AL-I’JÂZ AL-BALÂGHI
DALAM SURAT
AL-DHUHÂ
TESIS
Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh Gelar
Magister Agama dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Arab
Oleh
NURHASANIYAH
NIM: 02.2.00.1.06.01.0156
Pembimbing
Dr. Ahmad Dardiri, MA
KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Hasaniyah
Nomor Pokok Mahasiswa : 02.2.00.1.06.01.0156
Tempat/ Tanggal Lahir : Probolinggo, 23 Pebruari 1975
Pekerjaan : Dosen Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Malang
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya yang berjudul ”I’jâz al-Balâghi Dalam Surat al-Dhuhâ” adalah benar karya asli saya, kecuali yang saya sebutkan sumbernya. Apabila dikemudian hari terdapat di dalamnya kesalahan dan kekeliruan maka hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 31 Januari 2008
Yang Menyatakan
Nur Hasaniyah
Tesis yang berjudul “Al-I’jâz Al-Balâghi Dalam Surat Al-Dhuhâ”, yang ditulis oleh Nur Hasaniyah, Nomor Induk Mahasiswa 02.2.00.1.06.01.0156, konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab telah disetujui untuk dibawa ke dalam ujian tesis.
Pembimbing,
Dr. Ahmad Dardiri, MA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Sidang Munaqosyah
1. Prof. Dr. Suwito, MA 1. ... Ketua Sidang
2. Prof. Dr. H.D. Hidayat, MA 2. ... Penguji
3. Dr. Yusuf Rahman, MA 3. ... Penguji
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis yang berjudul “Al-I’jâz Al-Balâghi Dalam Surat Al-Dhuhâ”, yang ditulis oleh Nur Hasaniyah, Nomor Induk Mahasiswa 02.2.00.1.06.01.0156, konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab telah disetujui untuk dibawa ke dalam ujian tesis.
Pembimbing,
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Tesis yang berjudul “Al-I’jâz Al-Balâghi Dalam Surat Al-Dhuhâ” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 13 Maret 2008. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama (MA) Bidang Pengkajian Islam, Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab.
Jakarta, 13 Maret 2008
Sidang Munaqosyah
1. Prof. Dr. Suwito, MA 1. ... Ketua Sidang
2. Prof. Dr. H.D. Hidayat, MA 2. ... Penguji
3. Dr. Yusuf Rahman, MA 3. ... Penguji
ABSTRAK
Nur Hasaniyah, “Al-I’jâz Al Balâghi Dalam Surat Al-Dhuhâ”. Dalam tesis ini penulis membahas kandungan balâghah dalam penafsiran surat al-Dhuhâ. Surat ini disamping mengandung I’jâz dari sisi kebahasaan juga memberi pelajaran yang sangat berharga dalam masalah sosial. Pada 3 ayat terakhir surat ini menjelaskan kepada kita bagaimana respon sosial terhadap anak yatim, mereka yang membutuhkan dan bagaimana cara mensyukuri ni’mat.
Penafsiran al-Qur’an ditinjau dari sisi kebahasaan menggunakan metode penelusuran makna dasar bahasanya telah dilakukan oleh ‘A’isyah Abdurrahmân Bintusy Syâthi’ dalam karya monumentalnya Tafsir Bayâni lil Qur’ân al-Kârim, yang terkenal dengan tafsir Bintusy Syâthi’. Kebanyakan tulisan-tulisan yang ada hanya sekedar penafsiran sebuah surat. Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penulis tidak menemukan tulisan yang secara khusus membahasan surat al-Dhuhâ dari segi ilmu balâghahnya.
Penulisan tesis ini bersifat kepustakaan murni. Adapun pengolahan datanya menggunakan metode analitis dan deskriftif analitis. Pada pengambilan data penulis merujuk pada beberapa buku primer, di antaranya Dala-il al-I’jâz karya Abu Bakr Abd al-Qâhir al-Jurjâni, Miftâh al-‘Ulum karya Abu Ya’qub Yusuf ibn Abu Bakr al-Sakkaki, Tafsir al-Qâsimi yang berjudul Mahâsin al-Ta’wil karya Muhammad Jamâluddin al-Qâsimi, Ruh al-Ma’âni fi Tafsir I’jâz al-‘Azhim wa al-Sab’ al-Matsâni
karya Abu Fadhl Syihâbuddin al-Sayyid Mahmud al-Baghdâdi. Tafsir al-Baydhawi
yang berjudul Anwâr al-Tanzil wa Asrâr al-Ta’wil karya al-Qâdhi Nasiruddin Abu Sa’id Abdullâh Abu ‘Umar Muhammad al-Syairâzi al-Baydlâwi, dan buku sekunder, seperti kitab ‘ulum al-Qur’ân dan kitab tafsir lainnya.
ABSTRACT
Nur Hasaniyah, “Al-I’jâz Al Balâghi Dalam Surat Al-Dhuhâ”. In this thesis, the writer discusses the content of balâghah in interpreting surah al-Dhuhâ. This surah contains I’jâz and in its language side it gives valuable lesson in social problem. At the last 3 ayah of this surah it explains to us how to give social respond to the orphan, the poor who need help and how to be grateful.
The interpretation of al-Qur’an seen from the language using the method of tracing the basic meaning of language has been done by ‘Aisyah Abdurrahmân Bintusy Syâthi’ in her monumental work “Tafsir Bayâni lil Qur’ân al-Karim” that is widely knows as Tafsir Bintusy Syâthi’. Most of the writings are the interpretation of a surah. As long as the tracing of library research the writer has done, the writer did not find any writing specifically discuss surah al-Dhuhâ seen from the balâghah perpective.
This thesis is purely library research. The method used in analyzing the data is analytical method and descriptive analysis. The data are taken from some primary books such as Dala-il al-I’jâz by Abu Bakr Abd al-Qâhir al-Jurjâni, Miftâh al-‘Ulum
by Abu Ya’qub Yusuf ibn Abu Bakr al-Sakkaki, Tafsir al-Qâsimi Mahâsin al-Ta’wil
by Muhammad Jamâluddin al-Qâsimi, Ruh Ma’âni fi Tafsir I’jâz ‘Azhim wa al-Sab’ al-Matsâni by Abu Fadhl Syihâbuddin al-Sayyid Mahmud al-Baghdâdi. Tafsir al-Baydhawi Anwâr al-Tanzil wa Asrâr al-Ta’wil by al-Qâdhi Nasiruddin Abu Sa’id Abdullâh Abu ‘Umar Muhammad al-Syairâzi al-Baydlâwi and secondary book such as the books of ‘ulum al-Qur’ân and other interpretation book.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah, berkat karunia-Nya tesis ini akhirnya dapat diselesaikan, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar magister dalam bidang bahasa dan sastra Arab pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta . Shalawât dan salâm semoga tetap tercurahkan kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Proses rampungnya tesis ini sepenuhnya tak terlepas dari bimbingan, arahan, saran, kritikan, sokongan dan bantuan dari sejumlah pihak. Tentunya penulis harus berterima kasih kepada beberapa pihak, baik itu perorangan maupun institusi, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dalam sebuah hadits di ungkapkan: “Barang siapa tak berterimakasih kepada manusia, maka ia berarti tak bersyukur kepada Allah.” Dan dari lubuk hati yang paling dalam, dengan tulus penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-stafnya.
2. Rektor UIN Malang, Prof. Dr. Imam Suprayogo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2, serta bantuannya baik yang berupa materiil dan moriil.
3. Prof. Dr. HD. Hidayat, MA., selaku ketua bidang konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab pada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah menggugah penulisan tesis ini, memberikan pengajaran, arahan kepada penulis secara kritis, cermat, dan ilmiah sejak penulis mengikuti program magister di UIN ini.
