• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2011 Direktur Jenderal Hortikultura. Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2011 Direktur Jenderal Hortikultura. Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I NIP"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Rencana Strategis (Renstra) dirancang sebagai acuan untuk menyusun

kebijakan, strategi, program dan kegiatan pengembangan hortikultura.

Dokumen Renstra tersebut berisi visi, misi dan tujuan Direktorat Jenderal

Hortikultura yang untuk selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan Eselon II

lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura

sabagaimana tertuang dalam Peraturan Mentan Nomor 21/Permentan/

OT.140/7/2006 tanggal 7 Juli 2006 dan dengan berpedoman kepada PP

RI No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010 – 2014 serta Rencana Strategi

Kementerian Pertanian 2011 – 2014, maka telah disusun Renstra Direktorat

Jenderal Hortikultura tahun 2011 – 2014.

Penyusunan Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura Edisi Revisi tahun

2010 – 2014 diharapkan mampu mendorong pencapaian kinerja pembangunan

hortikultura baik di tingkat pusat maupun provinsi, kabupaten dan kota.

Dokumen Renstra ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi Eselon II dan

seluruh pegawai lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura serta pihak-pihak

yang terkait baik dari lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat

Indonesia dalam merencanakan, melaksanakan dan mengagendakan

pembangunan hortikultura di Indonesia,

Akhirnya kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pemikiran dalam

penyusunan Renstra ini diucapkan terimakasih. Semoga dokumen Renstra

ini bermanfaat untuk mensukseskan pembangunan hortikultura dalam rangka

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat lainnya.

Jakarta, Desember 2011

Direktur Jenderal Hortikultura

(2)
(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar

Belakang

... 1

B. Tujuan Penyusunan Renstra ... 2

C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura ... 3

BAB II POTENSI PERMASALAHAN DAN TANTANGAN ... 5

A. Potensi, Permasalahan dan Tantangan ... 5

1. Potensi

... 5

2. Permasalahan ... 7

3. Tantangan

... 9

BAB III CAPAIAN KINERJA 2005 - 2009 ... 11

A. Makro

Ekonomi

... 11

1. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 11

2. Tenaga Kerja ... 12

3. Neraca Perdagangan ... 13

4. Nilai Tukar Petani (NTP) ... 15

B. Produksi

... 16

1. Produksi Komoditas Hortikultura ... 16

2. Pengembangan Perbenihan

... 17

3. Pengembangan Perlindungan ... 23

4. Pengembangan Kelembagaan ... 29

C. Ketersediaan dan Konsumsi ... 29

BAB IV VISI, MISI DAN TUJUAN ... 31

A.

Visi

... 31

B. Misi

... 32

(4)

BAB VI ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, RENCANA AKSI DAN

LANGKAH

OPERASIONAL

... 43

A. Arah

Kebijakan

... 43

B. Strategi

... 44

C. Rencana

Aksi

... 51

D. Langkah Operasional

... 55

BAB VII PROGRAM DAN KEGIATAN ... 57

A. Program Direktorat Jenderal Hortikultura ... 57

B. Kegiatan

... 57

BAB VIII PENUTUP ... 61

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap

Subsektor Tahun 2005 – 2009 Berdasarkan Harga Berlaku

(Trilyun Rupiah) ... 12

Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura Tahun

2005-2009 ... 16

Tabel 3. Kebutuhan dan Ketersediaan BenihMemberikan sertifi kat

sertifi Kelembagaan Perbenihan Hortikultura Indonesia ... 19

Tabel 4. Perkembangan Luas Serangan OPT Hortikultura

Tahun 2005-2009 ... 24

Tabel 5. Hasil Analisa Residu Pestisida Tahun 2004-2009 Pada

Buah dan Sayuran ... 28

Tabel 6. Target Produksi Hortikultura Tahun 2010-2014 ... 39

(6)
(7)

DAFTAR GRAFIK

Grafi k 1. Nilai PDB Hortikultura Tahun 2005 – 2009 Berdasarkan Harga

Berlaku (Trilyun Rupiah) ... 11

Grafi k 2. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap

Subsektor Lain Tahun 2009 (Berdasarkan Harga Berlaku) ... 11

Grafi k 3. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Hortikultura

Tahun 2005-2009 (US$) ... 13

Grafi k 4. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Hortikultura

Tahun 2005-2009 (Kg) ... 13

Grafi k 5. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Hortikultura

Tahun 2005-2009 ... 14

Grafi k 7. Perkembangan Volume Ekspor Benih Hortikultura

Tahun 2005-2009 ... 14

Grafi k 6. Perkembangan Volume Impor Komoditas Hortikultura

Tahun 2005-2009 ... 14

Grafi k 8. Perkembangan Volume Impor Benih Hortikultura

Tahun 2005-2009 (Kg) ... 14

Grafi k 9. Perkembangan Total Ekspor Hortikultura Tahun 2005-2009 ... 15

Grafi k 11. Nilai Tukar Petani Subsektor Hortikultura ... 15

Grafi k 10. Perkembangan Total Impor Hortikultura Tahun 2005-2009 ... 15

Grafi k 12. Jumlah Jenis Tanaman Hortikultura dari Varietas yang Telah

Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada Tahun 2005-2009 ... 17

Grafi k 13. Jumlah Varietas Hortikultura yang Telah Dilepas Oleh Menteri

Pertanian Pada Tahun 2005-2009 ... 17

Grafi k 14. Ketersediaan dan Konsumsi Buah Pada Tahun 2005-2009 ... 30

Grafi k 15. Ketersediaan dan Konsumsi Sayur Pada Tahun 2005-2009 ... 30

Grafi k 16. Kelompok Jenis Komoditas Hortikultura ... 36

Grafi k 17. Sasaran Produksi Komoditas Hortikultura Tahun 2011-2014 ... 37

Grafi k 18. Laju Pertumbuhan Sasaran Produksi Per Komoditas Tahun

2011-2014 (%) ... 37

Grafi k 19. Target Ketersediaan Benih Bermutu Hortikultura

Tahun 2010 - 2014 ... 41

(8)
(9)

Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi

sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai

Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan

sumber pendapatan dari sub sektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja

dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga

meningkatkan nilai dan volume perdagangan internasional atas produk

hortikultura nasional dan ketersediaan sumber pangan masyarakat. Kontribusi

sub sektor hortikultura ke depan akan dapat lebih ditingkatkan melalui

peningkatan peran dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Hortikultura yang

bersinergi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders).

Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai

komponen utama pada Pola Pangan Harapan. Komoditas hortikultura

khususnya sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari

keseimbangan pangan, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah

yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta

dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia

yang besar sebagai konsumen produk hortikultura yang dihasilkan petani,

merupakan pasar yang sangat potensial, dari tahun ke tahun menunjukkan

kecenderungan semakin meningkat dalam jumlah dan persyaratan mutu

yang diinginkan.

Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga

usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, fl orikultura dan tanaman obat)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(10)

Ketersediaan sumberdaya hayati dan sumberdaya lahan, apabila dikelola

secara optimal akan menjadi sumber kegiatan usaha ekonomi yang

bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan

kerja di perdesaan maupun perkotaan. Potensi tersebut sampai saat ini belum

dimanfaatkan secara optimal karena beberapa permasalahan yang dihadapi

dalam usaha hortikultura. Permasalahan tersebut antara lain: rendahnya

produktivitas, lokasi usaha yang terpencar, skala usaha yang kecil, manajemen

usaha yang belum efi sien, kebijakan dan regulasi di bidang perbankan yang

belum berpihak kepada petani, sarana transportasi yang belum memadai,

persyaratan ekspor negara tujuan yang sangat rumit, dan derasnya persaingan

produk impor.

Berbagai permasalahan tersebut menyebabkan usaha hortikultura belum

mampu menghasilkan produk yang memiliki daya saing terhadap produk

hortikultura yang berasal dari negara lain. Untuk itu diperlukan dukungan

dan sinergi seluruh pemangku kepentingan untuk mengatasi berbagai

permasalahan tersebut. Dalam upaya memanfaatkan potensi dan peluang

pengembangan hortikultura, serta menghadapi berbagai tantangan dan

hambatan maka perlu dirumuskan suatu rancangan yang strategi, sehingga

memberikan hasil, manfaat dan dampak yang optimal bagi berbagai pihak.

Penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura mengacu

kepada Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga

(Renstra-KL) 2010 - 2014 yang diterbitkan oleh Kementerian Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas Tahun 2009;

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang

Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional bahwa Pimpinan

Kementerian/Lembaga berkewajiban untuk menyiapkan Rencana Strategis

sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

B. Tujuan Penyusunan Renstra

Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura adalah dokumen perencanaan yang

menggambarkan visi, misi, tujuan, sasaran utama dan sasaran strategis, arah

kebijakan, strategi pencapaian, program dan kegiatan dari Direktorat Jenderal

Hortikultura dalam lima tahun ke depan yang diarahkan untuk mencapai

sasaran yang telah ditetapkan selaras dengan kebijakan Kementerian

Pertanian.

(11)

Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura ditujukan untuk dimanfaatkan

sebagai panduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hortikultura

periode 2010 - 2014 oleh semua pemangku kepentingan yang terkait dengan

pembangunan hortikultura, maka dalam penyusunan Renstra Hortikultura

dilakukan melalui analisa strategis atas potensi, permasalahan dan tantangan

dengan memperhatikan isu aktual terkait bidang hortikultura di masa sekarang

dan kecenderungannya di masa mendatang. Renstra Direktorat Jenderal

Hortikultura merupakan penterjemahan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional di bidang produksi dan pasca panen hortikultura.

Dokumen ini selanjutnya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi

unit di lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura serta mitra kerja di propinsi

maupun kabupaten dalam melaksanakan pengembangan hortikultura periode

2010 - 2014, sehingga diharapkan akan tercapai sasaran hortikultura :

industrial tangguh yang efi sien dan berdaya saing secara terintegrasi bersama

stakeholders atau pemangku kepentingan terkait lainnya yang pada gilirannya

memberi nilai tambah bagi petani hortikultura Indonesia. Renstra ini juga

dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari matriks kinerja program dan

kegiatan, matriks pendanaan untuk melaksanakan program dan kegiatan

tersebut, serta sasaran produksi komoditas utama hortikultura 2010 - 2014.

C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang

Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan

Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Direktorat

Jenderal Hortikultura mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan

kebijakan dan standarisasi teknis di bidang hortikultura. Dalam melaksanakan

tugas tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura menyelenggarakan fungsi:

1. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan

pascapanen hortikultura;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan,

dan pascapanen hortikultura;

(12)
(13)

BAB II

POTENSI, PERMASALAHAN

DAN TANTANGAN

A. Potensi, Permasalahan dan

Tantangan

Indonesia sebagai negara dengan

iklim tropis mempunyai keunggulan

komparatif di bidang pertanian,

karena dengan kondisi iklim tersebut

memberikan kekayaan yang tak

ternilai bagi sumberdaya alamnya.

Untuk mengetahui potensi dan

permasalahan dalam pengembangan

hortikultura dilakukan analisa SWOT

sebagai berikut :

1. Potensi

Potensi berasal dari kekuatan

(strength) yang dapat mendukung

pengembangan hortikultura yaitu:

a. Iklim

dan

Agroekosistem

yang

sesuai

Kondisi iklim dan agroekosistem

Indonesia sangat sesuai untuk

budidaya berbagai komoditas

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA

Potensi

Iklim dan agroekosistem yang sesuai,

tersedianya sumberdaya geneti k yang

melimpah, tersedianya SDM (petani dan

petugas), dukungan kebijakan pemerintah,

jumlah penduduk besar

Permasalahan:

Kebun terpencar/ campur/ ti dak teratur/

skala usaha kecil; benih bermutu belum

cukup tersedia; ancaman organisme

pengganggu tanaman dan Dampak

Perubahan Iklim (DPI); penurunan mutu dan

kehilangan hasil; keterbatasan pengetahuan

petani dan jejaring kerja; konti nuitas

pasokan tergantung musim panen; gejolak/

fl uktuasi harga; disparitas harga produk di

ti ngkat petani dan konsumen; hambatan

distribusi produk .

(14)

dimiliki Indonesia juga memungkinkan budidaya bermacam-macam

hortikultura dilakukan di berbagai wilayah di seluruh Indonesia.

b. Tersedianya Sumberdaya Genetik yang melimpah

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara mega biodiversity di dunia.

Berbagai sumberdaya genetik yang merupakan potensi usaha hortikultura

tersedia di wilayah Indonesia. Masih banyak sumberdaya genetik tersebut

yang belum termanfaatkan dengan optimal, yang dapat dimanfaatkan

untuk pemuliaan sebagai varietas unggul hortikultura.

c. Tersedianya Sumber Daya Manusia ( Petani dan Petugas)

Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan

merupakan potensi tenaga kerja untuk pengembangan hortikultura.

Hingga saat ini kira-kira 4 juta tenaga kerja menggantungkan hidupnya dari

sektor pertanian bidang hortikultura. Disisi lain jumlah petugas pertanian

yang mengawal pembangunan pertanian mulai di tingkat provinsi,

kabupaten dan kecamatan termasuk petugas penyuluh, pengawas benih,

pengamat hama dan penyakit tanaman, merupakan potensi kekuatan

dalam mendukung keberhasilan pembangunan hortikultura.

d. Dukungan Kebijakan Pemerintah

Adanya dukungan kebijakan pemerintah terhadap pengembangan

hortikultura dengan diterbitkannya Undang-Undang Budidaya Pertanian

No. 12 Tahun 1992, Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/

OT.140/ 10/ 2009, tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang

Baik, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1996 tentang Perbenihan serta

Peraturan Menteri Pertanian No. 37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang

Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, Permentan

No. 38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran

Benih dan Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006

tentang Produksi, Sertifi kasi dan Peredaran Benih Bina, Permentan

No. 44/Permentan/ot.140/10/2009 tentang Penanganan Pasca Panen

yang baik. Adanya Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun

2010 tentang Hortikultura menjadi payung hukum untuk mendorong

pembangunan hortikultura.

e. Jumlah penduduk besar

Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar

dalam negeri yang potensial bagi produk hortikultura. Pada tahun 2009

jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar 230.632.700 jiwa dengan

(15)

pertumbuhan 1,25 % pertahun. Saat ini konsumsi buah dan sayur menurut

WHO pada tahun 2009 mencapai 64,45 kg/kapita/tahun sedangkan di

Indonesia konsumsi buah pada tahun 2009 baru mencapai 32,59 kg/

kapita/tahun, konsumsi sayur baru mencapai 40,09 kg/kapita/tahun.

Konsumsi buah dan sayur penduduk Indonesia masih bisa ditingkatkan

sejalan dengan program Indonesia sehat menurut anjuran WHO, sehingga

dapat menghela peningkatan produksi.

2. Permasalahan dan Tantangan

Meskipun memiliki potensi yang besar, pembangunan hortikultura masih

menghadapi permasalahan berkenaan dengan penerapan teknologi,

kondisi sumberdaya alam, prasarana dan sarana produksi, sumberdaya

manusia dan kelembagaan. Permasalahan tersebut berasal dari

kelemahan (weakness) yaitu:

a. Kebun terpencar/ campur/ tidak teratur/ skala usaha kecil

Rataan kepemilikan lahan petani pedesaan sebesar 0,41 ha dan

0,69 ha masing-masing di Jawa dan luar Jawa. Kondisi tersebut

antara lain disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan pertanian

untuk keperluan pemukiman dan fasilitas umum serta terjadinya

fragmentasi lahan karena proses pewarisan khususnya untuk lahan

beragroekosistem sawah dan lahan kering. Keterbatasan kepemilikan

lahan petani menyebabkan terbatasnya jumlah pasokan.

Di satu sisi status penguasaan lahan oleh sebagian besar petani

belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifi kat sehingga

lahan belum bisa dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal

usaha melalui perbankan.

b. Benih bermutu belum cukup tersedia

Saat ini industri perbenihan belum berkembang karena membutuhkan

investasi yang cukup besar. Tidak banyak swasta yang mau

menanamkan investasi di perusahaan perbenihan. Di sisi lain

(16)

c. Ancaman organisme pengganggu tanaman dan Dampak Perubahan

Iklim (DPI)

Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian

iklim ekstrim yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang sangat rentan

terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas

tanaman dan pendapatan petani. Pertumbuhan dan perkembangan

OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak

buruk terhadap pertanian di Indonesia

d. Penurunan Mutu dan Kehilangan hasil

Komoditas hortikultura mempunyai sifat mudah rusak dan memerlukan

penanganan khusus agar mutu produk tidak menurun yang dapat

menyebabkan kehilangan hasil.Usaha budidaya tanaman hortikultura

banyak dilakukan oleh petani/pelaku usaha kecil dengan skala usaha

kecil – sedang. Sebagian besar petani masih menggunakan teknologi

sederhana dan belum banyak yang menerapkan teknologi maju/

modern sehingga mutu produk yang dihasilkan belum bisa memenuhi

standar mutu dan tingkat kehilangan hasil terus meningkat.

e. Pengetahuan petani dan jejaring kerja petani masih rendah

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akibat tingkat pendidikan

yang rendah dapat menyebabkan rendahnya tingkat penerapan

teknologi maju sehingga produktivitas dan mutu produk juga rendah.

Disamping itu pengetahuan dan pemahaman para penyuluh untuk

komoditas hortikultura masih sangat terbatas, karena umumnya

penyuluh yang ada berkeahlian umum (polyvalen). Hal ini semakin

dipersulit dengan banyaknya jenis komoditas hortikultura dan

beragamnya persoalan teknis yang dihadapi masing-masing

komoditas.

f. Kontinuitas pasokan belum stabil

Informasi ketersediaan produk sangat penting dalam menata rantai

produk, saat ini informasi ketersediaan produk di tingkat lapang tidak

tersedia sehingga permintaan produk dari konsumen tidak dapat

segera dipenuhi. Hal ini menyebabkan daya saing produk kita rendah.

Banyak kasus menunjukan bahwa dibutuhkan produk hortikultura

dalam jumlah banyak tetapi produk tidak tersedia, disatu sisi tersedia

produk dalam jumlah banyak tetapi tidak dapat dipasarkan karena

tidak tahu mau di pasarkan kemana.

(17)

g. Fokus komoditas di kawasan dataran tinggi, menengah, rendah belum

sesuai

Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan berdasarkan kesesuaian

lahan dalam pengembangan komoditas hortikultura. Namun demikian

pengembangan kawasan hortrikultura belum disesuaikan dengan

tipologi kawasan pengembangan hortikultura, yaitu: berdasarkan

kesesuaian lahan dan persyaratan agroklimat berupa dataran rendah

dan dataran tinggi dengan bentuk lahan datar sampai berbukit dan

tersedia sumber air yang cukup, serta komoditas yang dikembangkan

disesuaikan dengan agropedoklimat setempat. Beberapa hal yang

menjadi kendala dalam fokus komoditas adalah ketidaksesuaian

perencanaan daerah dengan pusat, ketersediaan lahan pengmbangan

kawasan yang terbatas.

h. Gejolak

fl uktuasi harga

Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat

ketidakseimbangan antara kuantitas pasokan dan kuantitas

permintaan yang dibutuhkan konsumen. Peningkatan permintaan

tidak diimbangi dengan penawaran yang cukup sehingga harga

menjadi mahal. Selain itu kondisi iklim yang tidak menentu dan

instabilitas politik mengakibatkan peningkatan harga komoditas

hortikultura.

i. Disparitas harga produk di tingkat petani dan konsumen

Rantai distribusi hasil pertanian yang cukup panjang menyebabkan

keuntungan yang diterima oleh petani tidak sebanding dengan

biaya yang dikeluarkan oleh konsumen akhir. Disamping tata niaga

yang panjang, pemasaran produk hortikultura sering terganggu akibat

pemasaran cenderung bersifat monopoli dan posisi tawar petani

lemah dihadapan pelaku pasar.

j. Hambatan distribusi produk

(18)
(19)

BAB III

CAPAIAN KINERJA

2005 - 2009

A. Makro Ekonomi

Grafi k 1. Nilai PDB Horti kultura Tahun

2005 – 2009 Berdasarkan Harga Berlaku

(Trilyun Rupiah)

Grafi k 2. Perbandingan Nilai PDB Subsektor

Horti kultura Terhadap Subsektor Lain Tahun

2009 (Berdasarkan Harga Berlaku)

Sumber : Ditjen Horti kultura, 2010 Sumber : Badan Pusat Stati sti k (Pendapatan Nasional Indonesia), 2010

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui

peranan dan kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional

adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi

hortikultura pada pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan

meningkat, baik pada PDB kelompok komoditas maupun keseluruhan PDB

Hortikultura. Pada tahun 2005 PDB Hortikultura sebesar Rp. 61,79 Milyar

naik menjadi Rp.89,057 Milyar pada tahun 2009. Perkembangan Nilai PDB

Hortikultura Nasional sejak tahun 2005 sampai 2009 per kelompok komoditas

(20)

2. Tenaga

Kerja

Penyerapan tenaga kerja dalam

usaha agribisnis hortikultura dilakukan

melalui kegiatan sensus pertanian.

Berdasarkan hasil Sensus Pertanian

(SP) terakhir (tahun 2003), diketahui

bahwa jumlah rumah tangga usaha

hortikultura mencapai 8.444.042

rumah tangga. Apabila dibandingkan

dengan kegiatan survey sebelumnya

(tahun 1993), jumlah rumah tangga

usaha hortikultura mengalami

peningkatan sebesar 76,69 %.

Selanjutnya berdasarkan rincian

untuk beberapa komoditas unggulan,

usaha agribisnis hortikultura

didominasi oleh pisang (33,21 %),

rambutan (9,5 %), mangga (9,39%)

dan cabe merah (4,63%).

Penyerapan Tenaga Kerja dalam Usaha

Agribisnis Horti kultura (2003)

Tingkat Pertumbuhan Total Ekspor

Komoditas Horti kultura Pada Tahun 2009

Perkembangan Ekspor Benih Horti kultura

Pada Tahun 2009

8.444.042

(Rumah Tangga)

52%

(Volume (Kg) Anggrek

57%

(Batang) Krisan

17%

(Stek)

31%

(Nilai (US$)

Pada sektor pertanian, PDB sub sektor hortikultura merupakan bagian dari

Tanaman Bahan Makanan (Tabama) yang didalamnya termasuk sub sektor

tanaman pangan. Gambaran umum antara peranan subsektor hortikultura

terhadap subsektor lain, antara sektor pertanian dan nasional dibandingkan

dengan subsektor lainnya dapat dilihat pada Grafi k 2.

Tabel 1. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Horti kultura Terhadap Subsektor Tahun 2005 – 2009

Berdasarkan Harga Berlaku (Trilyun Rupiah)

Subsektor

Nilai PDB

2005

2006

2007

2008

2009

Hortikultura

61,79

68,64

76,80

84,20

88,33

Tabama selain Hortikultura

129,29

144,89

191,33

263,64

330,63

Perkebunan

57,77

62,69

84,46

82,84

104,04

Peternakan dan Hasil-hasilnya

43,12

51,28

62,10

106,19

112,52

Kehutanan

21,45

30,02

35,73

39,99

44,95

Perikanan

59,63

72,98

96,82

136,44

177,77

Total Pertanian, Kehutaan dan

Perikanan

373,06

430,49

547,24

713,29

858,25

(21)

Grafi k 3. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas

Horti kultura Tahun 2005-2009 (US$)

Grafi k 4. Perkembangan Volume Ekspor

Komoditas Horti kultura Tahun 2005-2009 (Kg)

*) Termasuk benih

Sumber : Badan Pusat Stati sti k, Pusdati n diolah

*) Termasuk benih

Sumber : Badan Pusat Stati sti k, Pusdati n diolah

3. Neraca

Perdagangan

Perkembangan neraca perdagangan komoditi hortikultura pada tahun

2005-2008 cenderung mengalami penurunan, baik dilihat dari volume maupun

nilai ekspor. Volume ekspor hortikultura tahun 2005 sebesar 451.804.544

kg, menurun menjadi 296.478.733 kg pada tahun 2008. Kinerja ekspor

yang terus menurun tersebut, segera diantisipasi oleh Direktorat Jenderal

Hortikultura bersama instansi terkait, untuk melakukan serangkaian

langkah-langkah terobosan untuk menciptakan dukungan ekspor yang lebih kondusif,

sehingga pada tahun 2009 kinerja ekspor bulan Januari sampai Desember

telah meningkat terhadap kinerja 1 tahun sebelumnya. Perkembangan ekspor

komoditas hortikultura selama 5 tahun disajikan pada Grafi k 3 dan Grafi k 4.

Selain ekspor produk segar juga telah dilakukan ekspor benih beberapa

komoditas seperti Grafi k 5.

(22)

Grafi k 7. Perkembangan Volume Ekspor Benih

Horti kultura Tahun 2005-2009

Grafi k 8. Perkembangan Volume Impor Benih

Horti kultura Tahun 2005-2009 (Kg)

Sumber : Badan Pusat Stati sti k , Pusdati n diolah Sumber : Ditjen Horti kultura, 2009

Ekspor benih hortikultura telah dilakukan dari tahun 2005-2009 yang

mencakup 4 komoditas utama. Berdasarkan data ekspor yang diolah dari

BPS dan Surat Ijin Pengeluaran Benih menunjukkan angka yang fl uktuatif

baik dari segi volume maupun nilainya.

Untuk mengetahui neraca perdagangan produk hortikultura maupun

perbenihan dilakukan perbandingan antara ekspor dan impor. Pada periode

yang sama perkembangan impor komoditi hortikultura dari tahun 2005-2009

disajikan pada Grafi k 5 dan Grafi k 6.

Indonesia merupakan net importir untuk produk hortikultura. Beberapa hal

yang mempengaruhi kinerja perdagangan produk hortikultura di luar aspek

budidaya adalah elastisitas demand/permintaan produk, pergeseran preferensi

konsumen, belum adanya pemberlakuan kuota impor, dan pemberlakuan

Free Trade Area.

Grafi k 5. Perkembangan Nilai Impor Komoditas

Horti kultura Tahun 2005-2009

Grafi k 6. Perkembangan Volume Impor

Komoditas Horti kultura Tahun 2005-2009

(23)

Perbandingan total neraca perdagangan hortikultura tahun 2005-2009

disajikan pada Grafi k 9 dan Grafi k 10.

Grafi k 9. Perkembangan Total Ekspor

Horti kultura Tahun 2005-2009

Grafi k 10. Perkembangan Total Impor

Horti kultura Tahun 2005-2009

Sumber : Badan Pusat Stati sti k, Pusdati n diolah Sumber : Ditjen Horti kultura, 2009

4. Nilai Tukar Petani (NTP)

NTP sampai saat ini masih merupakan salah satu indikator untuk mengukur

kesejahteraan petani. Oleh karena itu, NTP disebut sebagai salah satu indikator

relatif yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan

cara membandingkan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks

harga yang dibayar petani. Secara rinci NTP hortikultura tahun 2004-2008

dapat dilihat pada Grafi k 11.

NTP sayuran di Jawa masih di bawah 100 namun cenderung meningkat,

sedangkan NTP sayuran di luar Jawa lebih dari 100, yang berarti petani

sudah sejahtera. NTP buah baik di

Jawa maupun luar Jawa lebih dari

100, yang berarti petani buah sudah

sejahtera, namun demikian NTP

buah menunjukkan kecenderungan

menurun. Pada tahun 2008 terjadi

penurunan angka NTP, namun

Grafi k 11. Nilai Tukar Petani Subsektor

Horti kultura

(24)

Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Horti kultura Tahun 2005-2009

Produksi komoditas hortikultura menunjukkan

peningkatan pada semua kelompok komoditas

dari tahun 2005 sampai tahun 2009 dengan laju

produktivitas 6%

B. Produksi

1. Produksi Komoditas Hortikultura

Produksi komoditas hortikultura dari tahun 2005 sampai 2009 menunjukkan

kecenderungan peningkatan pada semua kelompok komoditas. Produksi

buah sebagai contoh tahun 2005 sebesar 14.786.599 Ton meningkat

menjadi 18.300.332 Ton di tahun 2009. Produksi sayur naik dari 9.101.987

Ton pada tahun 2005 menjadi 10.628.285 Ton. Peningkatan produksi

buah dan sayur bertujuan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan

dan permintaan konsumen yang terjadi sebagai akibat pertambahan

penduduk, peningkatan kesejahteraan, peningkatan kesadaran penduduk

akan manfaat buah dan sayur bagi kesehatan dan serangkaian promosi

yang dilakukan secara terus menerus.

Produksi tanaman obat naik dari 342.388.877 kg tahun 2005 menjadi

472.863.015 kg tahun 2009, yang ditujukan untuk konsumsi segar maupun

sebagai bahan baku industri. Produksi fl orikultura juga menunjukkan

kecenderungan peningkatan; fl uktuasi produksi yang terjadi pada tiap

komoditas utama fl orikultura disebabkan karena tendensi perubahan

preferensi konsumen seperti halnya yang terjadi pada mode/fashion.

No Komoditas Produksi 2005 2006 2007 2008 2009 1. Buah-buahan (Ton) 14.786.599 16.171.130 17.116.622 18.027.889 18.300.332 2. Sayuran (Ton) 9.101.987 9.527.463 9.455.464 10.035.094 10.628.285 3. Tanaman Hias/Florikultura : Bunga Potong (Tgk) 173.240.364 166.645.684 179.374.218 205.564.659 23.531.374 Dracaena (Batang) 1.131.621 905.039 2.041.962 1.863.764 2.262.505 Melati (Kg) 22.552.537 24.795.996 15.775.751 20.388.119 28.307.326 Palem (Pohon) 751.505 986.340 1.171.768 1.149.420 1.260.408 4. Tanaman Biofarmaka /

Tanaman Obat (Rimpang) (kg)

(25)

Pelepasan varietas hortikultura

oleh Menteri Pertanian pada tahun 2004 sampai

2009 sebanyak 935 varietas dan 84 jenis

tanaman hortikultura

2.

Pengembangan Perbenihan

a. Pengembangan Varietas Hortikultura

Dalam rangka penyediaan varietas unggul hortikultura, setiap tahun

pemerintah melakukan pelepasan varietas. Sejak tahun 2004 sampai

dengan tahun 2009 jumlah varietas hortikultura yang telah dilepas

oleh Menteri Pertanian sebanyak 935 varietas dari 84 jenis tanaman

hortikultura.

Varietas hortikultura (buah, sayur, tanaman fl orikultura dan tanaman

obat) yang dilepas berasal dari varietas lokal, hasil pemuliaan dalam

negeri, dan introduksi hasil pemuliaan varietas dari luar negeri. Pelepasan

varietas tanaman buah didominasi oleh varietas lokal, pelepasan varietas

tanaman sayur didominasi oleh hasil pemuliaan dari dalam negeri dan

introduksi hasil pemuliaan dari luar negeri, pelepasan varietas fl orikultura

didominasi oleh hasil pemuliaan dalam negeri, sedangkan pelepasan

varietas tanaman tanaman obat didominasi oleh varietas lokal.

Grafi k 13. Jumlah Varietas Horti kultura yang

Telah Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada

Tahun 2005-2009

Grafi k 12. Jumlah Jenis Tanaman Horti kultura

dari Varietas yang Telah Dilepas Oleh Menteri

Pertanian Pada Tahun 2005-2009

(26)

Katersediaan Benih Bermutu Benih Buah

28,2%

Benih Tanaman Hias

6,5%

Benih Sayuran bentuk Umbi

6,04%

Benih Sayuran bentuk Biji

51,9%

Benih Tanaman Biofarmaka

1,7%

b. Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Unggul Bermutu

Ketersediaan benih bermutu untuk komoditas hortikultura belum dapat

mencukupi kebutuhan di lapangan, namun cenderung terus meningkat.

Sejak tahun 2005 – 2009 rata-rata ketersediaan benih bermutu tanaman

buah tahunan baru mencapai 28,2%, benih fl orikultura sebesar 6,5%,

benih tanaman sayuran bentuk umbi 6,04%, benih tanaman sayuran

bentuk biji 51,9%, dan benih tanaman biofarmaka obat sebesar 1,7%.

Secara rinci data kebutuhan dan ketersediaan benih hortikultura bermutu

dapat dilihat pada tabel 2.

Selama ini kebutuhan benih untuk pengembangan usaha agribisnis

dipenuhi dari produksi dalam negeri dan pemasukan benih dari luar

negeri. Pemasukan benih dari luar negeri dilakukan karena produksi benih

dalam negeri belum mencukupi kebutuhan, keterbatasan ketersediaan

varietas atau yang benihnya tidak dapat atau belum dapat diproduksi di

dalam negeri

(27)

20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 Ke but uh an Ke te rse -dia an Ke but uh an Ke te rse -dia an Ke but uh an Ke te rse - dia an Ke but uh an Ke te rse - dia an Ke but uh an Ke te rse - dia an

60.404

11.311

78.136

12.769

103.414

15.125

39.265

18.802

57.675

25.108

-1

8,

70%

-1

6,

30%

-14,60

%

-47,90

%

-43,53

%

330.261

14.918

417.229

25.897

438.091

27.790

459.995

35.623

482.995

39.002

-4,5

0%

-6,2

0%

-6,3

0%

-7,7

0%

-8,0

7%

217.601

6.558

219.038

10.274

220.474

17.203

221.927

26.588

223.395

40.891

-3

,0

%

-4

,7

0%

-7

,8

0%

-1

2.0

%

-18,

3%

5.132

1.096

5.251

1.311

5.369

1.175

5.492

3.300

5.620

3.776

-2

1,

40%

-2

5%

-21,90

%

-60,10

%

-67,

2%

30.085

442

29.524

522

30.094

535

30.697

559

31.310

561

-1

,5

0%

-1

,8

0%

-1

,8

0%

-1

,8

0%

1,79%

Tabel 3. K

ebutuhan dan K

et

er

sediaan Benih

Hor

ti

kultur

a Bermutu t

ahun 2005-2009

: mang ga, r ambut

an, durian, jeruk, mang

gis, pisang

: ang

gr

ek, gladiol, krisan, ma

w ar , mela ti , sedap malam : k en tang , ba w ang mer ah : c abe, k ac ang panjang , t oma t, buncis, k angk ung , k ol/k ubis, men ti mun, w ort el, pe tsai/ sa wi. : jahe, lengk uas, k encur , k u n yit, lempuy ang , t emula w ak

(28)

BBH

BPSB

LSSM Perbenihan

Penyedia Benih Horti kultura

Importi r & Eksporti r Benih

• Penyediaan benih sumber

• Percepatan penyediaan benih

sebar

• Pengawasan mutu benih tanaman mulai dari produksi, peredaran • Pengawasan mutu benih yang

beredar

• Memberikan serti fi kat serti fi kasi sistem mutu ke perusahaan benih swasta

• Pengusaha menengah ke atas • Penangkar benih

• Selain memasukkan benih impor ke Indoenesia juga sebagai produsen benih di Indonesia

Kelembagaan Perbenihan Hortikultura Indonesia

c. Pengembangan Kelembagaan Perbenihan Hortikultura

1) Balai Benih Hortikultura (BBH)

BBH sebelum otonomi daerah merupakan instalasi kebun dinas dan

setelah otonomi daerah ditingkatkan menjadi UPTD Pemerintah

Propinsi. Saat ini BBH berjumlah 32 unit yang terdapat di 32 propinsi

dan berperan dalam penyediaan benih sumber (Benih Dasar dan

Benih Pokok) serta membantu percepatan dalam penyediaan

Benih Sebar. Propinsi yang baru (sebagai contoh Papua Barat)

sudah mendirikan BBH namun tugas dan fungsinya belum optimal.

Umumnya BBH tersebut memproduksi benih budidaya.

BBH yang banyak memproduksi benih buah-buahan, antara lain BBH

Pendem dan Salaman (PropinsiTengah), BBH Pohjentrek (Propinsi

Jawa Timur), BBH Pasir Banteng, Kasugengan (Propinsi Jawa Barat),

BBH Anjungan (Propinsi Kalimantan Barat), BBH Sungkai (Propinsi

Kalimantan Selatan) BBH Lubuk Minturun (Propinsi Sumatera Barat),

BBH Sei Tiga (Propinsi Jambi), BBH Luwus (Propinsi Bali), BBH

Bonto-Bonto (Propinsi Sulawesi Selatan), BBH Pekalongan (Propinsi

Lampung), BBH Narmada dan Sedau (Propinsi NTB), BBH Amoito

(Sulawesi Tenggara). Sedangkan BBH yang banyak memproduksi

benih tanaman sayuran diantaranya adalah BBH Ngipiksari (Propinsi

DI Yogyakarta), BBH Mondoinding (Propinsi Sulawesi Utara), Balai

Pengembangan Kentang (Propinsi Jawa Barat), BB Keledung

(Propinsi Jawa Tengah).

(29)

Untuk BBH yang banyak memproduksi benih fl orikultura diantaranya

adalah BBH Gedungjohor (Propinsi Sumatera Utara), Kebun Benih

Margahayu (Propinsi Jawa Barat), BBH Kairagi (Propinsi Sulawesi

Utara), BBH Guntung Payung (Kalimantan Selatan), BBH Lebak Bulus

(Propinsi DKI Jakarta), Kebun Benih Claket, Kebun Benih Sidomulyo

(Propinsi Jawa Timur).

Dalam upaya meningkatkan peran BBH telah diterbitkan Keputusan

Menteri Pertanian No. 347/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Balai

Benih Hortikultura dan Tanaman Hortikultura.

2) Balai Pengawasan dan Sertifi kasi Benih (BPSB)

Balai Pengawasan dan Sertifi kasi Benih Tanaman Pangan dan

Hortikultura (BPSBTPH) adalah instansi pemerintah yang mempunyai

tugas pokok dan fungsi pengawasan mutu benih tanaman, mulai dari

proses produksi melalui sistem sertifi kasi sampai benih siap diedarkan

serta pengawasan mutu benih terhadap benih-benih yang beredar.

BPSBTPH berkedudukan di tiap propinsi. Sampai dengan tahun

2009, BPSBTPH sudah terdapat di 32 propinsi. Propinsi yang belum

memiliki instansi/bagian yang menangani sertifi kasi dan pengawasan

peredaran benih adalah Kepulauan Riau.

BPSBTPH sebagai UPTD daerah, kedudukannya sangat beragam

tergantung dari unit pertanian Pemerintah Daerah bersangkutan.

Namun demikian tugas dan fungsi keduanya sebagian besar masih

sama dengan kondisi sebelum berlakunya Undang-Undang Otonomi

Daerah. Laboratorium yang sudah terakreditasi adalah Provinsi

Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa

Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa

Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Balai

Besar Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.

Sedangkan yang sedang dalam proses akreditasi adalah BPSBTPH

Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara. Baai Besar

Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura

sudah menjadi anggota ISTA dan pada saat ini sedang dalam proses

akreditasi ISTA.

(30)

Sampai tahun 2010 perusahaan perbenihan hortikultura yang telah

memperoleh sertifi kat sertifi kasi sistem mutu adalah : PT. East West,

PT. Agri Makmur Pertiwi dan PT. BISI, PT. Dupont, PT. Jagung Hibrida

Sulawesi (JHS), PT. Sang Hyang Sri (SHS), PT. Benih Citra Asia

(BCA) dan PT. Branita Sandhini. PT. BCA dan PT. Agri Makmur Pertiwi

mendapatkan sertifi kat awal di tahun 2010 sedang untuk Balai Besar

Padi Sukamandi saat ini sedang dalam proses sertifi kasi. Dengan

sertifi kat sistem mutu ini perusahaan-perusahaan tersebut dapat

melakukan pengawasan produksi benih, menguji dan mencantumkan

label sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Kegiatan tersebut sebelumnya dilaksanakan oleh BPSBTPH. Namun

demikian BPSBTPH tetap berperan dalam pengawasan peredaran

benih yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Selain

itu juga telah dilaksanakan sosialisasi manfaat penerapan Sistem

Manajemen Mutu (SMM) dalam produksi benih. Pada umumnya

produsen menyambut baik tentang penerapan SMM. Produsen yang

saat ini sedang mengajukan permohonan penerapan SMM adalah

PT. Sari Benih Unggul, PT. Duta Sentana Agro, dan PT. Tunas Agro

Persada. Peningkatan kompetensi personil telah dilaksanakan untuk

calon auditor ISO 9001 (4 orang), Pemahaman ISO 9001 (2 Orang)

dan Pemahaman ISO 17201 (2 orang).

4) Penyedia Benih Hortikultura

Industri Benih Hortikultura mulai tumbuh dan berkembang, baik

melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN); Modal Patungan;

modal sendiri maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Pengusaha

menengah keatas mendominasi produksi benih sayuran, buah

semusim dan fl orikultura. Penangkar benih didominasi oleh penangkar

benih buah-buahan, sayuran umbi (kentang dan bawang merah)

dan benih tanaman obat. Penangkar benih juga merupakan mitra

pengusaha, khususnya dalam memproduksi benih sayuran.

5) Importir dan Eksportir Benih

Importir dan eksportir benih dikategorikan sebagai pedagang dan

produsen. Importir pedagang adalah importir yang melakukan impor

dan memasarkan benih impor di Indonesia, sedangkan Importir

produsen adalah pengusaha disamping melakukan impor juga

sebagai produsen benih di Indonesia.

Untuk mendorong berkembangnya industri benih di dalam negeri, telah

diambil kebijakan bahwa importir pedagang harus mengembangkan

perbenihan di dalam negeri sehingga menjadi importir produsen benih.

(31)

3. Pengembangan Perlindungan Tanaman Hortikultura

Perlindungan tanaman termasuk pengendalian OPT merupakan bagian

integral dari sistem produksi hortikultura. Peran perlindungan tanaman

dalam mendukung keberhasilan tanaman sangat besar, terutama dalam

mempertahankan produktifi tas melalui upaya penekanan kehilangan hasil

akibat serangan OPT dan meningkatkan kualitas hasil sehingga memiliki daya

saing tinggi dan aman dikonsumsi masyarakat, menciptakan sistem produksi

yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta mendukung pemenuhan

sebagian persyaratan teknis SPS-WTO dalam perdagangan global.

Dalam mendukung sistem produksi, strategi perlindungan hortikultura

dilakukan melalui berbagai upaya dan kegiatan, antara lain melalui

peningkatan subsistem pengamatan/peramalan, subsistem pengendalian,

subsistem penerapan teknologi pengendalian, subsistem penyediaan sarana

perlindungan dan subsistem pemberdayaan pelaku perlitanaman serta

subsistem pemenuhan teknis dalam perdagangan internasional.

(32)

perangkap (lalat buah), pengolesan bubur bordo/bubur kalifarma (jeruk,

mangga), pengaturan irigasi (getah kuning manggis, dll). Sementara

kecenderungan fl uktuasi serangan OPT sayuran juga disebabkan oleh

fl uktuasinya luas dan lokasi penanaman komoditas sayuran, yang agak

menyulitkan pembinaan dan penerapan teknologi pengendaliannya.

Sementara itu, kecenderungan peningkatan serangan OPT pada

fl orikultura dan tanaman obat antara lain disebabkan : sangat terbatasnya

informasi teknis OPT dan pengendalian yang dikuasainya, meningkatnya

frekuensi pelaporan dari daerah (yang selama ini kurang mendapatkan

perhatian dan meningkatnya pemahaman petugas tentang OPT) dan

perkembangan luas tanam di berbagai daerah.

No Komoditas Luas Serangan OPT (Ha)

Th. 2005 Th. 2006 Th. 2007 Th. 2008 Th. 2009* A. Buah-buahan 1. Jeruk 5.324,6 5.874,1 2.853,7 2.017 980,315 2. Mangga 9.718,3 12.059,0 6.694,8 4.444 755,390 3. Pisang 6.808,6 5.809,0 8.895,7 2.592 1424,161 4. Manggis 44,1 22,7 91,5 48 21,970 5. Durian 406,3 171,8 272,7 236 45,280 Total 22.301,9 23.936,6 18.808,4 9.337,3 3227,116 B. Sayuran 1. Cabai 18.520,4 18.375,4 24.221,5 26.562,5 7.909,3 2. Bawang Merah 6.597,1 9.219,6 7.469,3 6.144,7 4.552,6 3. Kubis 8.837,1 7.204,4 7.391,5 8.046,7 2.546,9 4. Kentang 5.840,7 5.762,2 6.112,2 6.508,1 2.473,0 5. Tomat 4.202,8 40.275,5 5.280,7 5.432,0 2.085,9 Total 43.998,1 80.837,1 50.475,2 52.694,0 19.567,7 C. Tanaman Florikultura 1. Anggrek 0,0 0,0 0,0 0,1 5,7 2. Sicas 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 3. Krisan 109,9 278,9 70,6 141,2 6.435 4. Melati 0,1 0,2 0,1 0,2 0,4 Total 110,1 279,2 70,8 141,6 6.441,1 D. Tanaman Obat 1. Jahe 87,3 864,4 117,9 192,0 218 2. Kencur 194,2 140,3 7,4 26,4 23 3. Kunyit 8,4 5,1 24,2 21 15,5 4. Lidah Buaya 15,5 14,6 3,0 5,2 9,1 Total 305,4 1.024,4 152,4 244,6 265,6

(33)

b) Pemenuhan Persyaratan Teknis Perdagangan

Di bidang persyaratan teknis ekspor-impor, telah ditetapkan ketentuan yang

diatur dalam perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS). Ketentuan SPS

merupakan dasar dalam pemenuhan persyaratan internasional dengan

memperhatikan justifi kasi ilmiah, dan merujuk pada standar, pedoman/

rekomendasi teknis yang ada dengan perangkat kelembagaannya. Saat

ini, terdapat 3 (tiga) lembaga/organisasi internasional yang menjadi

rujukan dalam setiap pengembangan/penyusunan tindakan SPS, yaitu: (1)

Codex Alimentarius Commission (CAC); (2) International Plant Protection

Convention (IPPC), dan (3) Offi ce International des Epizooties (OIE) atau

World Organization for Animal (WOAH). Ketiganya dikenal dengan istilah

Three Sisters dalam SPS.

Dua standar dan ketentuan terkait IPPC dan CAC, menjadi pedoman

dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman, terutama terkait

dengan standar ISPM yang mengatur keberadaan OPT pada produk yang

akan diekspor ataupun diimpor, serta standar CAC terkait dengan mutu

produk dari cemaran residu pestisida. Ke dua standar teknis tersebut

menjadi perhatian yang besar dari Direktorat Perlindungan Tanaman

Hortikultura untuk memperkuat daya saing produk.

Sampai dengan tahun 2009 telah dihasilkan 15 komoditas yang disediakan

pestlistnya yaitu untuk komoditas mangga, salak, manggis, strawberry,

sirsak, raplis, temulawak, kentang, paprika, anggrek, pisang, tomat, kubis,

bawang merah, dan cabai. 3 (tiga) komoditas diantaranya yaitu salak,

manggis dan mangga merupakan komoditas unggulan ekspor. Salak saat

ini telah berhasil diekspor ke Cina.

c) Penyelenggaraan Sekolah lapang

Untuk mengatasi kecenderungan meningkatnya luas serangan OPT

pada pengembangan agribisnis hortikultura tersebut, Ditjen Hortikultura

telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Daerah (propinsi/kabupaten/

kota) agar melakukan bimbingan teknis melalui kegiatan sekolah lapang

pengendalian hama terpadu (SLPHT). Kegiatan pelatihan/magang SLPHT

ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan

(34)

Pelaksanaan SLPHT hortikultura tahun 2007 merupakan tahun PHT,

dimana telah dilaksanakan kegiatan SLPHT di 31 provinsi, yaitu sebanyak

380 unit, terdiri dari 287 unit bersumber dari APBN dekonsentrasi dan 93

unit dilaksanakan oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian. Jumlah

tersebut belum termasuk pelaksanaan SLPHT bersumber dana APBD

Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan swadaya masyarakat.

Khusus pada tahun 2008 telah dilaksanakan 366 unit penerapan PHT,

terdiri dari 193 unit di berbagai sentra produksi hortikultura melalui

pemasyarakatan PHT (dengan pola SLPHT), yaitu dengan dana

dekonsentrasi kepada UPTD BPTPH, dan 173 unit kelompok SLPHT

dalam rangka pengendalian OPT hortikultura di 11 provinsi yang mencakup

42 kabupaten/kota dengan dana Tugas Pembantuan kepada kabupaten/

kota. Di samping itu, pada tahun 2008 juga telah berkembang penerapan

PHT dengan pola SLPHT dalam rangka penerapan GAP/SOP pada

berbagai komoditas hortikultura. Jajaran perlindungan tanaman di daerah

(UPTD BPTPH) saat ini berperan aktif dalam mensosialisasikan dan

memasyarakatkan PHT dan penerapan GAP/SOP budidaya hortikultura.

Pada tahun 2009, dengan dana APBN Pusat, pemasyarakatan PHT

melalui pola SLPHT telah dilaksanakan sebanyak 415 unit, terdiri dari

254 unit SLPHT di 29 Provinsi pada 32 komoditas dan 161 unit SLPHT

di Kabupaten/Kota pada 21 komoditas hortikultura dengan dana Tugas

Pembantuan.

d) Kelompok Pengguna Agen Hayati

Di bidang perlindungan tanaman, peran kelompok-kelompok alumni

SLPHT dan kelompok pengguna/penerap teknologi ramah lingkungan

(menggunakan agens hayati dan biopestisida) yang tidak berdampak

negatif bagi lingkungan, hewan, dan manusia. Disamping itu memiliki 3

keuntungan, bila dibandingkan dengan teknik pengendalian lain terutama

pestisida, yaitu : permanen, aman dan ekonomis. Peran

kelompok-kelompok tersebut sangat penting dalam penanggulangan OPT.

Kelompok-kelompok tani pengguna agens hayati yang telah terbentuk

antara lain : Sumatera Barat ; POS IPAH (Pos Informasi Pelayanan Agens

Hayati) 73 kelompok, Jatim; PPAH (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 210

kelompok, Jawa Tengah ; PUSPAHATI (Pusat Pelayanan Agens Hayati)

99 kelompok, dan Jambi ; POS IPAH 10 kelompok, dan provinsi lain yaitu

Provinsi Sumsel 12 kelompok, Kaltim 3 kelompok, Sumut 4 kelompok,

Bali 2 kelompok, Banten 1 kelompok, Bengkulu 6 kelompok dan DIY 36

kelompok, Sulut 3 kelompok, NTB 7 kelompok, NAD 27 kelompok, Jabar

(35)

4 kelompok, Lampung 12 kelompok, Gorontalo 15 kelompok, dan Maluku

3 kelompok, dengan total sebanyak 527 kelompok.

e) Penguatan Laboratorium Hama Penyakit dan Laboratorium Pestisida

Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP) dan Laboratorium

Pestisida yang berada dibawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) berperan

penting dalam pengembangan penerapan perlindungan tanaman

hortikultura. Dalam tahun 2009 telah diberikan pelatihan-pelatihan teknis

kepada petugas-petugas dari 18 lab PHP di 12 propinsi dan BP Post

Jatisari tentang pemenuhan persyaratan teknis SPS-WTO. Latihan-latihan

tersebut berupa latihan teknis mengacu pada International Standard for

Phytosanitary Measures (ISPM) yaitu tentang surveillance, identifi kasi,

pembuatan koleksi referensi, yang merupakan bahan untuk pengasaman

pest list. Selain pelatihan teknis juga diberikan bantuan kelengkepan

peralatan laboratorium antara lain mokroskop untuk identifi kasi.

Lokasi lab PHP yang menerima bantuan adalah di Sumatera Utara (1

lab), Sumatera Barat (1 lab), Riau (1 lab), Lampung (1 lab), DKI Jakarta

(1 lab), Jawa Barat (3 lab), Jawa Tengah (3 lab), DI Yogyakarta (1 lab),

Jawa Timur 1 (3 lab), Nusa Tenggara Barat (1 lab), Bali (1 lab), Kalimantan

Barat (1 lab).

Dalam tahun 2009, juga telah dibantu kelengkapan peralatan laboratorium

pestisida di 2 laboratorium dan 1 laboratorium di tingkat pusat. Peralatan

tersebut antara lain alat analisis residu pestisida dan kelengkapannya,

untuk meningkatkan kemampuan laboratorium dalam menganalisis

residu pestisida yang terdapat dalam produk hortikultura. Selain

kelengkapan peralatan juga diberikan pelatihan teknis bagi para analis

untuk mengoperasikan peralatan tersebut. Laboratorium pestisida yang

menerima peralatan tersebut adalah laboratorium pestisida di Maros

dengan laboratorium pestisida di Surabaya.

f) Pemantauan Residu Pestisida

(36)

(Batas Maksimum Residu) yang ditetapkan. Hasil analisis residu produk

buah, tidak terdektesi residunya rata-rata 64,1%, terdeteksi > BMR =

0%, dan terdeteksi < BMR rata-rata 35,9% serta produk sayuran, tidak

terdektesi residunya rata-rata sebesar 72,25%, terdeteksi > BMR = 0%,

dan terdeteksi < BMR = 27,75%

Hasil pematauan residu pestisida pada produk buah dan sayur pada tahun

2009 menunjukkan hasil yang relatif sama, sebagian besar residu aman

dikonsumsi. Pada produk buah-buahan telah dianalisis 4 komoditas (apel,

mangga, anggur, markisa) dan sayuran 7 komoditas (cabe merah, sawi,

hijau, bawang merah, tomat, kentang, paprika, caisim).

Tabel 5. Hasil Analisa Residu Pesti sida Tahun 2004-2009 Pada Buah dan Sayuran

No Tahun Jml Analisa

Terdeteksi Tidak Terdeteksi ¾ BMR < BMR

Buah Sampel Sampel Sampel % Sampel %

1 2004 48 0 13 27,08 35 72,92 2 2005 15 0 7 46,67 8 53,33 3 2006 51 0 12 23,53 39 76,47 4 2007 45 0 17 37,78 28 62,22 5 2008 36 0 16 44,44 20 55,56 Rerata 39,0 0 35,9 64,1 6 2009 45 0 22 48,89 23 52,11 No Tahun Jml Analisa

Terdeteksi Tidak Terdeteksi ¾ BMR < BMR

Sayuran Sampel Sampel Sampel % Sampel %

1 2004 51 0 4 7,84 47 92,16 2 2005 34 0 6 17,65 28 82,35 3 2006 50 0 20 40 30 60 4 2007 33 0 9 27,27 24 72,73 5 2008 50 0 23 46 27 54 Rerata 39,0 27,75 72,75 6 2009 50 0 27 58 21 42

(37)

4. Pengembangan

Kelembagaan

Dalam rangka pengembangan hortikultura, peran kelembagaan usaha sangat

penting untuk diperhatikan. Jumlah kelembagaan yang berperan dalam

pengembangan sayuran dan tanaman obat sebanyak 301 dengan rincian

sebagai berikut : Champion sayuran sebesar 219, Asosiasi sayuran sebanyak

20 dan eksportir sebanyak 24, sedangkan untuk Champion tanaman obat

sebesar 25, Asosiasi tanaman obat sebanyak 4 dan eksportir tanaman obat

sebanyak 9. Jumlah kelembagaan yang berperan dalam pengembangan

tanaman buah dengan rincian sebagai berikut : kelompok tani sebesar 95,

kemitraan sebesar 10, champion sebesar 18 dan asosiasi sebesar 7. Jumlah

kelembagaan yang berperan dalam pengembangan fl orikultura sebanyak 74

dengan rincian sebagai berikut : champion sebesar 34, Asosiasi sebesar 20

dan eksportir 20.

Buah dan sayur yang tersedia tersebut tidak seluruhnya dikonsumsi oleh

masyarakat (dalam bentuk segar), tetapi sebagian diekspor, dan juga

digunakan oleh industri sebagai bahan baku, mengalami kehilangan pada

berbagai tahap penanganan panen, pasca panen dan pemasaran. Data

mengenai ketersediaan buah dan sayur pada tahun 2005 - 2009 dapat dilihat

pada Grafi k 14 dan Grafi k 15.

Ketersediaan buah dan sayur selama tahun 2005 sampai dengan 2009

meningkat secara konsisten. Ketersediaan buah-buahan meningkat dari

64,67 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 77,03 kg/kapita/tahun pada

tahun 2009. Ketersediaan sayuran meningkat dari 39,30 kg/kapita/tahun pada

tahun 2005 menjadi 42,62 kg/kapita/tahun pada tahun 2009. Konsumsi buah

dan sayur tahun 2005-2009 menunjukkan peningkatan yang konsisten, yaitu

dari 60,50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 73,25 kg/kapita/tahun

pada tahun 2009.

(38)

Grafi k 14. Ketersediaan dan Konsumsi Buah

Pada Tahun 2005-2009 (Kg/Kapita/Tahun)

Grafi k 15. Ketersediaan dan Konsumsi Sayur

Pada Tahun 2005-2009 (Kg/Kapita/Tahun)

Sumber : Badan Pusat Stati sti k, 2008 Keterangan : 2009 Angka Sementara

Sumber : Badan Pusat Stati sti k, 2008 Keterangan : 2009 Angka Sementara

(39)

BAB IV

VISI, MISI DAN

TUJUAN

V I S I

Pembangunan hortikultura sebagai bagian dari pembangunan pertanian

harus menjabarkan secara operasional komitmen tersebut yang diarahkan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani serta memberi

kontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional.

Dengan memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan dinamika

lingkungan strategis, maka visi pembangunan Hortikultura tahun 2010 –

2014 adalah :

Terwujudnya sistem produksi dan distribusi hortikultura industrial

yang efi sien, berdaya saing dan berkelanjutan serta menghasilkan

produk yang bermutu dan aman konsumsi untuk mencukupi

kebutuhan dalam negeri dan ekspor

(40)

M I S I

Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, Direktorat Jenderal

Hortikultura mengemban misi yang harus dilaksanakan yaitu :

1. Mewujudkan pengembangan kawasan hortikultura yang

berkelanjutan, efi sien, berbasis IPTEK dan sumber daya lokal serta

berwawasan lingkungan melalui pendekatan agribisnis.

2. Mewujudkan ketersediaan sarana produksi secara tepat

3. Meningkatkan penerapan teknik budidaya dan pasca panen yang

baik dan ramah lingkungan

4. Menjadikan sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaan yang

professional

5. Mewujudkan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan

pangan segar asal hortikultura

6. Mendorong terciptanya kebijakan dan regulasi untuk pengembangan

agribisnis hortikultura serta meningkatnya investasi hortikultura

7. Mendorong tersedianya infrastruktur kawasan dan sistem distribusi

hortikultura

8. Mendorong terbinanya sistem penyuluhan, sistem informasi

teknologi, pembiayaan dan pelayanan lainnya

9. Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan

komoditas hortikultura yang transparan, jujur dan berkeadilan

(41)

T U J U A N

Tujuan pengembangan hortikultura tahun 2010-2014 adalah :

1. Meningkatkan sistem produksi hortikultura yang ramah lingkungan

2. Meningkatkan ketersediaan produk hortikultura bermutu dan aman

konsumsi

3. Meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar domestik

maupun internasional

(42)
(43)

Selama lima tahun ke depan (2010-2014) Kementerian Pertanian

mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu : 1) pencapaian swasembada

dan swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan,

3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, 4) peningkatan

kesejahteraan petani.

Mengacu pada target utama tersebut, maka target utama yang akan dicapai

Direktorat Jenderal Hortikultura adalah peningkatan produksi, produktivitas dan

mutu produk hortikultura dalam rangka mendukung peningkatan diversifi kasi

pangan; peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; serta peningkatan

kesejahteraan petani.

Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai

nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Mengacu pada SK Menteri

Pertanian No. 511/Kpts/PD 310/9/2006, komoditas binaan Direktorat Jenderal

Hortikultura mencakup 323 jenis komoditas, yang terdiri dari 60 jenis komoditas

buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas tanaman obat

dan 117 jenis komoditas fl orikultura. Hingga saat ini pengolahan data statistik

baru menangani 90 jenis komoditas yaitu 26 komoditas buah, 25 komoditas

sayuran, 24 komoditas fl orikultura dan 15 komoditas tanaman obat.

Berdasarkan karakteristik masing-masing komoditas maka perlu dilakukan

pengelompokan jenis komoditas yaitu :

BAB V

TARGET UTAMA DAN

SASARAN STRATEGIS

A. Target Utama

(44)

Grafi k 16. Kelompok Jenis Komoditas Horti kultura

a. Buah Tahunan Pohon dan perdu: alpukat, duku, durian, jambu air, mangga,

manggis, nangka, jeruk siam, jeruk besar, belimbing, salak, sirsak, apel,

jambu biji

b. Buah Semusim dan Merambat : markisa, anggur, melon, semangka,

blewah, stroberi

c. Buah Terna : nenas, pepaya, pisang

d. Sayuran Umbi : bawang merah, bawang putih, kentang, wortel

e. Sayuran Daun: bawang daun, kol/kubis, petsai/sawi, kembang kol,

kangkung, bayam

f. Sayuran Buah: cabe besar, cabe rawit, kacang merah, paprika, tomat,

terung, buncis, ketimun, labu siam, kacang panjang, melinjo, petai, jengkol

g. Jamur

h. Florikultura Bunga/Daun Potong : anggrek, anthurium bunga, anyelir,

gerbera, gladiol, heliconia, krisan, mawar, sedap malam, dracaena,

phylodendron, monstera, cordyline, anthurium daun, pakis, palem

i. Florikultura Pot dan Taman : palem, aglonema, euphorbia, adenium

(kamboja jepang), soka (ixora), defenbacia, sansieviera, calladium

j. Florikultura Tabur : melati

k. Tanaman Obat Rimpang : temulawak, jahe, lengkuas, kencur, kunyit,

lempuyang, temuireng, temukunci, dringo

l. Tanaman Obat Non rimpang : kapulaga, mengkudu/pace, mahkota dewa,

kejibeling, sambiloto, lidah buaya

(45)

Grafi k 17. Sasaran Produksi Komoditas Horti kultura Tahun 2010-2014

Sasaran produksi komoditas hortikultura unggulan tahun 2010 – 2014 sesuai

Renstra Kementerian Pertanian, disajikan pada Grafi k 17.

Sasaran produksi masing-masing komoditas yang telah dimasukkan dalam

data statistik hortikultura disajikan pada Lampiran 2 - 5.

Keterangan: *) satuan dalam ribu ton

(46)

Keragaman jenis komoditas hortikultura yang begitu besar dan nilai ekonomis

yang tinggi menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memilah prioritas

komoditas yang akan dikembangkan, karena hal tersebut sangat terkait

dengan kekuatan pasar serta prioritas kebijakan di pusat dan daerah.

Berdasarkan hal tersebut ditetapkan komoditas utama hortikultura nasional

sebagai berikut : Cabe, Bawang Merah, Kentang, Mangga, Manggis, Jeruk,

Salak, Jambu biji kristal, Anggrek dan Krisan.

Disamping komoditas unggulan tersebut, juga dikembangkan komoditas

penyangga dengan karakteristik sebagai berikut : menyangga kebutuhan

sepanjang waktu/musim, merupakan komoditas substitusi impor, memiliki

produktivitas rendah, memiliki areal terpencar dan skala usaha kecil, memiliki

varietas tidak seragam dan asalan, spesifi k pada agroekologi tertentu.

Komoditas penyangga diantaranya adalah pisang, melon, semangka, durian,

pepaya, wortel, bawang putih, leather leaf, sedap malam, raphis, heliconia,

melati, jahe, temulawak dan lain-lain.

Komoditas lainnya adalah kelompok komoditas rintisan yang memiliki

karakteristik varietas unggul dan unik, optimasi pemanfaatan lahan/ruang,

potensi pemintaan cenderung meningkat, usulan komoditas unggulan daerah

untuk menjadi komoditas unggulan nasional. Beberapa komoditas yang

termasuk sebagai komoditas rintisan adalah: srikaya jumbo, duku, jambu air

dalhari, dan lain-lain.

(47)

B. Sasaran Strategis

Target Produksi Horti kultura 2010 dan 2014

2010 2014

Total Buah (ton) 15.490.373 20.629.300 Total Sayuran (ton) 10.706.386 12.625.600 Total Tanaman Obat 418.683.635 498.200 Anggrek (Tangkai) 14.050.445 15.912.215 Krisan (Tangkai) 185.232.970 197.429.935 Tan. Florikultura

Bunga dan Daun lainnya (tangkai)

198.217.045 233.786.499

Tan. Pot dan Tan. Taman (pohon)

14.561.604 16.958.842 Tan. Bunga Tabur

(melati ) (kg)

21.600.442 26.544.647

Dalam rangka mencapai tujuan

pembangunan hortikultura maka

sasaran strategis tahun 2010-2014

adalah meningkatnya produksi,

produktivitas dan mutu produk tanaman

hortikultura yang aman konsumsi,

berdaya saing dan berkelanjutan

dengan indikator sebagai berikut :

1. Produksi

Hortikultura

Adapun target produksi hortikultura tahun 2010-2014 secara rinci dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Target Produksi Horti kultura Tahun 2010-2014

INDIKATOR TARGET 2010 2011 2012 2013 2014 1. Produksi Hortikultura a. Buah 1) Jeruk (ton) 2.028.904 2.116.089 2.138.688 2.244.162 2.362.991 2) Mangga (ton) 1.287.287 1.842.036 2.351.473 2.467.440 2.598.092 3) Manggis (ton) 84.538 97.487 102.361 107.409 113.096 4) Durian (ton) 492.139 567.519 766.150 803.935 846.503

(48)

INDIKATOR

TARGET

2010 2011 2012 2013 2014

b. Sayuran

1) Cabe (ton) 1.328.864 1.375.400 1.423.500 1.473.300 1.524.800

2) Bawang Merah (ton) 1.048.934 1.084.600 1.122.000 1.161.300 1.201.900

3) Kentang (ton) 1.060.805 1.092.600 1.128.100 1.167.600 1.211.400

4) Jamur (ton) 61.376 64.100 67.100 70.300 73.800

5) Sayuran Umbi lainnya (ton) 448.503 469.900 494.600 523.400 557.400

6) Sayuran Daun (ton) 3.114.606 3.211.100 3.313.100 3.420.900 3.535.000

7) Sayuran Buah lainnya (ton) 3.643.298 3.835.500 4.043.500 4.270.800 4.521.300

Total Sayuran (ton) 10.706.386 11.133.200 11.591.900 12.087.600 12.625.600

c. Tanaman Obat

1) Temulawak (ton) 26.671.149 27.738 .000 28.903.000 30.218.100 31.729.000

2) Tanaman Obat Rimpang lainnya (ton) 324.483.800 337.463.300 351.636.900 367.636 .400 386.018 .300

3) Tanaman Obat Non Rimpang (ton) 67.528.686 70.486.800 73.624.800 76.945.800 80.461.600

Total Tanaman Obat (ton) 418.683.635 435.688.100 454.164.700 474.800.300 498.208.900

d. Tanaman Florikultura

1) Anggrek (Tangkai) 14.050.445 14.497.344 14.953.850 15.425.305 15.912.215

2) Krisan (Tangkai) 185.232.970 188.101.724 191.087.012 194.194.452 197.429.935

3) Tan. Hias Bunga dan Daun lainnya (tangkai) 198.217.045 206.433.331 215.205.222 224.321.553 233.786.499

4) Tan. Pot dan Tan. Taman (pohon) 14.561.604 15.130.746 15.711.863 16.317.374 16.958.842

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Horti kultura Terhadap Subsektor Tahun 2005 – 2009  Berdasarkan Harga Berlaku (Trilyun Rupiah)
Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Horti kultura Tahun 2005-2009
Tabel 3. Kebutuhan dan Ketersediaan Benih  Horti kultura Bermutu tahun 2005-2009 : mangga, rambutan, durian, jeruk, manggis, pisang : anggrek, gladiol, krisan, mawar, melati , sedap malam : kentang, bawang merah : cabe, kacang panjang, tomat, buncis, kangk
Tabel 4. Perkembangan Luas Serangan OPT Horti kultura Tahun 2005-2009
+3

Referensi

Dokumen terkait

Conclusions Health care costs of occupational accidents are similar to the economic direct expenditures to compensate death and disability in the social security system in

Didalam menu admin, administrator dapat mengakses menu gejala untuk menginputkan data-data gejala penyakit, diagnosa untuk memasukkan aturan-aturan diagnosa tentang

Semua virus memiliki asam nukleat, pembawa gen yang diperlukan untuk menghimpun salinan-salinan virus di dalam sel hidup.Pada virus T4 asam nukleatnya adalah DNA, tetapi pada

Supaya anak dan orang tua/pengasuh tahu bahwa anak hidup dalam hari-hari Tuhan yang baik.. - Bacakan Ayat Hafalan untuk anak setiap hari

Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT.. berbagai sumber belajar dan guru mengupayakan agar siswa diberi kesempatan untuk berperan sebagai sumber

pemeliharaan SDM. Termasuk dalam hal ini adalah merencanakan karir bagi para karyawan. 2) Fungsi pengorganisasian, yaitu menyusun suatu organisasi dengan

Karakteristik Pembelajaran CTL adalah : kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, idak membosankan, belajar dnegan bergairah, pembelajaran terintegrasi,

Rusdarmawan (2009:38-40) mengatakan bahwa tahapan melatih IQ melalui gambar yaitu, guru atau orang tua dapat memberikan contoh di papan tulis atau di kertas lain