• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK KEPADA KAUM DHUAFA (Perspektif Al-Qur an Surat An-Nisa Ayat 36 Tafsir Al-Maraghi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK KEPADA KAUM DHUAFA (Perspektif Al-Qur an Surat An-Nisa Ayat 36 Tafsir Al-Maraghi)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 288

QALAM: Jurnal Pendidikan Islam

JURUSAN TARBIYAH - STAI SUFYAN TSAURI MAJENANG https://ejournal.stais.ac.id/index.php/qlm

SK E.ISSN No. : 0005.27458245/K.4/SK.ISSN/2020.09 || P.ISSN No. 0005.2745844X/K.4/SK.ISSN/2020.09

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK KEPADA KAUM DHUAFA (Perspektif Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 36 Tafsir Al-Maraghi)

Sapto Wardoyo1, Ahmad Mukhlasin2, Abdullah Ridlo3 Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap1,2,3,

sap_to@yahoo.com1, a.mukhlasin@iaiig.ac.id2,abdullahridlo00@gmail.com 3

Diterima tanggal: 28 September 2020 Dipublis tanggal: 25 November 2020

Abstraction: In Islam itself has been taught about moral education for humans that is contained in the life guidelines of Muslims, namely in the al-Qur'an and al-Hadith. In the Koran, there is a lot of explanation regarding moral education that must be studied and also carried out by humans in everyday life with the aim of creating a generation of noble morals as contained in the Qur'an surah An-Nisa verse 36. Morals include all aspects of human life in accordance with their position as individual beings, social creatures, human beings who live in nature, and as God's creatures. The formulation of the problem in this research is how the values of moral education for the poor that are contained in the Qur'an Surah An-Nisa verse 36 Tafsir Al-Maraghi. The aim is to find out the values of moral education for the poor in Q.S An-Nisa verse 36, to provide information and knowledge to the public regarding the values of moral education contained in Q.S An-Nisa verse 36. This type of research in this thesis is library research (library research) with the research approach used is a qualitative approach. This research was conducted by reading literature books related to the discussion of this thesis. The results of the author's research on the values of moral education for the poor, the perspective of the Qur'an, Surah An-Nisa verse 36 Tafsir Al-Maraghi is that the values of moral education for the poor are contained in QS An-Nisa verse 36 which in this case the morals of the dhuafa consist of several values of moral education, namely: (1) morals towards the dhuafa, (2) the rights of the dhuafa, (3) prohibition of the dhuafa.

keywords: values moral education, the poor.

Abstrak: Dalam Islam sendiri telah diajarkan mengenai pendidikan akhlak bagi manusia yang terdapat dalam pedoman hidup umat Islam yakni dalam Qur’an dan Hadis. Dalam al-Qur’an telah banyak diterangkan mengenai pendidikan akhlak yang harus dikaji dan juga dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan untuk menciptakan generasi yang akhlak mulia sebagaimana yang terkandung dalam al-Qur’an surat An-Nisa ayat 36. Cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk penghuni, dan yang memperoleh bahan kehidupan dari alam, serta sebagai makhluk ciptaan Allah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa yang terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 36 Tafsir Al-Maraghi. Tujuannya adalah untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa dalam Q.S An-Nisa ayat 36, untuk memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai

(2)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 289

nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Q.S An-Nisa ayat 36. Jenis penelitian dari skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library rsearch) denga pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca buku literature yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini. Hasil dari peelitian penulis mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa perspektif al-Qur’an surat An-Nisa ayat 36 Tafsir Al-Maraghi ini adalah bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa yang terkandung dalam Q.S An-Nisa ayat 36 yang dalam hal ini akhlak terhadap kaum dhuafa terdiri dari beberapa nialai pendidikan akhlak yaitu: (1) akhlak terhadap kaum dhuafa, (2) hak-hak dhuafa, (3) larangan terhadap dhuafa.

Kata kunci: nilai-nilai pendidikan akhlak, kaum dhuafa.

A. Pendahuluan

Keteladanan mempunyai peranan penting dalam pembinaan akhlak Islam terutama pada anak-anak. Sebab anak-anak itu suka meniru orang-orang yang mereka lihat baik tindakan maupun budi pekertinya. Oleh karena itu pembinaan-pembinaan akhlak Islami melihat keteladanan yang baik. Ibnu muqofa menyampekan nasehat, “barang siapa yang memplokamirkan diri menjadi pemimpin agama mulailah mendidik dan meluruskan dirinya dalam perbuatan, pikiran, serta ucapan” (Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin, 2006: 90).

Kaum dhuafa adalah golongan manusia yang hidup dalam kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan, ketakberdayaan, ketertindasan, Kelemahan dan penderitaan yang tiada putus, hidup mereka yang seperti itu bukan terjadi dengan sendirinya tanpa ada faktor yang menjadi penyebab (Muhsin M.K, 2004: 2). mereka yang termasuk dhuafa adalah anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang meminta-minta, ibnu sabil, hamba sahaya, orang yang cacat fisik, dan janda miskin (Muhsin M.K, 2004: 12).

Dari pernyataan di atas dapat dipahami betapa pentingnya pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa, apalagi masih banyak masyarakat yang bertingkah laku mengolok-olok, mencela, memanggil dengan panggilan buruk, berprasangka buruk, dan menggunjing kepada kaum dhuafa. Sehingga pendidikan akhlak tersebut menetapi posisi utama, kewajiban para orang tua dan pendidik umumnya untuk senantiasa menjadikan pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa sebagai prioritas utama dalam sebuah proses.