4. Dr.Ahmad Dardiri, MA., Sebagai pembimbing utama dalam penulisan tesis ini yang telah memberikan gagasan awal dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan cermat, kritis dan ilmiah, sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
5. Para guru besar dan dosen di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, yang telah membuka cakrawala berfikir kepada penulis selama masa perkuliahan.
fasilitas dan kemudahan selama penulis menyelesaikan tesis ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan tak menemui hambatan yang berarti. 7. Orang-orang yang penulis cintai dan sayangi, kedua orang tua yang
selalu memberikan dukungan dan do’a selama ini, tak terkecuali suami tercinta yang tak pernah lelah membantu dan memotivasi demi rampungnya tesis ini, serta anak-anak tersayang (Seffa, Rara, Daniel,
Shofia), adik-adik, sahabat seperjuangan dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Akhir kata, teriring do’a penulis semoga Allah membalas semua kebaikan mereka, âmîn.
Saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi kesempurnaan isi tesis ini, dan dengan segala kekurangan yang ada semoga tesis ini ada arti dan manfaatnya terutama bagi peneliti selanjutnya.
Jakarta, 5 Desember 2007
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………. i
SURAT PERNYATAAN……….. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING……… iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN……….. iv
ABSTRAK………. v
KATA PENGANTAR……… xi
DAFTAR ISI……….. xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN………. xvii
BAB I. PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Permasalahan……… 14
1. Identifikasi Masalah………... 14
2. Pembatasan Masalah……… 14
3. Perumusan Masalah………. 15
C. Tujuan Penelitian………. 15
D. Manfaat Penelitian………... 15
E. Kajian Kepustakaan………. 16
F. Metodologi Penelitian……….. 17
G. Sistematika Penulisan………... 18
BAB. II I’JÂZ AL-QUR’ÂN……….. 20
A. I’jâz dan Mu’jizat…………. 20
1. Pengertian I’jâz dan Mu’jizat…………... 20
a. Pengertian I’jaz……….. 20
b. Pengertian Mu’jizat………... 21
c. I’jâz al-Qur’ân dan Kenabian Nabi Muhammad……….... 24
2. Sejarah I’jâz al-Qur’ân………. 30
b. Kemu’jizatan al-Qur’ân dari aspek
Isi kandungan……… 37
B. Ilmu Balâghah………...……… 45
1. Pengertian dan Pembagiannya………..… 45
2. Ilmu Ma’âni………... 45
a. Kalam Khabar dan Kalam Insya’…..… 46
b. Qashr………. 48
c. Fashl dan Washl……… 49
d. Musâwah, Îjâz dan Ithnâb……… 50
3. Ilmu Bayân……… 52
a. Tasybîh………..………… 53
1. Pengertian Tasybîh……… 53
2. Rukun-rukun Tasybîh…….…….. 53
3. Tujuan Tasybîh………. 54
4. Pembagian Tasybîh………..…… 55
5. Kebalaghahan Tasybîh…………. 59
b. Majâz……….……… 60
1. Pengertian Majâz…………..…… 60
2. Pembagian Majâz……….……… 61
3. Kebalaghahan Majâz……..…….. 62
c. Isti’ârah……….. 63
1. Pengertian Isti’ârah……… 63
2. Pembagian Isti’ârah……….. 63
3. Kebalaghahan Isti’ârah……….… 67
d. Kinâyah……….. 69
1. Pengertian Kinâyah……… 69
2. Tujuan Kinâyah……..………….. 69
3. Pembagian Kinâyah……….. 69
4. Kebalaghahan Kinâyah…………. 71
4. Ilmu Badî’………. 72
2. al-Muhassinat al-Lafzhiyah…….. 75
BAB III SURAT AL-DHUHÂ………. 80
A. Pengenalan Terhadap Surat al-Dhuhâ……..……… 80
1. Nama Surat………..…………. 80
2. Keistimewaan-keistimewaan Surat al-Dhuhâ….. 82
B. Penafsiran Surat al-Dhuhâ……… 84
1. Sebab-sebab Turunnya Surat al-Dhuhâ………… 84
2. Munasabah Surat al-Dhuhâ Dengan Surat- Surat lainnya………. 86
3. Tafsir Surat al-Dhuhâ……….……….. 88
a. Ayat Pertama………. 89
b. Ayat Kedua……….... 93
c. Ayat Ketiga……… 95
d. Ayat Keempat……… 101
e. Ayat Kelima……….. 103
f. Ayat Keenam………. 106
g. Ayat Ketujuh………. 108
h. Ayat Kedelapan………. 112
i. Ayat Kesembilan……… 115
j. Ayat Kesepuluh……… 118
k. Ayat Kesebelas……….. 120
BAB. IV ANALISA AL-I’JÂZ AL-BALÂGHI DALAM SURAT AL-DHUHÂ 124
A.Al-i’jâz al-Balâghi dalam al-Qur’an………. 124
B. Analisa Kandungan al-I’jâz al-Balâghi dalam Surat al-Dhuhâ 127 1. Ayat Pertama.………. 127
2. Ayat Kedua……… 129
3. Ayat Ketiga……… 132
4. Ayat Keempat……..……….. 135
8. Ayat Kedelapan……….……… 142
9. Ayat Kesembilan……… 144
10.Ayat Kesepuluh……….………… 145
11.Ayat Kesebelas……….. 149
BAB V KESIMPULAN……….. 152
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab Latin Arab Latin
ء
’
ق
Q
ب
B
ك
K
ت
T
ل
L
ث
Ts
م
M
ج
J
ن
N
ح
H
و
W
خ
Kh
ـه
H
د
D
ي
Y
ذ
Dz __
َ
A
ر
R __
ِ
I
ز
Z __
ُ
U
س
S
ا
....
َ
Â
ش
Sy
ي
....
ِ
Î
ص
Sh
و
....
ُ
Û
ض
Dh ....
ْي
Ai
ط
Th ....
ْو
Au
ظ
Zh
(
ة
)
sakinahAh
ع
‘ (
ة
)
muharrakah
T
غ
Gh
لا
syamsiyahAl
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Allâh telah menurunkan al-Qur’ân dengan bahasa Arab yang jelas dalam hal
pengucapan dan redaksinya sesuai dengan kondisi bangsa Arab. Meskipun begitu al-
Qur’ân banyak memuat redaksi yang fasih, makna yang indah yang sangat
menakjubkan dan tidak ada seorangpun yang dapat menandinginya.
Mukjizat para Nabi terdahulu banyak yang bersifat fisik dan kasat mata,
seperti tongkat Nabi Musa, unta Nabi Shâlih, perahu Nabi Nûh, mukjizat-mukjizat
tersebut akan hilang bersama dengan wafatnya Nabi yang membawanya. Adapun
mukjizat ‘aqli ma‘nawi / rasio yang metafisik yaitu al-Qur’ân al-Karîm akan
senantiasa ada meskipun pembawanya telah meninggal. Mukjizat tersebut akan
senatiasa dikaji dari generasi ke generasi karena syarat Muhammad adalah syarî‘at
penutup yang akan senantiasa ada hingga datangnya hari kiamat.
Orang yang mengkaji al-Qur’ân pasti akan mendapatkan isyarat yang jelas
yang menunjukkan bahwa Allâh ta‘âla telah menjadikan al-Qur’ân sebagai bukti akan
kebenaran risalah Muhammad dan mukjizat baginya. Allâh menjadikan al-Qur’ân
sebagai kitab hidayah yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya
keimanan dan memberi mereka petunjuk kepada jalan kebenaran. Allâh ta‘âla
berfirman:
4’n<
Î
)
ó
Ο
Î
γ
În
/
u
‘
È
β
ø
Œ
Î
*
Î
/
Í
‘
θ
–
Ψ9$
#
’n<
Î
)
M
Ï
≈yϑ
è
=
—
à
9$
#
z⎯
Β
Ï
}
¨$
¨
Ζ9$
#
y
l
Ì
÷
‚
ç
G
Ï
9
y7
ø
‹s9
Î
)
ç
μ≈oΨ
ø
9t
“
Ρr
&
=
ë
≈t
G
Å
2
4
!9
#
Ï
‰
‹
Ï
ϑp
t
ø
:$
#
Í
“
ƒ
“
Í
y
è
ø
9$
#
Å
Þ
≡u
Å
À
∩⊇∪
Maknanya: “Alîf, lâm râ’. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya
dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. (Q.S. Ibrâhim: 1)
Allâh jadikan al-Qur’ân sebagai mukjizat yang terbesar sebagaimana dalam al-
Qur’ân disebutkan:
Ö
ƒ
É
‹
tΡ
$
O
tΡr
&
$
!
yϑ
Ρ
¯
Î
)
uρ
!
