PRE TEST/POST TEST
PENGEMBANGAN KEMASAN PRODUK DALAM BAURAN PEMASARAN
Oleh : Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S
Di dalam kondisi persaingan, suatu perusahaan tidak dapat bertahan bila hanya mengandalkan suatu produk tanpa adanya usaha untuk melakukan pengembangan. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha perlu menyempurnakan dam melakukan perubahan produk yang dihasilkan ke arah yang lebih baik, sehingga memberikan daya guna dan daya pemuas serta daya tarik yang lebih besar. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan penjualan dan share pasarnya. Dalam hal ini, strategi produk menetapkan cara dan penyediaan produk yang tepat bagi pasar yang dituju, sehingga dapat memuaskan para konsumen, sekaligus dapat meningkatkan keuntungan pemilik usaha. Secara garis besar, tujuan utama strategi produk adalah mencapai sasaran pasar yang dituju dengan meningkatkan kemampuan bersaing atau mengatasi persaingan.
Menurut Assauri (2013), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memperoleh perhatian, dimiliki, digunakan, dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan. Produk juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang ditawarkan pada pasar baik produk nyata ataupun produk tidak nyata (jasa) sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan pasar. Hal-hal yang terkandung dalam suatu produk diantaranya adalah pengemasan (packaging).
Menurut Shinta (2011), salah satu hal yang perlu diperhatikan agar permintaan terhadap produk meningkat adalah kemasan. Kotler dan Keller (2009), mendefinisikan pengemasan sebagai semua kegiatan merancang dan memproduksi suatu wadah untuk sebuah produk. Kemasan harus didesain dengan unik untuk menarik perhatian konsumen. Menurut Klimchuk dan Krasovec (2007), desain kemasan merupakan bisnis kreatif yang mengaitkan bentuk, struktur, material, warna, citra, tipografi, dan elemen-elemen desain dengan informasi produk agar produk dapat dipasarkan. Desain kemasan bertujuan untuk membungkus, melindungi, mengirim, mengeluarkan, menyimpan, mengidentifikasi, dan membedakan sebuah produk di pasar.
Pada dasarnya, kemasan produk tidak hanya digunakan sebagai pelindung produk, tetapi juga digunakan untuk menyenangkan dan menarik konsumen.
Kemasan berperan dalam mempengaruhi konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menentukan pilihan terhadap produk yang akan dibeli, maka bentuk luar suatu produk harus dibuat semenarik mungkin. Oleh karena itu, kemasan penting dalam strategi pemasaran produk. Kemasan memiliki 2 tujuan, yaitu :
(1) Pengemasan/pembungkusan barang-barang dengan tujuan melindungi barang tidak rusak dan tetap utuh. Contoh : TV dibungkus dengan kayu, karton, busa agar tahan goncangan
(2) Pengemasan agar kemasan menarik, lucu, supaya konsumen berminat untuk membeli. Contoh: kue-kue, alat-alat kecantikan, peralatan tulis (dibungkus yang unik).
Lebih lanjut, Shinta (2011) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mendorong semakin meningkatnya fungsi dari kemasan, yaitu:
(a) Di toko – toko atau supermarket, makin banyak jumlah produk yang dijual dengan cara pembeli mengambil sendiri barang – barang yang diperlukan, sehingga kemasan harus berfungsi lebih banyak lagi dalam proses penjualan. Kemasan harus menarik, menyakinkan konsumen dan memberi kesan secara menyeluruh.
(b) Kemakmuran konsumen akan berarti bahwa konsumen bersedia membayar lebih mahal bagi kemudahan, penampilan, ketergantungan dan prestise dari kemasan yang lebih baik.
(c) Citra perusahaan dan merk. Kemasan yang dirancang dengan cermat mempunyai kekuatan dalam mempercepat konsumen mengenali perusahaan atau merk tertentu.
(d) Peluang inovasi, cara pengemasan yang inovatif dapat memberi manfaat besar bagi konsumen dan keuntungan bagi perusahaan.
