• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA GHAD AL-BASAR DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-NUR AYAT 30-31: STUDI KOMPARATIF TAFSIR IBNU KATHIR DAN TAFSIR AL MARAGHI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA GHAD AL-BASAR DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-NUR AYAT 30-31: STUDI KOMPARATIF TAFSIR IBNU KATHIR DAN TAFSIR AL MARAGHI."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA

GHAD

}

AL-

BAS}AR

DALAM AL-QUR’AN

SURAT AL-NUR AYAT 30-31

( Studi komparatif Tafsir Ibnu

Kath>ir

dan Tafsir Al-Maraghi )

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Tugas Akhir Guna memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Oleh:

NAJMA ALIFIA

NIM : E03212033

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN AL-QUR’AN DAN HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

▸ Baca selengkapnya: asbabun nuzul surat al fajr ayat 1-30

(2)
(3)
(4)
(5)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika UIN Sunan Ampel Surabaya, yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Najma Alifia

NIM : E03212033

Fakultas/Jurusan : Ushuluddin/Al-Qur’an dan Hadis E-mail address :

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif atas karya ilmiah :

Sekripsi Tesis Desertasi Lain-lain (………)

yang berjudul :

MAKNA GHAD} AL-BAS}ARDALAM AL-QUR’AN SURAT AL-NUR AYAT 30-31 ( Studi komparatif Tafsir Ibnu Kath>ir dan Tafsir Al-Maraghi )

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikannya, dan menampilkan/mempublikasikannya di Internet atau media lain secara fulltext untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan atau penerbit yang bersangkutan.

Saya bersedia untuk menanggung secara pribadi, tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UIN Sunan Ampel Surabaya, segala bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran Hak Cipta dalam karya ilmiah saya ini.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Surabaya, 28 Agustus 2016

Penulis

(NAJMA ALIFIA)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

PERPUSTAKAAN

(6)

v

ABSTRAK

MAKNA GHAD AL-BASAR DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-NUR

AYAT 30-31 (STUDI KOMPARATIF TAFSIR IBNU KATHIR DAN

TAFSIR AL-MARAGHI). Skripsi Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Skripsi ini hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab permasalahan makna ghad} al-bas}ar dalam al-Qur’an? dalam penelitian literatur (library research) atau penelitian pustaka. Jadi pengumpulan data dicapai dengan meneliti al-Qur’an sebagai sumber utama melalui hasil pemikiran para mufassir atau intelektual dalam memahami al-qur’an, kemudian di analisa dengan pendekatan metode tahlili.

Hasil penelitian menjelaskan bahwa penulis akan menunjukan bahwa di dalam al-Qur’an surat al-Nur ayat 30-31 terdapat konsep menutup aurat, yaitu bagi kaum laki-laki diperintahkan untuk menjaga pandangan dan kemaluannya terhadap perempuan lain( yang bukan mahramnya ), kecuali kepada mahramnya. Sedangkan bagi perempuan diperintahkan untuk menjaga pandangan dan kemaluannya terhadap laki-laki lain( yang bukan mahramnya ), kecuali kepada mahramnya. Dalam Islam batas aurat perempuan yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, sedangkan batas aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Sedangkan implementasi konsep ini adalah menahan pandangan mata menggunakan metode komparatif antara tafsir Ibnu Kathir dan tafsir al-Maraghi. Studi komparatif merupakan studi yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam beberapa kasus, atau memiliki, tertitik dan tertuju pada penafsiran serta metode penafsiran yang digunakan oleh dua mufassir yang menafsirkan ayat

– ayat tentang menahan pandangan ( ghadhul bashar) pada surat an-nur ayat 30-31.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

TRANSLITRASI ARAB LATIN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identitas Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 8

D.Tujuan Penelitian ... 8

E. Kegunaan Penelitian ... 9

F. Metodologi Penelitian ... 9

1. Jenis Penelitian ... 9

2. Sumber Data ... 10

3. Teknik Pengumpulan Data ... 11

(8)

G.Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSIR IBNU KATHIR DAN TAFSIR AL-MARAGHI A.Tafsir Ibnu Kath>ir 1. Biografi Ibnu Kath}ir ... 18

a. Pendidikan ... 20

b. Guru-Guru ... 21

c. Karya-Karya Tafsir ... 23

d. Sistematika penulisan Tafsir Ibnu Kath>ir ... 24

2. Tafsir Ibnu Kath>ir a. Latar Belakang Penulisan ... 26

b. Metode dan Corak ... 28

B.Tafsir Al-Maraghi 1. Biografi Ahmad Must}afa al-Maraghi ... 32

a. Pendidikan ... 33

b. Karya-Karya Tafsir ... 36

c. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Maraghi ... 37

2. Tafsir Al-Maraghi a. Latar Belakang Penulisan ... 40

(9)

BAB III. PENAFSIRAN GHAD} AL-BAS}AR (MENAHAN PANDANGAN)

MENURUT IBNU KATH>IR DAN AHMAD MUST}AFA

AL-MARAGHI

A.Penafsiran Ghad} al-Bas}ar dalam Pandangan Ibnu Kath>ir dan Ahmad

Must}afa al-Maraghi ... 44

B.Persamaan dan Perbedaan Pandangan Mengenai Ghad} al-Bashar dalam

Tafsir Ibnu Kath>ir dan Tafsir al-Maraghi serta implementasinya ... 77

BAB IV. PENUTUP

A.Kesimpulan ... 83

B.Saran-saran ... 84

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang merupakan kumpulan

-kumpulan firman-firman Allah (kalam Allah) yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw., dan diriwayatkan oleh secara mutawatir serta membacanya

adalah ibadah. Diantara tujuan utama diturunkannya al-Qur’an adalah untuk

menjadi pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan mereka agar

memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta menjadi petunjuk bagi

mereka yang suka berbakti dan tunduk.1 Kitab suci al-Qur’an tidak akan

mengalami perubahan, wahyu allah tersebut akan berlaku sepanjang masa, karena

seluruh isi al-Qur’an itu berlaku abadi.2

Pembicaraan al-Qur’an pada umumnya bersifat global, partial dan sering

kali menampilkan suatu masalah dalam prinsip-prinsip pokoknya saja. Itulah

keunikan dan keistimewaan al-Qur’an, karena itu al-Qur’an menjadi objek kajian

yang tidak habis-habisnya oleh para cendikiawan muslim dan non muslim

sehngga ia tetap actual sejak diturunkan empat belas abad yang islami.3

1 M. Hasbi Ash-Shiddiqi, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an (Jakarta:Bulan Bintang, 1990),

113.

2 Ma. Dawan Raharjo, Ensiklopedi Al-Quran (Jakarta:Paramadina,1996), 8.

(11)

Berawal dari mata sebagai jendela hati ia adalah pintu gerbang segala

sesuatu yang baik dan buruk karena itulah Rasulullah mewanti-wanti umatnya

agar benar-benar menjaga mata dari hal yang diharamkan karena kelak kita akan

dimintai pertanggung jawaban.4

Mata merupakan salah satu nikmat yang Allah ciptakan untuk

dipergunakan manusia bagi kepentingannya. Yakni, untuk memandang apa yang

dibolehkan allah, dan untuk mengambil pelajaran dari apa yang kita lihat, Allah

juga melarang kita untuk menggunakannya dalam sesuatu yang dilarangNya dan

ketika itu Dia memerintahkan kita untuk menahan pandangan (ghad} al-bas}ar).

Salah satu puncak penangkal berbagai bahaya dan penyakit jiwa yaitu dengan cara

menahan pandangan, sebab hal tersebut merupakan yang di ridhoi oleh Allah.

Pergaulan antara laki-laki dan perempuan secara bebas kadang menyebab dampak

yang buruk, sebab terkadang laki-laki melihat para perempuan dengan pandangan

yang berlebihan hingga menimbulkan tumbuhnya syahwat, hal tersebut terkadang

juga karena salah para perempuan, karena mereka menggunakan pakaian yang

ketat sehingga melihatkan lekuk tubuhnya.5

Pada dasarnya wanita sangat menyukai keindahan, karena perhiasan dan

pakaian indah senantiasa menjadi dambaan, agar dapat mencuri pandangan lelaki

terhadap dirinya. Bila hal itu dibiarkan, akan menjurus pada perfitnahan dan

berbagai macam kehancuran. Menurut ‘Abbas Mahmud Al-Aqqâd, kejayaan

bangsa Romawi pada 100 tahun sebelum masehi dikarenakan telah menerapkan

undang-undang yang melarang wanita memperlihatkan perhiasan di jalan-jalan

4 Abdul Aziz Al-Ghazuli, Menundukkan Pandangan Menjaga Hati, Cet.I (Jakarta : Gema Insane

Press, 2003), 6.