«
$
#
‰
y
Ψ
ã
Ï
M
à
≈tƒFψ$
# $
yϑ
Ρ
¯
)
Î
ö
≅
è
%
(
⎯
Ï
μ
În
/
§
‘
⎯
Β
Ïi
M
×
≈tƒ
#
u™
μ
Ï
‹n=t
ø
ã
š
^
“
Ì
Ρ
&
é
Iω
θs9
ö
#
(
θ
9
ä
$
s%uρ
’
Î
û
χ
Î
)
4 ó
Ο
γ
Î
Šn=t
ø
æ
4‘n=
÷
F
ã
ƒ
=
|
≈t
F
Å
6
ø
9$
#
y7
ø
‹n=t
ã $
uΖ
ø
9t
“
Ρr
&
!
$
¯
Ρr
&
ó
Ο
Î
γ
Ï
3tƒ
õ
ó
Οs9uρr
&
∩∈⊃∪
ê
⎥⎫
Î
7
•
Β
šχθ
ã
Ζ
Ï
Β
÷
σ
ƒ
ã
5
Θ
ö
θs)
Ï
9
3“t
ò
2
Ï
Œ
uρ
Z
πyϑ
ô
m
t
s9
š
Ï
9≡s
Œ
∩∈⊇∪
Maknanya: “Dan orang-orang kafir Mekkah berkata: "Mengapa tidak diturunkan
kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat- mukjizat itu terserah kepada Allâh, dan sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata". Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya kami
telah menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’ân) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (al-Qur’ân) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”.( Q.S. al-Ankabût: 50-51)
Jadi pada dasarnya al-Qur’ân saja sudah cukup untuk memberikan petunjuk
hidayah dan keimanan kepada Allâh, dan berfungsi sebagaimana mukjizat-mukjizat
para Nabi, karenanya al-Qur’ân merupakan mukjizat kerasulan yang terakhir.1
Karena al-Qur’ân sendiri adalah mu’jiz dan Allâh menunjukkan kei’jazannya
kepada manusia. Maka al-Qur’ân menantang siapapun untuk menandinginya. Apalagi
orang-orang kafir Quraisy mengklaim bahwa al-Qur’ân bukan firman Allâh, dan
dalam saat yang sama keahlian mereka adalah dalam aspek kebahasaan dan
merekapun merasa amat mahir dalam bidang ini, maka tidak heran jika tantangan
pertama yang dikemukakan al-Qur’ân kepada yang ragu di antara mereka adalah
1
“menyusun kalimat-kalimat semacam al-Qur’ân (minimal dari segi keindahan dan
ketelitiannya).2 Tantangan ini sama halnya dengan tantangan yang dihadapkan oleh
Nabi Musa terhadap kaumnya yang ketika itu mereka pada puncak tertinggi dalam
ilmu sihir karenanya mu’jizat yang muncul darinya lebih tertuju untuk menantang
para tukang sihir pada waktu itu. Juga demikian halnya mu’jizat Nabi ‘Isa yang
menantang kaumnya yang pada waktu itu dalam puncak kemahiran dalam Ilmu
Kedokteran. Al-Qur’ânpun juga demikian yang menantang kaum Arab yang sedang
berada pada puncak kesusasteraan tertinggi.3
Tantangan ini disebutkan dalam al-Qur’ân dalam beberapa tingkatan,
sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat berikut ini:
ã
Ν
è
δ
÷
Πr
&
>
™
ó
©x
«
Î
ö
x
î
ô
⎯
Ï
Β
(
#
θ
à
)
Î
=
ä
z
÷
Πr
&
∩⊂⊆∪
š⎥⎫
Ï
%
Ï
‰
≈|
¹
(
#
θ
ç
Ρ
%
x. β
Î
)
ÿ
⎯
Ï
&
Î
#
÷
W
Ïi
Β
;
]
ƒ
‰
Ï
t
p
¿
2
#
(
θ
?
è
ù
'
u‹
ù
=s
ù
šχθ
à
)
Î
=≈y
‚
ø
9$
#
∩⊂∈∪
Maknanya: “Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur’ân
itu jika mereka orang-orang yang benar. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?”. ( Q.S.
al-Thûr: 33-34)
β
)
Î
«
!
#
$
È
βρ
ß
Š
⎯
Ïi
Β Ο
F
ç
÷
è
s
Ü
t
G
ó
™
$
#
⎯tΒ
Ç
#
(
θ
ã
ã
Š
÷
#
$
uρ ⎯
Ï
&
#
Î
÷
V
Ïi
Β
οu
;
‘
θ
¡
Ý
Î
/
#
(
θ
è
?
ù
'
ù
s
ö
≅
è
%
( ç
μ
1
u
I
t
ø
ù
$
#
tβθ
ä
9θ
)tƒ
à
÷
Πr
&
t⎦⎫
Ï
%
Ï
‰
≈|
¹
÷
Λ
ä
⎢Ψ
ä
.
∩⊂∇∪
2
M. Quraish Shihab, Mukjizat al- Qur’ân: Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 1997), cet. I, h. 113
3
Maknanya: “Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya."
Katakanlah: "(kalau benar yang kamu katakan itu), Maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allâh, jika kamu orang yang benar."” (Q.S. Yûnus: 38)
(
#
θ
ã
ã
÷
Š
$
#
uρ ⎯
Ï
&
Î
#
÷
V
Ïi
Β ⎯
Β
Ïi
;
οu
‘
θ
Ý
¡
Î
/
(
#
θ
è
?
ù
'
s
ù $
tΡ
Ï
‰
ö
7
t
ã
4’n?t
ã
$
uΖ
ø
9
¨
“
tΡ
$
£
ϑ
Ïi
Β
=
5
ƒu
÷
‘
’
Î
û
ö
Ν
ç
F
Ζ
à
2 β
Î
)
uρ
(
#
θ
à
)
¨
?
$
$
ù
s
(
#
θ
è
=y
è
ø
s
?
⎯s9uρ
#
(
θ
è
=y
è
ø
?
s
ö
Ν
©
9 β
Î
*
ù
s
∩⊄⊂∪
t⎦⎫
Ï
%
Ï
‰
≈|
¹
ö
Ν
F
ç
Ζ
. χ
ä
Î
)
!
«
$
#
βρ
È
Š
ß
⎯
Β Ν
Ïi
ä
.u™!
#
y
‰
yγ
ä
©
t⎦⎪
Ì
Ï
≈s3
ù
=
Ï
9
ô
N
£
‰
Ï
ã
é
&
( ä
οu
‘$
y
f
Å
s
ø
9$
#
uρ
â
¨$
¨
Ζ9$
# $
yδ
ß
Š
θ
è
%uρ ©
É
L
©
9$
#
u
‘$
¨
Ζ9$
#
∩⊄⊆∪
Maknanya: “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’ân yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’ân itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allâh, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) - dan pasti kamu tidak akan
dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia
dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir”. (Q.S.
ِ
al-Baqarah: 23-24)Ayat ini merupakan tantangan bagi mereka yang meragukan akan kebenaran
al-Qur’ân yang tidak dapat ditiru walaupun dengan mengerahkan semua ahli sastera
dan bahasa karena ia merupakan mukjizat nabi Muhammad.
tβθ
è
?
ù
'
tƒ
Ÿω
È
β
#
u™
ö
à
)
ø
9$
#
#
x
‹
≈yδ
≅
È
÷
V
ϑ
Ï
/
Î
#
(
θ
è
?