Dalam hal kemasan, perlu diperhatikan agar kemasan itu harus praktis, mudah dibuka dan ditutup, mudah disimpan (terkait bentuk), serta ukuran harus
sesuai dengan penggunaan dan preferensi konsumen. Oleh karena itu, kemasan yang digunakan sebaiknya :
(1) Harus dapat melindungi produk terhadap kerusakan, kehilangan, dan kotoran
(2) Harus ekonomis dan praktis bagi pendistribusian produk tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pelaku usaha dapat memilih jenis dan cara pembungkusan dengan biaya relatif murah, tetapi tetap dapat memberikan kemudahan bagi konsumen untuk membawa dan menyimpannya
(3) Ukuran kemasan harus sesuai dengan kehendak pembeli, misalnya besar kecil dan bentuknya sesuai dengan unit kesatuan produk
(4) Kemasan harus memberikan aspek deskriptif, yaitu menunjukkan kualitas, merek, rasa, dan komposisi produk
(5) Kemasan hendaknya memiliki citra dan aspek seni.
Adapun beberapa strategi dalam mengemas suatu produk, diantaranya adalah sebagai berikut:
(a) Mengubah kemasan
Secara umum ada dua alasan manajemen merubah kemasan, yaitu : (1) untuk menangkal turunnya penjualan; (2) untuk memperluas pasar dengan menarik kelompok baru para konsumen. Lebih khususnya, manajemen ingin memperbaiki kemasan yan kurang baik atau untuk memanfaatkan bahan kemasan baru (misalnya untuk promosi atau iklan)
(b) Kemasan lini produk
Dalam hal ini, pelaku usaha memutuskan apakah mengembangkan kemasan yang sama untuk beberapa produk atau kemasan yang berbeda untuk masing-masing produk. Kemasan kelompok (family package) mencakup pendayagunaan kemasan yang serupa untuk semua produk atau kemasan yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Contoh: perusahaan rokok Gudang Garam
(c) Kemasan yang dipakai ulang, dapat merangsang konsumen untuk membeli lagi produk yang isinya telah dipakai, contoh : kemasan kaleng susu bubuk (d) Kemasan aneka ragam, contoh: kemasan permen, minuman ringan (soft
drink).
Selain label kemasan, kemasan harus unik, agar mudah dikenali dan meninggalkan kesan mendalam bagi konsumen. Beberapa tips membuat kemasan yang unik dan menarik diantaranya adalah :
(1) Gunakan desain yang sederhana (2) Gunakan warna cerah dan berbeda (3) Manfaatkan gambar yang menarik
(4) Tambahkan data legalitas dari lembaga pemerintah, misal Halal MUI dan P-IRT
(5) Tambahkan informasi penting dengan font menarik, seperti manfaat (6) Gunakan kemasan dengan bahan berbeda dan terjangkau
Dalam membuat kemasan produk, label kemasan sangat berperan penting dalam mempengaruhi keberhasilan dalam persaingan bisnis. Calon konsumen akan lebih percaya, dan perusahaan dinilai lebih kredibel jika di setiap kemasan produknya dibubuhi label. Label kemasan makanan berfungsi untuk menguatkan merek, karena label kemasan menjadi alat pengenal suatu perusahaan serta produknya dan menjadi bahan penilaian serta pertimbangan konsumen dalam membeli. Beberapa hal yang perlu dibubuhi dalam label kemasan dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hal yang harus ada di kemasan produk makanan
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2013. Manajemen Pemasaran (Dasar, Konsep, dan Strategi). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Klimchuk, M. S. dan S.A. Krasovec. 2007. Desain Kemasan. Erlangga. Jakarta.
Kotler, P. dan K.L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid Satu. Edisi Ketiga Belas. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta.
Shinta, A. 2011. Manajemen Pemasaran. Universitas Brawijaya Press (UB Press).
Malang.
Modul 3.
PENETAPAN HARGA JUAL DAN PEMBUKUAN Oleh : Dr. Ir. Dyah Aring Hepiana Lestari, M.Si.