(12)

umum. Bahkan undang-undang Anbiya mengharamkan penggunaan perhiasan

yang berlebihan, meski di dalam rumah. Bukan sesuatu yang mengherankan bila

kemudian Islam memberikan tuntunan kepada muslimah tentang tata cara

memakai perhiasan dengan metodologi yang sangat bijaksana.6

Keseluruhan bagian dari perempuan merupakan aurat, sehingga seluruh

tubuh baik dari ujung kaki sampai ujung rambut merupakan aurat bagi

perempuan. Setiap anggota tubuh perempuan memiliki daya tarik yang apabila

perempuan menampakkan auratnya, maka secara tidak langsung menggoda nafsu

birahi laki-laki yang melihatnya. Menurut pandangan Islam aurat merupakan

sesuatu yang diharamkan untuk ditampakkan. Seringkali karena daya tarik yang

ditimbulkan oleh aurat manusia terjerumus ke dalam kenistaan.7

Sedangkan mengenai batas aurat perempuan hamba, juga ada beberapa

pendapat, menurut sebagian besar murid Imam ash-Shafi’i, bahwa auratnya

seperti laki-laki (anggota tubuh antara pusat dan kedua lutut kaki saja). Menurut

at-T>>{abari, sama seperti perempuan merdeka, kecuali kepala tidak termasuk aurat.

Dalam pandangan mayoritas ulama fiqih, aurat perempuan merdeka lebih tertutup

dari aurat perempuan hamba.8

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya

dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi Muhammad Shalalla>hu ‘Alaihi Wasallam

bersabda, “Telah ditetapkan bagiannya bagi anak adam dari zina, dia pasti akan mendapatkannya, zina mata adalah memandang, zina kedua telinga adalah

mendengar, zina lisan adalah berbicara, zina tangan adalah memegang, zina

6 Abu Iqbal Al-Mahalli, Muslimah Modern (Yogyakarta: Lekpim Mitra Pustaka, 2000), 138. 7 Ibid.,138.

8 Husein Muhammad, Fiqih Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender

(13)

kaki adalah melangkah sementara hati ingin dan berangan-angan lalu hal tersebut

dibenarkan oleh hati atau didustakannya”9Allah berfirman :





























“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu

adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa

yang mereka perbuat".10

Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. supaya

menyuruh kepada orang-orang yang beriman, yaitu mencegah pandangan dari

melihat apa yang diharamkan oleh Allah, dan jangan melihat atau

memandang sesuatu yang diharamkan melihatnya kecuali yang telah Ia

perbolehkan melihatnya. Dan apabila secara tidak sengaja melihat perkara

yang diharamkan melihatnya, maka palingkanlah pandangan itu dengan

segera. Menurut bahasa ghad} al-bas{aru adalah menundukan pandangan,

Yang dimaksud disini adalah mengalihkan arah pandangan, serta tidak

memantapkan pandangan dalam waktu yang lama kepada sesuatu yang

terlarang atau tidak baik.11

9 HR. Muslim : 2657 dan Al-bukha>ri : 6243. 10 Al-Qur’an terjemah, 20: 30-31.

(14)

Ibnu Kath>ir berpendapat karena hal tersebut merupakan perintah

Allah kepada para hambaNya yang beriman agar mereka menundukkan

pandangan-pandangan mereka dari perkara-perkara yang haram mereka lihat.

Maka janganlah mereka melihat kecuali apa yang dibolehkan bagi mereka.

Apabila tanpa sengaja melihat sesuatu yang haram maka hendaknya dia

segera memalingkan pandangannya.12

Tafsir al-Maraghi merupakan tafsir kontemporer di Timur Tengah,

atau tafsir mutaa>khir. Dikatakan demikian karena tafsir ini lahir pada abad ke

20an. Nama lengkap pengarang tafsir al-Maraghi adalah Ahmad Must}afa Ibn

Mustafa Ibn Muhammad Ibn Abdul Mun`im al-Qadi al-Maraghi. Ia

dilahirkan di al-Maraghah, sebuah kabupaten di tepi barat sungai Nil,

Propinsi Suhaj, 70 km arah selatan kota Kairo pada tahun 1300 H/1883 M.13

Nama lengkap pengarang tafsir Ibnu kath>ir ialah Abul Fida’ Ismail

Ibnu Amr Ibnu Kath>ir Ibnu Dau’ Ibnu Kath>ir Ibnu Jar’i al Basyri al

Dimasyqi, Ibnu Kath>ir adalah seorang ulama yang berilmu tinggi dan

mempunyai wawasan ilmiah yang cukup luas. Para ulama semasanya menjadi

saksi bagi keluasan dan kedalaman ilmu yang dimilikinya sebagai seorang

narasumber, terlebih lagi khususnya dalam tafsir, hadit>h, dan sejarah (tarikh).

Ibnu Hajar memberikan komentar tentang Ibnu Kath>ir, bahwa dia menekuni

hadith> secara muthala’ah mengenai semua matan dan para perawinya. Dia

juga menghimpun tafsir, dan mencoba menulis suatu karya tulis yang besar

12 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Tafsir Ibnu Kath>ir Vol 3 (Jakarta: Gema Insani, 1999), 282. 13 Muhammad Ali Iyaziy, Al-Mufassirun; Hayatuhum Wa Mannhajuhum (Taheran: Mu’assasah

(15)

dalam masalah hukum, tetapi belum selesai. Dia menulis kitab tentang tarikh

yang diberinya judul al Bidaya wan Nihayah, menulis pula tentang Tobaqatus

Shafi’iyah serta menyarahi kitab al-Bukha>ri, Ibnu Kath>ir menyusun kitab

tafsirnya yang diberi judul Tafsir al-Qur’an al-Adzi>m.14

Studi komparatif merupakan studi yang dilakukan dengan cara pertama

membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau

kemiripan redaksi dalam beberapa kasus, atau memiliki redaksi yang berbeda

bagi satu kasus yang sama, kedua bisa dilakukan dengan membandingkan

ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada lahirnya kelihatan bertentangan, cara

ketiga bisa dilakukan dengan membandingkan pendapat ulama tafsir dalam

menafsirkan al-Qur’an.15

Perlunya pemahaman tentang penafsiran oleh Ibnu Kath>ir dan Ahmad

Must}afa al-Maraghi dalam menafsirkan ghad} al-bas}ar dalam ayat-ayat

tentang menahan pandangan, maka diperlukan pendalaman tentang metode

penafsiran yang mereka gunakan.

Melihat penjelasan diatas, penulis tertarik membahas mengenai makna

ghad} al-bas}ar menurut Ahmad Must}afa al-Maraghi dan Ibnu Kath>ir tentang

ayat-ayat yang berkenaan dengan menahan pandangan. Alasan dipilihnya

tafsir al-Maraghi dan Ibnu Kath>ir adalah karena pada penafsiran al-Maraghi

lebih menekan pada kebahasaan serta penafsirannya berbeda dengan Ibnu

14 Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kath>ir Ad-Dimasyqi.Tafsir Ibnu Kath>ir Juz 1.Terj Bahrun Abu

Bakar Lc (Bandung:Sinar Baru Algensindo,2000), 22.

(16)

Kath>Ir yang mana dalam penafsirannya lebih banyak menggunkkan

hadith-hadith sebagai penguat penafsirannya.

Fokus pembahasan pada skripsi ini, tertitik dan tertujuh pada

penafsiran serta metode penafsiran yang digunakan oleh Ibnu Kath>ir dan

Ahmad Must}afa Al-Maraghi dalam menafsirkan ayat-ayat tentang ayat-ayat

menahan pandangan pada surat al-Nur ayat 30-31, surat al-Nur ayat 58 ,

al- Nisa’ ayat 1, al-Nahl ayat 72, dan di dukung dengan surat al-Hijr ayat 72,

al-Ghofir ayat 19, as}-s}affar ayat 48 dengan cara mengkomparasikan antara

Tafsir Ibnu Kath>ir dan Tafsir al-Maraghi.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Ayat al-Qur’an yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah ayat-ayat

tentang ghad} al-bas}ar (menahan pandangan) dalam al-Qur’an (studi komparatif

penafsiran Ibnu Kath>ir dan Ahmad Must}afa Al-Maraghi dalam menafsirkan

ayat-ayat tentang menahan pandangan pada surat al-Nur ayat 30-31, surat al-Nur ayat

58 , al- Nisa’ ayat 1, al-Nahl ayat 72, al-Ghofir ayat 19, as}-S}affar ayat 48 dan di

dukung dengan surat al-Hijr ayat 72, dengan menggunakan Tafsir Ibnu Kath>ir

dan Tafsir al-Maraghi Dalam ayat tersebut, dapat di identifikasi beberapa masalah

di antaranya:

1. Tinjauan umum mengenai Tafsir Ibnu Kath>ir dan Ahmad Must}afa

al-Maraghi.