'
ù
tƒ
βr
&
#’n?t
ã
⎯
f
É
ø
9$
#
uρ
ß
§
ΡM}$
#
Ï
M
è
y
yϑt
G
_
ô
#
$
È
⎦
È
⌡
©
9 ≅
è
%
#
Z
Î
γs
ß
Ù
<
÷
è
t
7
Ï
9
ö
Ν
κ
å
Ý
Õ
÷
è
t
/
ö
θs9uρ ⎯
Ï
&
Î
#
÷
W
Ï
ϑ
Î
/
∩∇∇∪
šχ
%
x.
Maknanya: “Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
serupa dengan Dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain"”. (Q.S. al-Isrâ’: 88)
Padahal al-Qur’ân turun dengan lisan Arab yang jelas, bahasanya adalah
bahasa Arab, lafazhnya juga Arab dan ’uslubnyapun Arab, akan tetapi mereka tidak
dapat menandinginya.4 Tentang hal ini disebutkan dalam al-Qur’ân pada beberapa
ayat, di antaranya:
šχθ
è
=
É
)
÷
è
s
?
ö
Ν
ä
3
¯
=y
è
©
9
$
w
Š
Î
/
t
t
ã $
º
Ρ≡u™
ö
è
%
ç
μ≈oΨ
ø
9t
“
Ρr
&
!
$
¯
Ρ
Î
)
Maknanya: “Sesungguhnya kami menurunkannya berupa al-Qur’ân dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. (Q.S. Yûsuf: 2)
Para ulama bahasa mengatakan, meskipun demikian bukan berarti tidak
terdapat kata benda a‘jam di dalam al-Qur’ân seperti kata Nuh, Luth dan Isra’il.
Al-Imâm al- Thabari mengatakan: “Tidak boleh diyakini bahwa sebagian al-Qur’ân
dalam bahasa Persia atau Romawi atau Habasyi, karena Allâh telah menjadikannya
Qur’anan ‘Arabiyan”. Juga bukan berarti tidak ada kata yang musytarak yang
digunakan dalam bahasa Arab juga digunakan dalam bahasa lain. Atau mungkin juga
lafazh tersebut diambil dari bahasa Arab kemudian digunakan dalam bahasa selain
bahasa Arab, sebagaimana banyak kita temukan dalam bahasa Indonesia, Turki, India
dan lain-lain. Kalau seandainya ada satu huruf saja selain bahasa Arab, maka
orang-orang kafir akan mengatakan bahwa Muhammad membawa perkataan yang bukan
dari bahasa kita dan datang dengan apa yang tidak kita ketahui.5
Ketakjuban mereka berawal ketika mereka mendapatkan bahwa
kalimat-kalimat yang terdapat di dalamnya tidak sebagaimana yang mereka dapatkan dalam
seni sastra yang mereka ketahui. al-Qur’ân bukanlah syair, bukan pula matra-mantra
4
Pembahasan tentang hal ini dapat dilihat pada kitab Al-Risâlah karya al-Imâm al-Syâfi’i,
Muqadimah Tafsir al-Thabari, Al-Burhân fi ‘Ulûm al-Qur’ân karya Al-Zarkasyi. Para ahli bahasa sepakat bahwa al-Qur’ân semuanya adalah bahasa Arab, lihat pula Ahmad Muhammad Jamâl, ‘Ala Mâidah al Qur’ân ma‘ al-Mufassirin wa al-Kuttâb, (Beirut: Dâr Al-Fikr, 1974), cet. II, h. 64
5
para dukun, teks ceramah atau sekedar kata-kata mutiara dan perumpamaan. Mereka
mengakui hal itu.6
Diriwayatkan bahwa ‘Utbah ibn Rabi‘ah ketika ia mendengar al-Qur’ân
berkata: “Wahai kaum, sebagaimana kalian ketahui bahwa tidak terlewatkan bagiku
sesuatupun kecuali aku telah mengatakannya, aku mengetahuinya, dan aku
membacanya. Demi Allâh aku telah mendengar perkataan yang tidak ada
tandingannya, ia bukan syair, sihir ataupun mantra”.7
Meskipun orang-orang musyrik mengklaim dapat menandingi al-Qur’ân dan
mereka mampu membuat semisalnya. Allâh menyebutkan dalam al-Qur’ân tentang
mereka:
ï
χ
Î
)
Ÿ≅
÷
W
Ï
Β
$
oΨ
ù
=
à
)s9
™!
â
$
t
±
nΣ
ö
θs9
$
oΨ
÷
è
Ï
ϑy
™
ô
‰
s%
(
#
θ
ä
9
$
s%
$
oΨ
ç
F
≈tƒ
#
u™
Ο
ó
Î
γ
ø
‹n=t
æ
4‘n=
÷
G
è
? #
s
Œ
Î
)
uρ
!
#
x
‹
≈yδ
!
#
x
‹
≈yδ
t⎦⎫
Ï
9
¨
ρF{$
#
ç
Ï
Ü
≈y
™
r
&
Hω
Î
)
∩⊂⊇∪
Maknanya: “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat kami, mereka berkata:
"Sesungguhnya kami telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (al-Qur’ân) ini tidak lain hanyalah dongeng-dongengan orang-orang purbakala"”. (Q.S. al-Anfâl: 31)
Itu adalah di antara ejekan-ejekan orang-orang Arab terhadap al-Qur’ân padahal
mereka tahu bahwa Muhammad adalah seorang yang ’ummiy tidak ada seorangpun
yang mendiktekannya atau menuliskannya.
î
,≈n=
Ï
G
÷
z
$
#
ω
Î
)
÷
β
Î
)
Í
οt
Å
z
Fψ$
#
'
Ï
©
#
Ï
ϑ
ø
9$
#
’
Î
û #
x
‹
≈pκ
Í
5 $
uΖ
÷
è
Ï
ÿx
œ
∩∠∪
!
#
x
‹
≈yδ
$
tΒ
6
Fauzi al-Sayyid Abd Rabbih, Dirâsat fi Balâghah ‘Arabiyah (Târikhuha – al-Fashahah wa al-Balâghah – Abwab min ‘ilm Al- Ma‘âni), (Kairo: Al-Azhar University, 1994), h. 15
7
Maknanya: “Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir; Ini
(ajaran yang dibawa Nabi Muhammad) tidak lain hanyalah (dusta) yang diada-adakan”. ( Q.S. Shâd: 7)
Al-Walîd ibn al-Mughîrah al-Makhzûmî salah seorang pujangga Arab dari
kaum kafir Quraisy pernah mengatakan: “Kita tahu syair seluruhnya dan segala hal
yang berkaitan dengannya”. Ketika ia mendengar firman Allâh:
Ï
™!
$
t
±
ó
s
x
9$
ø
#
Ç
⎯t
ã
4‘s
S
÷
Ζtƒuρ
4
†
n
1
ö
à
)
ø
9$
#
“
Ï
Œ
Ç
›!
$
t
G
ƒ
Î
)
uρ
Ç
⎯≈|
¡
ô
m
M}$
#
uρ
É
Α
ô
‰
y
è
9$
ø
$
Î
/
ã
ã
Β
'
ù
tƒ
©
!
$
#
¨
β
Î
)
šχρ
ã
©
.x
‹
s
?
ö
Ν
6
à
¯
=y
è
s9
ö
Ν
ä
3
Ý
à
Ï
è
tƒ
4 Ä
©
ø
ö
t
7
ø
9$
#
uρ
Ì
x6Ψ
ß
ϑ
ø
9$
#
uρ
Maknanya: “Sesungguhnya Allâh menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allâh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran”. (Q.S. al-Nahl: 9)
Iapun berkata: “Demi Allâh, sesungguhnya kata-kata itu mempunyai keindahan dan
padanya ada hikmah yang tinggi, sesungguhnya pada bagian awalnya mempunyai
makna yang tegas dan bagian akhirnya ada hikmah yang dapat diambil, ini tidak
mungkin dikatakan oleh manusia”.8 Setelah ia bingung untuk memberikan kata yang
tepat untuk al-Qur’ân akhirnya ia mengatakan:
Î
|
³
u
;
ø
9$
#
Α
ã
ö
θs%
ω
Î
)
÷
β
Î
)
∩⊄∈∪
!