Pendahuluan
Kelompok Wani Tani (KWT) Harapan Jaya di Kota Bandar Lampung melakukan usaha pengolahan jahe merah menjadi jahe instan. Oleh karena itu KWT ini merupakan sebuah agroindustri. Dalam sistem agribisnis, agroindustri ini merupakan salah satu subsistem dari lima subsistem yang ada. Dimulai dari subsistem pengadaan sarana produksi yang menghasilkan benih/bibit, pupuk, pestisida, serta berbagai alat dan mesin pertanian. Selanjutnya berbagai sarana produksi tersebut masuk ke subsistem usahatani untuk menghasilkan berbagai hasil pertanian. Lebih lanjut, berbagai hasil pertanian tersebut diolah menjadi berbagai produk yang siap dikonsumsi di subsistem pengolahan/agroindustri.
Agar sampai ke konsumen, setelah pengolahan selesai, maka produk-produk tersebut dipasarkan dalam subsistem pemasaran. Agar keempat subsistem berjalan dengan baik, maka perlu didukung oleh berbagai jasa layanan pendukung (Saragih, 1998).
Sebagai sebuah agroindustri, agar usaha menguntungkan, berkelanjutan, dan semakin berkembang, maka manajemen usaha harus dilakukan dengan baik.
Berdasar analisis situasi awal KWT ini, maka hal pertama yang perlu diajarkan kepada KWT adalah penentuan harga jual produk yang dihasilkan. Agar dapat menentukan harga jual produk dengan benar, maka perlu diajarkan administrasi atau pencatatan berbagai transaksi usaha dengan tertib. Agar administrasi dapat dilakukan dengan baik, maka perlu peningkatan kinerja manajemen KWT.
Perhitungan Harga Jual
Pada prinsipnya, harga jual suatu produk ditentukan berdasar biaya total yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut ditambah tingkat keuntungan yang diinginkan. Biaya total mencakup biaya tunai maupun biaya diperhitungkan. Dari biaya total yang dikeluarkan untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu dapat dihitung biaya per satuan produk yang dikenal dengan
Harga Pokok Produksi/HPP (Mulyadi, 2015). Tingkat keuntungan, selain sesuai keinginan agroindustri, tentunya juga dengan mempertimbangkan produk dan harga jual yang ditentukan oleh pesaing.
Berikut adalah contoh penghitungan harga jual jahe instan. Biaya-biaya yang harus dikeluarkan terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead seperti dirinci pada Tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) jahe instan
BIAYA VARIABEL JUMLAH HARGA SATUAN BIAYA
Bahan baku (kg) 3,7 20.000,00 74.000,00
HPP = Biaya Total/Produksi = 379.578,72/3,70 = 102.588,84
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa untuk menghasilkan jahe instan sebanyak 3,70 kg, bahan baku yang digunakan dalam satu kali proses produksi adalah 3,70 kg. Dari perhitungan pada Tabel 1, didapatkan Harga Pokok Produksi (HPP) satu kilogram jahe instan adalah Rp102.588,84.
Bahan penolong yang digunakan terdiri dari gula pasir, garam, gas, kemasan, dan label. Gula pasir yang digunakan adalah 3,70 kg (sebanding dengan jumlah bahan baku). Garam digunakan untuk penyeimbang rasa. Pengolahan menggunakan bahan bakar gas. Setelah produk jahe instan jadi, maka perlu dikemas yang dilengkapi dengan label. Rincian biaya bahan penolong selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Dapat dilihat bahwa biaya bahan penolong dalam satu kali proses produksi adalah Rp140.000,00.