Menurut penulis, kitab suci Al-Qur’an sebagai satu-satunya rujukan yang utama bagi nilai-nilai pendidikan akhlak yang dimaksud. Syekh Muhammad Abduh, bapak pemandu aliran rasionalis, mendudukan fungsi Al-Qur’an yang tertinggi. Dalam arti, walaupun akal sehat mampu mengetahui yang benar dan yang salah, yang baik dan buruk, ia tidak mampu

(3)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 290

mengetahui hal-hal yang gaib. Disinilah, letak fungsi dan peran Al-Qur’an (Hasan Basri, 2014: 165).

Fungsi Al-Qur’an adalah sebagai hujjah manusia yang merupakan sumber nilai obyektif, universal dan abadi karean ia diturunkan dari Dzat yang Maha tinggi. Kehujahan Al-Qur’an dapat dibenarkan karena ia merupakan sumber segala, macam aturan tentang hukum, sosial, kebudayaan, pendidikan, moral, dan sebagainya, yang harus dijadikan pandangan hidup bagi seluruh umat islam dalam memecahkan setiap persoalan (Hasan Basri, 2014: 166). Dari sini penulis memahami bahwa Al-Qur’an senantiasa aktual dan inspiratif untuk berdialog dengan segala permasalashan, termasuk persoalan moral atau akhlak, bahkan persoalan sosial lainnya.

Nilai-nilai yang hendak dibentuk atau diwujudkan dalam pribadi muslim agar lebih fungsional dan aktual adalah nilai Islam yang melandasi moralitas (akhlak). Sistem nilai atau sistem moral yang dijadikan rujukan cara berperilaku lahiriah ataupun batiniah manusia muslim adalah nilai dan moralitas yang diajarkan oleh agama Islam sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada utusannya, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sasaran pendidikan nilai adalah terciptanya insan yang berakhlak, memiliki nilai-nilai luhur dan mulia maka model dan pendekatan yang dilakukan adalah pendidikan penanaman nilai itu.

Tafsir al-Maraghi merupakan tafsir yang akomodatif terhadap beragam masyarakat indonesia karena ditulis secara sistematis, mudah dipahami dan menggunakan bahasa yang sederhana dan efektif. Latar belakang penulisannya pun tidak ta’azub terhadap salah satu mahzab. Karena al-Maraghi menulis tafsir tersebut disebabkan oleh banyaknya pertanyaan yang dilontarkan kepadanya, mengenai kitab tafsir apakah yang paling mudah dipahami, bermanfaat bagi pembaca dan dapat dipelajari dalam waktu singkat (Al-Maraghi, 1974:3).

Dengan demikian sangat relevan apabila penullis memiliki ketertarikan untuk meneliti Nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa perspektif Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 36 tafsir al-maraghi. Peneliti akan meneliti, nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa apa saja yang terdapat dalam Surat An-Nisa Ayat 36 Menurut Tafsir Al-Maraghi?

B. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu proses atau suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti secara terancamdan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah

(4)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 291

atau mendapat jawaban mempunyai bobot yang cukup memedai dan memberikaan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan.

Penelitian dengan judul nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa perspektif Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 36 Tafsir Al-Maraghi. Merupakan jenis penelitiaan pustaka (library researc) yaitu penelitian yang berisi menghimpun data dari penelitian literatur dan menjadikan dunia teks sebagai obyek utama analisisnya. Penelitian pustaka ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan tertuis seperti buku, tafsir, menuskrip dan dokumen lainnya. Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan kualitatif pendekatan ini untuk melakukan penelitian kaitannya dengan nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhu’afa perspektif Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 36 Tafsir Al-Maraghi.

C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Biografi Dan Karya-Karya Al-Maraghi

Ahmad bin Mustafa al-Maraghi adalah salah satu mufasir dari beberapa ulama di mesir. Nama lengkapnya adalah Ibnu Mustafa Ibnu Muhammad Ibnu Abdul Mun’im Al-Maraghi. Dilahirkan pada tahun 1881 M/1298 H di sebuah kampung negara Mesir yang disebut dengan nama Maragah. Sebutan Al-Maraghi yang tercantum dibelakang namanya merupakan nisbah dari Maragah tepat ia dilahirkan, sebagaimana kitab tafsirnya juga populer dengan nama tersebut.

Setelah beranjak dewasa Ahmad Mustafa Al-Maraghi pindah ke kairo untuk mendalami berbagai cabang ilmu keislamandan dia juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Abdul, seorang ulama yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Setelah menguasai dan mendalami ilmu keislaman, Al-Maraghi mulai dipercaya oleh pemerintahnya untuk memegang jabatan penting dalam pemerintahan.

Pada tahun 1908 sampai dengan tahun 1919, Ahmad Mustafa AL-Maraghi diangkat menjadi hakim di sudan. Sewaktu al-Maraghi menjadi hakim negri tersebut al-Maraghi sempatkan dirinya untuk mempelajari dan mendalami bahasa-bahasa asing antara lain yang ditekuninya adalah bahasa inggris. Dari bahasa inggris dia banyak membaca literatur-literatur bahasa inggris. Ahmad Mustafa al-Maraghi adalah seorang ulama yang sangat produktif dalam menyampekan pemikirannya lewat tulisan-tulisannya yan terbilang sangat banyak salah satunya adalah tafsir al-Maraghi. Metode penulisan tafsir al-Maraghi adalah sebagai berikut:

(5)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 292

a. Menyampekan ayat-ayat di awal pembahasan

Dalam setiap pembahasan, al-Maraghi memulai dengan satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Quran yang disusun sedemikian mungkin hingga memberikan pengertian yang menyatu.

b. Penjelasan kata-kata

Setelah mengemukakan beberapa ayat, al-Maraghi menjelaskan pembahasannya dengan pengertian kata demi kata yang dianggap sulit sehingga mudah dipahami oleh para pembaca.