#
x
‹
≈yδ
Maknanya: “Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”. (Q.S. al-Mudatstsir: 24)
Diriwayatkan bahwa Abu Dzar radliyAllâh ‘anhu pernah mengatakan: “Demi
Allâh aku tidak pernah mendengar penyair yang lebih hebat dari pada Anis, ia telah
menantang 12 orang penyair di masa jahiliah termasuk saya salah satunya, ia pergi ke
Mekkah dan kemudian memberitahukan kepada saya tentang kabar Nabi Muhammad,
8
saya bertanya kepadanya: “apa yang dikatakan orang-orang?” ia menjawab: “mereka
mengatakan bahwa ia (Muhammad) adalah seorang penyair, dukun, atau penyihir,
saya telah mendengar kata-kata para dukun ia bukanlah dukun, saya juga telah
membangdingkannya dengan syair, tidak ada satu syairpun yang menyamainya”.9
Apa yang telah diklaim dan tuduhan orang-orang musyrik tidaklah benar,
karena hingga kini tidak satupun di antara mereka yang mampu menandingi
al-Qur’ân. Padahal mereka ketika itu berada pada puncak kesusastraan dan bahasa yang
tinggi. Dan mereka memang berlomba-lomba dalam hal itu. Ketika mereka tidak
mampu menandingi al- Qur’ân, hal ini menunjukkan kelemahan mereka untuk
meniru dan menandingi al-Qur’ân baik dalam segi bahasa dan redaksinya. Karena
segi kebalaghahan al-Qur’ân di atas kemampuan manusia.
Dalam sebuah syair disebutkan:
Allâh maha Besar, sesungguhnya agama Muhammad
Dan kitabnya, petunjuk yang paling tepat dan kata-kata yang indah Jangan engkau sebutkan kitab-kitab terdahulu di depannya
Pagi telah tiba, lampu tempelpun di padamkan
Karenanya, pendapat al-Nazhzhâm11 yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan I‘jâz adalah dikarenakan Allâh memalingkan (sharafa) orang-orang Arab
dengan perkara yang lain daripada mengerahkan kemampuannya untuk menandingi
9
Fauzi al-Sayyid Abd Rabbih, Dirâsât fi al- Balâghah al-‘Arabiyah…, h. 16 10
Al-Zarqâni, Al Burhân…juz II, h. 221 11
al-Qur’ân. Seakan-akan menurutnya bahwa mereka terhalang oleh perkara yang lain
untuk dapat menandingi al-Qur’ân. Al-Zarqâni dalam menyikapi hal ini memberikan
tiga alasan: Pertama, firman Allâh dalam surat al-Isrâ’ di atas menjelaskan bahwa
mereka sesungguhnya mempunyai kemampuan dan satu dengan yang lainnya
mempunyai kelebihan dalam kesusastraan Arab akan tetapi mereka lemah (‘ajaza)
untuk menandingi al-Qur’ân. Kedua, kalau I‘jâz al-Qur’ân hanya dari sisi shirfah
maka tantangan al-Qur’ân akan hilang bersama dengan habisnya masa tantangan. Dan
hal ini menjadikan al-Qur’ân setelah itu tidak mengandung I‘jâz lagi. Ketiga,
mengambil pendapat al-Qâdhi Abû Bakar al-Baqillâni yang mengatakan bahwa
seandainya apabila I‘jâz hanyalah shirfah padahal sebetulnya mereka mampu
menandinginya akan tetapi mereka tidak dapat melakukannya dikarenakan dihalangi
dengan shirfah, maka bukan al-Qur’ânnya yang mengandung I‘jâz akan tetapi
sesuatu yang menghalangi itulah yang mengandung I‘jaz.12
Dari sini kita dapat berkata bahwa keunikan dan keistimewaan al-Qur’ân dari
segi bahasa merupakan kemukjizatan utama dan pertama yang ditujukan kepada
masyarakat Arab yang dihadapi al-Qur’ân lima belas abad yang lalu. Kemukjizatan
yang dihadapkan kepada mereka ketika itu bukan dari segi isyarat ilmiah al-Qur’ân,
dan bukan pula segi pemberitaan ghaibnya, karena kedua aspek ini berada di luar
pengetahuan dan kemampuan mereka bahkan merekapun menyadari kelemahan
mereka dalam bidang tersebut.13
Sisi I‘jâz Qur’âni banyak, dan di antara yang menakjubkan adalah bahwa
Rasulullah sebelum turunnya al-Qur’ân tidak mengetahui sedikitpun tentang
kitab-kitab para pendahulunya, kisah-kisahnya, berita dan sejarah mereka. Meskipun
demikian Rasulullah menceritakan kejadian-kejadian yang nyata dan sejarah mulai
dari terciptanya Nabi Adam hingga diutusnya Rasul. Sebagaimana kita ketahui bahwa
ilmu semacam ini tidak bisa didapatkan oleh seseorang melainkan dengan cara
belajar. Dan kitapun mengetahui bahwa Rasul tidak pernah berinteraksi dengan
12
Al-Zarkasyi, Al-Burhân…, h. 105 13
sejarawan atau belajar kepada mereka, iapun tidak pernah membaca kitab-kitab
sejarah. Allâh berfirman:
šχθ
è
=
Ï
Ü
ö
6
ß
ϑ
ø
9$
#
z
>$
s
?
ö
‘
^ω
#
]
Œ
Î
)
(
š
Î
ΨŠ
Ï
ϑu‹
Î
/
…
ç
μ
’
Ü
è
ƒ
r
B
Ÿωuρ
5
=
≈t
G
Ï
. ⎯
Ï
Β ⎯
&
Ï
#
Î
ö
7
s% ⎯
Β
Ï
#
(
θ
è
=
F
÷
?
s
M
|
Ζ
ä
.
$
tΒuρ
Maknanya: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’ân) sesuatu
kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; Andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu)”. (Q.S. al-Ankabût: 48)
Kalau seandainya Rasul adalah orang yang pernah belajar kepada seorang
ulama niscaya orang kafir Quraisy pasti mengetahui hal tersebut. Akan tetapi sejarah
tidak pernah mencatat bahwa Rasul pernah belajar agama pada seorang guru. Hal ini
merupakan bukti bahwa al-Qur’ân bukanlah karya manusia, akan tetapi merupakan
wahyu dari Allâh.
Berita tentang perkara-perkara yang ghaib juga merupakan sisi penting dari
pembahasan I‘jâz Qur’âni, al-Qur’ân memuat perkara ghaib yang terjadi pada masa
silam, masa ketika Nabi diutus dan masa yang akan datang.
Adapun perkara ghaib yang terjadi pada masa silam tercermin pada
kisah-kisah para Nabi yang terdahulu, kisah-kisah-kisah-kisah umat dan orang-orang sebelum kita.
Rasulullâh sama sekali tidak mengetahui perkara tersebut sebelum diturunkan wahyu
kepadanya. Allâh ta‘alâ berfirman:
È
≅
ö
6
s% ⎯
Ï
Β
y7
ã
Β
ö
θs%
Ÿωuρ
M
|
Ρr
&
$
!
yγ
ß
ϑn=
÷
è
?
s
M
|
Ζ
ä
.
$
tΒ
(
y7
ø
‹s9
Î
)
$
!
pκ
Ï
m
θ
ç
Ρ
É
=
ø
‹t
ó
9$
ø
#
Ï
™!
$
t
7
/Ρr
&
ô
⎯
Ï
Β
š
=
ù
Ï
?
š⎥⎫
É
)
−
F
ß
ϑ
ù
=
Ï
9
sπt
6
É
)≈y
è
9$
ø
#
¨
β
Î
)
( ÷
É
9
ô
¹
$
$
s
ù
(
∩⊆®∪
#
x
‹
≈yδ
Maknanya: “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami
(pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; Sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. (Q.S. Hûd: 49)
Ini merupakan bukti bahwa kisah-kisah tersebut bukan dari karya Nabi akan tetapi
merupakan wahyu dari Tuhan semesta alam.