2. Penafsiran Ibnu Kath>ir dan Ahmad Must}afa al-Maraghi terkait ayat

(17)

3. Metode Penafsiran Ahmad Must}afa al-Maraghi yang Digunakan dalam

menafsirkan ayat ghad} al- bas}ar(menahan pandangan).

C. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang, batasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan

beberapa permasalahan untuk memperkuat fokus penelitian ini, di

antaranya:

1. Bagaimana pandangan Ibnu Kath>ir dan Ahmad Must}afa al-Maraghi

dalam menafsirkan ghad} al-bas}ar ?

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan pandangan Ibnu Kath>ir dan Ahmad

Must}afa al-Maraghi tentang ayat-ayat ghad} al-bas}ar serta

implementasinya?

D.TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai

beberapa tujuan, di antaranya:

1. Untuk mendeskripsikan pandangan Ibnu Kathir dan Ahmad Must}afa

al-Maraghi dalam menafsirkan ghad} al-bas}ar

2. Untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan sudut pandang Ibnu

Kath>ir dan Ahmad Must}afa al-Maraghi tentang ayat-ayat ghad} al-bas}ar

serta implementasinya.

(18)

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan

dalam bidang tafsir. Agar penelitian ini benar-benar berguna untuk

pengembangan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan

dari penelitian ini.

Adapun kegunaan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Kegunaan secara teoritis

Hasil penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penelitian tafsir Ibnu

Kath>ir dan Ahmad Must}afa al-Maraghi terkait ayat ghad al-bas}ar yang

terkait dengan teori yang digunakan oleh Ibnu Kath>ir dan Ahmad

Must}afa al-Maraghi

2. Kegunaan secara praktis

Implementasi penelitian ini diharapkan bisa memberi kontribusi

agar dapat memberi solusi terhadap para pemuda-pemudi untuk

menundukan pandangan supaya terhindar dari fitnah.

F. METODE PENELITIAN

Untuk mempermudah dalam penelitian disini akan ditentukan pula jenis

penelitiannya dan teknik pengumpulan data diantaranya:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yaitu prosedur

(19)

atau lisan dari suatu objek yang dapat diamati dan diteliti.16 Di samping

itu, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian library research

(penelitian perpustakaan), dengan mengumpulkan data dan informasi dari

data-data tertulis baik berupa literatur berbahasa arab maupun literatur

berbahasa indonesia yang mempunyai relevansi dengan penelitian.

2. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini, bersumber dari dokumen

perpustakaan tertulis, seperti kitab, buku ilmiah dan referensi tertulis

lainnya. Data-data tertulis tersebut terbagi menjadi dua jenis sumber data.

Yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder, yaitu:

a. Sumber data primer merupakan rujukan data utama dalam penelitian ini,

yaitu:

1) Tafsir al-Maraghi

2) Tafsir Ibnu Kath>ir

b. Sumber data sekunder, merupakan referensi pelengkap sekaligus sebagai

data pendukung terhadap sumber data primer. Adapun sumber data

sekunder dalam penelitian ini diantaranya:

1) Menundukkan Pandangan Menjaga Hati Karya Abdul Aziz

Al-Ghaz>ali

2) Studi Kitab Hadis karya Zainul Arifin

3) Muslimah Modern karya Abu Iqbal Al-Mahalli

(20)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan kajian kepustakaan, yaitu mencari data mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, transkip, skripsi, buku, dan

sebagainya.17

4. Metode Analisis Data

Untuk sampai pada prosedur akhir penelitian, maka penulis

menggunakan metode analisa data untuk menjawab persoalan yang akan

muncul di sekitar penelitian ini.

Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasat

sehingga ditemukan tema dan dirumuskan.18

Semua data yang telah terkumpul, baik primer maupun sekunder

diklasifikasi dan di analisis sesuai dengan sub bahasan masing-masing.

Selanjutnya dilakukan telaah mendalam atas karya-karya yang memuat

objek penelitian dengan menggunakan analisis isi.

a. Metode Komparatif ( Muqarrin )

Muqarin dari kata َ انْرقََنرقيََنرقyang artinya membandingkan, kalau

dalam bentuk masdar artinya perbandingan. Sedangkan menurut istilah,

metode muqarin adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an

yang ditulis oleh sejumlah para mufassir. Metode ini mencoba untuk

17 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipa,

1996), 234.

(21)

membandingkan ayat-ayat al-Qur’an antara yang satu dengan yang lain

atau membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadist Nabi serta

membandingkan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat-ayat

al-Qur’an.19

Tafsir Muqarin adalah tafsir yang menggunakan cara perbandingan

atau komparasi. Para ahli tafsir tidak berbeda pendapat mengenai definisi

metode ini. Dari berbagai literatur yang ada, bahwa yang dimaksud dengan

metode komparatif adalah: 1) membandingkan teks ayat-ayat al-Qur’an

yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau

lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda dalam satu kasus yang sama, 2)

membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada lahirnya terdapat

pertentangan, dan 3) membandingkan berbagai macam pendapat ulama

tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an.20

Dari definisi tersebut, dapat terlihat jelas bahwasannya tafsir

dengan menggunakan metode komparatif mempunyai cakupan yang

sangat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat, melainkan

juga membandingkan ayat dengan hadist serta membandingkan pendapat

para mufassir dalam menafsirkan ayat al-Qur’an.21

Adapun manfaat yang dapat diambil dari metode ini ada manfaat

umum dan manfaat khusus, manfaat umum dari metode ini adalah

memperoleh pengertian yang paling tepat dan lengkap mengenai masalah

19 Nasruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, 381.

(22)

yang di bahas, dengan melihat perbedaan-perbedaan di antara berbagai

unsur yang diperbandingkan.22

Perbandingan adalah ciri utama bagi metode komparatif. Di sinilah

letak salah satu perbedaan yang prinsipal antara metode ini dengan

metode-metode yang lainnya. Hal itu disebabkan karena yang dijadikan

bahan dalam memperbandingkan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadist

adalah pendapat para ulama tersebut.23

Metode muqarin (metode komparatif) para ahli tidak berbeda

pendapat mengenai definisi metode muqarin. Sebagai mana yang

dijelaskan oleh Nasruddin Baidan, yang dimaksud dengan metode

komparatif adalah:24

1. Membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Qur’an yang

memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua

kasus atau lebih dan memiliki redaksi yang berbeda

dalam kasus yang sama.

2. Membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadist yang

pada akhirnya terdapat pertentangan,

3. membandingkan berbagai macam pendapat ulama

tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an25

22 M. Yudhie Haryono, Nalar Al-Quran (Jakarta: Pt Cipta Nusantara, 2002), 166-167.

23 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar ,1998), 82. 24 Ibid,56.

25 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar ,1998),

(23)

Dari definisi tersebut, dapat terlihat jelas bahwasannya tafsir

dengan menggunakan metode komparatif mempunyai cakupan yang

sangat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat, melainkan

juga membandingkan ayat dengan hadith serta membandingkan pendapat

para mufasir dalam menafsirkan ayat al-Qur’an.26

 Kelebihan Metode Muqarin

A. Memberikan wawasan penafsiran al-Qur’an yang bersifat relative

dibanding dengan menggunakan metode-metode yang lain.

B. Dapat mengetahui suatu kedisiplinan ilmu pengetahuan didalam

al-Qur’an, sehingga kita tidak akan menganggap al-Qur’an itu

sempit.

C. Dapat menjadikan sikap toleran dan memahami seseorang yang

bersifat fanatik terhadap madzab tertentu tentang penafsiran

al-Qur’an.

D. Mufasir akan lebih berhati-hati dalam menafsirakan al-Qur’an

dengan mengkaji berbagai ayat dan hadist-hadist serta

pendapat-pendapat mufassir sehingga penafsiran yang diberikan akan

relative terjamin kebenarannya.27

26 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998),

65.

27 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998),

(24)

 Kekurangan Metode Muqarin28

A. Akan mengakibatkan kesalah pahaman bahkan akan bersikap

fanatik terhadap madzab tertentu bagi pemula yang

menggunakan metode muqarin.

B. Metode komparatif lebih mengutamakan perbandingan

daripada pemecahan masalah, maka kurang dapat diandalkan

untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh dimasyarakat.

C. Terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang

pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan

penafsiran-penafsiran baru.

Dari definisi, kelebihan, dan kekurangan diatas, terlihat metode

muqarin (komparatif) memiliki cakupan yang sangat luas apabila

dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Metode ini dapat

mengembangkan pemikiran tafsir yang rasional dan objektif sehingga

mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif yang berhubungan

dengan latar belakang dan dapat dijadikan perbandingan dan pelajaran

dalam penafsiran.

