BAB III CAPAIAN KINERJA 2005 - 2009
B. Produksi
3. Pengembangan Perlindungan
Perlindungan tanaman termasuk pengendalian OPT merupakan bagian
integral dari sistem produksi hortikultura. Peran perlindungan tanaman
dalam mendukung keberhasilan tanaman sangat besar, terutama dalam
mempertahankan produktifi tas melalui upaya penekanan kehilangan hasil
akibat serangan OPT dan meningkatkan kualitas hasil sehingga memiliki daya
saing tinggi dan aman dikonsumsi masyarakat, menciptakan sistem produksi
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta mendukung pemenuhan
sebagian persyaratan teknis SPS-WTO dalam perdagangan global.
Dalam mendukung sistem produksi, strategi perlindungan hortikultura
dilakukan melalui berbagai upaya dan kegiatan, antara lain melalui
peningkatan subsistem pengamatan/peramalan, subsistem pengendalian,
subsistem penerapan teknologi pengendalian, subsistem penyediaan sarana
perlindungan dan subsistem pemberdayaan pelaku perlitanaman serta
subsistem pemenuhan teknis dalam perdagangan internasional.
perangkap (lalat buah), pengolesan bubur bordo/bubur kalifarma (jeruk,
mangga), pengaturan irigasi (getah kuning manggis, dll). Sementara
kecenderungan fl uktuasi serangan OPT sayuran juga disebabkan oleh
fl uktuasinya luas dan lokasi penanaman komoditas sayuran, yang agak
menyulitkan pembinaan dan penerapan teknologi pengendaliannya.
Sementara itu, kecenderungan peningkatan serangan OPT pada
fl orikultura dan tanaman obat antara lain disebabkan : sangat terbatasnya
informasi teknis OPT dan pengendalian yang dikuasainya, meningkatnya
frekuensi pelaporan dari daerah (yang selama ini kurang mendapatkan
perhatian dan meningkatnya pemahaman petugas tentang OPT) dan
perkembangan luas tanam di berbagai daerah.
No Komoditas Luas Serangan OPT (Ha)
Th. 2005 Th. 2006 Th. 2007 Th. 2008 Th. 2009* A. Buah-buahan 1. Jeruk 5.324,6 5.874,1 2.853,7 2.017 980,315 2. Mangga 9.718,3 12.059,0 6.694,8 4.444 755,390 3. Pisang 6.808,6 5.809,0 8.895,7 2.592 1424,161 4. Manggis 44,1 22,7 91,5 48 21,970 5. Durian 406,3 171,8 272,7 236 45,280 Total 22.301,9 23.936,6 18.808,4 9.337,3 3227,116 B. Sayuran 1. Cabai 18.520,4 18.375,4 24.221,5 26.562,5 7.909,3 2. Bawang Merah 6.597,1 9.219,6 7.469,3 6.144,7 4.552,6 3. Kubis 8.837,1 7.204,4 7.391,5 8.046,7 2.546,9 4. Kentang 5.840,7 5.762,2 6.112,2 6.508,1 2.473,0 5. Tomat 4.202,8 40.275,5 5.280,7 5.432,0 2.085,9 Total 43.998,1 80.837,1 50.475,2 52.694,0 19.567,7 C. Tanaman Florikultura 1. Anggrek 0,0 0,0 0,0 0,1 5,7 2. Sicas 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 3. Krisan 109,9 278,9 70,6 141,2 6.435 4. Melati 0,1 0,2 0,1 0,2 0,4 Total 110,1 279,2 70,8 141,6 6.441,1 D. Tanaman Obat 1. Jahe 87,3 864,4 117,9 192,0 218 2. Kencur 194,2 140,3 7,4 26,4 23 3. Kunyit 8,4 5,1 24,2 21 15,5 4. Lidah Buaya 15,5 14,6 3,0 5,2 9,1 Total 305,4 1.024,4 152,4 244,6 265,6
b) Pemenuhan Persyaratan Teknis Perdagangan
Di bidang persyaratan teknis ekspor-impor, telah ditetapkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS). Ketentuan SPS
merupakan dasar dalam pemenuhan persyaratan internasional dengan
memperhatikan justifi kasi ilmiah, dan merujuk pada standar, pedoman/
rekomendasi teknis yang ada dengan perangkat kelembagaannya. Saat
ini, terdapat 3 (tiga) lembaga/organisasi internasional yang menjadi
rujukan dalam setiap pengembangan/penyusunan tindakan SPS, yaitu: (1)
Codex Alimentarius Commission (CAC); (2) International Plant Protection
Convention (IPPC), dan (3) Offi ce International des Epizooties (OIE) atau
World Organization for Animal (WOAH). Ketiganya dikenal dengan istilah
Three Sisters dalam SPS.
