• Tidak ada hasil yang ditemukan

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengemasan Buah Manggis

Jalur transportasi distribusi ekspor produk pertanian, berupa buah manggis adalah dari lahan ke pengumpul kecil, dari pengumpul kecil ke pengumpul besar (supplier) dan pengumpul besar (supplier) yang melakukan ekspor ke beberapa negara. Dalam penelitian ini dilakukan simulasi transportasi dari pengumpul kecil ke pengumpul besar (supplier) dengan menggunakan dua jenis kemasan, yaitu peti kayu dan keranjang plastik.

Kerusakan mekanis yang terjadi di lapangan akibat dari penanganan buah manggis yang akan dimasukkan ke dalam kemasan yang kurang hati-hati, gesekan antara buah manggis dengan buah manggis dan benturan buah manggis dengan kemasan. Maka pada penelitian ini, perbaikan pertama yang dilakukan adalah penanganan buah manggis yang akan dimasukkan ke dalam kemasan dilakukan dengan hati-hati dan pemilihan jenis kemasan yang akan digunakan.

Kemasan yang saat ini dipergunakan dalam proses penyaluran buah manggis dari pengumpul kecil ke pengumpul besar (supplier) adalah keranjang plastik. Dalam penelitian ini, digunakan alternatif kemasan lain berupa peti kayu yang berukuran 45 cm x 35 cm x 15 cm. Dimana ukuran dari peti kayu disesuaikan dengan ukuran bagian atas keranjang plastik, sedangkan ukuran bagian bawah keranjang plastik 43 cm x 30 cm. Maka kapasitas peti kayu lebih besar daripada keranjang plastik.

Pada kondisi lapangan, kemasan keranjang plastik yang digunakan tidak diberi sekat. Maka, perbaikan dalam hal ini adalah peti kayu dan keranjang plastik akan diberi penambahan sekat yang berasal dari styrofoam yang diletakkan diantara tumpukan buah manggis dengan tujuan mengurangi gesekan antar buah akibat tumpukan secara vertikal.

Perbaikan selanjutnya yang dilakukan adalah terhadap cara penyusunan buah manggis dalam kemasan. Buah manggis disusun secara teratur dengan arah horizontal dan hanya terdiri dari satu lapis, kemudian diberi sekat styrofoam. Tumpukan berikutnya diletakkan diatas sekat styrofoam tersebut

 

30 dengan susunan yang sama seperti dibawahnya. Hal ini diharapkan dapat mengurangi patah pada tangkai dan kelopak buah serta luka gores.

Gambar 8. Pengemasan yang dilakukan di tempat pengumpul kecil.

Gambar 9. Pengemasan yang dilakukan pada saat penelitian. B. Tingkat Kerusakan Mekanis

Pengukuran tingkat kerusakan mekanis buah manggis dilakukan secara manual setelah simulasi transportasi. Kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh gesekan antara buah manggis dengan buah manggis dan benturan antara buah manggis dengan kemasan. Benturan tersebut menyebabkan kerusakan pada buah manggis seperti luka gores, memar dan kelopak patah. PadaGambar 10 dapat dilihat buah manggis yang mengalami luka gores, memar dan kelopak

 

31 patah. Kerusakan mekanis akibat memar ditandai dengan terbentuknya bagian yang berwarna agak berbeda dan lunak, sedangkan luka gores ditandai dengan adanya luka seperti retak pada kulit buah manggis, dan kelopak patah ditandai dengan adanya salah satu atau sebagian kelopak yang lepas.

Gambar 10. Buah manggis yang mengalami luka gores, memar dan kelopak patah.

Tingkat kerusakan mekanis pasca simulasi transportasi dilakukan selama 2 jam yang dianggap setara dengan transportasi buah manggis dari dari pengumpul kecil ke pengumpul besar (supplier) berjarak kurang lebih 100 km. Data rata-rata tingkat kerusakan mekanis buah manggis pada kemasan peti kayu dan keranjang plastik yang diberi penambahan sekat berupa styrofoam dapat dilihat pada Tabel 7.

Luka gores

Memar Kelopak patah

 

32 Tabel 7. Data rata-rata tingkat kerusakan mekanis setelah simulasi transportasi

dalam satuan persen

Jenis Kemasan Jumlah Rusak (buah)

Tingkat Kerusakan Mekanis (%) Rata-Rata Tingkat Kerusakan Mekanis (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 1 Ulangan 2

Peti Kayu 6 7 4.80 5.60 5.20

Keranjang

Plastik 5 3 4.46 2.68 3.57

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa tingkat kerusakan mekanis buah manggis yang dikemas dengan peti kayu bersekat styrofoam lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat kerusakan mekanis buah manggis yang dikemas dengan keranjang plastik bersekat styrofoam. Hal ini disebabkan ukuran peti kayu lebih besar daripada keranjang plastik. Bila jumlah buah dalam peti kayu disamakan dengan jumlah buah dalam keranjang plastik, maka akan terdapat ruang kosong. Sehingga pada peti kayu jumlah buah manggis ditambahkan. Pada peti kayu jumlah buah manggis sebanyak 125 buah sedangkan pada keranjang plastic jumlah buah manggis sebanyak 112 buah. Selain itu, berdasarkan uji statistik yang dilakukan, menunjukkan bahwa kedua jenis kemasan tidak berpengaruh nyata pada kerusakan mekanis, karena kerusakan mekanis yang terjadi pada kedua jenis kemasan tidak berbeda jauh. Sehingga baik peti kayu maupun keranjang plastik masih berpotensial untuk digunakan dalam distribusi buah manggis.