Adapun perkara ghaib yang sedang berlangsung ketika Rasul diutus adalah
perihal surga dan neraka. Sebelumnya Rasul tidak pernah melihatnya dan bahkan
mengetahuinya, kemudian beliau menceritakan perkara tersebut. Ini juga
menunjukkan bahwa perkara tersebut adalah wahyu dari Allâh. Juga termasuk dalam
hal ini adalah terungkapnya kedok al-Akhnas ibn Syârik seorang munafiq yang
pernah bersumpah bahwa ia mencintai Rasul, tetapi setelah itu ia melewati pertanian
dan peternakan kaum muslimin, ia bakar pertaniannya dan ia basmi peternakan yang
ada. Dari peristiwa tersebut turun firman Allâh:
uθ
δuρ ⎯
è
Ï
μ
Î
6
ù
=s% ’
Î
û
$
tΒ
4’n?t
ã
©
!
$
#
‰
ß
Î
γ
ô
±
ã
ƒuρ
$
u‹
÷
Ρ
‰
‘
9$
#
ο4θuŠy
Í
s
ø
9$
#
’
Î
û
…
&
ã
!
è
ö
θs%
y7
6
ç
f
É
è
÷
ã
ƒ
⎯tΒ
Ä
¨$
Ψ9$
¨
#
z⎯
Βuρ
Ï
3
Ÿ≅
ó
¡
¨
Ψ9$
#
uρ
^
y
ö
y
s
ø
9$
#
y7
=
Î
ô
γ
ã
ƒuρ
$
yγŠ
Ï
ù
y
‰
Å
¡
ø
ã
‹
Ï
9
Ç
Ú
‘
ö
F{$
#
’
Î
û
4©t
ë
y
™
4’
¯
<uθs
? #
s
Œ
Î
)
uρ
∩⊄⊃⊆∪
Ï
Θ
$
|
Á
Ï
‚
ø
9$
#
‘
$
s
!
r
&
y
Š$
|
¡
x
ø
9$
#
=
Ï
t
ä
†
∩⊄⊃∈∪
Ÿω
ª
!
$
#
uρ
Maknanya: “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan
dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allâh (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allâh tidak menyukai kebinasaan”. (Q.S. al-Baqarah: 204-205)
Perkara ghaib yang akan terjadi kemudian yang pernah dikabarkan oleh Rasul,
di antaranya adalah kabar kemenangan bangsa Romawi terhadap bangsa Persia dalam
šχθ
ç
7
Î
=
ø
ó
u‹y
™
ó
Ο
Î
γ
Î
6
n=y
ñ
Ï
‰
÷
è
t
/
-∅
Ïi
Β Ν
è
δuρ
Ç
Ú
ö
‘
F{$
#
’oΤ
÷
Š
r
&
þ
’
Î
û
ã
Πρ
”
9$
#
Ï
M
t
7
Î
=
ä
ñ
$
Ο!9
#
∩⊂∪
∩⊄∪
∩⊇∪
šχθ
ã
Ζ
Ï
Β
÷
σ
ß
ϑ
ø
9$
#
ß
y
t
ø
tƒ
7
‹
Í
≥tΒ
ö
θtƒuρ
4 ß
‰
÷
è
/
t
.⎯
Ï
Βuρ
ã
≅
ö
6
s% ⎯
Ï
Β
ã
ø
ΒF{$
#
3
š⎥⎫
Ï
Ζ
Å
™
Æ
ì
ô
Ò
Î
/
’
Î
û
∩⊆∪
¬
!
Maknanya: “Alîf lâm Mîm. Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi, bagi Allâh-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang), dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman”. (Q.S.
al-Rûm: 1-4)
Di antara sisi I‘jâz Qur’âni adalah ketepatan pemilihan kata dan susunan
kalimatnya yang indah. Sehingga tidak ada seorangpun dari manusia dan jin yang
mampu untuk menyusun dan memilih kata-kata yang sepadan dengan al-Qur’ân.
Fashâhah al- Qur’ân senantiasa ada meskipun pada susunan ayat-ayat yang panjang.
Ciri fashâhah dan balaghahnya tetap ada tidak berubah dan berkurang meskipun
ayatnya panjang. Segi balaghah yang lainnya terdapat pada sisi al-washl (keterkaitan
antara ayat) dan keindahan peralihan ayat. Al-fashl dan al-washl yang terdapat pada
al-Qur’ân tidak mengurangi ketinggian balaghahnya.
Segi I‘jâz yang lain adalah I‘jâz Ta’lîfi (susunan kalimat) yang mana
al-Qur’ân banyak mengandung cabang-cabang ilmu balâghah dalam bahasa Arab yang
juga melampaui tingkatan sastra dan kemampuan bangsa Arab. Dalam al-Qur’ân juga
terdapat îjâz, ithnâb, tasybîh, isti‘ârah, kinâyah dan lainnya mulai dari kandungan
Ilmu Bayân, Ma‘âni, dan Badî‘. Begitu juga sisi I‘jâz al-Qur’ân juga terdapat pada
pemilihan kata-kata yang sesuai maknanya dalam bidang syari‘ah, hukum, dan
aqidah. Pemilihan kata yang sering dan biasa dipergunakan oleh masyarakat Arab
lebih mudah dari pada memilih kata-kata yang sesuai maknanya pada bidangnya
Di antara I‘jâz al-Qur’ân juga adalah pemilihan kata-kata yang mudah dan
indah, serta mudah untuk dibaca. Ini lebih memudahkan orang yang membacanya
untuk memahami kandungan al-Qur’ân. Masih banyak lagi sisi I‘jâz al-Qur’ân
lainnya seperti al-I‘jâz al-Shauti, I‘jâz yang berhubungan dengan perkembangan ilmu-ilmu modern dan lain-lain.
Dari sekian banyak kandungan I‘jâz pada setiap surat, penulis ingin
membahas kandungan I‘jâz Balâghi yang terdapat pada surat al-Dhuhâ. Dikarenakan
surat ini memuat banyak segi I‘jâz balâghi seperti; majâz, isti‘ârah, thibâq,
muqâbalah, jinâs, sajâ‘kaedah iltizâm, hadzf dan lain sebagainya.
Berawal dari sinilah penulis ingin menggali al-Qur’ân lebih dalam ditinjau
dari sisi kebalaghahannya khususnya pada surat al-Dhuhâ. Sebuah surat yang
diturunkan di Makkah (makkiyah) setelah Rasul dalam penantian yang lama tidak
turun wahyu kepadanya. Surat ini turun sebagai respon atas ucapan orang-orang kafir
Quraisy yang mengejeknya bahwa wahyu tidak akan turun lagi kepadanya. Ketidak
hadiran wahyu untuk sementara waktu juga menunjukkan bahwa sebetulnya
al-Qur’ân bukanlah karangan Nabi Muhammad tapi ia merupakan wahyu Allâh semata.
Lebih menarik lagi surat ini disamping mengadung I‘jâz dari sisi kebahasaan
juga memberi pelajaran yang sangat berharga dalam masalah sosial. Lihat saja pada 3
ayat terakhir dari surat ini yang menjelaskan kepada kita bagaimana respon sosial
terhadap anak yatim, faqir miskin yang membutuhkan bantuan dan bagaimana cara
mensyukuri ni‘mat.
Karenanya, penulis tertarik untuk mengkajinya lebih dalam khususnya pada
sisi kebalaghahannya dalam sebuah tesis yang berjudul: AL-I‘JÂZ AL-BALÂGHI
DALAM SURAT AL-DHUHÂ. Dengan harapan tesis ini dapat mengupas secara
rinci sisi kebalaghahan surat al-Dhuhâ.
B. PERMASALAHAN
1. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan yang muncul dalam analisis ini, yaitu:
1. Mengapa surat al-Dhuhâ yang diturunkan oleh Allâh setelah lama tidak
turun wahyu kepada Nabi Muhammad?
2. Apa kandungan hikmah dibalik qasam (sumpah) dengan al-Dhuhâ?
3. Mengapa setelah bersumpah dengan al-Dhuhâ Allâh lanjutkan dengan
qasam al-Layl?