Dua standar dan ketentuan terkait IPPC dan CAC, menjadi pedoman
dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman, terutama terkait
dengan standar ISPM yang mengatur keberadaan OPT pada produk yang
akan diekspor ataupun diimpor, serta standar CAC terkait dengan mutu
produk dari cemaran residu pestisida. Ke dua standar teknis tersebut
menjadi perhatian yang besar dari Direktorat Perlindungan Tanaman
Hortikultura untuk memperkuat daya saing produk.
Sampai dengan tahun 2009 telah dihasilkan 15 komoditas yang disediakan
pestlistnya yaitu untuk komoditas mangga, salak, manggis, strawberry,
sirsak, raplis, temulawak, kentang, paprika, anggrek, pisang, tomat, kubis,
bawang merah, dan cabai. 3 (tiga) komoditas diantaranya yaitu salak,
manggis dan mangga merupakan komoditas unggulan ekspor. Salak saat
ini telah berhasil diekspor ke Cina.
c) Penyelenggaraan Sekolah lapang
Untuk mengatasi kecenderungan meningkatnya luas serangan OPT
pada pengembangan agribisnis hortikultura tersebut, Ditjen Hortikultura
telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Daerah (propinsi/kabupaten/
kota) agar melakukan bimbingan teknis melalui kegiatan sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SLPHT). Kegiatan pelatihan/magang SLPHT
ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
Pelaksanaan SLPHT hortikultura tahun 2007 merupakan tahun PHT,
dimana telah dilaksanakan kegiatan SLPHT di 31 provinsi, yaitu sebanyak
380 unit, terdiri dari 287 unit bersumber dari APBN dekonsentrasi dan 93
unit dilaksanakan oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian. Jumlah
tersebut belum termasuk pelaksanaan SLPHT bersumber dana APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan swadaya masyarakat.
Khusus pada tahun 2008 telah dilaksanakan 366 unit penerapan PHT,
terdiri dari 193 unit di berbagai sentra produksi hortikultura melalui
pemasyarakatan PHT (dengan pola SLPHT), yaitu dengan dana
dekonsentrasi kepada UPTD BPTPH, dan 173 unit kelompok SLPHT
dalam rangka pengendalian OPT hortikultura di 11 provinsi yang mencakup
42 kabupaten/kota dengan dana Tugas Pembantuan kepada kabupaten/
kota. Di samping itu, pada tahun 2008 juga telah berkembang penerapan
PHT dengan pola SLPHT dalam rangka penerapan GAP/SOP pada
berbagai komoditas hortikultura. Jajaran perlindungan tanaman di daerah
(UPTD BPTPH) saat ini berperan aktif dalam mensosialisasikan dan
memasyarakatkan PHT dan penerapan GAP/SOP budidaya hortikultura.
Pada tahun 2009, dengan dana APBN Pusat, pemasyarakatan PHT
melalui pola SLPHT telah dilaksanakan sebanyak 415 unit, terdiri dari
254 unit SLPHT di 29 Provinsi pada 32 komoditas dan 161 unit SLPHT
di Kabupaten/Kota pada 21 komoditas hortikultura dengan dana Tugas
Pembantuan.
d) Kelompok Pengguna Agen Hayati
Di bidang perlindungan tanaman, peran kelompok-kelompok alumni
SLPHT dan kelompok pengguna/penerap teknologi ramah lingkungan
(menggunakan agens hayati dan biopestisida) yang tidak berdampak
negatif bagi lingkungan, hewan, dan manusia. Disamping itu memiliki 3
keuntungan, bila dibandingkan dengan teknik pengendalian lain terutama
pestisida, yaitu : permanen, aman dan ekonomis. Peran
kelompok-kelompok tersebut sangat penting dalam penanggulangan OPT.
