KATA PENGANTAR
Rencana Strategis (Renstra) dirancang sebagai acuan untuk menyusun
kebijakan, strategi, program dan kegiatan pengembangan hortikultura.
Dokumen Renstra tersebut berisi visi, misi dan tujuan Direktorat Jenderal
Hortikultura yang untuk selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan Eselon II
lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura
sabagaimana tertuang dalam Peraturan Mentan Nomor 21/Permentan/
OT.140/7/2006 tanggal 7 Juli 2006 dan dengan berpedoman kepada PP
RI No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010 – 2014 serta Rencana Strategi
Kementerian Pertanian 2011 – 2014, maka telah disusun Renstra Direktorat
Jenderal Hortikultura tahun 2011 – 2014.
Penyusunan Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura Edisi Revisi tahun
2010 – 2014 diharapkan mampu mendorong pencapaian kinerja pembangunan
hortikultura baik di tingkat pusat maupun provinsi, kabupaten dan kota.
Dokumen Renstra ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi Eselon II dan
seluruh pegawai lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura serta pihak-pihak
yang terkait baik dari lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat
Indonesia dalam merencanakan, melaksanakan dan mengagendakan
pembangunan hortikultura di Indonesia,
Akhirnya kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pemikiran dalam
penyusunan Renstra ini diucapkan terimakasih. Semoga dokumen Renstra
ini bermanfaat untuk mensukseskan pembangunan hortikultura dalam rangka
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat lainnya.
Jakarta, Desember 2011
Direktur Jenderal Hortikultura
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar
Belakang
... 1
B. Tujuan Penyusunan Renstra ... 2
C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura ... 3
BAB II POTENSI PERMASALAHAN DAN TANTANGAN ... 5
A. Potensi, Permasalahan dan Tantangan ... 5
1. Potensi
... 5
2. Permasalahan ... 7
3. Tantangan
... 9
BAB III CAPAIAN KINERJA 2005 - 2009 ... 11
A. Makro
Ekonomi
... 11
1. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 11
2. Tenaga Kerja ... 12
3. Neraca Perdagangan ... 13
4. Nilai Tukar Petani (NTP) ... 15
B. Produksi
... 16
1. Produksi Komoditas Hortikultura ... 16
2. Pengembangan Perbenihan
... 17
3. Pengembangan Perlindungan ... 23
4. Pengembangan Kelembagaan ... 29
C. Ketersediaan dan Konsumsi ... 29
BAB IV VISI, MISI DAN TUJUAN ... 31
A.
Visi
... 31
B. Misi
... 32
BAB VI ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, RENCANA AKSI DAN
LANGKAH
OPERASIONAL
... 43
A. Arah
Kebijakan
... 43
B. Strategi
... 44
C. Rencana
Aksi
... 51
D. Langkah Operasional
... 55
BAB VII PROGRAM DAN KEGIATAN ... 57
A. Program Direktorat Jenderal Hortikultura ... 57
B. Kegiatan
... 57
BAB VIII PENUTUP ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap
Subsektor Tahun 2005 – 2009 Berdasarkan Harga Berlaku
(Trilyun Rupiah) ... 12
Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura Tahun
2005-2009 ... 16
Tabel 3. Kebutuhan dan Ketersediaan BenihMemberikan sertifi kat
sertifi Kelembagaan Perbenihan Hortikultura Indonesia ... 19
Tabel 4. Perkembangan Luas Serangan OPT Hortikultura
Tahun 2005-2009 ... 24
Tabel 5. Hasil Analisa Residu Pestisida Tahun 2004-2009 Pada
Buah dan Sayuran ... 28
Tabel 6. Target Produksi Hortikultura Tahun 2010-2014 ... 39
DAFTAR GRAFIK
Grafi k 1. Nilai PDB Hortikultura Tahun 2005 – 2009 Berdasarkan Harga
Berlaku (Trilyun Rupiah) ... 11
Grafi k 2. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap
Subsektor Lain Tahun 2009 (Berdasarkan Harga Berlaku) ... 11
Grafi k 3. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Hortikultura
Tahun 2005-2009 (US$) ... 13
Grafi k 4. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Hortikultura
Tahun 2005-2009 (Kg) ... 13
Grafi k 5. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Hortikultura
Tahun 2005-2009 ... 14
Grafi k 7. Perkembangan Volume Ekspor Benih Hortikultura
Tahun 2005-2009 ... 14
Grafi k 6. Perkembangan Volume Impor Komoditas Hortikultura
Tahun 2005-2009 ... 14
Grafi k 8. Perkembangan Volume Impor Benih Hortikultura
Tahun 2005-2009 (Kg) ... 14
Grafi k 9. Perkembangan Total Ekspor Hortikultura Tahun 2005-2009 ... 15
Grafi k 11. Nilai Tukar Petani Subsektor Hortikultura ... 15
Grafi k 10. Perkembangan Total Impor Hortikultura Tahun 2005-2009 ... 15
Grafi k 12. Jumlah Jenis Tanaman Hortikultura dari Varietas yang Telah
Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada Tahun 2005-2009 ... 17
Grafi k 13. Jumlah Varietas Hortikultura yang Telah Dilepas Oleh Menteri
Pertanian Pada Tahun 2005-2009 ... 17
Grafi k 14. Ketersediaan dan Konsumsi Buah Pada Tahun 2005-2009 ... 30
Grafi k 15. Ketersediaan dan Konsumsi Sayur Pada Tahun 2005-2009 ... 30
Grafi k 16. Kelompok Jenis Komoditas Hortikultura ... 36
Grafi k 17. Sasaran Produksi Komoditas Hortikultura Tahun 2011-2014 ... 37
Grafi k 18. Laju Pertumbuhan Sasaran Produksi Per Komoditas Tahun
2011-2014 (%) ... 37
Grafi k 19. Target Ketersediaan Benih Bermutu Hortikultura
Tahun 2010 - 2014 ... 41
Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi
sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai
Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan
sumber pendapatan dari sub sektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja
dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga
meningkatkan nilai dan volume perdagangan internasional atas produk
hortikultura nasional dan ketersediaan sumber pangan masyarakat. Kontribusi
sub sektor hortikultura ke depan akan dapat lebih ditingkatkan melalui
peningkatan peran dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Hortikultura yang
bersinergi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai
komponen utama pada Pola Pangan Harapan. Komoditas hortikultura
khususnya sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari
keseimbangan pangan, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah
yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta
dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia
yang besar sebagai konsumen produk hortikultura yang dihasilkan petani,
merupakan pasar yang sangat potensial, dari tahun ke tahun menunjukkan
kecenderungan semakin meningkat dalam jumlah dan persyaratan mutu
yang diinginkan.
Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga
usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, fl orikultura dan tanaman obat)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketersediaan sumberdaya hayati dan sumberdaya lahan, apabila dikelola
secara optimal akan menjadi sumber kegiatan usaha ekonomi yang
bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan
kerja di perdesaan maupun perkotaan. Potensi tersebut sampai saat ini belum
dimanfaatkan secara optimal karena beberapa permasalahan yang dihadapi
dalam usaha hortikultura. Permasalahan tersebut antara lain: rendahnya
produktivitas, lokasi usaha yang terpencar, skala usaha yang kecil, manajemen
usaha yang belum efi sien, kebijakan dan regulasi di bidang perbankan yang
belum berpihak kepada petani, sarana transportasi yang belum memadai,
persyaratan ekspor negara tujuan yang sangat rumit, dan derasnya persaingan
produk impor.
Berbagai permasalahan tersebut menyebabkan usaha hortikultura belum
mampu menghasilkan produk yang memiliki daya saing terhadap produk
hortikultura yang berasal dari negara lain. Untuk itu diperlukan dukungan
dan sinergi seluruh pemangku kepentingan untuk mengatasi berbagai
permasalahan tersebut. Dalam upaya memanfaatkan potensi dan peluang
pengembangan hortikultura, serta menghadapi berbagai tantangan dan
hambatan maka perlu dirumuskan suatu rancangan yang strategi, sehingga
memberikan hasil, manfaat dan dampak yang optimal bagi berbagai pihak.
Penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura mengacu
kepada Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
(Renstra-KL) 2010 - 2014 yang diterbitkan oleh Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas Tahun 2009;
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional bahwa Pimpinan
Kementerian/Lembaga berkewajiban untuk menyiapkan Rencana Strategis
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
B. Tujuan Penyusunan Renstra
Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura adalah dokumen perencanaan yang
menggambarkan visi, misi, tujuan, sasaran utama dan sasaran strategis, arah
kebijakan, strategi pencapaian, program dan kegiatan dari Direktorat Jenderal
Hortikultura dalam lima tahun ke depan yang diarahkan untuk mencapai
sasaran yang telah ditetapkan selaras dengan kebijakan Kementerian
Pertanian.
Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura ditujukan untuk dimanfaatkan
sebagai panduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hortikultura
periode 2010 - 2014 oleh semua pemangku kepentingan yang terkait dengan
pembangunan hortikultura, maka dalam penyusunan Renstra Hortikultura
dilakukan melalui analisa strategis atas potensi, permasalahan dan tantangan
dengan memperhatikan isu aktual terkait bidang hortikultura di masa sekarang
dan kecenderungannya di masa mendatang. Renstra Direktorat Jenderal
Hortikultura merupakan penterjemahan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional di bidang produksi dan pasca panen hortikultura.
Dokumen ini selanjutnya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi
unit di lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura serta mitra kerja di propinsi
maupun kabupaten dalam melaksanakan pengembangan hortikultura periode
2010 - 2014, sehingga diharapkan akan tercapai sasaran hortikultura :
industrial tangguh yang efi sien dan berdaya saing secara terintegrasi bersama
stakeholders atau pemangku kepentingan terkait lainnya yang pada gilirannya
memberi nilai tambah bagi petani hortikultura Indonesia. Renstra ini juga
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari matriks kinerja program dan
kegiatan, matriks pendanaan untuk melaksanakan program dan kegiatan
tersebut, serta sasaran produksi komoditas utama hortikultura 2010 - 2014.
C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Direktorat
Jenderal Hortikultura mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang hortikultura. Dalam melaksanakan
tugas tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan
pascapanen hortikultura;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan,
dan pascapanen hortikultura;
BAB II
POTENSI, PERMASALAHAN
DAN TANTANGAN
A. Potensi, Permasalahan dan
Tantangan
Indonesia sebagai negara dengan
iklim tropis mempunyai keunggulan
komparatif di bidang pertanian,
karena dengan kondisi iklim tersebut
memberikan kekayaan yang tak
ternilai bagi sumberdaya alamnya.
Untuk mengetahui potensi dan
permasalahan dalam pengembangan
hortikultura dilakukan analisa SWOT
sebagai berikut :
1. Potensi
Potensi berasal dari kekuatan
(strength) yang dapat mendukung
pengembangan hortikultura yaitu:
a. Iklim
dan
Agroekosistem
yang
sesuai
Kondisi iklim dan agroekosistem
Indonesia sangat sesuai untuk
budidaya berbagai komoditas
DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
Potensi
Iklim dan agroekosistem yang sesuai,
tersedianya sumberdaya geneti k yang
melimpah, tersedianya SDM (petani dan
petugas), dukungan kebijakan pemerintah,
jumlah penduduk besar
Permasalahan:
Kebun terpencar/ campur/ ti dak teratur/
skala usaha kecil; benih bermutu belum
cukup tersedia; ancaman organisme
pengganggu tanaman dan Dampak
Perubahan Iklim (DPI); penurunan mutu dan
kehilangan hasil; keterbatasan pengetahuan
petani dan jejaring kerja; konti nuitas
pasokan tergantung musim panen; gejolak/
fl uktuasi harga; disparitas harga produk di
ti ngkat petani dan konsumen; hambatan
distribusi produk .
dimiliki Indonesia juga memungkinkan budidaya bermacam-macam
hortikultura dilakukan di berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
b. Tersedianya Sumberdaya Genetik yang melimpah
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara mega biodiversity di dunia.
Berbagai sumberdaya genetik yang merupakan potensi usaha hortikultura
tersedia di wilayah Indonesia. Masih banyak sumberdaya genetik tersebut
yang belum termanfaatkan dengan optimal, yang dapat dimanfaatkan
untuk pemuliaan sebagai varietas unggul hortikultura.
c. Tersedianya Sumber Daya Manusia ( Petani dan Petugas)
Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan
merupakan potensi tenaga kerja untuk pengembangan hortikultura.
Hingga saat ini kira-kira 4 juta tenaga kerja menggantungkan hidupnya dari
sektor pertanian bidang hortikultura. Disisi lain jumlah petugas pertanian
yang mengawal pembangunan pertanian mulai di tingkat provinsi,
kabupaten dan kecamatan termasuk petugas penyuluh, pengawas benih,
pengamat hama dan penyakit tanaman, merupakan potensi kekuatan
dalam mendukung keberhasilan pembangunan hortikultura.
d. Dukungan Kebijakan Pemerintah
Adanya dukungan kebijakan pemerintah terhadap pengembangan
hortikultura dengan diterbitkannya Undang-Undang Budidaya Pertanian
No. 12 Tahun 1992, Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/
OT.140/ 10/ 2009, tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang
Baik, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1996 tentang Perbenihan serta
Peraturan Menteri Pertanian No. 37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang
Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, Permentan
No. 38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran
Benih dan Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006
tentang Produksi, Sertifi kasi dan Peredaran Benih Bina, Permentan
No. 44/Permentan/ot.140/10/2009 tentang Penanganan Pasca Panen
yang baik. Adanya Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun
2010 tentang Hortikultura menjadi payung hukum untuk mendorong
pembangunan hortikultura.
e. Jumlah penduduk besar
Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar
dalam negeri yang potensial bagi produk hortikultura. Pada tahun 2009
jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 230.632.700 jiwa dengan
pertumbuhan 1,25 % pertahun. Saat ini konsumsi buah dan sayur menurut
WHO pada tahun 2009 mencapai 64,45 kg/kapita/tahun sedangkan di
Indonesia konsumsi buah pada tahun 2009 baru mencapai 32,59 kg/
kapita/tahun, konsumsi sayur baru mencapai 40,09 kg/kapita/tahun.
Konsumsi buah dan sayur penduduk Indonesia masih bisa ditingkatkan
sejalan dengan program Indonesia sehat menurut anjuran WHO, sehingga
dapat menghela peningkatan produksi.
2. Permasalahan dan Tantangan
Meskipun memiliki potensi yang besar, pembangunan hortikultura masih
menghadapi permasalahan berkenaan dengan penerapan teknologi,
kondisi sumberdaya alam, prasarana dan sarana produksi, sumberdaya
manusia dan kelembagaan. Permasalahan tersebut berasal dari
kelemahan (weakness) yaitu:
a. Kebun terpencar/ campur/ tidak teratur/ skala usaha kecil
Rataan kepemilikan lahan petani pedesaan sebesar 0,41 ha dan
0,69 ha masing-masing di Jawa dan luar Jawa. Kondisi tersebut
antara lain disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan pertanian
untuk keperluan pemukiman dan fasilitas umum serta terjadinya
fragmentasi lahan karena proses pewarisan khususnya untuk lahan
beragroekosistem sawah dan lahan kering. Keterbatasan kepemilikan
lahan petani menyebabkan terbatasnya jumlah pasokan.
Di satu sisi status penguasaan lahan oleh sebagian besar petani
belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifi kat sehingga
lahan belum bisa dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal
usaha melalui perbankan.
b. Benih bermutu belum cukup tersedia
Saat ini industri perbenihan belum berkembang karena membutuhkan
investasi yang cukup besar. Tidak banyak swasta yang mau
menanamkan investasi di perusahaan perbenihan. Di sisi lain
c. Ancaman organisme pengganggu tanaman dan Dampak Perubahan
Iklim (DPI)
Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian
iklim ekstrim yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang sangat rentan
terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas
tanaman dan pendapatan petani. Pertumbuhan dan perkembangan
OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak
buruk terhadap pertanian di Indonesia
d. Penurunan Mutu dan Kehilangan hasil
Komoditas hortikultura mempunyai sifat mudah rusak dan memerlukan
penanganan khusus agar mutu produk tidak menurun yang dapat
menyebabkan kehilangan hasil.Usaha budidaya tanaman hortikultura
banyak dilakukan oleh petani/pelaku usaha kecil dengan skala usaha
kecil – sedang. Sebagian besar petani masih menggunakan teknologi
sederhana dan belum banyak yang menerapkan teknologi maju/
modern sehingga mutu produk yang dihasilkan belum bisa memenuhi
standar mutu dan tingkat kehilangan hasil terus meningkat.
e. Pengetahuan petani dan jejaring kerja petani masih rendah
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akibat tingkat pendidikan
yang rendah dapat menyebabkan rendahnya tingkat penerapan
teknologi maju sehingga produktivitas dan mutu produk juga rendah.