َ
َعﱠَدو
4. Apa makna yang terkandung pada pemakaian lafadz (wadda’a) dan َﻰَﻠﻗ (qalâ)?
ﺘﻳ
ﻢﻴ
danى
َأَو
,لﺎ
َﺽ
danى
َﺪ
َه
5. Adakah keterkaitan makna antara lafadz ,
serta
ﻞﺋﺎ
َﻋ
danﻰ
َﻨ
ْﻏ
َأ
.6. Apakah munasabah antara ayat 6,7,8 dan ayat 9,10, dan 11?
2. Pembatasan Masalah
Banyak sisi kemu‘jizatan al-Qur’ân tetapi dalam tesis ini lebih difokuskan
pada sisi balâghahnya. Hal ini dikarenakan pembahasan tersebut merupakan salah
satu inti mu’jizat al-Qur’ân. Karena al-Qur’ân diturunkan kepada Nabi Muhammad
dalam bahasa Arab dan di antara ciri khas sebuah bahasa adalah keindahan dan
kefasihannya (balâghahnya). Maka atas dasar inilah penulis lebih memfokuskan pada
kajian I‘jâz balâghi.
Mengingat banyaknya kandungan I‘jâz yang ada di dalam al-Qur’ân dan
banyaknya surat-surat yang terdapat di dalamnya serta keterbatasan waktu, biaya dan
tenaga yang tersedia, maka penulis membatasi bahasannya hanya pada: kandungan
I‘jâz dari segi kebalaghahannya pada surat al-Dhuhâ. Penulis menganggap penting
pembahasan ini dikarenakan dalam al-Dhuhâ mengandung beberapa aspek ilmu
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: Seberapa jauh kandungan I‘jâz Balâghi
yang terdapat di dalam surat al-Dhuhâ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menemukan sejumlah makna-makna yang terkandung dalam surat
al-Dhuhâ.
2. Menemukan kandungan I‘jâz dalam surat al-Dhuhâ dari segi
balâghahnya.
3. Mengadakan penelitian kebahasaan pada surat al-Dhuhâ yang hasilnya
diharapkan dapat menambah wawasan kebahasaan kita dan menambah
keyakinan kita pada sisi al-I‘jâz al-Qur’âni.
D. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan disiplin ilmu yang dipelajari, maka penelitian ini diharapkan
dapat berguna bagi beberapa unsur sebagai berikut:
1. Penulis mengetahui beberapa kandungan I‘jâz dari segi balaghahnya
dalam al-Qur’ân pada surat al-Dhuhâ.
2. Membantu masyarakat umum untuk dapat mengetahui makna dan maksud
yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’ân, khususnya kandungan I‘jâz
dari segi balaghah yang ada dalam surat al-Dhuhâ.
3. Kontribusi positif bagi khazanah keintektualan dan kepustakaan bahasa
Arab yang dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang berkompeten dalam
mendalami dan mengembangkan bahasa dewasa ini dan masa yang akan
E. KAJIAN KEPUSTAKAAN
Pembahasan tentang I’jaz al-Qur’an telah lama menjadi perhatian para ulama,
sebut saja Abd al-Qâhir al-Jurjâni dalam dua karyanya yang sangat monumental;
Dalâil I’jâz dan Asrâr al-balâghah lebih mengedepankan pembahasan tentang sisi
balaghahnya. Beliau berusaha memaparkan kekuatan balaghah al-Qur’ân yang
dengannya menjadikan al-Qur’ân mengandung I’jâz. Kitab dalâil I’jâz lebih banyak
memuat bahasan ilmu ma’âni sedangkan Asrâr al-Balâghah lebih banyak membahas
ilmu bayân.
Adapun penafsiran al-Qur’ân ditinjau dari sisi kebahasan dengan
menggunakan metode penelusuran makna dasar bahasanya telah dilakukan oleh
‘A’isyah Abdurrahmân Bintusy Syâti‘dalam karya monumentalnya Tafsîr
al-Bayâni lil al-Qur’ân al-Karîm, yang terkenal dengan Tafsir Bintusy Syati’.
Kebanyakan tulisan-tulisan yang ada hanya sekedar penafsiran sebuah surat. Sejauh
penelusuran pustaka yang dilakukan, penulis tidak menemukan tulisan yang secara
khusus membahasan surat al-Dhuha dari segi ilmu balaghahnya.
Pembahasan tesis ini merupakan perpaduan antara analisa balâghah dan
analisa tafsir dari surat al-Dhuhâ, karenanya literatur yang dipergunakan dalam
penulisan ini lebih difokuskan pada kitab-kitab balâghah dan kitab-kitab tafsir yang
banyak mengupas sisi kebahasaan dan kandungan balâghah dari surat-surat
al-Qur’ân. Seperti:
1. Jawâhir al-Balâghah fi al-Ma‘âni wa al-Bayân wa al-Badi‘ karya Ahmad
Al- Hâsyimi.
2. Dalâ’il al-I‘jâz karya Abû Bakr Abd al-Qâhir al-Jurjâni
3. Miftâh al-‘Ulûm karya Abu Ya‘qûb Yûsuf ibn Abû Bakr al-Sakkaki
4. Dirasât Qur’âniyah fi Juz ‘Amma karya Mahmud Ahmad Nahlah
5. Tafsir al-Qâsimi yang berjudul Mahasin al-Ta’wil karya Muhammad
Jamâluddin al-Qâsimi.
6. Ruh al-Ma‘âni fi Tafsir I‘jâz al-‘Azhim wa al-Sab‘ al-Matsâni karya
7. Tafsir al-Baydhâwi yang berjudul Anwâr al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl
karya al-Qâdhi Nâsiruddin Abû Sa‘id Abdullâh Abû Umar Muhammad al-
Syairâzi al-Baydlâwi.
9. Tafsir al-Misbâh Pesan, Kesan dan Keserasian I‘jâz karya M. Quraisy
Shihâb.
Dan masih banyak lagi kitab-kitab sebagai referensi utama dari penulisan tesis
ini. Di samping itu tesis ini dilengkapi dengan referensi kitab-kitab tafsir yang
mu’tabar seperti Tafsir al-Thabari karya al-Imam al-Thabari, Bahr Muhîth fi
al-Tafsir karya Abu Hayyan al-Andalûsi, I‘jâz al-Qur’ân karya Abû Bakar Al-Baqillâni
dan lainnya. Untuk penyebutan hadits penulis berusaha mentakhrijnya dengan
merujuk pada kitab Shahihain, Sunan dan Al-Masânid.
F. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini bersifat kepustakaan murni, karena sumber-sumber yang
digunakan dalam pembahasan ini adalah hasil dari menelaah kitab-kitab, literatur dan
tulisan lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pada pengambilan
data penulis merujuk pada beberapa buku primer dan buku sekunder.
Adapun data primer yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah referensi
yang ada kaitannya dengan masalah I‘jâz al-Qur’ân, seperti yang tercantum di atas.
Sedangkan data sekunder dari referensi lainnya yang dapat memberikan argumen
tambahan dari data primer, seperti kitab-kitab ‘ulûm al-Qur’ân dan kitab tafsir
lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode ِAnalitis (tahlili) yaitu dengan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’ân dengan memaparkan segala aspek yang terkandung
didalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang
tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang
menafsirkan ayat-ayat tersebut, seperti khususnya pada penafsiran surat al-Dhuhâ.
Dalam metode ini makna yang dikandung oleh Qur’ân khususnya dalam surat
dikandung didalamnya seperti kosa kata, konotasi, kalimatnya, latar belakang turun
ayat, kaitannya dengan ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munâsabât). Dan
tidak ketinggalan pendapat-pendapat yang ada berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat
tersebut; baik yang disampaikan oleh Nabi, Sahabat, maupun para Tâbiin dan ahli
tafsir lainnya. Juga penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis pada
pembahasan kei’jâzan ِِal-Qur’ân dari segi balâghahnya dalam surat al-Dhuhâ.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan tesis ini terbagi menjadi lima bab.