Kelompok-kelompok tani pengguna agens hayati yang telah terbentuk
antara lain : Sumatera Barat ; POS IPAH (Pos Informasi Pelayanan Agens
Hayati) 73 kelompok, Jatim; PPAH (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 210
kelompok, Jawa Tengah ; PUSPAHATI (Pusat Pelayanan Agens Hayati)
99 kelompok, dan Jambi ; POS IPAH 10 kelompok, dan provinsi lain yaitu
Provinsi Sumsel 12 kelompok, Kaltim 3 kelompok, Sumut 4 kelompok,
Bali 2 kelompok, Banten 1 kelompok, Bengkulu 6 kelompok dan DIY 36
kelompok, Sulut 3 kelompok, NTB 7 kelompok, NAD 27 kelompok, Jabar
4 kelompok, Lampung 12 kelompok, Gorontalo 15 kelompok, dan Maluku
3 kelompok, dengan total sebanyak 527 kelompok.
e) Penguatan Laboratorium Hama Penyakit dan Laboratorium Pestisida
Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP) dan Laboratorium
Pestisida yang berada dibawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) berperan
penting dalam pengembangan penerapan perlindungan tanaman
hortikultura. Dalam tahun 2009 telah diberikan pelatihan-pelatihan teknis
kepada petugas-petugas dari 18 lab PHP di 12 propinsi dan BP Post
Jatisari tentang pemenuhan persyaratan teknis SPS-WTO. Latihan-latihan
tersebut berupa latihan teknis mengacu pada International Standard for
Phytosanitary Measures (ISPM) yaitu tentang surveillance, identifi kasi,
pembuatan koleksi referensi, yang merupakan bahan untuk pengasaman
pest list. Selain pelatihan teknis juga diberikan bantuan kelengkepan
peralatan laboratorium antara lain mokroskop untuk identifi kasi.
Lokasi lab PHP yang menerima bantuan adalah di Sumatera Utara (1
lab), Sumatera Barat (1 lab), Riau (1 lab), Lampung (1 lab), DKI Jakarta
(1 lab), Jawa Barat (3 lab), Jawa Tengah (3 lab), DI Yogyakarta (1 lab),
Jawa Timur 1 (3 lab), Nusa Tenggara Barat (1 lab), Bali (1 lab), Kalimantan
Barat (1 lab).
Dalam tahun 2009, juga telah dibantu kelengkapan peralatan laboratorium
pestisida di 2 laboratorium dan 1 laboratorium di tingkat pusat. Peralatan
tersebut antara lain alat analisis residu pestisida dan kelengkapannya,
untuk meningkatkan kemampuan laboratorium dalam menganalisis
residu pestisida yang terdapat dalam produk hortikultura. Selain
kelengkapan peralatan juga diberikan pelatihan teknis bagi para analis
untuk mengoperasikan peralatan tersebut. Laboratorium pestisida yang
menerima peralatan tersebut adalah laboratorium pestisida di Maros
dengan laboratorium pestisida di Surabaya.
f) Pemantauan Residu Pestisida
(Batas Maksimum Residu) yang ditetapkan. Hasil analisis residu produk
buah, tidak terdektesi residunya rata-rata 64,1%, terdeteksi > BMR =
0%, dan terdeteksi < BMR rata-rata 35,9% serta produk sayuran, tidak
terdektesi residunya rata-rata sebesar 72,25%, terdeteksi > BMR = 0%,
dan terdeteksi < BMR = 27,75%
Hasil pematauan residu pestisida pada produk buah dan sayur pada tahun
2009 menunjukkan hasil yang relatif sama, sebagian besar residu aman
dikonsumsi. Pada produk buah-buahan telah dianalisis 4 komoditas (apel,
mangga, anggur, markisa) dan sayuran 7 komoditas (cabe merah, sawi,
hijau, bawang merah, tomat, kentang, paprika, caisim).
Tabel 5. Hasil Analisa Residu Pesti sida Tahun 2004-2009 Pada Buah dan Sayuran
No Tahun Jml Analisa
Terdeteksi Tidak Terdeteksi ¾ BMR < BMR
Buah Sampel Sampel Sampel % Sampel %
1 2004 48 0 13 27,08 35 72,92 2 2005 15 0 7 46,67 8 53,33 3 2006 51 0 12 23,53 39 76,47 4 2007 45 0 17 37,78 28 62,22 5 2008 36 0 16 44,44 20 55,56 Rerata 39,0 0 35,9 64,1 6 2009 45 0 22 48,89 23 52,11 No Tahun Jml Analisa
Terdeteksi Tidak Terdeteksi ¾ BMR < BMR
Sayuran Sampel Sampel Sampel % Sampel %
1 2004 51 0 4 7,84 47 92,16 2 2005 34 0 6 17,65 28 82,35 3 2006 50 0 20 40 30 60 4 2007 33 0 9 27,27 24 72,73 5 2008 50 0 23 46 27 54 Rerata 39,0 27,75 72,75 6 2009 50 0 27 58 21 42