai erosi membutuhkan data sebagai berikut: curah hujan bulanan untuk menentukan indeks erosivitas hujan bulanan (R), data jenis tanah untuk menentukan indeks erodibilitas tanah (K), data panjang dan kemiringan lereng untuk menentukan indeks kemiringan dan panjang lereng (LS), data jenis

penutupanan lahan dan upaya konservasi indeks penutupan lahan dan upaya konservasi (CP), data ketebalan solum tanah untuk menentukan nilai Tolerable Soil Loss (TSL). Kemudian data ini digunakan pada persamaan pendugaan erosi USLE ( Persamaan 5).

Gambar 6 Tahap Perancangan Sistem Informasi. 3.4.4 Tahapan Implementasi Sistem Informasi

Tahapan implementasi sistem mencakup coding (pengkodean program) dan instalasi (pemasangan program). Program aplikasi dirancang dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0 dan penyimpanan data dilakukan pada Microsoft Access 2007 dan EMS MySQL Manager 3.

3.4.5 Tahap Validasi Sistem Informasi

Pada tahap ini dilakukan ujicoba sistem informasi yang telah disusun. Proses validasi ini diperlukan untuk memastikan bahwa sistem informasi yang dibangun sudah benar, sesuai karakteristik yang ditetapkan dan tidak ada kesalahan-kesalahan yang terkandung di dalamnya. Proses validasi dapat

Perancangan Sistem Informasi

Sudah benar ?

Selesai tidak

ya Diagram blok sistem

informasi Komponen yang terlibat dalam sistem

Membuat diagram blok

Pembuatan tabel dan field

Dengan Microsoft Accsess dan MySQL Manager

Input data sumberdaya dan lingkungan DAS dan Tegakan Database SIH- DAS Data Spasial

Membuat relasi tabel Proses dengan ArcView 3.3

Transpormasi ke

shapefile (SHP)

Merancang Interface

Interface Visual Basic dan Map

dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama, pengujian dilakukan dengan mengecek alur sistem secara keseluruhan. Pada tahap kedua dilakukan pengecekan dengan sample data dan dilakukan penelusuran yang sudah berjalan dengan benar dan beroperasi sesuai dengan logika sistem informasi. Tahap implementasi dan validasi sistem informasi disajikan dalam Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir implementasi dan validasi sistem informasi ya

Implementasi Sistem

Pengkodeaan program dengan Visual Basic

Uji coba sistem informasi Validasi sistem informasi

Memuaskan ?

Sistem Informasi Hidrologi- Daerah Aliran Sungai (SIH-

DAS)

Selesai

BAB IV

KONDISI UMUM

4.1 Lokasi dan Luas

Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)terletak di 2,4 km dari poros jalan Sukabumi-Bogor (Desa Segog). Dari Simpang Ciawi berjarak 46 km dan dari Sukabumi 12 km. Secara geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berda pada 106°48’27”sampai 106°50’29” Bujur Timur dan -6°54’23” sampai - 6°55’23” Lintang Selatan (Gambar 8). Secara adminitrasi pemerintahan HPGW terletak di kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Sukabumi.

Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian.

Luas Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu blok Timur (Cikatomang) seluas 120 Ha, blok barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (Fahutan IPB,2009). 4.2 Topografi dan Iklim

HPGW terletak pada ketinggian 460-715 m dpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan bagian utara

mempunyai topografi yang semakin curam. Pada punggung bukit kawasan ini terdapat dua patok triangulasi KN 2.212 (670 m dpl) dan KN 2.213 (720 m dpl). Kemiringan lereng di HPGW dibagi menjadi lima kelas yang disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2. Distribusi luas kemiringan lereng Kelas Kemiringan Lereng Luas Ha % 0 - 8,0 44,44 12,38 8 -15,0 16,33 4,55 15,0 - 25,0 61,64 17,17 25,0 - 40,0 133,98 37,32 > 40 102,6 28,58 Total 359,00 100,00

Sumber :hasil analisis peta digital jenis tanah HPGW (1983)

Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B (14,3-33,3%), dengan nilai Q= 14,33-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar dari antara 1600 – 4400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29°C dan minimum 19°C di malam hari(Fahutan IPB, 2009).

4.2 Tanah dan Hidrologi

Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol, dan litosol dari batuan endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan daerah barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). Kelas tanah menurut tingkat kepekaannya di HPGW terdiri dari kelas tanah, agak peka, peka dan sangat peka. Distribusi luas jenis dan kelas kepekaan tanah disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi jenis dan kelas kepekaan tanah

Jenis Tanah Kelas Tanah Luas

Ha %

Latosol coklat Agak peka 104,97 29,24

Latosol Merah kuning Agak peka 189,52 52,79

Litosol Sangat peka 53,85 15,00

Podsolik merah kuning Peka 10,63 2,96

Total 359,00 100,00

Sumber :hasil analisis peta digital jenis tanah HPGW (1983)

HPGW merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipereu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (Fahutan IPB, 2009).

4.3 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW di dominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla), dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, dan akasia (Acacia mangium). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis.Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, maesopsis/kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul (Fahutan IPB, 2009).

4.4 Satwa

Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung, dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp.J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Dari kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain Elang jawa, Empirit, Kutilang dll. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular, bunglon. Terdapat berbagai jenis ikan sungai seperti ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Ikan lubang adalah ikan sejenis lele yang memiliki warna agak merah. Selain itu terdapat pula lebah hutan (odeng, tawon gung, Apis dorsata) (Fahutan IPB, 2009).

4.5 Penduduk Sekitar

memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil

Dokumen terkait