Tabel 2. Biaya bahan penolong
Tenaga kerja dalam agroindustri jahe instan melakukan kegiatan pengupasan, pemotongan, pencucian, penghalusan, penyaringan, pencampuran dengan gula, pengayakan, pengemasan, dan pelabelan. Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja dari luar keluarga. Dimisalkan TKDK adalah 2 HOK dan TKLK adalah 2 HOK, sehingga dalam satu kali proses produksi total TK yang digunakan adalah 4 HOK. Bila tingkat upah yang berlaku adalah Rp40.000,00 per HOK, maka biaya TK satu kali proses produksi adalah Rp160.000,00 seperti dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Biaya tenaga kerja
Kegiatan TKDK TKLK Biaya TK
Biaya overhead agroindustri berupa biaya tetap yang terdiri dari biaya penyusutan alat, listrik, dan PIRT. Perhitungan biaya penyusutan alat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Biaya penyusutan alat
ALAT PENYUSUTAN ALAT PENYUSUTAN ALAT
(Rp/tahun) (Rp/produksi) tahun. Dengan asumsi bahwa selama satu tahun dilakukan 50 kali produksi, maka biaya penyusutan alat dalam satu kali proses produksi adalah Rp1.528,72. Biaya listrik diperhitungkan sekali produksi adalah Rp3.550,00 dan biaya pengurusan PIRT diperhitungkan untuk satu kali proses produksi adalah Rp500,00.
Dari perhitungan HPP seperti diuraikan sebelumnya, maka diketahui harga jahe instan per kilogram yang menyebabkan agroindustri tidak untung dan tidak rugi (titik impas). Selanjutnya, bisa juga dihitung harga jual jahe instan per kilogram dengan tingkat keuntungan yang diinginkan oleh agroindustri. Sebagai contoh agroindustri menginginkan keuntungan 25 persen dari HPP. Maka harga jual dihitung sebagai berikut.
Harga Pokok Produksi (HPP) = Rp102.588,84/kg
HJ = 102.588,84 + (25% x 102.588,84) = Rp128.236,05 /kg
Walaupun demikian, harga jual yang ditetapkan oleh agroindustri juga harus mempertimbangkan harga jual pesaing. Dengan banyaknya produk yang sejenis, maka pertimbangan-pertimbangan menyangkut pesaing ini perlu diperhatikan agar produk agroindustri bisa bersaing di pasar.
Tertib Administrasi
Berdasarkan perhitungan HPP produk yang kemudian digunakan untuk menentukan harga jual produk seperti diuraikan sebelumnya, maka dapat dipahami bahwa pencatatan secara rinci tentang produksi beserta biaya-biaya yang dikeluarkan adalah sangat penting. Oleh karena itu tertib administrasi sangat diperlukan.
Tertib administrasi dicerminkan dari buku-buku untuk mencatat berbagai hal. Buku-buku yang harus dimiliki oleh agroindustri terdiri dari buku catatan pengeluaran, buku catatan pemasukan, buku kas utama (pemasukan, pengeluaran, saldo), buku stok barang (bahan baku, produk), buku inventaris, dan buku Laba Rugi.
Dengan mencatat secara detil dan tertib di buku-buku administrasi, maka hal ini akan menjadi dokumen untuk proses akuntansi, perhitungan pajak, dan pengajuan kredit. Proses akuntansi diperlukan supaya diketahui kondisi keuangan agroindustri. Apakah agroindustri mendapatkan keuntungan atau rugi dalam periode produksi tertentu. Evaluasi tiap periode dapat mencegah usaha mati karena bisa segera dapat dilakukan tindakan perbaikan. Bila usaha sudah berkembang, maka agroindustri bisa menjadi wajib pajak. Oleh karena itu, catatan-catatan keuangan hingga Laporan Laba Rugi bisa dijadikan dasar pengenaan pajak. Bila agroindustri ingin cepat berkembang dan perlu tambahan modal, maka catatan-catatan keuangan hingga Laporan Laba Rugi juga diperlukan dalam penyusunan proposal pengajuan pinjaman modal/kredit.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. 2015. Akuntansi Biaya. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Saragih, B. 1998. Agribisnis, Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian (Kumpulan Pemikiran). Percetakan CV. Nasional. Jakarta.
Suryawan, S., T. Sjah, dan S. Husni. 2016. Analisis Ekonomi Usaha Ekonomi Minuman Jahe Instan (Studi Kasus di Desa Buwun Sejati Kecamatan Narwada Lombok Barat). Jurnal. PS Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Modul 4.
PERLUASAN JARINGAN PEMASARAN