c. Pengertian ayat secara global

Selanjutnya adalah al-Maraghi memberikan pengertian ayat-ayat tersebut secara global. Agar sebelum memasuki pengertian tafsir yang menjadi topik utama, para pembaca telah terlebih dahulu mengetahui pengertian ayat-ayat secara global.

d. Asbabun-Nuzul

Selanjutnya adalah al-Maraghi menyertakan bahasa asbabun-nuzul jika terdapat riwayat shahih dari hadis yang menjadi pegangan para mufasir atau sesuai dengan kejelasan yang dikemukakan oleh Nabi, Sahabat, dan Tabi’in yang dianggap mempunyai riwayat shahih.

e. Mengesampingkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan

Dalam menafsirkan ayat al-Maraghi sengaja mengesampingkan istilah-istlah teknis yang berhubungan dengan ilmu-ilmu lain yang sekiranya dapat menghambat atau mempersulit para pembaca dalam memahami isi al-Qur’an. Misalnya ilmu sharaf, nahwu, balagah, dan ilmu sebagainya. Berbicara tentang ilmu-ilmu tersebut menurut al-Maraghi merupakan cabang-cabang ilmu yang peminatnya pun masuk didalam spesialisi secara khusus yang sebaiknya tidak dicampur adukan dengan tafsir al-Qur’an. Meskipun ilmu-ilmu tersebut, bisa membantu mereka dalam memahami bentuk-bentuk kalimat bahasa Arab dengan pengertian secara dalam atau ilmu-ilmu tersebut tetap sangat penting diketahui oleh para mufasir.

f. Menggunakan Gaya Bahasa yang Mudah Dipahami

Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an al-Maraghi cenderung menggunakan gaya bahasa yang mudah dipahami oleh para pembaca sesuai dengan kondisi dan situasi saat kitab tafsir itu ditulis. Hal ini dilakukan didasarkan pada asumsi bahwa,

(6)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 293

kerangka pikir masyarakat selalu berkembang. Untuk itu diperlukan sebuah kitab tafsir yang mudah dibaca dan dipahamioleh pikiran para pemaca tafsir itu ditulis.

Meskipun demikian, al-Maraghi tetap merujuk kepada pendapat-pendapat mufasir terlebih dahulu sebagai penghargaan atas upaya yang mereka lakukan. Akan tetapi gaya bahasa yang digunakan tetap disesuaikandengan kondisi yang ada. Untuk itu dalam menafsirkan ayat, al-Maraghi selalu melakukan konsultasi dengan orang-orang ahli dibidangnya seperti dokter, astronom, dan orang-orang bijak untuk mengetahui pendapat-pendapat mereka sesuai bidangnya masing-masing

g. Pesatnya sarana komunikasi di masa modern.

Masa sekarang ini, ternyata mempunyai ciri tersendiri. Masyarakat lebih cenderung menggunakan gaya bahasa sederhana yang dapat dimerngerti maksud dan tujuannya. Terutama ketika bahasa itu dipergunakan sebagai alat komunikasisehingga melahirkan kejelasan pengertian. Karenanya, sebelum kami melakukan pembahasan, terlebih dahulu membaca seluruh kitab-kitab tafsir terdahulu yang beraneka kecendrungannya dan masa ditulisnya. Sehingga kami memahami secara keseluruhan isi kitab-kitab tersebut. Kemudian, kami berusaha mencernanya, dan kami sajikan dengan gaya bahasa yang bisa diterima dimasa sekarang. Itulah Al-Maraghi menyusun tafsir Al-Qur’an.

h. Selektif Terhadap Kisah-Kisah yang Terdapat di Dalam Kitab-Kitab Tafsir

Al-Qur’an banyak memberi isyarat tentang umat-umat masa lalu yang tertimpa azab karena dosa mereka, juga tentang awal penciptaan langit dan bumi, dimana mereka tidak memiliki pengetahuan akan hal ini, sehingga tidak memungkinakan bagi mereka untuk memahami kandungan ayat masih secara global. Demikian ini, karena masyarakat Arab saat itu adalah sebuah mayarakat “ummi” (tidak mengenal baca tulis) dan jauh dari pusat-pusat ilmu dan peradaban. Sementara disisi lain, secara fitrah manusia adalah tipe makhluk yangmemiliki rasa keingintahuan yang sangat besarterhadap segala macam hal. Maka untuk memenuhi rasa keingintahuannya itulah mereka berusaha mencari jawabannya kepada para ahli kitab, baik nasrani maupun yahudi.

Oleh karena itu, al-Maraghi menganggap langkah yang baik adalah jika pembahasan ayat-ayat tidak menyebutkan masalah-masalah yang berkaitan erat dengan cerita-cerita terdahulu. Kecuali jika ceria-cerita tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama

(7)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 294

yang sudah tidak diperselisihkan. Kami yakin cara inilah yang paling baik dan dapat dipertanggung jawabkan di dalam menafsirkan al-Qur’an. (Ahmad Mustafa Al-Maraghi, 1992: 17-21)

2. Surat An-Nisa Ayat 36, Asbab-Nuzul Dan Penafsiran Menurut Ahmad Mustafa Al-Maraghi

Surah ini dinamai surah an-Nisa’. Nama ini telah dikenal sejak masa nabi saw. Aisyah ra., istri Nabi saw., mennegaskan bahwa surah al-Baqarah dan surat an-Nisa turun setelah beliau kawin dengan Nabi saw. Ia juga dikenal dengan nama an-Nisa al-Kubra (an-Nisa yang besar) atau an-Nisa ath-Thula (an-Nisa yang panjang), karena surat ath-Thalaq dikenal sebagai surah an-Nisa ash-Shughra (an-Nisa yang kecil). Dinamai an-Nisa yang dari segi bahasa bermakna “perempuan”, karena ia dimulai tentang hubungan silaturrahmi, dan sekian banyak ketetapan hukum tentang wanita, antara lain perkawinan, anak-anak wanita, dan ditutup lagi dengan ketentuan hukum tentang mereka.