Disamping itu pengetahuan dan pemahaman para penyuluh untuk
komoditas hortikultura masih sangat terbatas, karena umumnya
penyuluh yang ada berkeahlian umum (polyvalen). Hal ini semakin
dipersulit dengan banyaknya jenis komoditas hortikultura dan
beragamnya persoalan teknis yang dihadapi masing-masing
komoditas.
f. Kontinuitas pasokan belum stabil
Informasi ketersediaan produk sangat penting dalam menata rantai
produk, saat ini informasi ketersediaan produk di tingkat lapang tidak
tersedia sehingga permintaan produk dari konsumen tidak dapat
segera dipenuhi. Hal ini menyebabkan daya saing produk kita rendah.
Banyak kasus menunjukan bahwa dibutuhkan produk hortikultura
dalam jumlah banyak tetapi produk tidak tersedia, disatu sisi tersedia
produk dalam jumlah banyak tetapi tidak dapat dipasarkan karena
tidak tahu mau di pasarkan kemana.
g. Fokus komoditas di kawasan dataran tinggi, menengah, rendah belum
sesuai
Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan berdasarkan kesesuaian
lahan dalam pengembangan komoditas hortikultura. Namun demikian
pengembangan kawasan hortrikultura belum disesuaikan dengan
tipologi kawasan pengembangan hortikultura, yaitu: berdasarkan
kesesuaian lahan dan persyaratan agroklimat berupa dataran rendah
dan dataran tinggi dengan bentuk lahan datar sampai berbukit dan
tersedia sumber air yang cukup, serta komoditas yang dikembangkan
disesuaikan dengan agropedoklimat setempat. Beberapa hal yang
menjadi kendala dalam fokus komoditas adalah ketidaksesuaian
perencanaan daerah dengan pusat, ketersediaan lahan pengmbangan
kawasan yang terbatas.
h. Gejolak
fl uktuasi harga
Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat
ketidakseimbangan antara kuantitas pasokan dan kuantitas
permintaan yang dibutuhkan konsumen. Peningkatan permintaan
tidak diimbangi dengan penawaran yang cukup sehingga harga
menjadi mahal. Selain itu kondisi iklim yang tidak menentu dan
instabilitas politik mengakibatkan peningkatan harga komoditas
hortikultura.
i. Disparitas harga produk di tingkat petani dan konsumen
Rantai distribusi hasil pertanian yang cukup panjang menyebabkan
keuntungan yang diterima oleh petani tidak sebanding dengan
biaya yang dikeluarkan oleh konsumen akhir. Disamping tata niaga
yang panjang, pemasaran produk hortikultura sering terganggu akibat
pemasaran cenderung bersifat monopoli dan posisi tawar petani
lemah dihadapan pelaku pasar.
j. Hambatan distribusi produk
BAB III
CAPAIAN KINERJA
2005 - 2009
A. Makro Ekonomi
Grafi k 1. Nilai PDB Horti kultura Tahun
2005 – 2009 Berdasarkan Harga Berlaku
(Trilyun Rupiah)
Grafi k 2. Perbandingan Nilai PDB Subsektor
Horti kultura Terhadap Subsektor Lain Tahun
2009 (Berdasarkan Harga Berlaku)
Sumber : Ditjen Horti kultura, 2010 Sumber : Badan Pusat Stati sti k (Pendapatan Nasional Indonesia), 2010
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui
peranan dan kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional
adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi
hortikultura pada pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan
meningkat, baik pada PDB kelompok komoditas maupun keseluruhan PDB
Hortikultura. Pada tahun 2005 PDB Hortikultura sebesar Rp. 61,79 Milyar
naik menjadi Rp.89,057 Milyar pada tahun 2009. Perkembangan Nilai PDB
Hortikultura Nasional sejak tahun 2005 sampai 2009 per kelompok komoditas
2. Tenaga
Kerja
Penyerapan tenaga kerja dalam
usaha agribisnis hortikultura dilakukan
melalui kegiatan sensus pertanian.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian
(SP) terakhir (tahun 2003), diketahui
bahwa jumlah rumah tangga usaha
hortikultura mencapai 8.444.042
rumah tangga. Apabila dibandingkan
dengan kegiatan survey sebelumnya
(tahun 1993), jumlah rumah tangga
usaha hortikultura mengalami
peningkatan sebesar 76,69 %.
Selanjutnya berdasarkan rincian
untuk beberapa komoditas unggulan,
usaha agribisnis hortikultura
didominasi oleh pisang (33,21 %),
rambutan (9,5 %), mangga (9,39%)
dan cabe merah (4,63%).
Penyerapan Tenaga Kerja dalam Usaha
Agribisnis Horti kultura (2003)
Tingkat Pertumbuhan Total Ekspor
Komoditas Horti kultura Pada Tahun 2009
Perkembangan Ekspor Benih Horti kultura
Pada Tahun 2009
8.444.042
(Rumah Tangga)52%
(Volume (Kg) Anggrek57%
(Batang) Krisan17%
(Stek)31%
(Nilai (US$)Pada sektor pertanian, PDB sub sektor hortikultura merupakan bagian dari
Tanaman Bahan Makanan (Tabama) yang didalamnya termasuk sub sektor
tanaman pangan. Gambaran umum antara peranan subsektor hortikultura
terhadap subsektor lain, antara sektor pertanian dan nasional dibandingkan
dengan subsektor lainnya dapat dilihat pada Grafi k 2.
Tabel 1. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Horti kultura Terhadap Subsektor Tahun 2005 – 2009
Berdasarkan Harga Berlaku (Trilyun Rupiah)
Subsektor
Nilai PDB
2005
2006
2007
2008
2009
Hortikultura
61,79
68,64
76,80
84,20
88,33
Tabama selain Hortikultura
129,29
144,89
191,33
263,64
330,63
Perkebunan
57,77
62,69
84,46
82,84
104,04
Peternakan dan Hasil-hasilnya
43,12
51,28
62,10
106,19
112,52
Kehutanan
21,45
30,02
35,73
39,99
44,95
Perikanan
59,63
72,98
96,82
136,44
177,77
Total Pertanian, Kehutaan dan
Perikanan
373,06
430,49
547,24
713,29
858,25
Grafi k 3. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas
Horti kultura Tahun 2005-2009 (US$)
Grafi k 4. Perkembangan Volume Ekspor
Komoditas Horti kultura Tahun 2005-2009 (Kg)
*) Termasuk benih
Sumber : Badan Pusat Stati sti k, Pusdati n diolah
*) Termasuk benih
Sumber : Badan Pusat Stati sti k, Pusdati n diolah
3. Neraca
Perdagangan
Perkembangan neraca perdagangan komoditi hortikultura pada tahun
2005-2008 cenderung mengalami penurunan, baik dilihat dari volume maupun
nilai ekspor. Volume ekspor hortikultura tahun 2005 sebesar 451.804.544
kg, menurun menjadi 296.478.733 kg pada tahun 2008. Kinerja ekspor
yang terus menurun tersebut, segera diantisipasi oleh Direktorat Jenderal
Hortikultura bersama instansi terkait, untuk melakukan serangkaian
langkah-langkah terobosan untuk menciptakan dukungan ekspor yang lebih kondusif,
sehingga pada tahun 2009 kinerja ekspor bulan Januari sampai Desember
telah meningkat terhadap kinerja 1 tahun sebelumnya. Perkembangan ekspor
komoditas hortikultura selama 5 tahun disajikan pada Grafi k 3 dan Grafi k 4.
Selain ekspor produk segar juga telah dilakukan ekspor benih beberapa
komoditas seperti Grafi k 5.
Grafi k 7. Perkembangan Volume Ekspor Benih
Horti kultura Tahun 2005-2009
Grafi k 8. Perkembangan Volume Impor Benih
Horti kultura Tahun 2005-2009 (Kg)
Sumber : Badan Pusat Stati sti k , Pusdati n diolah Sumber : Ditjen Horti kultura, 2009
Ekspor benih hortikultura telah dilakukan dari tahun 2005-2009 yang
mencakup 4 komoditas utama. Berdasarkan data ekspor yang diolah dari
BPS dan Surat Ijin Pengeluaran Benih menunjukkan angka yang fl uktuatif
baik dari segi volume maupun nilainya.
Untuk mengetahui neraca perdagangan produk hortikultura maupun
perbenihan dilakukan perbandingan antara ekspor dan impor. Pada periode
yang sama perkembangan impor komoditi hortikultura dari tahun 2005-2009
disajikan pada Grafi k 5 dan Grafi k 6.
