• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA

B. Pengelompokan Senyawa Antimalaria

Berdasarkan perkembangan dan siklus kehidupan plasmodia yang dipengaruhi dan indikasi klinis antimalaria tersebut, maka antimalaria dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. antimalaria untuk pencegahan kausal

Antimalaria kelompok ini menghancurkan bentuk jaringan primer plasmodia dan merozoit di hati, mulai dari tahap infeksi eritrositik, kemudian mencegah invasi eritrosit dan penyebaran infeksi ke nyamuk Anopheles. Contoh antimalaria kelompok ini adalah klorguanid, pirimetamin, dan primakuin (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Klorguanid atau nama lainnya adalah proguanil, merupakan prototipe dari kelompok ini. Klorguanid telah digunakan secara luas untuk pencegahan kausal malaria yang disebabkan oleh P. falciparum. Antimalaria ini mengalami masalah resistensi, namun tetap memberikan proteksi jika dikombinasikan dengan obat lain. Meskipun primakuin juga memiliki aktivitas terhadap P. falciparum, antimalaria ini memiliki potensi toksik yang tinggi dan digunakan untuk aplikasi klinis yang lain (Tracy dan Webster, 2001). 2. antimalaria untuk mencegah kekambuhan

Antimalaria ini bekerja pada bentuk schizont di jaringan laten, jaringan sekunder atau hipnozoit dari P. vivax dan P. ovale di sel hati. Contoh antimalaria kelompok ini adalah primakuin dan pirimetamin (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Kelompok antimalaria ini digunakan untuk pencegahan terminal dan untuk penyembuhan radikal dari infeksi malaria kambuhan. Primakuin adalah antimalaria prototipe yang digunakan untuk mencegah kekambuhan, yaitu

menyembuhkan infeksi eritrositik dari jaringan sekunder plasmodia (Tracy dan Webster, 2001).

3. antimalaria untuk pencegahan klinis dan penyembuhan supresif

Menurut Korolkovas dan Burckhalter (1976), antimalaria dapat memberikan efek sebagai supresi atau pencegahan klinis, yaitu pencegahan dari gejala klinis dengan bekerja pada bentuk aseksual plasmodia dalam darah. Kerja ini dapat bersifat sementara atau permanen. Antimalaria kelompok ini bekerja terhadap merozoit pada fase eritrositik aseksual dari plasmodia malaria dan mengganggu schizogoni eritrositik ke bawah, sehingga serangan klinis tidak terjadi. Antimalaria ini juga digunakan dalam terapi penyembuhan supresif untuk eliminasi plasmodia secara lengkap. Kecuali primakuin, hampir semua antimalaria yang digunakan secara klinis dikembangkan aktivitasnya terhadap fase aseksual plasmodia. Berdasarkan masa kerjanya kelompok antimalaria ini dibagi menjadi dua, yaitu :

a. schizontosida yang bekerja secara cepat

Contoh : amodiakuin, artemisinin, klorokuin, kuinin, kuinidin, meflokuin, dan atovaquon

b. schizontosida yang bekerja secara lambat

Contoh : pirimetamin, klorguanid, sikloguanil pamoat, sulfonamida, dan sulfon

4. gametositosida

Antimalaria kelompok ini menghancurkan bentuk eritrositik seksual (gametosit) dari plasmodia malaria sehingga mencegah penyebaran plasmodia ke nyamuk Anopheles (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Klorokuin dan kuinin memiliki aktivitas gametosidal terhadap P. vivax, P. ovale, dan P. malariae, primakuin aktif terhadap gametosit dari P. falciparum (Siswandono dan Soekardjo, 1995; Tracy dan Webster, 2001).

5. sporozoitosida

Antimalaria kelompok ini mampu membunuh sporozoit segera setelah masuk dalam darah sesudah gigitan nyamuk. Waktu antimalaria ini untuk bekerja sangat singkat oleh karena sporozoit secara cepat masuk ke sel hati sehingga banyak antimalaria kurang efektif terhadap bentuk sporozoit tersebut. Contoh antimalaria kelompok ini adalah klorguanid, pirimetamin, dan primakuin (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

6. sporontosida

Antimalaria kelompok ini bekerja pada tubuh nyamuk malaria yang menginfeksi tuan rumah yaitu dengan mencegah pembentukan oosit dan sporozoit. Contoh : pirimetamin, klorguanid, dan primakuin (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

Berdasarkan struktur kimianya, antimalaria dibagi menjadi 8 kelompok, yaitu turunan 9-aminoakridin, 4-aminokuinolin, 8-aminokuinolin, biguanida, diaminopiridin, kuinolinometanol, sulfonamida, dan sulfon.

