• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Pengembangan Agribisnis Perkebunan

Struktur ekonomi nasional, regional dan lokal yang masing berbasis sektor pertanian primer dengan orientasi produksi dan kegiatan industri yang berbasis pertanian (agroindustri), maka untuk meningkatkan pendapatan masyarakat adalah membangun dan mengembangkan secara bersama dan konsisten. Untuk meningkatkan pendapatan riil petani, nilai tambah dan orientasi

pasar maka paradigma pembangunan pertanian perlu diubah dengan pendekatan agribisnis.

Agribisnis atau bisnis pertanian pada dasarnya merupakan kegiatan yang sangat luas, mencakup semua kegiatan mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada kegiatan tataniaga produk pertanian yang dihasilkan oleh uasahatani. Menurut Arsyad et al. dalam Limbong (2003) yang dimaksud dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan darai mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang berhubungan dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas yang dimasud adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Menurut Saragih (2001), sistem agribisnis dibagi menjadi 4 (empat) sub-sistem yaitu :

1) sub-sistem agribisnis hulu (up strem agribusines) yaitu usaha-usaha menghasilkan sarana produksi bagi pertanian seperti usaha pembibitan/perbenihan, agrokimia (pupuk, pestisida, obat/vaksin hewan dan agrootomotif (alat dan mesin pertanian) ;

2) sub-sistem agribisnis usahatani/budidaya pertanian (on farm agribusiness) yaitu usaha-usaha yang mengkombinasikan barang-barang modal sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dan proses produksi biologis tanaman/hewan untuk menghasilkan komoditas pertanian primer , yang meliputi : usahatani tanaman pangan, usahatani holtikultura, usahatani tanaman obat (biofarmaka), usahatani perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan dan usaha kehutanan ;

3) sub-sistem agribisnis hilir pertanian (down strem agribusiness) yaitu usaha-usaha yang mengelolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan sesuai dengan kebutuhan pasar. Hal ini mencakup usaha pengolahan makanan dan minuman, usaha pengolahan pakan ternak ikan, usaha pengolahan barang-barang serta alam, usaha farmasi, usaha estetika dan energi alternatif ;

4) sub-sistem jasa penunjang agribisnis (supporting institution) yaitu usaha-usaha yang menyediakan jasa bagi ketiga subsitem agribisnis diatas. Hal ini mencakup usaha perkreditan (perbankan), usaha asuransi, usaha transportasi, litbang, pendidikan dan kebijakan ekonomi.

Sub sistem agribisnis hulu adalah seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi, seperti : a) industri agrokimia (pupuk, pestisida dan lain-lain), b) industri agrootomotif (mesin dan peralatan), c) industri perbenihan/bibit. sub sistem agribisnis usahatani atau pertanian primer, dahulu disebut farming system adalah kegiatan yang menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub sistem agribisnis hilir adalah kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik yang berbentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product) serta pemasarananya. Sedangkan sub sistem jasa penunjang agribisnis yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub sistem agribisnis lainnya, seperti lembaga keuangan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan serta jaringan informasi dan kelembagaan lainnya.

Selanjutnya dalam pengertian umum yang digunakan saat ini, sistem agribisnis sebenarnya terdiri dari lima bentuk kegiatan, yaitu (1) kegiatan pertanian (budidaya) sebagai kegiatan utama dan didukung oleh (2) pengadaan sarana produksi pertanian (saprotan), (3) agroindustri pengolahan, (4) pemasaran dan (5) jasa-jasa penunjang (Saragih dan Krisnamurthi, 1994). Jika dilakukan pengelompokan kegiatan pertanian (budidaya) akan dimasukan sebagai kegiatan usahatani (on-farm activities), sedangkan pengadaan sarana produksi, agroindustri pengolahan, pemasaran dan jasa-jasa penunjang dikelompokkan kedalam kegiatan luar usahatani (off-farm activities).

Pola pengembangan agribisnis perkebunan ditunjukkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka pola pengembangan yang diterapkan harus dapat melibatkan peran serta masyarakat. Untuk itu pola pengembangan yang sesuai dilaksanakan dalam agribisnis perkebunan adalah suatu pola yang melibatkan petani, pemerintah dan ivestor.