Indonesia merupakan net importir untuk produk hortikultura. Beberapa hal
yang mempengaruhi kinerja perdagangan produk hortikultura di luar aspek
budidaya adalah elastisitas demand/permintaan produk, pergeseran preferensi
konsumen, belum adanya pemberlakuan kuota impor, dan pemberlakuan
Free Trade Area.
Grafi k 5. Perkembangan Nilai Impor Komoditas
Horti kultura Tahun 2005-2009
Grafi k 6. Perkembangan Volume Impor
Komoditas Horti kultura Tahun 2005-2009
Perbandingan total neraca perdagangan hortikultura tahun 2005-2009
disajikan pada Grafi k 9 dan Grafi k 10.
Grafi k 9. Perkembangan Total Ekspor
Horti kultura Tahun 2005-2009
Grafi k 10. Perkembangan Total Impor
Horti kultura Tahun 2005-2009
Sumber : Badan Pusat Stati sti k, Pusdati n diolah Sumber : Ditjen Horti kultura, 2009
4. Nilai Tukar Petani (NTP)
NTP sampai saat ini masih merupakan salah satu indikator untuk mengukur
kesejahteraan petani. Oleh karena itu, NTP disebut sebagai salah satu indikator
relatif yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan
cara membandingkan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks
harga yang dibayar petani. Secara rinci NTP hortikultura tahun 2004-2008
dapat dilihat pada Grafi k 11.
NTP sayuran di Jawa masih di bawah 100 namun cenderung meningkat,
sedangkan NTP sayuran di luar Jawa lebih dari 100, yang berarti petani
sudah sejahtera. NTP buah baik di
Jawa maupun luar Jawa lebih dari
100, yang berarti petani buah sudah
sejahtera, namun demikian NTP
buah menunjukkan kecenderungan
menurun. Pada tahun 2008 terjadi
penurunan angka NTP, namun
Grafi k 11. Nilai Tukar Petani Subsektor
Horti kultura
Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Horti kultura Tahun 2005-2009
Produksi komoditas hortikultura menunjukkan
peningkatan pada semua kelompok komoditas
dari tahun 2005 sampai tahun 2009 dengan laju
produktivitas 6%
B. Produksi
1. Produksi Komoditas Hortikultura
Produksi komoditas hortikultura dari tahun 2005 sampai 2009 menunjukkan
kecenderungan peningkatan pada semua kelompok komoditas. Produksi
buah sebagai contoh tahun 2005 sebesar 14.786.599 Ton meningkat
menjadi 18.300.332 Ton di tahun 2009. Produksi sayur naik dari 9.101.987
Ton pada tahun 2005 menjadi 10.628.285 Ton. Peningkatan produksi
buah dan sayur bertujuan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
dan permintaan konsumen yang terjadi sebagai akibat pertambahan
penduduk, peningkatan kesejahteraan, peningkatan kesadaran penduduk
akan manfaat buah dan sayur bagi kesehatan dan serangkaian promosi
yang dilakukan secara terus menerus.
Produksi tanaman obat naik dari 342.388.877 kg tahun 2005 menjadi
472.863.015 kg tahun 2009, yang ditujukan untuk konsumsi segar maupun
sebagai bahan baku industri. Produksi fl orikultura juga menunjukkan
kecenderungan peningkatan; fl uktuasi produksi yang terjadi pada tiap
komoditas utama fl orikultura disebabkan karena tendensi perubahan
preferensi konsumen seperti halnya yang terjadi pada mode/fashion.
No Komoditas Produksi 2005 2006 2007 2008 2009 1. Buah-buahan (Ton) 14.786.599 16.171.130 17.116.622 18.027.889 18.300.332 2. Sayuran (Ton) 9.101.987 9.527.463 9.455.464 10.035.094 10.628.285 3. Tanaman Hias/Florikultura : Bunga Potong (Tgk) 173.240.364 166.645.684 179.374.218 205.564.659 23.531.374 Dracaena (Batang) 1.131.621 905.039 2.041.962 1.863.764 2.262.505 Melati (Kg) 22.552.537 24.795.996 15.775.751 20.388.119 28.307.326 Palem (Pohon) 751.505 986.340 1.171.768 1.149.420 1.260.408 4. Tanaman Biofarmaka /
Tanaman Obat (Rimpang) (kg)
Pelepasan varietas hortikultura
oleh Menteri Pertanian pada tahun 2004 sampai
2009 sebanyak 935 varietas dan 84 jenis
tanaman hortikultura
2.
Pengembangan Perbenihan
a. Pengembangan Varietas Hortikultura
Dalam rangka penyediaan varietas unggul hortikultura, setiap tahun
pemerintah melakukan pelepasan varietas. Sejak tahun 2004 sampai
dengan tahun 2009 jumlah varietas hortikultura yang telah dilepas
oleh Menteri Pertanian sebanyak 935 varietas dari 84 jenis tanaman
hortikultura.
Varietas hortikultura (buah, sayur, tanaman fl orikultura dan tanaman
obat) yang dilepas berasal dari varietas lokal, hasil pemuliaan dalam
negeri, dan introduksi hasil pemuliaan varietas dari luar negeri. Pelepasan
varietas tanaman buah didominasi oleh varietas lokal, pelepasan varietas
tanaman sayur didominasi oleh hasil pemuliaan dari dalam negeri dan
introduksi hasil pemuliaan dari luar negeri, pelepasan varietas fl orikultura
didominasi oleh hasil pemuliaan dalam negeri, sedangkan pelepasan
varietas tanaman tanaman obat didominasi oleh varietas lokal.
Grafi k 13. Jumlah Varietas Horti kultura yang
Telah Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada
Tahun 2005-2009
Grafi k 12. Jumlah Jenis Tanaman Horti kultura
dari Varietas yang Telah Dilepas Oleh Menteri
Pertanian Pada Tahun 2005-2009
Katersediaan Benih Bermutu Benih Buah
28,2%
Benih Tanaman Hias6,5%
Benih Sayuran bentuk Umbi6,04%
Benih Sayuran bentuk Biji51,9%
Benih Tanaman Biofarmaka1,7%
b. Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Unggul Bermutu
Ketersediaan benih bermutu untuk komoditas hortikultura belum dapat
mencukupi kebutuhan di lapangan, namun cenderung terus meningkat.
Sejak tahun 2005 – 2009 rata-rata ketersediaan benih bermutu tanaman
buah tahunan baru mencapai 28,2%, benih fl orikultura sebesar 6,5%,
benih tanaman sayuran bentuk umbi 6,04%, benih tanaman sayuran
bentuk biji 51,9%, dan benih tanaman biofarmaka obat sebesar 1,7%.
Secara rinci data kebutuhan dan ketersediaan benih hortikultura bermutu
dapat dilihat pada tabel 2.