1. Turunan 9-aminoakridin

Contoh turunan 9-aminoakridin adalah kuinakrin-HCl yang bekerja sebagai schizontosida eritrositik, sekarang jarang digunakan sebagai antimalaria karena tersedia obat yang lebih aktif dengan toksisitas lebih rendah (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Kuinakrin bersifat tumorigenik dan mutagenik dan juga telah digunakan sebagai obat sklerosis. Kuinakrin merupakan suatu pewarna akridin, sehingga senyawa ini dapat menyebabkan diskolorisasi kuning pada kulit dan urin (Block, 2004).

N Cl H3CO N H H2 C C H2 H2 C NH H C CH3 H2C CH3 Cl

Gambar 2. Struktur kuinakrin HCl 2. 4-aminokuinolin

Turunan 4-aminokuinolin mempunyai aktivitas antimalaria yang lebih tinggi dibanding kuinin atau 9-aminoakridin. Toksisitasnya relatif rendah (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Secara umum, klorokuin dan 4-aminokuinolin yang lain, tidak efektif terhadap plasmodia eksoeritrosit. Klorokuin tidak dapat mencegah kekambuhan pada malaria yang disebabkan oleh P. vivax dan P. ovale

Dari turunan 4-aminokuinolin, klorokuin menunjukkan aktivitas yang optimal (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Klorokuin memiliki struktur yang mirip turunan 8-aminokuinolin yang sudah tidak digunakan lagi, yaitu pamakuin dan pentakuin. Klorokuin memiliki rantai samping yang sama seperti kuinakrin, tetapi berbeda pada cincin kuinolin dan residu metoksi yang tidak dimiliki oleh kuinakrin. Gugus amin tersier pada cincin kuinolin sangat penting berperan dalam aktivitasnya sebagai antimalaria (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Atom klorin pada posisi 7 dari cincin kuinolin juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap aktivitas antimalaria yang ditimbulkan, baik pada manusia maupun avian (Tracy dan Webster, 2001).

N Cl N H CH C H2 H2 C C H2 N C H2 CH3 H2 C CH3 CH3

Gambar 3. Struktur klorokuin 3. 8-aminokuinolin

Turunan 8-aminokuinolin aktif terhadap bentuk eksoeritrositik plasmodia malaria yang disebabkan oleh P. vivax dan P. malariae. Mempunyai aktivitas gametositosida, tetapi tidak aktif terhadap bentuk plasmodia eritrositik. Turunan ini menimbulkan toksisitas lebih besar dibanding turunan 4-aminokuinolin (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Primakuin adalah turunan 8-aminokiunolin yang masih digunakan untuk pengobatan malaria. Antimalaria ini

tidak digunakan sebagai profilaksis. Spektrum aktivitasnya paling sempit bila dibandingkan dengan antimalaria yang lain (Block, 2004).

Pada struktur turunan 8-aminokuinolin, rantai samping yang terdiri dari 4 atom C dan amin aromatik yang merupakan amin sekunder memberikan aktivitas antimalaria yang optimal. Gugus 6-metoksi mempunyai aktivitas optimal meskipun batas keamanannya rendah, dan kemungkinan dapat diganti dengan atom hidrogen atau gugus hidroksi (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

N H3CO N H CH CH3 H2 C C H2 H2 C N H H

Gambar 4. Struktur primakuin 4. Biguanida

Turunan biguanida merupakan schizontosida eksoeritrositik dan eritrositik terhadap P. falciparum dan P. vivax. Toksisitasnya relatif ringan (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Turunan biguanida mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan pirimidin. Turunan ini tidak aktif, dan baru menjadi aktif setelah tersiklisasi pada saat metabolisme menjadi suatu turunan dihidro-s-triazin yang mirip dengan pirimetamin dan bagian pteridin senyawa asam folat. Transformasi hayati ini digambarkan dengan proguanil. Proguanil akan dimetabolisme menjadi sikloguanil dan metabolit inilah yang aktif sebagai antimalaria. Sikloguanil sendiri tersedia dalam bentuk garam pamoat. Senyawa turunan biguanida, termasuk sikloguanil merupakan schizontosida kuat terhadap