Setelah memperhatikan cakupan tafsir komparatif yang demikian

luas bagaimana diuraikan di muka, tampak kepada kita bahwa tafsir

komparatif ini amat penting, terutama bagi mereka yang ingin melakukan

studi lanjut untuk mendapatkan pemahaman yang luas berkenaan dengan

(25)

penafsiran suatu ayat dengan mengajinya dari berbagai disiplin ilmu sesuai

dengan muatan dan konteks ayat tersebut. Penafsiran serupa ini sulit

menjumpainya di dalam metode-metode lainnya.

Bahwa metode komparatif ini amat penting posisinya, terutama

dalam rangka mengembangkan pemikiran tafsir yang rasional dan objektif,

sehingga kita mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif berkenaan

dengan latar belakang lahirnya penafsiran dan sekaligus dapat dijadikan

perbandingan dan pelajaran dalam mengembangkan penafsiran al-Quran

pada periode-periode selanjutnya.29

b. Metode Deskriptif Kualitatif

Deskriptif yaitu menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek

penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) berdasarkan

fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya dengan menuturkan atau

menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variable dan

fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa

adanya.30

Penelitian Deskritif Kualitatif yakni penelitian berupaya untuk

mendeskripsikan yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya

mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi

yang sekarang ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif akualitatif

29 Nashruddin Baidan, Metodolog Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar ,1998),

144-145.

30 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 2002),

(26)

ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan

yang ada.31

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Agar penulisan ini dapat menunjukkan adanya kesatuan, keterkaitan,

dan keteraturan sistematika dalam mendukung dan mengarahkan pada pokok

permasalahan yang diteliti, maka perlu dibuat suatu sistematika sebagai

pedoman penulisan. Penulisan skripsi ini dibagi menjadi empat bab, dengan

masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab.

Bab pertama berisi pendahuluan untuk mengantarkan pembahasan

skripsi secara keseluruhan. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,

identitas masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, kegunaan penelitian,

metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi tentang tinjauan umum tentang tafsir Ibnu Kath>ir dan

biografi Ibnu Kath>ir, guru-gurunya,karya-karyanya serta pemikirannya, serta

tafsir Ahmad Musthafa Al-Maraghi, biografi Ahmad Must}afa Al-Maraghi dan

karya-karyanya serta pemikirannya.

Bab ketiga membahas analisa, penafsiran ghad} al-bas}ar dalam

pandangan Ibnu Kath>ir, penafsiran ghad} al-bas}ar dalam pandangan Ahmad

Must}afa al-Maraghi, serta persamaan dan perbedaan pandangan Ibnu Kath>ir

dan Ahmad Must}afa al-Maraghi dan implementasinya.

Bab keempat adalah penutup terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

(27)

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TAFSIR IBNU

KATH>IR

DAN

TAFSIR AL-MARAGHI

A. TAFSIR IBNU KATH<>>>>IR

1. Biografi Ibnu Kath>ir

Nama kecil Ibnu Kath>îradalah ismâ‘îl. Nama lengkapnya Ismail bin ‘Amr

al-Qurasy bin Kath>ir al–Basri al-Dimasyqi Imaduddin Abu al-Fida’ al-Hafidz

al-Muhaddits as-Shafi’i. Ibnu Kath>îr dilahirkan di desa Mijdal dalam wilayah

Bushra (Bashrah), tahun 700 H./1301M ,oleh karena itu, ia mendapat predikat al

Bushrawi (orang bushrawi).1

Ibnu Kath>ir adalah anak dari Shihab ad-Din Abu Hafsh Amar Ibn Kath>ir

ibn Dhaw ibn Zara’ al-Quraisyi, yang merupakan seorang ulama terkemuka pada

masanya. Ayahnya bermazhab shafi’i dan pernah mendalami mazhab

hanafi.2menginjak masa kanak-kanak, ayahnya sudah meninggal dunia. Kemudian

Ibnu Kath>ir tinggal bersama kakaknya (Kamal ad-Din Abd Wahhab) dari desanya

ke Damaskus. Di kota inilah Ibnu Kath>ir tinggal hingga akhir hayatnya.3

1 Menurut Manna al-Qath>an, 386.

(28)

19

Hal yang sangat menguntungkan bagi Ibnu Kath>ir dalampengembangan

karir keilmuan, adalah kenyataan bahwa dimasa pemerintah dinasti mamluk

merupakan pusat studi islam seperti madrasah-madrasah, masjid-masjid

berkembang pesat. Perhatian penguasa pusat di mesir maupun penguasa daerah

Damaskus sangat besar terhadap studi islam. Banyak ulama yang ternama lahir

pada masa ini, yang akhirnya menjadi tempat Ibnu Kath>ir menimba ilmu.

Selain di dunia keilmuan, Ibnu Kath>ir juga terlibat dalam urusan

kenegaraan. Tercatat aktifitasnya pada bidang ini, seperti pada akhir tahun 741 h,

beliau ikut dalam penyelidikan yang akhirnya menjatuhkan hukuman mati atas

sufi zindik yang menyatakan Tuhan pada dirinya (hulul). Tahun 752 H, beliau

berhasil menggagalkan pemberontakan Amir Baibughah ‘Urs, pada masa

Khalifah Mu’tadid. Bersama ulam lainnya, pada tahun 759 H Ibnu Kath>ir pernah

diminta Amir Munjak untuk mengesahkan beberapa kebijaksanaan dalam

memberantas korupsi, dan peristiwa kenegaraan lainnya.

Ibnu Kath>ir mendapat gelar keilmuan dari para ulama sebagai kesaksian

atas keahliannya dalam beberapa bidang ilmu yang digeluti, Berkat kegigihan

dalam menimba ilmu, beliau menjadi ahli Tafsir ternama, ahli Hadith, Sejarawan

dan ahli Fiqih besar abad ke-8 H

,

antara lain ia mendapat gelar seorang ahli

sejarah, pakar tafsir, ahli fiqih,dan juga seorang yang ahli dalam bidang hadith.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Manna’ al-Qath>an dalam Mabahits fil Ulum

(29)

20

“Ibnu Kath>ir merupakan pakar fiqh yang dapat dipercaya, pakar hadith yang

cerdas, sejarawan ulung, dan pakar tafsir yang paripurna”.4

Dalam menjalani kehidupan, Ibnu Kath>ir didampingi oleh seorang isteri yang

bernama Zainab (putri Mizzi) yang masih sebagai gurunya. Setelah menjalani

kehidupan yang panjang, pada tanggal 26 Sya’ban 774 H bertepatan dengan bulan

Februari 1373 M pada hari kamis, Ibnu Kath>ir meninggal dunia.

a. Pendidikan

Pada usia 11 tahun Ibnu Kath>ir menyelesaikan hafalan al-Qur’an,

dilanjutkan memperdalam Ilmu Qiraat, dari studi Tafsir dan Ilmu Tafsir dari

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah (661–728H).5

Para ahli meletakkan beberapa gelar keilmuan kepada Ibnu Kath>ir sebagai

kesaksian atas kepiawaiannya dalam beberapa bidang keilmuaan yang ia geluti

yaitu:

a. Al-Hafidzh,

Orang yang mempunyai kapasitas hafal 100.000 hadith, matan maupun

sanad.

b. Al-Muhaddith,

Orang yang ahli mengenai hadith riwayah dan dirayah, dapat membedakan

cacat atau sehat, mengambilnya dari imam-imamnya, serta dapat

menshahihkan dalam mempelajari dan mengambil faedahnya.

4 Manna’ Khalil al Qattha>n, Studi Ilmu -Ilmu al-Qur’an, Terj.Mudzakir (Jakarta: Litera Antar

Nusa, 1995), 527.

(30)

21

c. Al-Faqih,

Gelar bagi ulama yang ahli dalam Ilmu Hukum Islam namun tidak sampai

pada mujtahid.

D. Al-Muarrikh, seorang yang ahli dalam bidang sejarah atau sejarawan.

E. Al-Mufasir,

Seorang yang ahli dalam bidang tafsir yang menguasai beberapa peringkat

berupa ulum al-Qur’an dan memenuhi syarat-syarat mufassir. Diantara lima

predikat tersebut,al-Hafidzh merupakan gelar yang paling sering disandangkan

pada Ibnu Kath>ir. Ini terlihat pada penyebutan namanya pada karya–karyanya

atau ketika menyebut pemikiranya.

b. Guru-guru

Ibnu Kath>ir dibesarkan di kota Damaskus. Disana beliau banyak menimba

Ilmu dari para ulama di kota tersebut, salah satunya adalah Burhan Din

al-Fazari (660-729 H) yang merupakan guru utama Ibnu Kath>ir, seorang ulama

terkemuka dan penganut mazhab Shafi’i. Kemudian yang menjadi gurunya adalah

Kamal al-Din Ibnu Qadhi Syuhbah. Kemudian dalam bidang Hadits, beliau

belajar dari Ulama Hijaz dan mendapat ijazah dari Alwani serta meriwayatkannya

secara langsung dari Huffadz terkemuka di masanya, seperti Syeikh Najm al-Din

ibn al-‘Asqalani dan Syhihab al-Din al-Hajjar yang lebih terkenal dengan sebutan

Ibnu al-Syahnah. Dalam bidang Sejarah, peranan al-Hafizh al-Birzali (w. 730 H),

sejarawan dari kota Syam, cukup besar. Dalam mengupas peristiwa–peristiwa

(31)

22

al-Birzali dan Tarikhnya, Ibnu Kath>ir menjadi sejarawan besar yang karyanya

sering dijadikan rujukan utama dalam dalam penulisan sejarah Islam.