Selama ini kebutuhan benih untuk pengembangan usaha agribisnis
dipenuhi dari produksi dalam negeri dan pemasukan benih dari luar
negeri. Pemasukan benih dari luar negeri dilakukan karena produksi benih
dalam negeri belum mencukupi kebutuhan, keterbatasan ketersediaan
varietas atau yang benihnya tidak dapat atau belum dapat diproduksi di
dalam negeri
20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 Ke but uh an Ke te rse -dia an Ke but uh an Ke te rse -dia an Ke but uh an Ke te rse - dia an Ke but uh an Ke te rse - dia an Ke but uh an Ke te rse - dia an
60.404
11.311
78.136
12.769
103.414
15.125
39.265
18.802
57.675
25.108
-1
8,
70%
-1
6,
30%
-14,60
%
-47,90
%
-43,53
%
330.261
14.918
417.229
25.897
438.091
27.790
459.995
35.623
482.995
39.002
-4,5
0%
-6,2
0%
-6,3
0%
-7,7
0%
-8,0
7%
217.601
6.558
219.038
10.274
220.474
17.203
221.927
26.588
223.395
40.891
-3
,0
%
-4
,7
0%
-7
,8
0%
-1
2.0
%
-18,
3%
5.132
1.096
5.251
1.311
5.369
1.175
5.492
3.300
5.620
3.776
-2
1,
40%
-2
5%
-21,90
%
-60,10
%
-67,
2%
30.085
442
29.524
522
30.094
535
30.697
559
31.310
561
-1
,5
0%
-1
,8
0%
-1
,8
0%
-1
,8
0%
1,79%
Tabel 3. K
ebutuhan dan K
et
er
sediaan Benih
Hor
ti
kultur
a Bermutu t
ahun 2005-2009
: mang ga, r ambutan, durian, jeruk, mang
gis, pisang
: ang
gr
ek, gladiol, krisan, ma
w ar , mela ti , sedap malam : k en tang , ba w ang mer ah : c abe, k ac ang panjang , t oma t, buncis, k angk ung , k ol/k ubis, men ti mun, w ort el, pe tsai/ sa wi. : jahe, lengk uas, k encur , k u n yit, lempuy ang , t emula w ak
BBH
BPSB
LSSM Perbenihan
Penyedia Benih Horti kultura
Importi r & Eksporti r Benih
• Penyediaan benih sumber
• Percepatan penyediaan benih
sebar
• Pengawasan mutu benih tanaman mulai dari produksi, peredaran • Pengawasan mutu benih yang
beredar
• Memberikan serti fi kat serti fi kasi sistem mutu ke perusahaan benih swasta
• Pengusaha menengah ke atas • Penangkar benih
• Selain memasukkan benih impor ke Indoenesia juga sebagai produsen benih di Indonesia
Kelembagaan Perbenihan Hortikultura Indonesia
c. Pengembangan Kelembagaan Perbenihan Hortikultura
1) Balai Benih Hortikultura (BBH)
BBH sebelum otonomi daerah merupakan instalasi kebun dinas dan
setelah otonomi daerah ditingkatkan menjadi UPTD Pemerintah
Propinsi. Saat ini BBH berjumlah 32 unit yang terdapat di 32 propinsi
dan berperan dalam penyediaan benih sumber (Benih Dasar dan
Benih Pokok) serta membantu percepatan dalam penyediaan
Benih Sebar. Propinsi yang baru (sebagai contoh Papua Barat)
sudah mendirikan BBH namun tugas dan fungsinya belum optimal.
Umumnya BBH tersebut memproduksi benih budidaya.
BBH yang banyak memproduksi benih buah-buahan, antara lain BBH
Pendem dan Salaman (PropinsiTengah), BBH Pohjentrek (Propinsi
Jawa Timur), BBH Pasir Banteng, Kasugengan (Propinsi Jawa Barat),
BBH Anjungan (Propinsi Kalimantan Barat), BBH Sungkai (Propinsi
Kalimantan Selatan) BBH Lubuk Minturun (Propinsi Sumatera Barat),
BBH Sei Tiga (Propinsi Jambi), BBH Luwus (Propinsi Bali), BBH
Bonto-Bonto (Propinsi Sulawesi Selatan), BBH Pekalongan (Propinsi
Lampung), BBH Narmada dan Sedau (Propinsi NTB), BBH Amoito
(Sulawesi Tenggara). Sedangkan BBH yang banyak memproduksi
benih tanaman sayuran diantaranya adalah BBH Ngipiksari (Propinsi
DI Yogyakarta), BBH Mondoinding (Propinsi Sulawesi Utara), Balai
Pengembangan Kentang (Propinsi Jawa Barat), BB Keledung
(Propinsi Jawa Tengah).
Untuk BBH yang banyak memproduksi benih fl orikultura diantaranya
adalah BBH Gedungjohor (Propinsi Sumatera Utara), Kebun Benih
Margahayu (Propinsi Jawa Barat), BBH Kairagi (Propinsi Sulawesi
Utara), BBH Guntung Payung (Kalimantan Selatan), BBH Lebak Bulus
(Propinsi DKI Jakarta), Kebun Benih Claket, Kebun Benih Sidomulyo
(Propinsi Jawa Timur).
Dalam upaya meningkatkan peran BBH telah diterbitkan Keputusan
Menteri Pertanian No. 347/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Balai
Benih Hortikultura dan Tanaman Hortikultura.
2) Balai Pengawasan dan Sertifi kasi Benih (BPSB)
Balai Pengawasan dan Sertifi kasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH) adalah instansi pemerintah yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi pengawasan mutu benih tanaman, mulai dari
proses produksi melalui sistem sertifi kasi sampai benih siap diedarkan
serta pengawasan mutu benih terhadap benih-benih yang beredar.
BPSBTPH berkedudukan di tiap propinsi. Sampai dengan tahun
2009, BPSBTPH sudah terdapat di 32 propinsi. Propinsi yang belum
memiliki instansi/bagian yang menangani sertifi kasi dan pengawasan
peredaran benih adalah Kepulauan Riau.
BPSBTPH sebagai UPTD daerah, kedudukannya sangat beragam
tergantung dari unit pertanian Pemerintah Daerah bersangkutan.
Namun demikian tugas dan fungsi keduanya sebagian besar masih
sama dengan kondisi sebelum berlakunya Undang-Undang Otonomi
Daerah. Laboratorium yang sudah terakreditasi adalah Provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa
Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Balai
Besar Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.
Sedangkan yang sedang dalam proses akreditasi adalah BPSBTPH
Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara. Baai Besar
Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
sudah menjadi anggota ISTA dan pada saat ini sedang dalam proses
akreditasi ISTA.
Sampai tahun 2010 perusahaan perbenihan hortikultura yang telah
memperoleh sertifi kat sertifi kasi sistem mutu adalah : PT. East West,
PT. Agri Makmur Pertiwi dan PT. BISI, PT. Dupont, PT. Jagung Hibrida
Sulawesi (JHS), PT. Sang Hyang Sri (SHS), PT. Benih Citra Asia
(BCA) dan PT. Branita Sandhini. PT. BCA dan PT. Agri Makmur Pertiwi
mendapatkan sertifi kat awal di tahun 2010 sedang untuk Balai Besar
Padi Sukamandi saat ini sedang dalam proses sertifi kasi. Dengan
sertifi kat sistem mutu ini perusahaan-perusahaan tersebut dapat
melakukan pengawasan produksi benih, menguji dan mencantumkan
label sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Kegiatan tersebut sebelumnya dilaksanakan oleh BPSBTPH. Namun
demikian BPSBTPH tetap berperan dalam pengawasan peredaran
benih yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Selain
itu juga telah dilaksanakan sosialisasi manfaat penerapan Sistem
Manajemen Mutu (SMM) dalam produksi benih. Pada umumnya
produsen menyambut baik tentang penerapan SMM. Produsen yang
saat ini sedang mengajukan permohonan penerapan SMM adalah
PT. Sari Benih Unggul, PT. Duta Sentana Agro, dan PT. Tunas Agro
Persada. Peningkatan kompetensi personil telah dilaksanakan untuk
calon auditor ISO 9001 (4 orang), Pemahaman ISO 9001 (2 Orang)
dan Pemahaman ISO 17201 (2 orang).
4) Penyedia Benih Hortikultura
Industri Benih Hortikultura mulai tumbuh dan berkembang, baik
melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN); Modal Patungan;
modal sendiri maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Pengusaha
menengah keatas mendominasi produksi benih sayuran, buah
semusim dan fl orikultura. Penangkar benih didominasi oleh penangkar
benih buah-buahan, sayuran umbi (kentang dan bawang merah)
dan benih tanaman obat. Penangkar benih juga merupakan mitra
pengusaha, khususnya dalam memproduksi benih sayuran.
5) Importir dan Eksportir Benih
Importir dan eksportir benih dikategorikan sebagai pedagang dan
produsen. Importir pedagang adalah importir yang melakukan impor
dan memasarkan benih impor di Indonesia, sedangkan Importir
produsen adalah pengusaha disamping melakukan impor juga
sebagai produsen benih di Indonesia.
Untuk mendorong berkembangnya industri benih di dalam negeri, telah
diambil kebijakan bahwa importir pedagang harus mengembangkan
perbenihan di dalam negeri sehingga menjadi importir produsen benih.
3. Pengembangan Perlindungan Tanaman Hortikultura
Perlindungan tanaman termasuk pengendalian OPT merupakan bagian
integral dari sistem produksi hortikultura. Peran perlindungan tanaman
dalam mendukung keberhasilan tanaman sangat besar, terutama dalam
mempertahankan produktifi tas melalui upaya penekanan kehilangan hasil
akibat serangan OPT dan meningkatkan kualitas hasil sehingga memiliki daya
saing tinggi dan aman dikonsumsi masyarakat, menciptakan sistem produksi
yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta mendukung pemenuhan
sebagian persyaratan teknis SPS-WTO dalam perdagangan global.