N N N H2N CH3 CH3 Cl Cl NH HN C NH C HN N H CH3 CH3

bentuk eksoeritrositik dan eritrositik P. falciparum dan P. vivax. Resistensi terhadap senyawa ini sering terjadi (Kier dan Roche, 1996).

A B

Gambar 5. A) proguanil ; B) sikloguanil 5. Diaminopirimidin

Antimalaria yang merupakan turunan dari diaminopirimidin adalah pirimetamin dan trimetoprim. Pirimetamin digunakan sebagai pencegahan malaria (Korolkovas dan Burckhalter, 1976). Pirimetamin merupakan schizontosida darah lepas lambat yang memiliki efek in vivo yang mirip dengan proguanil. Pirimetamin memiliki potensi antimalaria yang lebih besar karena langsung bekerja pada plasmodia, dan waktu paruhnya lebih lama daripada sikloguanil, bentuk aktif proguanil. Berbeda dengan proguanil, pirimetamin tidak menunjukkan efektivitas yang berarti terhadap bentuk hepatik dari P. falciparum. Pada dosis terapetis, pirimetamin tidak dapat melakukan eradikasi terhadap jaringan sekunder P. vivax atau gametosit dari spesies plasmodia malaria (Tracy dan Webster, 2001). N N H2N Cl NH2 H2 C CH3

6. Turunan kuinolinometanol

Turunan kuinolinometanol terdapat pada tanaman Chinchona Sp., terutama pada bagian kulit kayu atau korteks. Korteks kina yang diperdagangkan mengandung alkaloid kuinin 5%, kuinidin 0,1%, sinkonin 0,3%, dan sinkonidin 0,4% (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Bagian kuinolinometanol menjadi penting dalam obat-obat sintetik. Turunan kuinolinometanol bekerja pada merozoit eritrositik. Senyawa-senyawa ini tidak menyembuhkan secara tuntas, tetapi mengurangi gejala. Kuinin digunakan pada pengobatan malaria yang plasmodiumnya telah resisten terhadap zat-zat lain, misalnya klorokuin (Kier dan Roche, 1996). Stereoisomer kuinin yaitu kuinidin, memiliki potensi yang lebih besar sebagai antimalaria, tetapi kuinidin juga lebih toksik. Kuinin bersifat mematikan terhadap semua bentuk schizont plasmodium dan gametosit P. vivax

dan P. malariae tetapi tidak untuk gametosit P. falciparum. Sekarang, spektrum aktivitas kuinin terlalu sempit untuk penggunaan pencegahan malaria (Block, 2004).

Kuinin memiliki cincin kuinolin yang dihubungkan dengan cincin kuinuklidin melalui jembatan alkohol. Cincin kuinolin mengandung gugus metoksi, sedangkan cincin kuinuklidin mengikat gugus vinil. Kuinidin memiliki struktur yang serupa dengan kuinin. Perbedaannya dengan kuinin terletak pada konfigurasi sterik gugus alkohol (Tracy dan Webster, 2001).

N H3CO C N H H C H H2C HO H N H3CO C N HC H HO H H2C H A B Gambar 7. A) kuinin ; B) kuinidin

H2N S O N O N H N O O H3C CH3 2N S O O NH2 H 7. Turunan sulfonamida dan sulfon

Turunan ini jarang digunakan dalam bentuk tunggal sebagai antimalaria, biasanya dikombinasi dengan pirimetamin dan digunakan untuk pengobatan infeksi P. falciparum yang sudah kebal terhadap klorokuin. Contoh turunan sulfonamida yang dapat digunakan sebagai antimalaria adalah sulfadoksin, sulfametoksipiridazin, sulfametopirazin, sulfisoksazol. Contoh sulfon yang digunakan sebagai antimalaria adalah asedapson dan dapson (Siswandono dan Soekardjo, 1995).

A B

Dokumen terkait