Kalau pendapat Aisyah di atas yang diriwayatkan oleh Imam Buhkori diterima, maka itu berarti surah ini turun setelah hijrah, karena Aisyah baru bercampur dengan Nabi saw. Setelah hijrah, tepatnya delapan bulan sesudah hijrah. Bahkan, para ulama sepakat bahwa surah an-Nisa turun setelah surah al-Baqarah, dan ini berarti surah ini turun jauh sesudah hijrah. Mayoritas ulama berpendapat bahwa an-Nisa turun sesudah

Asbabun Nuzul surat An-Nisa ayat 36, Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Kurdun bin Zaid sekutu Ka’ab bin al-Asyraf, Usman bin Habib, Nafi bin Abi Nafi, Bahra bin ‘Amr, Hay bin Akhtab dan Rifa’ah bin Zaid bin at-Tabat, mendatangi orang anshar dan berkata: “janganlah kamu membelanjakan hartamu, kami takut kalau-kalau kamu jadi fakir dengan hilangnya harta itu, dan janganlah kamu terburu-buru menginfakan, karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi.” Maka turunlah Surat al-Nisa’ ayat 36 sebagai larangan orang yang kikir.(Qamaruruddin Shaleh, 1990, 130).

Allah memerintahkan untuk beribah hanya kepada-Nya, yang tidak ada sekutu bagi-Nya, sebab dialah pencipta, pemberi rizki, pemberi nikmat dan pemberi karunia terhadap-Nya, di dalam seluruh keadaan. Maka Dia-lah yang berhak agar mereka meng-Esakan, dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun dari makhluk-Nya.

(8)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 295

اًئْيَش ِهِب اْوُكِرْشُت َلاَو َللهااوُدُبْعاَو

ِنْيِدِلاَوْلاِبَو

ْرُقلْا ىِذِر اَلجْاَو ِْيِْكاَسَلمْاَو ىَم اَتَيلْاَو َبَْرُقلْا ىِذِبَو اًن اَسْحِإ

َو ِلْيِبَّسلا ِنْباَو ِبْنَْلج اِب ِبِح اَّصلاَو ِبُنُلجْا ِر اَجْاَو َبَ

ْنَم ُّبُِيُ َلا َللها َّنِإ ، ْمُكُن اَْيَْأ ْتَكَلَم اَم

اًر ْوُخَفًلا اَتُْمُ َناَك

(

۳٦

)

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 33) Artinya : Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan

sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri(Q.S.An-Nisa:36) (Kementrian Agama RI, 2002: 143)

(

ائيش هب اوك رشتلاو للهاودبعاو

)

سفنلا نم هتمظعو هتبيه يْكتمو هل عوضلحا ىه للهاةدابع

ع وشلحاو

لحاصتاذبوؤينه هنع ام كرتو ،رمأ هب ابم لمعلا كلذةر امأو،رهلجاو رسلا ف هن اطلسل

ل اعف أ و لاوقأ نم امعلأا عيجم

ةف ورعلما بابسلأاءارو ةيبيغ ةطلسل عوضلحا ىه ةد ابعلاو

هذهو ،اهرش ىشيُو اهيرخ ىجري

ناك اهيف هك رشي هيرغ نأ دقتعا نمف ، هاوس ىشغي لاو هيرغ ىج ري لاف للهايرغل نوكت لا ةطلسلا

لىوأ أ هتيهولأ هدحجو هدوجور اكنإ نع ىهني نلأف ، هعم هيرغ كارشإ نع للها ىنه اذإو ، اك رشم

ةفلتغم بورض كارشلإاو

:

ىك رشم نع للها هركذام اهنم

نوبرقي للهادنعءاعفشو ءايلوأ مهذ اتخ اب م انصلأا ةد ابع نم برعلا

هلوقكةيرثك ت ايآ فى اذهركذءاجدقو ، هدنع ت اج الحا نوضقيو هيلإ مبه لسوتلما

(( :

َنْوُدُبْعَ يَو

َنُؤ اَعَفُش ِءَلا ُؤَه َنْوُلْوُقَ يَو ْمُهُعَفْ نَ يَلاَو ْمُه ُّرُضَي َلا َاَم ِللها ِن ْوُد ْنِم

َلا اَِبم ِللها َنُؤِّ بَنُ تَأ ْلُق ِللهاَدْنِع ا

َنْوُكِرْشُي اَّمَع َلى اَعَ تَو ُهَن اَحْبُس ِضْرَلأْا َفىَلاَو ِتاَوَمَّسلا ِفى ُمَلْعَ ي

.))

ىلعت لاق ، ملاسلا هيلع حيسلماودبع منهأ نم ىر اصنلا نع هركذ ام اهنمو

(( :

ْمُهَر اَبْحأاوُذََّتََّا

اَبْهُرَو

ْمُهَ ن

ْبُس َوُه َّلااًدِح اَو اًَلَِإ اوُذُبْعَ يِل َّلاِإ اوُرِمُأ اَمَو ََيَ ْرَم َنْبا َحْيِسَلمْاَو ِللها ِنْوُد ْنِم اًباَبْرَأ

ُهَن اَح

َنْوُكِرْشُي اَّمَع

))

(9)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 296

لاو ، للها يْبو هنيب هطيسوتو هل هيرغب لسوتلا وهو اع افشتساو ءاعد للها ه اسم ام هعاونأ ىوقأو

عم عفني

ىرخأ ةد ابع ىأ لاو موص لاو ةلاص اذه

(

برعلا خيش اي

ىديس اي ىودب ديس اي

ىقوسدلا مهاربإ

)

كلذ يرغ لىإ

.