Kerusakan mekanis yang banyak terjadi pada kemasan peti kayu dan keranjang plastik karena kelopak patah. Pantastico (1986) menjelaskan bahwa wadah-wadah yang dipakai dalam kegiatan distribusi haruslah cukup untuk menahan penumpukan dan dampak pemuatan dan pembongkaran tanpa menimbulkan kememaran pada barang-barang yang lunak. Tingginya kerusakan mekanis yang dialami oleh suatu produk pertanian, maka secara ekonomis akan mengalami kerugian. Karena jumlah produk pertanian yang dibuang atau rusak semakin banyak dan produk pertanian yang dapat dijual akan semakin berkurang.

 

33 C. Kesetaraan Simulasi Transportasi

Simulasi transportasi dilakukan dengan mengunakan meja getar bertujuan untuk mendapatkan gambaran data kerusakan mekanis buah manggis apabila terjadi goncangan dan getaran selama transportasi. Simulasi transportasi yang dilakukan di meja getar selama 2 jam. Waktu penggetaran dilakukan selama 2 jam, berdasarkan pengiriman buah manggis yang dilakukan oleh kelompok tani di daerah Leuwiliang sebagai pengumpul kecil ke pengumpul besar kurang lebih sekitar 2 jam.

Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama simulasi transportasi berdasarkan konversi truk selama dua jam di jalan luar kota dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Lampiran 1, menunjukkan bahwa dua jam pada alat simulasi transportasi setara dengan 127 km di jalan luar kota atau lebih kurang 2.1 jam perjalanan truk dengan kecepatan 60 km/jam. Hal ini sesuai dengan jarak yang ditempuh oleh kelompok tani di daerah Leuwiliang ketika melakukan pengiriman buah manggis ke pengumpul besar di Jakarta.

Dalam pengangkutan juga perlu diperhatikan kondisi lingkungan. Pengangkutan truk tanpa pendingin, sebaiknya dilakukan pada malam hari untuk menghindari suhu udara lingkungan yang tinggi. Karena hal ini berpengaruh pada umur simpan buah manggis. Pada malam hari, suhu relatif lebih rendah dan dapat mengurangi resiko kerusakan mekanis akibat kenaikan suhu.

Sedangkan untuk mengurangi kerusakan mekanis selama transportasi maka dibutuhkan kemasan yang cucup kokoh untuk menahan goncangan dan bantingan selama proses pendistribusian buah manggis. Dalam simulasi trasnportasi yang telah dilakukan, kemasan yang baik digunakan adalah keranjang plastik dengan diberi sekat styrofoam. Pemberian sekat cukup membantu dalam mengurangi benturan antara buah manggis dengan buah manggis. selain itu, penyusunan dan jumlah tumpukan buah manggis dalam kemasan juga perlu diperhatikan. Karena semakin banyak tumpukan maka buah manggis yang terletak di bagian paling bawah akan mendapatkan beban yang terlalu berat sehingga kerusakan mekanis yang terjadi semakin bertambah.

 

34 D. Susut Bobot

Pengukuran susut bobot buah manggis dilakukan pasca simulasi transportasi. Kehilangan bobot dapat terjadi baik selama transportasi maupun penyimpanan yang dapat menimbulkan dampak kerugian secara ekonomi, jika buah-buahan dijual berdasarkan beratnya. Kehilangan air tersebut dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan nilai gizi buah (Prajawati, 2006). Susut bobot setelah transpotasi lebih banyak disebabkan oleh faktor metabolisme buah manggis, yaitu respirasi dan transpirasi. Grafik perubahan susut bobot buah manggis selama penyimpanan pada masing-masing suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.

Gambar 11. Grafik perubahan susut bobot buah manggis selama penyimpanan pada perlakuan K1.

 

35 Gambar 12. Grafik perubahan susut bobot buah manggis selama penyimpanan

pada perlakuan K2.