Pada tahun 767 H/1365 M ia membela mati-matian Qhadhi Qudhah Taj

al-Din yang dituduh melakukan beberapa penyelewengan, sehingga gubernur

Mankali Bughah membentuk sebuah komisi penyelidik, dan ia sendiri akhirnya

dianugrahi jabatan imam dan guru besar tafsir di masjid negara pada bulan

syawwal 767 H/ 1366 M. Untuk menggerakan semangat juang dalam

mempertahankan pantai Libanon-Syiria dari serbuan Franks dari Cyprus, ia

mengarang Kitab al-Ijtihad Fi Thalab al-Jihad. Ibnu Kath>ir meninggal pada tahun

774 H dan dikuburkan di samping kuburan gurunya, Ibn Taimiyah, di Shufiyyah

Damaskus.6

c. Karya-karya Tafsir

Ibnu Kath>ir adalah seorang ulama yang berilmu tinggi dan mempunyai

wawasan ilmiyah yang cukup luas. Para ulama semasanya menjadi saksi bagi

keluasan dan kedalaman ilmu yang dimilikinya sebagai seorang narasumber,

terlebih dari khususnya dalam tafsir, hadith,dan sejarah (tarikh). Ibnu Hajar

memberikan komentar tentang Ibnu Kath>ir, bahwa ia menekuni hadits secara

Muthala’ah mengenai semua matan dan para perawinya.

(32)

23

Ibnu Hajar melanjutkan bahwa Ibnu Kath>ir adalah seorang yang banyak

hafalannya lagi suka berseloroh. Semua karya tulisnya di masa hidupnya telah

tersebar diberbagai negeri dan menjadi ilmu yang bermanfaat sesudah ia tiada.

Az-Zahabi didalam kitab al-Mu’jam Mukhtas memberikan komentarnya

tentang Ibnu Kath>ir, bahwa Ibnu Kath>ir adalah seorang yang berpredikat sebagai

imam, mufti, ahli hadith yang cemerlang, ahli fiqih yang jeli, ahli hadith yang

mendalam, ahli tafsir, dan ahli nukil. Ia punya banyak karya tulis yang berfaedah.7

Berkat kegigihan Ibnu Kath>ir, akhirnya beliau menjadi ahli Tafsir

ternama,ahli Hadith, sejarawan serta ahli fiqh besar pada abad ke-8 H. Kitab

beliau dalam bidang tafsir yaitu tafsir al-Qur’an al-‘Adzim menjadi kitab tafsir

terbesar dan tershahih hingga saat ini, di samping kitab tafsir Muhammad bin Jarir

at-Tahabari. Berikut ini adalah sebagian karya-karya Ibnu Kath>ir:

A. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim.

B. .Al-Bidayah wa an-Nihayah Fi al-Tarikh.

C. Al-Madkhal Ila Kitab as-Sunnah.

D. Ringkasan Ulum al-Hadith Li ibn ash-Shalah.

E. Al-Takmil fi Ma’rifat al-Tsiqat wa al-Dhu’afa wa al-Majahil.

F. Jami’ al-Masanid

(33)

24

G. Al-Kawakibud Darari dalam bidang sejarah, cuplikan pilihan dari

al-Bidayah wan Nihayah.8

d. Sistematika Penafsiran Ibnu Kath>ir

1. Sistematika Tafsir Ibnu Kath>ir

Hal yang paling istimewa dari tafsir Ibnu Kath>ir adalah bahwa Ibnu Kath>ir

telah tuntas atau telah menyelesaikan penulisan tafsirnya hingga keseluruhan

ayat yang ada dalam al-Qur’an, dibanding mufassir lain seperti Sayyid Rasyid

Rid}a (1282-1354 H) yang tidak sempat menyelesaikan tafsirnya.

Pada muqaddimah, Ibnu Kath>ir telah menjelaskan tentang cara penafsiran

yang paling baik atau prinsip-prinsip penafsiran secara umum yang disertai

dengan alasan jelas yang ditempuh dalam penulisan tafsirnya. Apa yang

disampaikan Ibnu Kath>ir dalam muqadimahnya sangat jelas dan baik dalam

kaitannya dengan

2. Tafsir Al-Ma’tsur Dan Penafsiran Secara Umum.

Adapun sistematika yang ditempuh Ibnu Kath>ir dalm tafsirnya, yaitu

menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan susunannya dalam

al-Qur’an, ayat demi ayat, surat demi surat; dimulai dari surat al-Fatihah an

8 Manna Khalil al-Qatha>n,

Ulumul al-Qur’an, Ter.Mudzakkir, Cet. 13, (Bogor: Pustaka Litera

(34)

25

diakhiri dengan surat al-nas. Dengan demikian,secara sistematika tafsir ini

menempuh tafsir Mushafi.

Dalam penafsirannya, Ibnu Kath>ir menyajikan sekelompok ayat yang

berurutan dan dianggap berkaitan serta berhubungan dalam tema kecil.

Penafsiran perkelompok ayat ini membawa pemahaman adanya munasabah

ayat dalam setiap kelompok ayat. Oleh karena itu, Ibnu Kath>ir dalam

menafsirkan ayat al-Qur’an lebih mengedepankan pemahaman yang lebih utuh

dalam memahami adanya munasabah antar al-Qur’an (tafsir al-Qur’an

bi al-Qur’an).

1. Metode Penafsiran Ibnu Kath>ir

Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, maka metode penafsiran Ibnu Kath>ir

dapat dikategorikan kepada metode tahlily, yaitu suatu metode tafsir yang

menjelaskan kandungan al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Dalam metode ini,

mufassir mengikuti susunan ayat sesuai dengan tartib mushafi, dengan

mengemukakan kosa kata, penjelasan arti global ayat, mengemukakan

munasabah, dan membahas asbab al-nuzul, disertai dengan sunnah Rasul

SAW, pendapat sahabat, tabi’in dan pendapat para mufassir itu sendiri. Hal ini

diwarnai dengan latar belakang pendidikan dan sering pula bercampur dengan

pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat membantu dalam

memaknai makna dari ayat al-Qur‘an.

Dalam tafsir al-Qur’an al-Azhim, Imam Ibnu Kath>ir menjelaskan arti kosa

kata tidak selalu dijelaskan. Karena, kosa kata dijelaskannya ketika dianggap

(35)

26

ditemukan kosa kata dari suatu lafadz, sedangkan pada lafaz yang lain

dijelaskan arti globalnya, karena mengandung suatu istilah dan bahkan

dijelaskan secara baik dengan memperhatikan kalimat seperti dalam

menafsirkan kata “Huda li al-Muttaqin” dlam surat al-Baqarah ayat2

Menurut Ibnu Ibnu Kath>ir, “huda” adalah sifat diri dari al-Qur’an itu

sendiri yang dikhususkan bagi “muttaqin” dan “mu’min” yang berbuat baik.

Disampaikan pula beberapa ayat yang menjadi latar belakang penjelasannya

tersebut yaitu surat Fushilat ayat 44; Isra ayat 82 dan Yunus ayat 57.9 Di

samping itu, dalam tafsir Ibnu Kath>ir terdapat beberapa corak tafsir. Hal ini

dipengaruhi dari beberapa bidang kedisiplinan ilmu yang dimilikinya. Adapun

corak-corak tafsir yang ditemukan dalam tafsir Ibnu Kath>ir yaitu (1) Corak

fiqih, (2)corak ra’yi, (3)corak qira’at.10

2. Tafsir Ibnu Kath>Ir

a. Latar belakang penulisan

Ibnu Kath>ir menyusun kitab tafsirnya yang diberi judul Tafsir al-Qur’an

al-Adzim. Dalam pendahuluan kitabnya beliau menjelaskan urgensi tafsir,

para ulama tafsir dari sahabat dan tabi’in, dan metode tafsir yang paling baik.