كرش لىإ حضاو ىّلج ارش نم مه ول ويُ نأ ترذعلما هيلإ ام ةي اغوءلاؤه لسلم سانلا ضعبرذتعيو

لاح لك ك رش هنكلو اح وضو هنم لقأ

.

رشلا هدحو هتد ابعب للها رمأ نأ دعبو

ل اقف نيدل اولااب ةيصولا اب هبقع هل كي

:

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 33-34) Beribadah kepada Allah ialah tunduk kepadanya, menetapkan kewibawaan dan keagungan –Nya di dalam jiwa, takluk kepada kekuasaan-Nya diwaktu sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Dengan demikian, seluruh amal, baik berupa perkataan maupun perbuatan akan menjadi baik.

Ibadah ialah ketaklukan kepada suatu kekuatan ghoib dibalik sebab-sebab yang kita ketahui, yang kebaikannya kita harapkan kejahatannya ditakuti. Kekuatan ini tidak lain adalah milik Allah. Oleh karena itu, selain dia tidak ada yang diharapkan dan ditakuti. Barang siapa berkeyakinan, bahwa selain Dia bersekutu dengan-Nya di dalam kekuasaan itu, berarti orang itu telah menyekutukan-Nya. Jika Allah melarang mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, maka larangan mengingkari ada-Nya dan ketuhanan-Nya lebih utama.

Macam-macam syirik: Petama, syirik yang dilakukan oleh kaum musyrikin Arab berupa menyembah berhala-berhala dengan menjadikan mereka sebagai para penolong dan pemberi syafa’at di sisi Allah. Dengan berhala-berhala itu mereka mendekatkan diri dan menunaikan hajat di sisi Allah. Syirik seperti ini banyak disebutkan di dalam ayat-ayat, seperti di dalam firman Allah.























Artinya: dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada Kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di

(10)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 297

langit dan tidak (pula) dibumi Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu). (Q.S yunus: 18) (Kementerian Agama RI, 2002: 365).

Kalimat ini adalah ejekan terhadap orang-orang yang menyembah berhala, yang menyangka bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafaat Allah.

kedua, syirik yang dilakukan oleh orang-orang nasrani, yaitu menyembah Isa Al-Masih as. Allah Berfirman:





















Artinya: mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (Q.S At-Taubah: 31) (Kementerian Agama RI, 2002: 334).

Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal.

Macam syirik yang paling kuat adalah apa yang dinaman Allah dengan doa dan istisyfa (permohonan syafa’at); yaitu menjadikan selain Allah sebagai perantara antara dia dengan Allah. Orang yang seperti ini tidak akan dapat mengambil manfaat dari shalat, shaum, dan ibadah apapun yang yang dilakukannya. Syirik macam ini telah tersebar luas di kalangan kaum muslimin. Orang-orang yang melakukan syirik seperti itu mengemukakan alasan yang paaling puncak, mereka mengubah syirik jalily (yang jelas) menjadi syirik yang kurang jelas. Akan tetapi walau bagaimanapun ia tetap syirik.

Setelah memerintahkan supaya hanya beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, Allah mewasiatkan dua orang tua. Dia berfirman:

(

ان اسحإ نيدل اول ابو

)

ره اظلا ببسلا امنهلأ هن ابلطي امم ءىش فى اورصقت لاو امبه اونسحأ ىأ

هلوقب ءارسلإا ةروس فى ةيص ولا هذه تلصف دقو ، ص لاخلإاو ةحمرلااب مكتيب رتو مكد وجو فى

لى اعت

(( :

ْحِإ ِنْيدِلاَولْااِبَو ُهاَّيِإَّلاِإ اوُدُبْعَ تَّلاَأ َكُّبَر ىَضَقَو

اَُهُ َلاِكْوَأ اَُهُُدَحَأَرَ بِكلْا َكَدْنِع َّنُغُلبَي اَّمِإ اًن اَس

(11)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 298

َّرلا َنِم ِّلُّذلا َحاَنِج اَمَُلَ ْضِفْحاَو ، اًْيِْرَك ًلاْوَ ق اَمَُلَ ْلُقَو اَُهُْرَهْ نَ تَلاَو ٍّفُأ اَمَُلَ ْلُقَ ت َلاَف

ِّبَر ْلُقَو ِةَْحم

ْ يِغَص ِنِ اَيَّ بَر اَمَك اَمُهَْحمْرا

اَّو َْلأِل َن اَك ُهَّنِإَف َْيِِْلح اَص اْوُ ن ْوُكَت ْنِإ ْمُكِس ْوُفُ ن ِفى اَِبم ُمَلْعَأ ْمُكُّبَر ، اَر

اًرْوُفَغ َْيِْب

))

ةص لالحاو

لاأ طرشب ، هيف صلاخلإاو ن اسحلإاو برلا دصق نم دل ولا سفن فى ابم ةبرعلا نأ

فى هل لاقتساو دل ولا ةيرح نم نادل اولا ّديُ

ةص الحا ل امع لأا فى لاو ةيل نلماوةيصخشلا هنؤش

ابتا امهيأ رب لمعلا برلا نم سيلف ، كل اذ نم ءىش فى دادبتس لاا اهُدحأ دارأ اذإف هنطوو هنيدب

اهُ اولَ اع

.