Masing-masing bab terbagi ke dalam beberapa sub bab. Pada bagian akhir kami cantumkan
lampiran. Berikut deskripsi masing-masing bab:
Bab pertama berupa pendahuluan yang membahas tentang latar belakang
penulisan tesis yang menguraikan tentang gambaran global tentang I‘jâz al-Qur’ân
dan I‘jâz lughawinya serta korelasinya dengan surat al-Dhuhâ. Setelah latar belakang
terpaparkan dilanjutkan dengan permasalahan yang diawali dengan identifikasi
permasalahan. Dari beberapa permasalahan yang ada dipilih beberapa permasalahan
yang sesuai dengan tema pembahasan dan diakhiri dengan rumusan masalah. Bab ini
juga memuat tujuan penelitian dan manfaat penelitian yang memotifasi penulis untuk
mendapatkan jawaban dari rumusan permasalahan yang ada. Pembahasan berikutnya
adalah tentang kajian kepustakaan yang memaparkan metode dan referensi utama
dalam penulisan tesis ini. Dilanjutkan dengan metodologi penelitian dan ditutup
dengan sistematika penulisan.
Bab kedua, dalam bab ini penulis berusaha memaparkan tentang pengertian
i’jaz. Beberapa pengertian yang ada sengaja diuraikan kemudian ditarik benang
merah yang merangkum pengertian-pengertian tersebut sehingga didapatkan
pengertian yang jâmi’ dan mâni’. Setelah itu penulis ingin menelusuri mata rantai
sejarah munculnya ilmu I‘jâz al-Qur’ân, kemudian dilanjutkan dengan diskripsi
tentang macam-macam I‘jâz al-Qur’ân. Setelah pembahasan tentang I‘jâz al-Qur’ân
balaghah. Pembahasan ini meliputi tentang pengertian, sejarah, dan
macam-macamnya. Bab ini juga memuat tentang tiga unsur utama dalam kajian balaghah
yaitu, ma’âni, bayân dan badi’. Ketiganya, penulis rangkumdalam diskripsi yang
singkat dan padat.
Bab ketiga, memaparkan tentang surat al-Dhuhâ. Diawali dengan
pembahasan tentang asal usul pemilihan nama surat al-Dhuhâ, jumlah ayat, huruf dan
keistimewaan-keistimewaan dan surat al-Dhuhâ. Setelah pengenalan surat al-Dhuhâ
sudah terpaparkan dilanjutkan dengan pembahasan sabab al-nuzûl, apakah termasuk
surat makkiyah atau madaniyah dan dirangkai dengan pembahasan munasabah surah
al-Dhuhâ dengan surat sebelumnya dan surah sesudahnya. Kemudian bab ini ditutup
dengan pembahasan tentang tafsir surat al-Dhuhâ. Penafsiran yang dimaksud lebih
memfokuskan pada segi balaghahnya sesuai dengan tesis.
Bab keempat, yang merupakan pembahasan utama dari penulisan tesis,
memaparkan tentang deskripsi data yang sudah ada kemudian dilakukan analisa.
Analisa yang dimaksud memuat analisa kandungan makna dan analisa I‘jâz Balâghi
yang terdapat pada surat al-Dhuhâ ditinjau dari aspek ma’âni, bayân dan badi’.
Analisa ini akan dianggap berhasil apabila penulis mampu menemukan dan
memaparkan kandungan I‘jâz Balâghi dalam surat al-Dhuhâ yang didukung dengan
argumen-argumen yang memadai.
Bab kelima, merupakan kesimpulan akhir dari beberapa uraian pada bab-bab
sebelumnya. Kesimpulan yang dimaksud adalah memuat garis-garis besar dari
penelitian yang penulis lakukan pada surat al-Dhuhâ. Bab ini ditutup dengan
BAB II
I’JÂZ AL-QUR’ÂN
I. I’JÂZ DAN MU’JIZAT
A. PENGERTIAN I’JÂZ DAN MU’JIZAT
a. Pengertian I‛jâz
Menurut bahasa kata I’jâz adalah mashdar dari kata kerja a’jaza, yang berarti
melemahkan. Kata a’jaza ini termasuk fi’il ruba’i mazid yang berasal dari fi’il tsulatsi
mujarradajaza yang berarti lemah, lawan kata dari qodara yang berarti kuat/mampu.
Secara etimologis, kata I’jâz berasal dari bahasa Arab yang berarti menetapkan
kelemahan (
ِﺰ
ْﺠ
َﻌﻟ
ْا
ُتﺎ
َﺒ
ِإْﺛ
).1 Kata al ‘ajzu dalam pengertian umumnya adalahketidakmampuan untuk mengerjakan sesuatu, maka ketika I’jâz muncul, tampaklah
kemampuan mu’jiz.2 Dari kata inilah muncul istilah mu’jizat yang kemudian menjadi
khazanah tersendiri dalam bahasa Indonesia
Kata I’jâzal-Qur’ân ialah melemahkannya al-Qur’ân. Suatu kata yang terdiri
dari dua kata yang dimudhafkan. Yaitu, dimudhafkannya kata mashdar I’jâz kepada
pelakunya, yaitu al-Qur’ân, sehingga berarti melemahkannya al-Qur’ân. Sedangkan
ma’mulnya (siapa obyek yang dilemahkan) dibuang/tersimpan. Bila didatangkan akan
berbunyi:
Kemudian manakala kata I’jâz dÎsandingkan dengan al-Qur’ân, maka akan
mengandung arti menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam pengakuannya
sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk
menghadapi mu’jizatnya, yaitu al-Qur’ân dan juga kelemahan generasi-generasi
1
Mannâ’ al-Qatthân, Mabahits fi Ulûm al-Qur’ân, (tt: Mansyurât al ‘Ashr al Hadits, 1973), h. 258
2
mereka.3 Al-Zarqâni mengartikan I’jâz al-Qur’ân sebagai pengokohan al-Qur’ân
sebagai sesuatu yang mampu melemahkan berbagai tantangan untuk penciptaan karya
sejenis.4 Dengan demikian, al-Qur’ân sebagai mu’jizat bermakna bahwa al-Qur’ân
merupakan sesuatu yang mampu melemahkan tantangan menciptakan karya yang
serupa dengannya.
Sebab, kitab al-Qur’ân telah menantang para pujangga arab untuk membuat
kitab yang seperti al-Qur’ân, tetapi dari dulu sampai sekarang tidak ada yang mampu
membuat tandingan itu. Padahal tantangan al-Qur’ân itu sudah berkali-kali
diturunkan, dan yang disuruh menandingi seluruh isi al-Qur’ân, dikurangi hanya
supaya menandingi 10 surat saja, sampai terakhir hanya diminta membuat tandingan
sebuah surat saja pun tidak ada yang mampu menandinginya. Apabila sesuatu itu
sudah diakui bersifat al-I’jâz atau melemahkan, maka pastilah dia mempunyai
kemampuan.
Karena itu, kitab al-Qur’ân betul-betul I’jâz atau benar-benar melemahkan
manusia seluruhnya, tak ada seorangpun yang bÎsa menandingi tantangannya.
b. Pengertian Mu’jizat
Mu’jizat ditinjau dari segi etimologi merupakan derivasi dari kata kerja a’jaza
yang berarti “menjadikannya lemah atau mendapatinya dalam keadaan lemah”5
pelakunya (yang melemahkan) dinamai Mu’jiz dan bila kemampuannya melemahkan
pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, maka ia dinamai
mu’jizat. Tambahan (
ة
) ta’ marbuthah pada akhir kata itu mengandung maknamuBalâghah (superlative).
Secara terminologi ada beberapa definisi yang diajukan para ulama, di
antaranya ialah:
3
Mannâ’ al-Qatthân, Mabahits…, h. 258 4
Muhammad ‘Abd al-Azim al-Zarqâni, Manahil al-Irfan fi Ulûm al-Qur’ân, (Kairo: Îsa al Bâby al halaby, tth), jilid ke 2, h. 331
5