Ibnu Kath>ir mengatakan dalam pendahuluan kitab tafsirnya,

bahwa kewajiban yang terpikul di pundak para ulama ialah menyelidiki

makna-makna kalamullah dan menafsirkannya, menggali dari

9 Ibnu Kath>ir,Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, 1: 39.

10 Ali Hasan Rid}a,Sejarah Dan Metodologi Tafsir (Terj), Ahmad Akrom (Jakarta:Rajawali Press,

(36)

27

sumbernya serta mempelajari hal tersebut dan mengajarkannya,

sebagaimana yang disebutkan dalam kalam-Nya:

َءاَرَو ُوُذَبَنَ ف ُهَنوُمُتْكَِ َاَو ِساّنلِل ُهّنُ نّ يَ بُتَل َباَتِكْلا اوُِوُأ َنيِذّلا َقاَثيِم ُهّللا َذَخَأ ْذِإَو

َنوُرَ تْشَي اَم َسْئِبَف ًَيِلَق اًنَمَث ِهِب اْوَرَ تْشاَو ْمِِروُهُظ

)

781

(

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu

kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya." Lalu mereka

melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka

menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang

mereka terima.” (QS. Ali Imran 187)

Allah subhanahu wa ta’ala mencela sikap kaum ahli kitab sebelum kita,

karena mereka berpaling dari Kitabullah yang diturunkan kepada mereka,

mengejar keduniawiaan serta menghimpunnya, dan sibuk dengan semua hal

yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa yang diperintahkan oleh

Allah subhanahu wa ta’ala melalui kitab-Nya.

Maka sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslim untuk menghentikan

semua perbuatan yang menyebabkan mereka (kaum ahli kitab) dicela oleh

Allah subhanahu wa ta’ala, dan kita wajib pula mengerjakan hal-hal yang

diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu memepelajari Kitabullah yang

(37)

28

pengertian tentangnya.11Dengan kalam Allah di atas, maka menurut Ibnu

Kath>ir wajib bagi ulama untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung

dalam kalam Allah dan tafsirnya.

b. Metode dan corak

Tafsir Ibnu Kath>ir merupakan kitab tafsir yang paling terkenal yang

bersubjekkan tafsir Ma’tsur. Dalam subjek ini tafsrinya merupakan kitab

nomer 2 setelah tafsir Ibnu Jarir. Dalam karya tulisnya kali ini Ibnu Kath>ir

menitik beratkan kepada riwayat yang bersumber dari tafsir ulama’ salaf.

Metode yang ditempuh oleh Ibnu Kath>ir mempunyai ciri khas tersendiri.

Pada mulanya ia mengetengahkan ayat, lalu menafsirkannya dengan

ungkapan yang mudah dan ringkas. Jika memungkinkan baginya

memperjelas ayat tersebut dengan ayat lain, maka dia mengetengahkannya,

lalu melakukan perbandingan diantara kedua ayat yang bersangkutan

sehingga maknanya jelas dan pengertian yang dimaksud menjadi gamblang.

Dalam penjabarannya dia sangat menekankan tafsir cara ini yang mereka

sebut dengan istiilah tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an. Kitab tafsir Ibnu

Kath>ir ini merupakan tafsir yang paling banyak mengemukakan ayat-ayat

yang saling berkaitan dalam satu makna diantara kitab-kitab tafsir lainnya

yang dikenal.

Setelah selesai tafsir ayat dengan ayat, maka mulailah Ia mengemukakan

hadith-hadith yang berpredikat marfu’ yang ada kaitannya dengan makna

11

(38)

29

ayat, lalu ia menjelaskan hadith yang dapat dijadikan sebagai hujjah ,dan

hadith yang tidak dipakai hujjah diantara hadith-hadith yang dikemukakan itu

kemudian ia mengiringinya dengan mengemukakan berbagai pendapat

tentang ayat tersebut dari para sahabat, para tabi’in dan ulama’ salaf yang

sesudah mereka.

Termasuk diantara keistimewaan tafsir Ibnu Kath>ir ialah Dia

memperingatkan akan adanya kisah-kisah israiliyat yang mungkar di dalam

kitab tafsir Ma’tsur. Iapun memperingatkan pembacanya agar bersikap

waspada terhadapa kisah seperti itu secara global. Sebagai contoh dapat

dikemukakan disini bahwa ia mengatakan sehubungan dengan surat al

Baqarah ayat 67 dan ayat-ayat yang sesudahnya yaitu:

وُعَأ َلاَق اًوُزُ اَنُذِخّتَ َِأ اوُلاَق ًةَرَقَ ب اوُحَبْذَِ ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َهّللا ّنِإ ِهِمْوَقِل ىَسوُم َلاَق ْذِإَو

ْنَأ ِهّللاِب ُذ

وُكَأ

َنيِلِاَجْلا َنِم َن

٧٦

“Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata:

"Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab:

"Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari

orang-orang yang jahil".

Kita jumpai Ibnu Kath>ir memperingatkan kepada kita suatu kisah yang

cukup panjang lagi aneh, menerangkan tentang pencarian mereka terhadap

sapi yang tertentu dan keberadaan sapi itu ditangan seorang lelaki bani Israil

yang sangat berbakti kepada orang tuanya, hingga akhir kisah. Lalu Ibnu

(39)

30

ulama’ salaf. Setelah itu ia mengatakan, yang teksnya berbunyi sebagai

berikut :”riwayat-riwayat ini bersumber dari ubaidah, abul aliyah, as-saddi,

dan lain-lainnya mengandung perbedaan pendapat. tetapi makna lahiriyahnya

menunjukkan bahwa kisah-kisah tersebut diambil dari kitab-kitab bani israil,

dan termasuk kategori kisah yang boleh dinukil; tetapi tidak boleh

dibenarkan, tidak boleh pula didustakan. karena itu, tidak dapat dijadikan

pegangan terkecuali apa yang selaras dengan kebenaran yang ada pada kita.

hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui.”

Jika ada seseorang mengatakan, “ cara apakah yang paling baik untuk

menafsirkan al-Qur’an?”jawabannya, cara yang paling shahih adalah

menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an lagi. Dengan kata lain, sesuatu yang

disebutkan secara global dalam satu tempat ada kalanya diketengahkan pada

tempat yang lain dengan pembahasan yang terinci. Jika mengalami kesulitan

dalam menafsirkannya dari al-Qur’an lagi, hendaklah merujuk kepada

sunnah, karena sunnah itu berkedudukan sebagai penjelas dan penjabar

al-Qur’an. Bahkan Imam Abdullah, Muhammad Ibnu Idris ash-Shafi’i

rahimahullah berkata bahwa setiap hukum yang diputuskan oleh Rasulullah

SAW, berasal dari apa yang dipahami dalam al-Qur’an.

Bermula dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika kita

tidak menemukan tafsir dalam al-Qur’an, tidak pula didalam as-Sunnah, maka

kita harus merujuk kepada pendapat para sahabat. Mereka lebih mengetahui

hal tersebut karena mereka menyaksikan semua kejadian dan mengalami

(40)

31

mereka, yaitu pemahaman yang sempurna, ilmu yang benar, dan amal yang

saleh. Terlebih lagi para ulama’ dan para sahabat terkemuka, misalnya empat

orang Khalifah Rashidin dan para imam yang mendapat petunjuk serta dapat

dijadikan sebagai rujukan, khususnya Abdullah Ibnu Mas’ud r.a.12

Kitab ini dapat di kategorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan

corak dan orientasi (al-laun wa al-ittijah) tafsir bi al-ma’sur atau tafsir bi

al-riwayah. Ini terbukti karena beliau sangat dominan dalam tafsirannya

memakai riwayah atau hadith, dan pendapat sahabat dan tabi’in. Dapat

dikatakan bahwa dalam tafsir ini yang paling dominan ialah pendekatan

normatif historis yang berbasis utama kepada hadith atau riwayah. Namun

Ibnu Kath>ir pun terkadang menggunakan rasio atau penalaran ketika

menafsirkan ayat.

Adapun manhaj yang ditempuh oleh Ibnu Kath>ir dalam menafsirkan

al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai manhaj tahlili (metode analitis).

Kategori ini dikarenakan penafsinya ayat demi ayat secara analitis menurut

urutan mushaf al-Qur’an. Meski demikian, metode penafsiran kitab ini pun

dapat dikatakan semi tematik (maudu’i), karena ketika menafsirkan ayat ia

mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke

dalam satu tempat baik satu atau beberapa ayat, kemudian ia menampilkan

ayat-ayat lainnya yang terkait untuk menjelaskan ayat yang sedang ditafsirkan

itu.