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 34-35) Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, dan janganlah kalian meremehkan sedikit pun di antara tuntutan-tuntutannya, karena mereka merupakan sebab lahir dari adanya kalian. Mereka telah memelihara kalian dengan kasih sayang dan ikhlas. Wasiat ini telah diuraikan di dalam surat Al-Iara' sebagai berikut:























































































































Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklahkalian berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharanmu, maka sekali-kali jangan kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Ya Tuhan, kasihinilah mereka berdua, sebagaimana mereka telah mendidik hamba di waktu kecil.” Tuha kalian lebih mengetahui apa yang ada di dalam hati kalian; jika kalian orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bersabar”. (Al-Isra’. 17: 23-25) (Kementerian Agama RI, 2002: 499).

(12)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 299

Ringkasnya, yang dijadikan pegangan ialah apa yang ada di dalam hati anak, berupa niat untuk berbakti dan berbuat kebaikan dengan keikhlasan di dalam melakukan semua itu, dengan syarat kedua orang tua tidak membatasi kemerdekaan anak dalam menjalankan unsur-unsur pribadi atau rumah tangganya, tidak pada dalam perbuatan-perbuatan khusus, berkaitan dengan agama dan negaranya. Jika mereka ingin menjajahnya dalam hal-hal tersebut, maka bukanlah suatu kebaikan untuk melaksanakan pendapat mereka, karena mengikuti nafsu mereka.

(

برقلا ىذبو

)

تحصف للها ق وقح ءرلما ىدأاذإو ، نيدلاولا دعب مكيلإ س انلا برقأ ةلم اعم اونسحأ ىأ

ناك تيبلاحلص ذإو ، ةرسلأ لاح نسحو تيبلا حلص ، نيدل اولا قوقبح م اقو ، هل امعأ تحلصو هتدقع

ةوق مهنم لكل ناك مهيلإ نوبسني نيذلا بَرقلا ىوذ هلهأ نواعاذإف ، ةيربك ةوق

، ةرسلأا هذه عم نولعتت ىرحأ

هل وق فى دعب اوركذ نمم اهيلإ تج اح فى وه نلم ةن وعلما دي ّدتمو ، ءاعجم ةملأا نولعتت اذبو

:

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 35) Bergaulah dengan baik bersama bersama orang-orang yang dekat kepada kalian, setelah kedua orang tua. Apabila seseorang telah melaksanakan hak-hak Allah, maka benarlah akidahnya dan baiklah segala amalnya; apabila telah mengetahui hak-hak kedua orang tua, maka baiklah urusan rumahtangga dan keluarga; apabila keadaan rumah tangga telah baik, maka ia menjadi suatu kekuatan yang besar, dan apabila menolong kaum kerabatnya, maka masing-masing diantara mereka akan mempunyai kekuatan lain yang saling tolong-menolong bersama keluarga ini. Dengan demikian, seluruh umat akan saling tolong-menolong dan mengulurka bantuannya kepada orang-orang yang membutuhkannya di dalam firman Allah sesudah itu:

(

يْكاسلماو ىم اتيلاو

)

اهفراعم تعستا امهم ملأا عيطتست املقو ، بلأا وهو يْعلماو رص انلا دقفدق ميتيلا نلأ

و ، هتيبرت فى اونو اعي نأ نيرد اقلا ىلعف، ةلماك هتبيترب موقت نأ

داسفو هلهلج ةملأا ىلع ةي انج هدوجو ناك لاإ

مهنيداسف ةم وثرجو ، هت ادل نم مهرش اعي نم ىلع ارطخ ناكو ، هق لاخأ

.

هيلعلالبواون اك لاإو ، ملَ اح حلاصو مبه تيانعلابلاإ عمتلمجا لاح مظتنيلا يْك اسما كلذكو

.

لا همدع ببس ناك نم وهو ، هتاساوم بتج روذعم يْكسم نابرض مهو

ةيو اسم تافآ لو نوأ لمجاو فعض

بسكلا ىلع هب يْعتسيو هزوع دسي ىذلا لالمااب هت دع اسبم هنوع بيج اذه لثمو ، هل ابم تبهذ

.

(13)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 300

ىلع لديو حصنلا هل لذبي اذه لثمو ، هريذبتو هف ارسإب لالمامدع نم وهو ، هرصقت فى روذعم هيرغ يْكسمو

تّلاإو ، اهيف حصنلا لبقو ظعتا نإف بسكلا قرط

ام حلاصإو هّجوعم يَوقتب لىوأ مهف رم لأا لىوأ لىإ هرمأ كر

هقلاخأ نم دسف

.

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 35-36)

Anak yatim memerluakan bantuan, karena ia kehilangan penolongnya, yaitu bapak. Sedangkan ibu, walau bagaimana luas pengetahuannya, jarang sekali mendidiknya dengan sempurna. Maka, bagi orang-orang yang mampu berkewajiban membantu pendidikannya. Jika tidak, maka adanya didalam masyarakat akan menjadi beban karena kebodohan dan kerusakan akhlaknya. Lebih dari itu, akan berbahaya bagi orang-orang yang digaulinya, karena tersebarnya bibit kerusakan di antara mereka.

Demikian pula dengan orang-orang miskin; keadaan masyarakat tidak akan teratur, jika mereka tidak diperhatikan dan keadaan mereka tidak diperbaiki, dan akan menjadi beban masyarakat. Mereka ini terbagi kedalam dua golongan.

Pertama: orang miskin yang ma’zur (dikenakan uzur); mereka wajib diberi belas kasian; yaitu orang yang kemiskinannya disebabkan oleh kelemahan dan ketidakmampuan mencari nafkah, atau disebabkan terjadi bencana alam yang memusnahkan hartanya. Orang seperti ini wajib dibantu dengan harta yang menutupi kebutuhannya dan menolongnya untuk mendapatkan mata pencaharian.

Kedua: orang miskin yang gairu ma’zur (tidak akan dikenakan uzur) jika mengabaikannya; yaitu orang yang kemiskinannya di sebabkan oleh perbuatannya yang akan memboroska dan menyia-nyiakan harta. Orang seperti ini cukup diberi nasihat dan petunjuk untuk mendapatkan pencaharian. jika ia mau menerima dan mendengarkan nasihat, maka hal itu telah cukup baginya. Tetapi, jika tidak mau menerimanya, maka perkaranya diserahkan kepada ulil-amri, karena mereka yang lebih berhak meluruskan kepincangan dan memperbaiki akhlaknya yang rusak.

(

رالجاو بَرقلا ىذرالجاو

بنلجا

)

سنأي دقو ،نكسلاو ناكلماب برق وهف ةبارقلا بورض نم برض راولجا

،ناسح لإاو ةحمرلا امهنيب نوكيو نارالجا نواعتي نأ نسحيف ،بيسنلاب سنأي امم رثكأ بيرقلا هرابج ناسنءلاا

ثح دقو ،سانلا رئاسل امهيف يرخ لاف رخلآا لىإ اهُدحأ نسيُ لم اذافو

رالجا ةلماعم في ناسحلإا ىلع نيدلا

لوقي لعجف ةاش رمع نبا حبذو ،يدوهيلا هراج نبا ملسو هيلع للها يلص بينلا داع دقف ملسم يرغ ولو

هملاغل

:

لوقي ملسو هيلع للها يلص للها لوسر تعسم ؟يدوهيلا انرالج تدهأ ،يدوهيلا انرالج تيدهأ

((

ام

(14)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 301

ننظ تىح زالجاب نىيصوي ليدبج لاز

هثرويس هنأ ت

))

لاق ملسو هيلع للها ىلص هنأ ناخيشلا ىورو

((

ناك نم

هراج لىإ نسحيلف،رخلاا مويلاو للهاب نمؤي

.))

رودلاب ديدحتلا مدع لىولأاو ،ةعبرلأا بناولجا نم بناج ناك نم اراج يْعبرأب راولجا ىرصبلا نسلحا ددحو

وأ كودغ فى ههجوو كهجو ىءاتريو هرواتج نم رالجا لعجو

كراد لىإ كحاور

.

هماركإ نمو ،ةنسلاو باتكلا فى ءاج ابم اديكوت ملاسلإا هدازو ملاسلإا لبق برعلا ميش نم رالجا ماركإ و

كلاذ ونح لىإ ةدايعلاو ةراي لاب هدهاعتو ماعطلا لىإ هتوعدو هيلإ ايادلَا لاسرإ

.

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 36) Tetangga adalah satu macam dari kaum kerabat, karena dekatnya tempat. Kadang-kadang, orang lebih cinta kepada tetangga dekatnya kepada saudara seketurunannya. Oleh karena itu, dua keluarga bertentangga saling tolog-menolong, membina kasih sayang dan kebaikan antar mereka. Jika suatu keluarga tidak berbuat baik kepada tetangganya, maka bisa dikatakan tidak ada kebaikan yang diberikan keluarga itu keped seluruh manusia. Islam telah menganjurkan supaya bergaul dengan baik bersama tetangga, meski ia bukan muslim. Nabi Saw. Pernah menjenguk anak tatangganya yang sedang sakit, padahal ia seorang yahudi. Suatu ketika, Ibnu Umar menyembelih kambing. Lalu berkata kepada budaknya, “sudahkah kamu memberi hadiah kepada tetangga kita yang beragama yahudi? Sudahkah?” saya mendengar Rasulallah Saw. Bersabda:

ُهُثِّرَوُ يَس ُهَّنَأ ُتْنَ نَظ َّتىَحِر اَْلجاِب ِْنِْبِصْوُ ي ُلْيِْبرِج َلَزاَم

Masih saja jibril terus mewasiatkan tetangga kepadaku, sehingga aku mengira bahwa dia akan mewariskannya.”

Asy-Syaikhhani meriwayatkan, bahwa Rasulallah saw. Bersabda:

ْنَم

ِهِر اَج َلىِإ ْنِسْحُيْلَ ف ِرِخَلاْا ِمْوَ يْلاَو ِهّلل اِب ُنِمْؤُ ي َن اَك

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya.”

Hasan Basri membatasi tetangga dengan empat puluh rumah dari ke empat arah. Yang lebih utama adalah tidak membatasi tetangga dengan rumah, kemudian membuat pengertian bahwa tetagga adalah orang yang dekat dengan anda. Wajah anda selalu berpapasan dengan wajahnya diwaktu pagi pada pagi hari, dan pulang ke rumah pada sore hari.

Penghormatan terhadap tetangga sudah menjadi tabiat bangsa arab sebelum Islam, kemudian Islam menguatkannya dengan ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan

(15)

As-e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 302

Sunnah. Diantara tanda-tanda penghormatan itu adalah mengirim hadiah kepadanya, mengundangnya untuk makan bersama, berziarah, menjenguknya apabila sakit dan lain sebagainya.

(

بنلجاب بحاصلاو

)

،كدفرو كسفن وجري كيلا عطقنلماو رفسلا فى قيفرلا هنأ سابع نبا نع ىور

كيرشتسي كبنابج ىشيْ ىذلا ةجالحا بحاص لمشيف ،يرصق تقو ولو هتفرعو هتبحاص نم ليقو

كب يْعتسي وأ

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 36)

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud adalah teman di dalam perjalanan dan orang asing asing yang mengharapkan bantuan serta pertolongan anda. Dikatakan, ia adalah orang yang anda temani dan kenal meski dalam waktu yang singkat. Maka, termasuk di dalamnya adalah orang yang punya hajat, yang berjalan disamping anda, yang mengajak anda bermusyawarah atau meminta pertolonga.