Hasil pengamatan dengan membandingkan ketiga suhu penyimpanan pada masing-masing kemasan menunjukkan bahwa rata-rata susut bobot yang terjadi pada penyimpanan suhu 20 oC lebih tinggi, yaitu sebesar 2.20 % pada perlakuan K1 hari ke-27 dan 1.80 % pada perlakuan K2 hari ke-27. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tubagus (1993) bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasi juga semakin tinggi. Respirasi menyebabkan kehilangan air pada bahan (Kader, 1986 dalam Dhani, 2008). Kehilangan air ini penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif (susut bobot), kerusakan tekstur (kelunakan dan kelembutan), kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lainnya (kelayuan dan pengerutan) (Dhani, 2008). Data hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berdasarkan analisis ragam dan hasil uji Duncan pada Lampiran 3, terlihat bahwa jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah manggis sehingga penggunaan jenis kemasan tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap peningkatan susut bobot karena buah manggis yang disimpan di lemari pendingin telah disortasi terlebih dahulu. Sedangkan suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah manggis. Hal ini berarti susut bobot termasuk parameter mutu yang tidak dapat menggambarkan pengaruh ragam perlakuan pada jenis kemasan, tetapi

 

36 menggambarkan pengaruh ragam perlakuan pada suhu dan waktu penyimpanan.

E. Kekerasan

Menurut Sjaifullah (1996) dalam Hasiholan (2008), buah yang matang dan siap konsumsi relatif lebih lunak daripada buah yang masih mentah. Buah yang baik mempunyai kekerasan yang merata. Pengukuran kekerasan buah manggis dilakukan setelah simulasi transportasi. Perubahan kekerasan buah manggis diukur pada sekeliling buah manggis dengan menggunakan Rheometer. Kekerasan yang tinggi diperlihatkan oleh angka yang besar. Hal ini berhubungan dengan penusukan jarum Rheometer. Semakin keras bahan maka semakin besar gaya yang dibutuhkan untuk menusukkan jarum ke dalam buah manggis, sebaliknya semakin lunak maka gaya yang diperlukan semakin kecil. Penusukan jarum ke dalam buah manggis dinyatakan dalam satuan kilogram force (kgf). Pada buah manggis kekerasan merupakan salah satu indikasi kerusakan, artinya semakin keras kulit buah manggis maka dikatakan semakin rusak dan tidak disukai. Grafik perubahan kekerasan buah manggis selama penyimpanan pada masing-masing suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.

Gambar 13. Grafik perubahan kekerasan buah manggis selama penyimpanan pada perlakuan K1.

 

37 Gambar 14. Grafik perubahan kekerasan buah manggis selama penyimpanan

pada perlakuan K2.

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pada suhu penyimpanan 8 oC terjadi peningkatan nilai rata-rata kekerasan yang sangat signifikan baik pada perlakuan K1 maupun perlakuan K2. Hal ini terjadi akibat dari kerusakan karena pendinginan (chilling injury). Gejala kerusakan akibat pendinginan (chilling injury) yang umum terjadi diantaranya adalah perubahan warna seluruh permukaan maupun internal buah, lekukan, kehilangan air dan tidak dapat matang sebagaimana mestinya terutama pada buah dengan kulit relatif tipis (Pantastico, 1986; Muchtadi, 1992 dalam Leksono, 2008). Chilling injury yang terjadi pada buah manggis selama penyimpanan, yaitu semakin kerasnya kulit buah manggis.

Pada suhu penyimpanan 20 oC juga terjadi peningkatan nilai kekerasan baik pada perlakuan K1 maupun perlakuan K2. Hal ini terjadi karena pada suhu penyimpanan tinggi, transpirasi meningkat. Sehingga Air yang terkandung dalam sel pada kulit manggis menguap yang menyebabkan sel-sel tersebut menciut sehingga ruang antar sel-sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berkaitan. Selain disebabkan oleh transpirasi, semakin kerasnya buah manggis juga disebabkan oleh mengeringnya getah kuning yang banyak terdapat pada bagian kulit buah manggis (Lili, 1997). Data hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 4.

Suhu 20 oC

 

38 Bila dihubungkan dengan salah satu parameter uji organoleptik, yaitu tingkat kesukaan terhadap kekerasan buah manggis, maka konsumen lebih menyukai buah manggis yang dikemas dengan menggunakan perlakuan K2 atau keranjang plastik bersekat styrofoam daripada dikemas dengan perlakuan K1 atau peti kayu bersekat styrofoam. Nilai rata-rata yang diambil dalam skala hedonik dari keseluruhan tingkat kesukaan terhadap kekerasan manggis pada perlakuan K2 sebesar 4.8 pada suhu 8 oC, 5.2 pada suhu 13 oC dan 4.6 pada suhu 20 oC, sedangkan pada perlakuan K1 sebesar 4.5 pada 8 oC, 5.0 pada suhu 13 oC dan 4.3 pada suhu 20 oC.

Berdasarkan hasil analisis ragam dan hasil uji Duncan pada Lampiran 5, dapat dilihat bahwa jenis kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah manggis sehingga penggunaan jenis kemasan tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap peningkatan susut bobot. Sedangkan suhu dan waktu penyimpanan berpengaruh nyata pada kekerasan buah manggis. Jadi, perbedaan perubahan buah manggis hanya dipengaruhi oleh perbedaan suhu dan waktu penyimpanan, sedangkan perbedaan jenis kemasan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap perubahan kekerasan buah manggis.

Dokumen terkait