12

(41)

32

B. TAFSIR AL-MARAGHI

1. Biografi Ahmad Must}afa al-Maraghi

Nama lengkap al-Maraghi adalah Ahmad Must}afa Ibn Muhammad Ibn Abd

Mun’im al-Qadhi Maraghi. Ia lahir pada tahun 1300 H/ 1883 M di kota

al-Maraghi Propinsi Suhaj. Kira-kira 700 Km arah selatan Kota Kairo.13 Sebutan

(nisbah) al-Maraghi adalah yang terdapat diujung nama Ahmad al-Maraghi

bukanlah dikaitkan dengan keturunan Hasyim, melainkan dihubungkan dengan

nama daerah atau kota, yaitu kota Maraghah. Menurut Abd. Aziz

al-Maraghi, yang dikutip oleh Abd Djalal, kota al-Maraghih adalah ibukota

kabupaten al-Maraghih yang terletak ditepi sungai Nil, yang berpenduduk

sekitar 10.000 orang dengan penghasilan utama gandum, kapas dan padi.

Ahmad Must}afa al-Maraghi berasal dari keluarga ulama yang taat dan

menguasai berbagai bidang ilmu agama. Hal ini dapat dibuktikan bahwa lima

dari delapan orang putera Syekh Must}afa Maraghi (ayah Ahmad

al-Maraghi) adalah ulama besar yang cukup terkenal, yaitu:

a. Syekh Muhammad Must}afa Maraghi yang pernah menjadi Syekh

al-Azhar selama dua periode, sejak tahun 1928 hingga 1930 dan 1935 hingga

1945.

b. Syekh Ahmad Must}afa al-Maraghi, pengarang kitab tafsir al-Maraghi.

c. Syekh Abd. Aziz Maraghi, dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

al-Azhar dan Imam Raja

13 Hasan Zaini,Tafsir Tematik Ayat-Ayat Kalam Tafsir Al-Maraghi (Jakarta: CV, Pedoman Ilmu

(42)

33

d. Syekh Abdullah Must}afa Maraghi, inspektur umum pada Universitas

al-Azhar.

e. Syekh Abd. Wafa Must}afa al-Maraghi, sekretaris Badan Penelitian dan

Pengembangan Universitas al-Azhar.14

Disamping itu, sewaktu Ahmad Must}afa al-Maraghi lahir, situasi

polotik sosial dan intelektual di Mesir sedang mengalami perubahan, sebab

pada masa itu nasionalisme “Mesir untuk orang Mesir” sedang menampakkan

peranannya baik dalam usaha membebaskan diri dari kesulitannya

Utsmaniyyah maupun penjajahan inggris.15

Ahmad Must}afa al-Maraghi meninggal dunia pada tanggal 9 juli 1952

M/1371 H di tempat kediamannya di Jalan Zulfikar Basya No. 37 di Hilwan

dan dikuburkan dipekuburan keluarganya di Hilwan,kira-kira 25 Km di

sebelah selatan Kota Kairo.

a. Pendidikan

Ketika Ahmad Must}afa al-Maraghi memasuki usia sekolah, beliau

dimasukkan oleh orang tuanya ke Madrasah di desanya untuk belajar

al-Qur’an. Beliau seorang anak yang amat cerdas, sehingga sebelum usia 13 tahun

beliau sudah hafal seluruh ayat al-Qur’an. Di samping itu, beliau juga

mempelajari ilmu tajwid dan dasar- dasar ilmu syari’ah di Madrasah sampai

beliau menamatkan pendidikan pada peringkat menengah. Selanjutnya, ia

menamatkan sekolah menengah di kampungnya, orang tuanya menyuruh dia

14 Hasan Zaini,Tafsir Tematik Ayat-Ayat Kalam Tafsir al-Maraghi (Jakarta: CV, Pedoman Ilmu

Jaya, 1997), 16.

15 Abdullah Must}afa al-Maraghi, al-Fath al-Mubin fi Thabaqat al-Ushuliyah (Beirut: Muhammad

(43)

34

untuk hijrah ke Kairo untuk menuntut ilmu di Universitas al-Azhar.16Selama di

al-Azhar, beliau sangat menekuni ilmu bahasa Arab,tafsir, hadith, fiqih, akhlak

dan ilmu falak dibanding dengan ilmu-ilmu lainnya. Inilah barangkali yang

menyebabkan beliau menjadi salah seorang murid yang cemerlang dalam

pelajarannya.

Dan akhirnya, beliau terpilih sebagai alumnus terbaik paa tahun 1904.

Diantara guru-gurunya adalah Syekh Muhammad Abduh, Syekh Muhammad

Hasan al-Adwi,Syekh Rifa’i al-Fayumi dan lain-lain. Pada masa selanjutnya

al-Maraghi semakin mapan, baik sebagai birokrat maupun sebagai intelektual

muslim. Beliau pernah menjabat sebagai qadhi di Sudan hingga 1919,

kemudian beliau diangkat sebagai ketua tinggi Mahkamah Syari’ah pada

tahun 1920. Pada tahun 1928, beliau diangkat menjadi Rektor Universitas

Al-Azhar sebanyak dua kali, yaitu pertama pada bulan Mei 1928, dan keduanya

bulan April 1935. 17Sewaktu memimpin al-Azhar beliau berusaha untuk

melanjutkan usaha gurunya untuk melakukan pembaharuan terutama dalam

mengubah pola pikir umat Islam yang ketika itu menjadi umat yang terbaik

dan bersikap terbuka dalam masalah pendidikan. Namun, apa yang telah

direncanakan itu mendapat tantangan yang amat kuat terutama oleh pihak

tradisional.

Beliau akhirnya meletakkan jabatan tersebut.18Selain beliau diangkat

menjadi dosen Ilmu Balaghah dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di

16Abdullah Mustafa al-Maraghi, al-Fath al-Mubin fiThabaqat al-Ushuliyah (Beirut:Muhammad

Amin Co,19934), 202.

17 Hasan Zaini.., 20.

(44)

35

Fakultas Adab Universitas al-Azhar dan Darul Ulum, beliau tinggal di daerah

Hilwan. Beliau menetap disana sampai akhir hayatnya, sehingga di ibukota

itu terdapat suatu jalan yang diberi nama al-Maraghi. Selama hidupnya, selain

beliau mengajar di al-Azhar dan Darul Ulum, beliau juga mengajar di

Perguruan Ma’had Tarbiyah Mu’allim beberapa tahun lamanya sampai beliau

mendapatkan piagam tanda penghargaan dari Raja Mesir. Pada tahun 1361 H

atas jasa-jasanya, piagam tersebut yang bertanggal: 11/10/1361 H. Pada tahun

1370 H/ 1951 M, setahun sebelum beliau meninggal dunia, beliau masih

ngajar bahkan masih dipercaya menjadi Direktur Madrasah Usman Mahir

Basya di Kairo sampai menjelang akhir hayatnya. Selama hidupnya menjadi

dosen atau guru, beliau telah melahirkan ratusan bahkan ribuan ulama dan

sarjana serta cendikiawan muslim yang sangat dibanggakan oleh berbagai

lembaga pendidikan di berbagai penjuru dunia, khususnya di indonesia,

seperti:

a. Bustamin Abdul Gani, Guru Besar dan dosen Program Pasca Sarjana

Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Mukhtar Yahya, Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

c. Mastur Jahri, Dosen Senior IAIN Antasari Banjarmasin Kalimantan

Selatan.

d. Ibrahim Abdul Halim, Dosen Senior UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

e. Abdul Razaq al-Amudy, Dosen Senior IAIN Sunan Ampel Surabaya.19

b. Karya-karyanya

(45)

36

Karya al-Maraghi yang terbesar adalah kitab tafsirnya yang

berjudul”Tafsir al-Maraghi”yang dikarangnya dalam masa 10 tahun dan

ditulisnya kitab ini ke dalam juz lengkap pada tahun 1904 M.20Di kabarkan

bahwa kitab tafsir al-Maraghi tersebut selesai ditulisnya pada bulan

Dzulhijjah tahub1365 H di Kota Helwan-Mesir. Adapun karya-karya dari

Ahmad Musthafa al-Maraghi adalah sebagai berikut:

1) Kitab al-Ulum al-Balaghah

2) Kitab Hidayah al-Taudhih

3) KitabTahzib al-Taudih

4) Kitab Buhuts wa al-‘Ara’

5) Kitab Tarikh al-Ulum al-Balaghah wa Ta’rif bi al-Rijlain

6) Kitab mursyid al-Thullab

7) Kitab al-Mujaz fi al-Ulum al-Ushul

8) Kitab al-Dinayat wa al-Akhlak

9) Kitab Syarah al-Hisab fi al-Islam

10) Kitab al-Mujaz fi al-Adab al-Arabi

11) Kitab Syarah Tsalatsain Haditsin

12) Kitab al-Rifq bil al-Hayawan fi al-Islam

13) Kitab Tafsir Juz Inna al-Sabil

14) Kitab Risalah al-Zaujat al-Nabi

15) Kitab Risalah al-Isbath al-Rukhyat al-Hilal fi Ramadhan

(46)

37

16) Kitab al-Kitab wa al-Khutaba’ fi-Daulatain Umayyah wa

al-Abbasiyah

17) Kitab al-Muthala’ah al-Arabiyah li al-Madaris al-Sudaniyah

18) Kitab al-Risalah fi al-Musthalah al-Hadits

19) Kitab al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh

c. Sistematika Penulisan Tafsir al-Maraghi

Metode dan sistematika penulisan tafsir al-Maraghi Adapun metode dan

sistematika penulisan tafsir al-Maraghi adalah sebagai berikut:

a. Mengemukakan ayat-ayat diawal pembahasan al-Maraghi memulai

setiap pembahaan dalam tafsirnya dengan mengemukakan satu, dua

atau lebih ayat-ayat al-Qur’an yang disusun sedemikian rupa sehingga

memiliki makna yang menyatu(searah).21

b. Menjelaskan kosakata (Syarahal-Mufradat)Setelah mengemukakan

satu,dua atau beberapa ayat al-Qur’an,selanjutnya al-Maraghi

menjelaskan pengertian dari kata-kata sulit sehingga dapat mudah

dipahami oleh pembaca.

c. Menjelaskan pengertian ayat-ayat secara global (al-Jumali Nuzul)

dalam metode ini al-Maraghi menyebutkan makna dari ayat-ayat

al-Qur’an secara global, sehingga sebelum memasuki penafsiran yang

21Ahmad Must}afa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,Terj K. Anshari Sitanggal. Dkk,Juz I (Semarang:

(47)

38

menjadi topik pembahasan, para pembaca terlebih dahulu mengetahui

makna dari ayat-ayat ditafsirkan secara umum.22

d. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an (Asbab al-Nuzul)

Jika ayat-ayat menjadi topik pembahasan mempunyai asbabun nuzul

(sebab-sebab turunnya ayat al-Qur’an) berdasarkan pada riwayat yang

shaleh dari hadith-hadith Rasulullah SAW, yang menjadi pegangan

para mufassir.

e. Meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu

pengetahuan al-Maraghi sengaja meninggalkan istilah-istilah yang

berhubungan dengan ilmu-ilmu yang diperkirakan bisa menghambat

para pembaca dalam memahami ilmu al-Qur’an misalnya ilmu

nahwu,sharaf, ilmu balaghah,dan lain sebagainya. Pembahasan ilmu

tersebut merupakan bidang tersendiri yang sebaiknya tidak dicampur

adukkan dengan tafsir al-Qur’an. Namun, ilmu-ilmu tersebut sangat

penting diketahui dan dikuasai oleh seorang mufasssir.

f. Gaya bahasa para mufassir al-Maraghi menyaari bahwa kitab tafsir

yang telah disusun oleh para ulama terdahulu sesuai dengan gaya

bahasa pembaca ketika itu.

Oleh karena itu, al-Maraghi merasa berkewajiban memikirkan

lahirnya sebuah kitab tafsir yang mempunyai warna tersendiri dengan gaya

bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran pembaca sekarang. Sebab,

22Ahmad Must}afa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,Terj K. Anshari Sitanggal. Dkk,Juz I (Semarang:

(48)

39

setiap orang harus diajak berbicara sesuai dengan kemampuan akal pikiran

yang mereka miliki.

Dalam menyusun kitab tafsir, al-Maraghi tetap merujuk kepada

pendapat-pendapat mufassir terdahulu sebagai penghargaan atas upaya

yang pernah mereka lakukan. Al-Maraghi mencoba menunjukkan kaitan

ayat-ayat al-Qur’an dengan pemikiran ilmu pengetahuan lain.23

g. Seleksi terhadap kisah-kisah yang terdapat dalam kitab tafsir.

al-Maraghi melihat salah satu kelemahan kitab-kitab tafsir terdahulu

adalah dimuatnya cerita-cerita yang berasal dari ahli kitab (israiliyat),

padahal cerita-cerita tersebut belum tentu benar. Pada dasarnya, fitrah

manusia ingin mengetahui hal-hal yang masih bersifat samar, dan

berupaya untuk mengetahui hal-hal yang masih sulit untuk diketahui.

Terdesak ari kebutuhan tersebut, mereka jusru meminta keterangan dari

ahli kitab yang baru memeluk Islam, sepeti Abdullah Ibn Salam, Ka’ab

Ibn al-Ahbar, Wahbah Ibn Muhabbin. Ketiga orang tersebut menceritakan

kepada umat Islam kisah-kisah yang dianggap sebagai interpretasi hal-hal

yang sulit di dalam al-Qur’an.

Pada dasarnya kisah-kisah yang diceritakan oleh ahli kitab tersebut

diatas, tidak mempunyai nilai ilmiyah, tidak terdapat pembedaan antara

yang benar dan yang salah,dan juga tidak terdapat perbedaan antara yang

sah dan yang palsu. Mereka bertiga secara sembarangan menyajikan

23 Ahmad Must}afa al-Maraghi,Tafsir al-Maraghi,Terj K. Anshari Sitanggal. Dkk,Juz I (Semarang:

(49)

40

kisah yang selanjutnya dikutip oleh umat Islam dan dimuat di dalam kitab

tafsirnya.24

Dengan demikian, menurut al-Maraghi bahwa kitab-kitab tafsir

terdahulu banyak dapat suatu yang kontradiktif dengan akal sehat, dan

bahkan bertentangan dengan agama itu sendiri, dan karya tersebut sama

sekali tidak mempunyai nilai-nilai keilmihan.

2. Tafsir Ahmad Must}afa al-Maraghi

a. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Maraghi

Tafsir al-Maraghi merupakan salah satu kitab tafsir yang terbaik di

abad modern. Penulisannya secara eksplisit dapat dilihat di dalam

muqadimah tafsirnya, bahwa dalam penulisannya di latar belakangi oleh

dua faktor, yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari Imam al-Maraghi

sendiri adalah bahwa beliau telah mempunyai cita-cita untuk menjadi obor

pengetahuan Islam terutama di bidang ilmu tafsir. Untuk itu,beliau merasa

berkewajiban mengembangkan ilmu yang sudah beliau miliki. Dengan

demikian, al-Maraghi yang sudah berkecimpung dalam bidang arab

selama lebih dari setengah abad baik belajar maupun mengajar merasa

24 Ahmad Must}afa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi,Terj K. Anshari Sitanggal. Dkk,vol.I (Semarang:

(50)

41

terpanggil untuk menyusun kitab tafsir dengan metode penulisan yang

sistematis, bahasa yang simpel dan efektif, serta mudah untuk dipahami.

Kitab tersebut dikenal dengan nama “Tafsir al-Maraghi”.25

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal ini dilatarbelakangi karena dalam kesehariannya

Ahmad Must}afa al-Maraghi banyak mendapatkan pertanyaan dari

masyarakat yang berkisar dalam masalah tafsir. Disamping itu, kehadiran

kitab tafsir tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena telah

mengungkapkan persoalan-persoalan agama dan macam-macam kesulitan

yang tidak mudah dipahami. Namun,pada kenyataannya dari sekian

banyak kitab-kitab tafsir telah banyak dibumbui dengan istilah-istilah ilmu

lain, seperti balaghah, nahwu, sharaf, fiqih, tauhid, dan ilmu-ilmu lainnya.

Dan semua itu merupakan hambatan bagi masyarakat (umat Islam) dalam

memahami al-Qur’an secara benar.26

b. Metode Dan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan kajian secara mendalam, hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pendidik menurut al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 1-10 dalam tafsir al-Misbah dan

Menurut al-Thabathba‟i dalam tafsirnya menjelaskan bahwa masa tunggu tiga bulan untuk memastikan tidak ada bayi dalam kandungannya, dan empat bulan sepuluh hari

Adapun pendidikan akhlak untuk perempuan yang terkandung pada surat An-Nur m ayat m 31 adalah ialah: Menundukkan pandangan bertujuan untuk menjaga martabat seorang

Liba&gt;sut Taqwa&gt; dibaca oleh Imam Nafi‟ ibnu „Amir, Al-Kisa‟i, dan Abu Ja‟far dengan nashab (dibaca libasa sehingga kedudukannya sebagai objek penderita). Ini

Al-Qur`an surat Al-Ma’ârij ayat 4 beserta tafsir-tafsirnya (dengan membandingan Tafsir al-Maraghi, al- Azhar dan al-Misbah) menjelaskan konsep kecepatan waktu dalam

Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 merupakan proses membimbing manusia untuk tetap teguh kepercayaannya bahwa Allah Maha

Argumentasi Kritis Konsep Hijab dalam Reinterpretasi Asma Barlas Terhadap Tafsir Klasik Dalam menjelaskan surah al-Nur ayat 30, al-Thabari menafsirkan bahwa Allah memerintahkan Nabi

Barlas memberikan konsep hijab yang memiliki perbedaan pandangan yang signifikan dengan tafsiran klasik, terutama yang disajikan oleh al-Thabari.. Dalam surah al-Nur ayat 31, Barlas