Dalam mendukung sistem produksi, strategi perlindungan hortikultura
dilakukan melalui berbagai upaya dan kegiatan, antara lain melalui
peningkatan subsistem pengamatan/peramalan, subsistem pengendalian,
subsistem penerapan teknologi pengendalian, subsistem penyediaan sarana
perlindungan dan subsistem pemberdayaan pelaku perlitanaman serta
subsistem pemenuhan teknis dalam perdagangan internasional.
perangkap (lalat buah), pengolesan bubur bordo/bubur kalifarma (jeruk,
mangga), pengaturan irigasi (getah kuning manggis, dll). Sementara
kecenderungan fl uktuasi serangan OPT sayuran juga disebabkan oleh
fl uktuasinya luas dan lokasi penanaman komoditas sayuran, yang agak
menyulitkan pembinaan dan penerapan teknologi pengendaliannya.
Sementara itu, kecenderungan peningkatan serangan OPT pada
fl orikultura dan tanaman obat antara lain disebabkan : sangat terbatasnya
informasi teknis OPT dan pengendalian yang dikuasainya, meningkatnya
frekuensi pelaporan dari daerah (yang selama ini kurang mendapatkan
perhatian dan meningkatnya pemahaman petugas tentang OPT) dan
perkembangan luas tanam di berbagai daerah.
No Komoditas Luas Serangan OPT (Ha)
Th. 2005 Th. 2006 Th. 2007 Th. 2008 Th. 2009* A. Buah-buahan 1. Jeruk 5.324,6 5.874,1 2.853,7 2.017 980,315 2. Mangga 9.718,3 12.059,0 6.694,8 4.444 755,390 3. Pisang 6.808,6 5.809,0 8.895,7 2.592 1424,161 4. Manggis 44,1 22,7 91,5 48 21,970 5. Durian 406,3 171,8 272,7 236 45,280 Total 22.301,9 23.936,6 18.808,4 9.337,3 3227,116 B. Sayuran 1. Cabai 18.520,4 18.375,4 24.221,5 26.562,5 7.909,3 2. Bawang Merah 6.597,1 9.219,6 7.469,3 6.144,7 4.552,6 3. Kubis 8.837,1 7.204,4 7.391,5 8.046,7 2.546,9 4. Kentang 5.840,7 5.762,2 6.112,2 6.508,1 2.473,0 5. Tomat 4.202,8 40.275,5 5.280,7 5.432,0 2.085,9 Total 43.998,1 80.837,1 50.475,2 52.694,0 19.567,7 C. Tanaman Florikultura 1. Anggrek 0,0 0,0 0,0 0,1 5,7 2. Sicas 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 3. Krisan 109,9 278,9 70,6 141,2 6.435 4. Melati 0,1 0,2 0,1 0,2 0,4 Total 110,1 279,2 70,8 141,6 6.441,1 D. Tanaman Obat 1. Jahe 87,3 864,4 117,9 192,0 218 2. Kencur 194,2 140,3 7,4 26,4 23 3. Kunyit 8,4 5,1 24,2 21 15,5 4. Lidah Buaya 15,5 14,6 3,0 5,2 9,1 Total 305,4 1.024,4 152,4 244,6 265,6
b) Pemenuhan Persyaratan Teknis Perdagangan
Di bidang persyaratan teknis ekspor-impor, telah ditetapkan ketentuan yang
diatur dalam perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS). Ketentuan SPS
merupakan dasar dalam pemenuhan persyaratan internasional dengan
memperhatikan justifi kasi ilmiah, dan merujuk pada standar, pedoman/
rekomendasi teknis yang ada dengan perangkat kelembagaannya. Saat
ini, terdapat 3 (tiga) lembaga/organisasi internasional yang menjadi
rujukan dalam setiap pengembangan/penyusunan tindakan SPS, yaitu: (1)
Codex Alimentarius Commission (CAC); (2) International Plant Protection
Convention (IPPC), dan (3) Offi ce International des Epizooties (OIE) atau
World Organization for Animal (WOAH). Ketiganya dikenal dengan istilah
Three Sisters dalam SPS.
Dua standar dan ketentuan terkait IPPC dan CAC, menjadi pedoman
dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman, terutama terkait
dengan standar ISPM yang mengatur keberadaan OPT pada produk yang
akan diekspor ataupun diimpor, serta standar CAC terkait dengan mutu
produk dari cemaran residu pestisida. Ke dua standar teknis tersebut
menjadi perhatian yang besar dari Direktorat Perlindungan Tanaman
Hortikultura untuk memperkuat daya saing produk.
Sampai dengan tahun 2009 telah dihasilkan 15 komoditas yang disediakan
pestlistnya yaitu untuk komoditas mangga, salak, manggis, strawberry,
sirsak, raplis, temulawak, kentang, paprika, anggrek, pisang, tomat, kubis,
bawang merah, dan cabai. 3 (tiga) komoditas diantaranya yaitu salak,
manggis dan mangga merupakan komoditas unggulan ekspor. Salak saat
ini telah berhasil diekspor ke Cina.
c) Penyelenggaraan Sekolah lapang
Untuk mengatasi kecenderungan meningkatnya luas serangan OPT
pada pengembangan agribisnis hortikultura tersebut, Ditjen Hortikultura
telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Daerah (propinsi/kabupaten/
kota) agar melakukan bimbingan teknis melalui kegiatan sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SLPHT). Kegiatan pelatihan/magang SLPHT
ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
Pelaksanaan SLPHT hortikultura tahun 2007 merupakan tahun PHT,
dimana telah dilaksanakan kegiatan SLPHT di 31 provinsi, yaitu sebanyak
380 unit, terdiri dari 287 unit bersumber dari APBN dekonsentrasi dan 93
unit dilaksanakan oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian. Jumlah
tersebut belum termasuk pelaksanaan SLPHT bersumber dana APBD
Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan swadaya masyarakat.
Khusus pada tahun 2008 telah dilaksanakan 366 unit penerapan PHT,
terdiri dari 193 unit di berbagai sentra produksi hortikultura melalui
pemasyarakatan PHT (dengan pola SLPHT), yaitu dengan dana
dekonsentrasi kepada UPTD BPTPH, dan 173 unit kelompok SLPHT
dalam rangka pengendalian OPT hortikultura di 11 provinsi yang mencakup
42 kabupaten/kota dengan dana Tugas Pembantuan kepada kabupaten/
kota. Di samping itu, pada tahun 2008 juga telah berkembang penerapan
PHT dengan pola SLPHT dalam rangka penerapan GAP/SOP pada
berbagai komoditas hortikultura. Jajaran perlindungan tanaman di daerah
(UPTD BPTPH) saat ini berperan aktif dalam mensosialisasikan dan
memasyarakatkan PHT dan penerapan GAP/SOP budidaya hortikultura.
Pada tahun 2009, dengan dana APBN Pusat, pemasyarakatan PHT
melalui pola SLPHT telah dilaksanakan sebanyak 415 unit, terdiri dari
254 unit SLPHT di 29 Provinsi pada 32 komoditas dan 161 unit SLPHT
di Kabupaten/Kota pada 21 komoditas hortikultura dengan dana Tugas
Pembantuan.
d) Kelompok Pengguna Agen Hayati
Di bidang perlindungan tanaman, peran kelompok-kelompok alumni
SLPHT dan kelompok pengguna/penerap teknologi ramah lingkungan
(menggunakan agens hayati dan biopestisida) yang tidak berdampak
negatif bagi lingkungan, hewan, dan manusia. Disamping itu memiliki 3
keuntungan, bila dibandingkan dengan teknik pengendalian lain terutama
pestisida, yaitu : permanen, aman dan ekonomis. Peran
kelompok-kelompok tersebut sangat penting dalam penanggulangan OPT.
Kelompok-kelompok tani pengguna agens hayati yang telah terbentuk
antara lain : Sumatera Barat ; POS IPAH (Pos Informasi Pelayanan Agens
Hayati) 73 kelompok, Jatim; PPAH (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 210
kelompok, Jawa Tengah ; PUSPAHATI (Pusat Pelayanan Agens Hayati)
99 kelompok, dan Jambi ; POS IPAH 10 kelompok, dan provinsi lain yaitu
Provinsi Sumsel 12 kelompok, Kaltim 3 kelompok, Sumut 4 kelompok,
Bali 2 kelompok, Banten 1 kelompok, Bengkulu 6 kelompok dan DIY 36
kelompok, Sulut 3 kelompok, NTB 7 kelompok, NAD 27 kelompok, Jabar
4 kelompok, Lampung 12 kelompok, Gorontalo 15 kelompok, dan Maluku
3 kelompok, dengan total sebanyak 527 kelompok.
e) Penguatan Laboratorium Hama Penyakit dan Laboratorium Pestisida
Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP) dan Laboratorium
Pestisida yang berada dibawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) berperan
penting dalam pengembangan penerapan perlindungan tanaman
hortikultura. Dalam tahun 2009 telah diberikan pelatihan-pelatihan teknis
kepada petugas-petugas dari 18 lab PHP di 12 propinsi dan BP Post
Jatisari tentang pemenuhan persyaratan teknis SPS-WTO. Latihan-latihan
tersebut berupa latihan teknis mengacu pada International Standard for
Phytosanitary Measures (ISPM) yaitu tentang surveillance, identifi kasi,
pembuatan koleksi referensi, yang merupakan bahan untuk pengasaman
pest list. Selain pelatihan teknis juga diberikan bantuan kelengkepan
peralatan laboratorium antara lain mokroskop untuk identifi kasi.
Lokasi lab PHP yang menerima bantuan adalah di Sumatera Utara (1
lab), Sumatera Barat (1 lab), Riau (1 lab), Lampung (1 lab), DKI Jakarta
(1 lab), Jawa Barat (3 lab), Jawa Tengah (3 lab), DI Yogyakarta (1 lab),
Jawa Timur 1 (3 lab), Nusa Tenggara Barat (1 lab), Bali (1 lab), Kalimantan
Barat (1 lab).
Dalam tahun 2009, juga telah dibantu kelengkapan peralatan laboratorium
pestisida di 2 laboratorium dan 1 laboratorium di tingkat pusat. Peralatan
tersebut antara lain alat analisis residu pestisida dan kelengkapannya,
untuk meningkatkan kemampuan laboratorium dalam menganalisis
residu pestisida yang terdapat dalam produk hortikultura. Selain
kelengkapan peralatan juga diberikan pelatihan teknis bagi para analis
untuk mengoperasikan peralatan tersebut. Laboratorium pestisida yang
menerima peralatan tersebut adalah laboratorium pestisida di Maros
dengan laboratorium pestisida di Surabaya.
f) Pemantauan Residu Pestisida
(Batas Maksimum Residu) yang ditetapkan. Hasil analisis residu produk
buah, tidak terdektesi residunya rata-rata 64,1%, terdeteksi > BMR =
0%, dan terdeteksi < BMR rata-rata 35,9% serta produk sayuran, tidak
terdektesi residunya rata-rata sebesar 72,25%, terdeteksi > BMR = 0%,
dan terdeteksi < BMR = 27,75%
Hasil pematauan residu pestisida pada produk buah dan sayur pada tahun
2009 menunjukkan hasil yang relatif sama, sebagian besar residu aman
dikonsumsi. Pada produk buah-buahan telah dianalisis 4 komoditas (apel,
mangga, anggur, markisa) dan sayuran 7 komoditas (cabe merah, sawi,
hijau, bawang merah, tomat, kentang, paprika, caisim).
Tabel 5. Hasil Analisa Residu Pesti sida Tahun 2004-2009 Pada Buah dan Sayuran
No Tahun Jml Analisa
Terdeteksi Tidak Terdeteksi ¾ BMR < BMR
Buah Sampel Sampel Sampel % Sampel %
1 2004 48 0 13 27,08 35 72,92 2 2005 15 0 7 46,67 8 53,33 3 2006 51 0 12 23,53 39 76,47 4 2007 45 0 17 37,78 28 62,22 5 2008 36 0 16 44,44 20 55,56 Rerata 39,0 0 35,9 64,1 6 2009 45 0 22 48,89 23 52,11 No Tahun Jml Analisa
Terdeteksi Tidak Terdeteksi ¾ BMR < BMR
Sayuran Sampel Sampel Sampel % Sampel %
1 2004 51 0 4 7,84 47 92,16 2 2005 34 0 6 17,65 28 82,35 3 2006 50 0 20 40 30 60 4 2007 33 0 9 27,27 24 72,73 5 2008 50 0 23 46 27 54 Rerata 39,0 27,75 72,75 6 2009 50 0 27 58 21 42
4. Pengembangan
Kelembagaan
Dalam rangka pengembangan hortikultura, peran kelembagaan usaha sangat
penting untuk diperhatikan. Jumlah kelembagaan yang berperan dalam
pengembangan sayuran dan tanaman obat sebanyak 301 dengan rincian
sebagai berikut : Champion sayuran sebesar 219, Asosiasi sayuran sebanyak
20 dan eksportir sebanyak 24, sedangkan untuk Champion tanaman obat
sebesar 25, Asosiasi tanaman obat sebanyak 4 dan eksportir tanaman obat
sebanyak 9. Jumlah kelembagaan yang berperan dalam pengembangan
tanaman buah dengan rincian sebagai berikut : kelompok tani sebesar 95,
kemitraan sebesar 10, champion sebesar 18 dan asosiasi sebesar 7. Jumlah
kelembagaan yang berperan dalam pengembangan fl orikultura sebanyak 74
dengan rincian sebagai berikut : champion sebesar 34, Asosiasi sebesar 20
dan eksportir 20.
Buah dan sayur yang tersedia tersebut tidak seluruhnya dikonsumsi oleh
masyarakat (dalam bentuk segar), tetapi sebagian diekspor, dan juga
digunakan oleh industri sebagai bahan baku, mengalami kehilangan pada
berbagai tahap penanganan panen, pasca panen dan pemasaran. Data
mengenai ketersediaan buah dan sayur pada tahun 2005 - 2009 dapat dilihat
pada Grafi k 14 dan Grafi k 15.
Ketersediaan buah dan sayur selama tahun 2005 sampai dengan 2009
meningkat secara konsisten. Ketersediaan buah-buahan meningkat dari
64,67 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 77,03 kg/kapita/tahun pada
tahun 2009. Ketersediaan sayuran meningkat dari 39,30 kg/kapita/tahun pada
tahun 2005 menjadi 42,62 kg/kapita/tahun pada tahun 2009. Konsumsi buah
dan sayur tahun 2005-2009 menunjukkan peningkatan yang konsisten, yaitu
dari 60,50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 73,25 kg/kapita/tahun
pada tahun 2009.
Grafi k 14. Ketersediaan dan Konsumsi Buah
Pada Tahun 2005-2009 (Kg/Kapita/Tahun)
Grafi k 15. Ketersediaan dan Konsumsi Sayur
Pada Tahun 2005-2009 (Kg/Kapita/Tahun)
Sumber : Badan Pusat Stati sti k, 2008 Keterangan : 2009 Angka Sementara
Sumber : Badan Pusat Stati sti k, 2008 Keterangan : 2009 Angka Sementara
BAB IV
VISI, MISI DAN
TUJUAN
V I S I
Pembangunan hortikultura sebagai bagian dari pembangunan pertanian
harus menjabarkan secara operasional komitmen tersebut yang diarahkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani serta memberi
kontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional.
Dengan memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan dinamika
lingkungan strategis, maka visi pembangunan Hortikultura tahun 2010 –
2014 adalah :
Terwujudnya sistem produksi dan distribusi hortikultura industrial
yang efi sien, berdaya saing dan berkelanjutan serta menghasilkan
produk yang bermutu dan aman konsumsi untuk mencukupi
kebutuhan dalam negeri dan ekspor
M I S I
Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, Direktorat Jenderal
Hortikultura mengemban misi yang harus dilaksanakan yaitu :
1. Mewujudkan pengembangan kawasan hortikultura yang
berkelanjutan, efi sien, berbasis IPTEK dan sumber daya lokal serta
berwawasan lingkungan melalui pendekatan agribisnis.
2. Mewujudkan ketersediaan sarana produksi secara tepat
3. Meningkatkan penerapan teknik budidaya dan pasca panen yang
baik dan ramah lingkungan
4. Menjadikan sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaan yang
professional
5. Mewujudkan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan
pangan segar asal hortikultura
6. Mendorong terciptanya kebijakan dan regulasi untuk pengembangan
agribisnis hortikultura serta meningkatnya investasi hortikultura
7. Mendorong tersedianya infrastruktur kawasan dan sistem distribusi
hortikultura
8. Mendorong terbinanya sistem penyuluhan, sistem informasi
teknologi, pembiayaan dan pelayanan lainnya
9. Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan
komoditas hortikultura yang transparan, jujur dan berkeadilan
T U J U A N
Tujuan pengembangan hortikultura tahun 2010-2014 adalah :
1. Meningkatkan sistem produksi hortikultura yang ramah lingkungan
2. Meningkatkan ketersediaan produk hortikultura bermutu dan aman
konsumsi
3. Meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar domestik
maupun internasional
Selama lima tahun ke depan (2010-2014) Kementerian Pertanian
mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu : 1) pencapaian swasembada
dan swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan,
3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, 4) peningkatan
kesejahteraan petani.