Menurut Nogoseno (2003), ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam pengembangan agribisnis perkebunan yaitu :

1. Optimalisasi pemanfaatan aset pada subsitem on-farm (peremajaan dan diversifikasi).

Optimalisasi dilakukan melalui peremajaan perkebunan dan diversifikasi usahatani. Peremajaan pada dasarnya dilakukan untuk mengkondisikan agar tanaman selalu pada posisi berproduksi optimal. Sasaran peremajaan adalah tanaman tua dan tanaman yang secara ekonomia tidak produktif lagi.

Pelaksanana peremajaan dilakukan sedemikian rupa sehingga areal pertanaman masih memungkinkan sebagai sumber pendapatan yang memadai bagi petani.

Diversifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa melalui penganekaragaman usahatani. Pelaksanaan diversifikasi dapat dilakukan pada areal pertanaman yang sudah ada (existing) maupun pada areal yang diremajakan. Diversifikasi pada areal existing maupun pada areal yang diremajakan dapat dimasukkan tanaman tumpangsari, tanaman perkebunan lainnya. Beberapa diversifikasi usahatani yang dimaksud adalah sebagai berikut : (a) tumpangsari perkebunan dengan tanaman semusim, (b) tumpangsari dengan tanaman tahunan

2. Penganekaragaman produk (Product devercitication) dan pemasaran

Selama ini petani perkebunan hanya memperoleh pendapatan dari penjualan komoditi mentah. Kegiatan penganekaragaman produk dimaksudkan untuk menambah peluang petani dalam memperoleh tambahan produk-produk olahan lainnya. Untuk itu diperlukan unit pengolahan terpadu baik dalam unit kecil maupun unit besar, sekaligus penanganan pemasarannya. Keterlibatan petani dalam pemasaran perlu ditumbuh kembangkan sejak awal sehingga petani dapat berkiprah secara utuh dalam agribisnis komoditi perkebunan

3. Pemberdayaan petani dan kelembagaan

Pemberdayaan petani dan kelembagaan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan agribisnis komoditi perkebunan terutama kaitannya dengan upaya meningkatkan kemampuan dalam penguasaan teknologi, informasi dan akses terhadap sumber-sumber pembiayaan serta pemasaran. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu dan kelompok melalui kelembagaan yang bersifat ekonomi (koperasi) dan kelembagaan yang bersifat non ekonomi (asosiasi) dengan sasaran: (a) meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam pengembangan dan pengolahan organisasi usaha, (b) meningkatkan kemampuan mengakses sumber-sumber teknologi, informasi, pembiayaan dan pasar (c) meningkatkan posisi tawar petani terhadap mitra usaha. Kontribusi pemerintah terbatas dalam pemberdayaan petani terbatas sebagai fasilitator dan regulator, sedangkan inisiatif dan operasional pemberdayaan adalah petani dan mitra usaha

2.8 Ikhtisar

Kemiskinan merupakan permasalahan pembangunan yang dihadapi oleh setiap daerah bahkan negara. Penanggulangan kemiskinan telah menjadi perhatian banyak pihak untuk sekian lama. Tetapi kemiskinan masih menjadi masalah di banyak negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebabnya antara lain adalah adanya kekeliruan dalam strategi besar dan kelemahan dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Berdasarkan kompleksitas dari permasalahan kemiskinan, maka upaya penanggulangannya perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan melibatkan para pelaku pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat).

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan hanya menciptakan peningkatan pada produksi nasional riil, tetapi juga harus ada perubahan dalam kelembagaan, struktur administrasi, perubahan sikap dan bahkan kebiasaan salah satu syarat yang diperlukan agar pembangunan dapat berjalan seperti yang diinginkan adalah harus ada dukungan kekuatan dari dalam (indegenous forces). Yang dimaksud kekuatan dari dalam adalah kekuatan yang ada pada masyarakat itu sendiri yaitu ada keinginan untuk menaikan taraf hidupnya. Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan mengandalkan kekuatan yang dimiliki sehingga pemberdayaan merupakan tema sentral atau jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif.

Pengembangan subsektor perkebunan perlu suatu strategi pembangunan yang berbasiskan komunitas. Melalui pengembangan subsektor perkebunan akan mempu menurunkan angka pengangguran, meningkatkan daya beli masyarakat dan mampu berdampak ganda terutama memberikan peluang pengembangan kegiatan, ekonomi lokal dan usaha-usaha produktif di tingkat komunitas. Dengan demikian usaha penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan komoditi perkebunan merupakan suatu strategi pembangunan yang dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan.