BAB III SURAT AL-DHUHÂ
A. Pengenalan Terhadap Surat al-Dhuhâ
Surat al-Dhuhâ adalah surat makkiyah, turun setelah surat al-Fajr, terdiri dari 11 ayat, 40 kata dan 172 huruf. Dinamakan surat al-Dhuhâ karena mengambil nama pembuka surat, yaitu Allâh bersumpah dengan al-Dhuhâ; permulaan siang ketika
matahari mulai tinggi. Hal ini menunjukkan pentingnya waktu tersebut yang ditandai
dengan munculnya cahaya yang merupakan simbol bagi kebenaran, karena ayat ini
berbicara tentang Nabi Muhammad, karenanya dimulai dengan al-Dhuhâ. Sebaliknya
surat sebelumnya karena berbicara tentang orang yang bakhil maka ia diawali dengan
al-Lail.1
Pada ayat sebelumnya Allâh mendahulukan kata al-Lail, pada ayat ini Allâh
mendahulukan waktu Dhuhâ. Hikmah dari hal ini adalah; pada keduanya terdapat
maslahah bagi para mukallaf.2 Malam mempunyai kelebihan dari pada siang karena lebih dahulu disebutkan dalam al-Qur’ân:
u
‘θ‘Ζ9$#uρ
ÏM≈uΗä>—à9$#
Ÿ≅yè_y
uρ
Úu
ö‘F{$#uρ
ÏN≡uθ≈yϑ¡¡
9$#
t,n=y{
“%Ï
!©
$#
¬!߉ϑpô
tø:$#
1
Dr Wahbah Zuhaili, Al- Tafsîr al-Munîr fi al- Aqîdah wa al- Syari’ah wa al-Manhaj, (Beirut: Dâr Al-Fikr, tt), juz. 29, h.279
2
Mukallaf adalah seseorang yang telah sampai pada umur akil baligh dan telah sampai padanya dakwah Islam (makna dua kalimat syahadat).
Maknanya: “Segala puji bagi Allâh yang telah menciptakan langit dan bumi dan
mengadakan gelap dan terang”. (Q.S. al-An’âm: 1)
Dan siang mempunyai kelebihan karena padanya cahaya. Malam bagaikan dunia dan
siang bagaikan akhirat, masing-masing mempunyai kelebihan. Maka tidak ada
salahnya kadang malam didahulukan dan terkadang siang yang didahulukan.
Sebagaimana dalam ayat yang lain Allâh terkadang mendahulukan sujud dari pada
ruku’ dan terkadang mendahulukan ruku’ dari pada sujud.3
Penyebutan Dhuha yang menurut bahasa adalah permulaan siang dilanjutkan dengan Lail yang berarti malam secara keseluruhan memberikan beberapa isyarat :
pertama, bahwa bagian dari siang tersebut menyamai semalam penuh, artinya pekerjaan yang dapat dilakukan pada bagian dari siang tersebut menyamai dengan
apa yang dapat dilakukan pada semalaman. Kedua, siang adalah waktu bergembira dan bersantai-santai sedangkan malam adalah waktu dimana orang banyak merasakan
ketakutan dan kesedihan. Hal ini memberikan isyarat bahwa kesedihan dunia lebih
panjang dari pada kesenangannya. Sebagaimana Dhuhâ hanya beberapa waktu
sedangkan malam lebih panjang waktunya. Ketiga, waktu Dhuhâ menunjukkan aktifitas manusia dan perkumpulan mereka seakan-akan sama dengan waktu
berkumpulnya manusia di padang makhsyar. Dan malam menunjukkan waktu
berhentinya manusia dari aktifitas seakan-akan sama dengan gelapnya kubur.
Keduanya ada hikmah dan keni’matannya. Keempat, disebutkan waktu Dhuhâ agar
3
Fakhruddin al-Razi, Al- Tafsîr al-Kabîr, (Thahran: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, tt), cet. II, juz. 31, h. 207-208
manusia tidak putus asa dari rahmat Allâh dan disebutkan Lail agar manusia tidak
merasa aman dari cobaan-Nya.4
Adanya sumpah dengan keduanya dikarenakan orang-orang kafir Quraisy
mengklaim bahwa Allâh meninggalkan Muhammad dan membencinya, maka
seharusnya mereka yang mengeluarkan hujjah (bukti) akan tetapi mereka tidak dapat mendatangkannya. Karenanya ayat ini dimulai dengan sumpah bahwa Allâh tidak
meninggalkan Muhammad dan membencinya. Sebagaimana kaidah ushul fiqh
mengatakan:
َﺮَﻜْﻥَأ
ْﻦَﻡ
ﻰَﻠَﻋُﻦْﻴِﻤَﻴﻟْاَو
ﻲِﻋﱠﺪﱡﻤﻟا
ﻰَﻠَﻋُﺔَﻨﱢﻴَﺒﻟا
Maknanya: “Bukti bagi orang yang menuduh dan sumpah bagi orang mengingkari”.2. Keistimewaan-keistimewaan Surat al-Dhuhâ
Diriwayatkan dari Abû al-Hasan Ahmad ibn Muhammad ibn Abdullâh ibn
Abî Bazzah al-Muqri’ berkata: saya membaca di depan Ikrimah ibn Sulaimân, saya
dikabarkan bahwa ia membaca pada Isma’îl ibn Qasthanthîn dan Syibl ibn ‘Imâd.
Ketika saya sampai pada surat ad-Dhuhâ ia (Ikrimah) berkata kepada saya:
“Bertakbirlah hingga akhir setiap surat, karena sesungguhnya saya baca pada Ibn
Katsîr dan ia menyuruhku seperti itu. Dan ia mengabarkan kepada saya bahwa ia
membaca kepada Mujahid dan ia (mujahid) menyuruhnya bertakbir dan Mujahid
membaca pada Ibn Abbâs dan Ibn Abbâspun menyuruhnya seperti itu. Dan Ibn
Abbâs membaca pada Ubay ibn Ka‘b dan iapun menyuruhnya seperti itu. Dan Ubay
4
ibn Ka‘b mengabarkannya bahwa ia membaca pada Rasûlullâh dan Rasûlpun
menyuruhnya seperti itu”. Para Qurrâ’ berbeda pendapat tentang kapan takbir tersebut diucapkan dan bagaimana caranya. Sebagian mereka mengatakan bertakbir
pada akhir surat al-Lail dan sebagian yang lain mengatakan bertakbir pada akhir surat
al-Dhuhâ. Adapun bacaan takbirnya menurut sebagian cukup dengan membaca
ﷲا
ﺮﺒآأ
dan sebagian lagi mengatakan dengan membacaﺮﺒآأ
ﷲاو
ﷲا
ﻻإ
ﻪﻟإﻻ
ﺮﺒآأ
ﷲا
. Para Qurrâ’ (ahli baca al-Qur’ân) menyebutkan kaitannya takbir ini dengan awal surat al-Dhuhâ yaitu; ketika wahyu terlambat datang pada Rasûlullâh dan terjadikevakuman. Kemudian datanglah malaikat Jibrîl dengan surat al-Dhuhâ
keseluruhannya, Rasûlpun bertakbir karena bahagia dan senang. Ibn Katsîr
menyebutkan bahwa riwayat tentang hal ini tidak disebutkan dengan sanad yang
dapat dihukumi shahîh atau dhaif.5 Dari riwayt inilah kemudian al-Imâm al-Syafî’i mengatakan bahwa di sunnahkan membaca takbir setelah membaca surat al-Dhuhâ
dan setiap selesai membaca surat-surat setelahnya.6 Sebagian mufassir menyebutkan
bacaan takbirnya adalah
ﺮﺒآأﷲا
, dan sebagian yang lain menyebutkan;ﻪﻟإﻻﺮﺒآأ
ﷲا
ﺮﺒآأ
ﷲاو
ﷲا
ﻻإ
.Menurut Quraisy Shihab takbir yang diucapkan Rasûlullâh merupakan luapan
kegembiraan beliau setelah menerima wahyu surat al-Dhuhâ. Takbir tersebut beliau
5
Al-Qasimi, Mahâsin Al- Ta’wîl, (Beirut: Dâr ihya’ Al-Kutub Al-‘Arabiyah, 1960), Cet. I, h. 6180 dan Dr. Wahbah Al-Zuhaili, Al- Tafsîr al-Munîr, h. 280
6
kumandangkan sebagai tanggapan atas kesan dan atau atas dampak negatif yang
ditimbulkan oleh “ketidakhadiran wahyu” beberapa lama. Allâhu Akbar, yakni Allâh
tetap akan membimbing beliau dan membimbing umat manusia melalui wahyu-
wahyu yang masih terus akan datang sampai sempurna bimbingan tersebut.7
Dari Ubay ibn Ka’b dari Rasûlullâh, beliau berkata:
رََ عَ ﻩُش
لَوَ
ﻩُلَ
عََفْشَي
نْأَ
دٍمﱠحَمُلِوَ
ُﷲا
ﻩاَُضرَْي
نْمﱠمِ
َناكَ
ا
أَﻩَرَقَ
نْمَوَ
لٍ
ِ سئاَ
وَ
ْمٍيِتَي
لﱢكُ
ِددَعَِب
ٍتانََسحَ
Maknanya: “Dan barang siapa membacanya dan dia termasuk orang yang mendapatridla dari Allâh, maka ia kelak akan mendapat syafaat Muhammad dan mendapatkan sepuluh kebaikan dari setiap yatim dan peminta-minta”8