• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Regresi Komponen Utama Dalam Sediaan Farmasi Komponen Utama Dalam Sediaan Farmasi

TINJAUAN PUSTAKA

2. Sistem Elusi Gradien

2.6 Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Regresi Komponen Utama Dalam Sediaan Farmasi Komponen Utama Dalam Sediaan Farmasi

Nilai resolusi harus mendekati atau lebih dari 2 karena akan memberikan pemisahan puncak yang baik (Rohman, 2009).

2.6 Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Regresi Komponen Utama Dalam Sediaan Farmasi

Patramurti (2010) telah melakukan penelitian tentang Penetapan kadar campuran parasetamol, propifenazon dan kafein dengan metode KCKT. Dr.

Muhamed Sultan (2014) telah melakukan penelitian tentang menetapkan kadar ampetamin, metamphetamin, kafein, parasetamol dan theophylline. Mustafa (2016) melakukan penetapan kadar parasetamol dan kafein secara KCKT.

Penetapan kadar secara simultan dari chlorpheniramin maleat, parasetamol dan kafein (Akwasi et al. 2016). Penentuan stabilitas analisis secara simultan parasetamol dan kafein dalam sediaan tablet dengan metode KCKT (Nafiu et al, 2017). Pengembangan dan validasi metode kromatografi baru untuk estimasi simultan serratiopeptidase, aceclofenac dan parasetamol dengan RP-KCKT (Novineet et al. 2017). Penelitian tentang penetapan kadar secara simultan parasetamol dan chlorzoxazone secara KCKT telah dilakukan mengunakan Polymethacrylate monolithic colom (Mutaz, 2018).

Tabel 2.2 Pengembangan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Untuk Penentuan Parasetamol, Propifenazon dan Kafein

Zat aktif Jenis dan Perbandingan Laju alir

C18 Larutan buffer pH 2,2 -

2.7 Validasi

Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tentukan pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memeneuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis ( Rohman, 2007).

Rujukan validasi yang dikhususkan untuk obat-obatan terdapat dalam petunjuk yang dikeluarkan oleh ICH (International Conference on Harmanization), USP (United State Pharmacopoeia), BP (British Pharmacopoeia), AOAC (Association of Official Analytical Chemists), dan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) (Rohman, 2007).

Menurut USP (United State Pharmacopoeia) ada 8 langkah dalam validasi metode analisis :

2.7.1 Ketepatan (Accuracy)

Ketepatan (Accuracy) merupakan kedekatan antara nilai terukur (nili rata-rata hasil analisis) dengan nilai yang diterima sebagai nilai sebenarnya, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya ataupun nulai rujukan.

Ketepatan (Accuracy) dapat ditentukaan dengan dua cara yaitu:

a. Metode Simulasi (Spiked- placebo recovery)

Dalam metode simulasi, sejumlah senyawa analit (senyawa pembanding) ditambahankan kedalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (placebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).

b. Metode penambahan baku (Standard Addition Method)

Dalam metode penambahan baku, terlebih dahulu sampel dianalisis lalu sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu ditambahkan kedalam sampel, dicampur kemudian dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dari hasil analit yang ditambahkan diperoleh kembali.

Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 replikasi). Ketepatan dinyatakan dalam persen perolehan kembali (persen recovery) pada penetapan kadar dari sejumlah analit yang ditambahkan. Akurasi perolehan kembali yang umum untuk senyawa obat dalam suatu campuran dalam suatu campuran adalah 98-102%. Jika nilai akurasi perolehan kembalinya di luar kisaran ini, maka prosedur analisis harus dikaji ulang (Rohman, 2009).

% Perolehan Kembali =

Keterangan :

A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

C = konsentrasi baku yang ditambahkan 2.7.2 Ketelitian (Precision)

Ketelitian (Precision) merupakan ukuran kedekatan kesesuaian antara serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Konsep presisi diukur dengan simpangan baku. Nilai simpangan baku relative (Standart deviasi relative) antara 1-2% (Rohman, 2009).

Ketelitian (Precision) dinyatakan dengan 3 cara, yaitu :

a. Keterulangan (repeatability) adalah pengukuran ketelitian dengan metode, peralatan, laboratorium dan dalam selang waktu yang sama.

b. Ketelitian intermediet (intermediate Precision) pengukuran yang dilakukan dalam laboratorium yang sama tetapi dengan operator dan peralatan yang berbeda serta pada hari yang berlainan.

c. Ketertiruan (reproducibility) adalah pengukuran ketelitian yang dilakukan dengan peralatan, operator dan laboratorium yang berbeda.

2.7.3 Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifikasi suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sempel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis. Senyawa asing lainnya dan dibandingkan terhadap analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita, 2014).

2.7.4 Linieritas dan Rentang

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).

linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode

kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (Slope), Intercep dan koefisien Korelasinya.

Kisaran konsentrasi yang digunakan untuk linieritas harus cukup luas untuk memenuhi kisaran metode yang diharapkan. Minimal 5 kisaran konsentrasi harus diamati. Kisaran konsentrasi yang dipilih untuk uji linieritas haruslah mencakup kisaran analit yang akan dituju (misalkan kisarannya 25%, 50%, 75%, 100%, 125% dan 150% dari konsentasi analit target)(Rohman, 2009).

2.7.5 Batas Deteksi (Limit of Detection atau LOD)

Batas deteksi adalah jumlah (konsentrasi) terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. (Harmita, 2014).

2.7.6 Batas Kuantifikasi (Limit of Quantitation atau LOQ)

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. (Rohman, 2009).

2.7.7 Kekerasan (Ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda dan lain-lain. Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis suatu lot sampel yang homogen dalam laboratorium yang berbeda oleh analisis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama.

2.7.8 Ketahanan (Robustness)

Pengujian ketahanan dilakukan untuk mengetahui kestabilan metode analisis tidak terpengaruh oleh variasi parameter metode yang diberikan dan tetap dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya. Ketahanan evaluasi dengan melakukan variasi parameter-parameter metode seperti : persentase pelarut organik, pH, kekuatan ionik, suhu, dan sebagainya. Suatu praktik yang baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu metode adalah dengan memvariasikan parameter-parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan, sebagai contoh : jika suatu metode menggunakan asetonitril 36% : air sebagai fase gerak, maka seorang analisis lalu memvariasi persentase asetonitrilnya menjadi mislkan 33%, 36% dan 39% lalu melihat pengaruhnya pada waktu retensi analit yang di uji.

Dokumen terkait