Mengacu pada target utama tersebut, maka target utama yang akan dicapai
Direktorat Jenderal Hortikultura adalah peningkatan produksi, produktivitas dan
mutu produk hortikultura dalam rangka mendukung peningkatan diversifi kasi
pangan; peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; serta peningkatan
kesejahteraan petani.
Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai
nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Mengacu pada SK Menteri
Pertanian No. 511/Kpts/PD 310/9/2006, komoditas binaan Direktorat Jenderal
Hortikultura mencakup 323 jenis komoditas, yang terdiri dari 60 jenis komoditas
buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas tanaman obat
dan 117 jenis komoditas fl orikultura. Hingga saat ini pengolahan data statistik
baru menangani 90 jenis komoditas yaitu 26 komoditas buah, 25 komoditas
sayuran, 24 komoditas fl orikultura dan 15 komoditas tanaman obat.
Berdasarkan karakteristik masing-masing komoditas maka perlu dilakukan
pengelompokan jenis komoditas yaitu :
BAB V
TARGET UTAMA DAN
SASARAN STRATEGIS
A. Target Utama
Grafi k 16. Kelompok Jenis Komoditas Horti kultura
a. Buah Tahunan Pohon dan perdu: alpukat, duku, durian, jambu air, mangga,
manggis, nangka, jeruk siam, jeruk besar, belimbing, salak, sirsak, apel,
jambu biji
b. Buah Semusim dan Merambat : markisa, anggur, melon, semangka,
blewah, stroberi
c. Buah Terna : nenas, pepaya, pisang
d. Sayuran Umbi : bawang merah, bawang putih, kentang, wortel
e. Sayuran Daun: bawang daun, kol/kubis, petsai/sawi, kembang kol,
kangkung, bayam
f. Sayuran Buah: cabe besar, cabe rawit, kacang merah, paprika, tomat,
terung, buncis, ketimun, labu siam, kacang panjang, melinjo, petai, jengkol
g. Jamur
h. Florikultura Bunga/Daun Potong : anggrek, anthurium bunga, anyelir,
gerbera, gladiol, heliconia, krisan, mawar, sedap malam, dracaena,
phylodendron, monstera, cordyline, anthurium daun, pakis, palem
i. Florikultura Pot dan Taman : palem, aglonema, euphorbia, adenium
(kamboja jepang), soka (ixora), defenbacia, sansieviera, calladium
j. Florikultura Tabur : melati
k. Tanaman Obat Rimpang : temulawak, jahe, lengkuas, kencur, kunyit,
lempuyang, temuireng, temukunci, dringo
l. Tanaman Obat Non rimpang : kapulaga, mengkudu/pace, mahkota dewa,
kejibeling, sambiloto, lidah buaya
Grafi k 17. Sasaran Produksi Komoditas Horti kultura Tahun 2010-2014
Sasaran produksi komoditas hortikultura unggulan tahun 2010 – 2014 sesuai
Renstra Kementerian Pertanian, disajikan pada Grafi k 17.
Sasaran produksi masing-masing komoditas yang telah dimasukkan dalam
data statistik hortikultura disajikan pada Lampiran 2 - 5.
Keterangan: *) satuan dalam ribu ton
Keragaman jenis komoditas hortikultura yang begitu besar dan nilai ekonomis
yang tinggi menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memilah prioritas
komoditas yang akan dikembangkan, karena hal tersebut sangat terkait
dengan kekuatan pasar serta prioritas kebijakan di pusat dan daerah.
Berdasarkan hal tersebut ditetapkan komoditas utama hortikultura nasional
sebagai berikut : Cabe, Bawang Merah, Kentang, Mangga, Manggis, Jeruk,
Salak, Jambu biji kristal, Anggrek dan Krisan.
Disamping komoditas unggulan tersebut, juga dikembangkan komoditas
penyangga dengan karakteristik sebagai berikut : menyangga kebutuhan
sepanjang waktu/musim, merupakan komoditas substitusi impor, memiliki
produktivitas rendah, memiliki areal terpencar dan skala usaha kecil, memiliki
varietas tidak seragam dan asalan, spesifi k pada agroekologi tertentu.
Komoditas penyangga diantaranya adalah pisang, melon, semangka, durian,
pepaya, wortel, bawang putih, leather leaf, sedap malam, raphis, heliconia,
melati, jahe, temulawak dan lain-lain.
Komoditas lainnya adalah kelompok komoditas rintisan yang memiliki
karakteristik varietas unggul dan unik, optimasi pemanfaatan lahan/ruang,
potensi pemintaan cenderung meningkat, usulan komoditas unggulan daerah
untuk menjadi komoditas unggulan nasional. Beberapa komoditas yang
termasuk sebagai komoditas rintisan adalah: srikaya jumbo, duku, jambu air
dalhari, dan lain-lain.
B. Sasaran Strategis
Target Produksi Horti kultura 2010 dan 2014
2010 2014
Total Buah (ton) 15.490.373 20.629.300 Total Sayuran (ton) 10.706.386 12.625.600 Total Tanaman Obat 418.683.635 498.200 Anggrek (Tangkai) 14.050.445 15.912.215 Krisan (Tangkai) 185.232.970 197.429.935 Tan. Florikultura
Bunga dan Daun lainnya (tangkai)
198.217.045 233.786.499
Tan. Pot dan Tan. Taman (pohon)
14.561.604 16.958.842 Tan. Bunga Tabur
(melati ) (kg)
21.600.442 26.544.647
Dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan hortikultura maka
sasaran strategis tahun 2010-2014
adalah meningkatnya produksi,
produktivitas dan mutu produk tanaman
hortikultura yang aman konsumsi,
berdaya saing dan berkelanjutan
dengan indikator sebagai berikut :
1. Produksi
Hortikultura
Adapun target produksi hortikultura tahun 2010-2014 secara rinci dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Target Produksi Horti kultura Tahun 2010-2014
INDIKATOR TARGET 2010 2011 2012 2013 2014 1. Produksi Hortikultura a. Buah 1) Jeruk (ton) 2.028.904 2.116.089 2.138.688 2.244.162 2.362.991 2) Mangga (ton) 1.287.287 1.842.036 2.351.473 2.467.440 2.598.092 3) Manggis (ton) 84.538 97.487 102.361 107.409 113.096 4) Durian (ton) 492.139 567.519 766.150 803.935 846.503
INDIKATOR
TARGET
2010 2011 2012 2013 2014
b. Sayuran
1) Cabe (ton) 1.328.864 1.375.400 1.423.500 1.473.300 1.524.800
2) Bawang Merah (ton) 1.048.934 1.084.600 1.122.000 1.161.300 1.201.900
3) Kentang (ton) 1.060.805 1.092.600 1.128.100 1.167.600 1.211.400
4) Jamur (ton) 61.376 64.100 67.100 70.300 73.800
5) Sayuran Umbi lainnya (ton) 448.503 469.900 494.600 523.400 557.400
6) Sayuran Daun (ton) 3.114.606 3.211.100 3.313.100 3.420.900 3.535.000
7) Sayuran Buah lainnya (ton) 3.643.298 3.835.500 4.043.500 4.270.800 4.521.300
Total Sayuran (ton) 10.706.386 11.133.200 11.591.900 12.087.600 12.625.600
c. Tanaman Obat
1) Temulawak (ton) 26.671.149 27.738 .000 28.903.000 30.218.100 31.729.000
2) Tanaman Obat Rimpang lainnya (ton) 324.483.800 337.463.300 351.636.900 367.636 .400 386.018 .300
3) Tanaman Obat Non Rimpang (ton) 67.528.686 70.486.800 73.624.800 76.945.800 80.461.600
Total Tanaman Obat (ton) 418.683.635 435.688.100 454.164.700 474.800.300 498.208.900
d. Tanaman Florikultura
1) Anggrek (Tangkai) 14.050.445 14.497.344 14.953.850 15.425.305 15.912.215
2) Krisan (Tangkai) 185.232.970 188.101.724 191.087.012 194.194.452 197.429.935
3) Tan. Hias Bunga dan Daun lainnya (tangkai) 198.217.045 206.433.331 215.205.222 224.321.553 233.786.499
4) Tan. Pot dan Tan. Taman (pohon) 14.561.604 15.130.746 15.711.863 16.317.374 16.958.842