(

ليبسلا نباو

)

نمضتي هيلإ ناسحلإاب رملأاو ،مرمح يرغ حيحض ضرغ فى ةلاحرلا حئاسلأ وه

قحأو ميتيلا نم ةيانعلاب ردجأ وهو اضيأ طيقللا لمشيو ،اهيلع ةناعلإاو ةحايسلا فى بغاترلا

راطتسلا كلاذ لاولو ،مهميلعتو مهتيبرتو ءاطقللا عيمبج نويب رولأا نىع دقو ،هيلإ ناسحلإاب

هرش

امولعم اقخ انلاوما فى لعج دق للها نلأ مهنم ناسحلإا اذبه قحأ ناك دقو ،مهرض معو م

مورلمحاو لئاسلل

.

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 37)

Orang yang sedang mengadakan perlawanan utuk tujuan yang benar dan tidak haram. Perintah berbuat baik kepadanya mencakup menyenangkan dan membantunya untuk mengadakan perlawanan. Termasuk dalam katagori ibnu sabil adalah ank yang hilang, ia lebih patut untuk diperhatikan, dan lebih berhak untuk disantuni dari pada anak yatim. Orang-orang eropa telah menaruh perhatian untuk mengumpulkan, mendidik dan mengajar anak-anak yang hilang, jika tidak karena perhatian mereka seperti itu, tentulah anak-anak tersebut menjadi beban, yang bahayanya tersebar ddi dalam masyarakat luas. Sungguh kita lebih berhak untun memberikan santunan dari pada mereka, karena Allah telah menjadikan di dalam harta kita suatu hak tertentu bagi orang yang minta-minta dan miskin.

(

مكنايْأ تكلم امو

)

مشيو ،مكئاماو مكديبع نم مكنايْأ تكلم ام لىإ اونسحأ ىأ

اذه ل

لع متهداعسمو ،هلمكأو ناسحلإا تمأ وهو مهقتعو مهريرتَّ

امونجوأ ةدحاو ةعفد مهسفنأ ء ارش ى

دقو ،لعفي لاو لوقي نوذؤي لاو نوقيطيلا ام اوفلكي لاأب ةمدلخا فى مهتلماعم نسحو ،اطاسقأو

ملسو هيلع للها ىلص هلوق ناخيشلا ىور

((

، مكيديأ تتَّ للها مهلعجو مكلوخو مكناوخإ مه

(16)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 303

سبلي امم هسبليلو لكأي امم همعطيلف هدي تتَّ هوخأ ناك نمف

مهبلغي ام لمعلا نم مهوفلكيلاو ،

هيلع مهونيعأف مهتفلك نإف ،

.))

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944: 37)

Berbuat baiklah kepada hamba-hamba kalian, baik laki-laki maupun wanita. Termasuk dalam perintah ini adalah memerdekakan mereka. Hal ini merupakan ihsan yang paling sempurna, membantu mereka dalam menembus diri mereka sekaligus atau secara bertahap, dan memberlakukan merek dengan baik didalam menjalankan pengabdiannya, seperti tidak membebani mereka dengan pekerjaan yang tidak mampu mereka kerjakan dan tidak menyakiti dengan perkataan maupun perbuatan. Asy-Syaikhani meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

ُهّللا ُمُهَلَعَج ْمُكُلَوَخَو ْمُكُناَوْخِإ ْمُه

َتَْتَّ

ُلُك ْءاَي اَِّمم ُهْمِعْطُيْلَ ف ِهِدَي َتَْتَّ ُهْوَخَأ َن اَك ْنَمَف ْمُكْيِدْيَأ

ُسَبْلَ ي اَِّمم ُهْسِبْلُ يْلَو

,

ْمُهُ بِلْعَ ي اَم ِلَمَعلْا َنِم ْمُه ْوُفِّلَكُتَلاَو

,

َاَف ْمُه ْوُمُتْفَّلَك ْنِإَف

ِهْيَلَع ْمُهْوُ نْ يِع

mereka adalah saudara dan hamba kalian, Allah menjadikan mereka berada dibawah kekuasaan kalian. Barang siapa saudaranya berada dibawah kekuasaannya, maka hendaklah ia memberinya makan dari apa yang dimakannya, dan memberinya pakaian dari apa yang dipakainya. Janganlah kalian membebani mereka dengan pekerjaan yang menyusahkan mereka. Jika kalian membebani mereka, maka tolonglah mereka.”

Dalam sakit menjelang wafatnya, Rasulallah saw. Menekankan kembali wasiatnyatentang para hamba, dan itu adalah wasiatnya yang terakhir. Ahmad dan Baihaqi meriwayatkan dari Anas, bahwa wasiat Rasulallah saw. Menjelang wafatnya ialah:

ْمُكُن اَْيَْأ ْتَكَلَم اَمَو َة َلاَصلَا

Peliharalah salat hamba-hamba kalian.”

Allah SWT. Telah mewasiatkan mereka kepada kita, sehingga tidak dikira bahwa memperbudak mereka itu benar-benar menghinakan dan menjadikannyaseperti binatang ternak.

Kemudian Allah menerangkan alasan persoalan terdahulu. Allah berfirman:

(

اروخف لاتمُ ناك نم بيُلا للها نإ

)

روخفلاو ،هلامعأو هتاكرح فى بركلا راثآ رهظت ىذلا بركتلما وه لاتخلما

ب اوهز سانلا نع هب زاتمم هنأ ىري ام ركذي هدجتف ، هلاوقأ فى بركلا راثآ رهظت ىذلا بركتلما وه

راقتحاو ، هسفن

هيرغل

.

روعشلا نم هسفنل اهبجوأو سانلل اهبجوأ تىلا قوقلحا عيجم رقتخا هنلأ ، للها دنع ضوغبم روخفلا لاتخلماو

الَ لاإ قلت لا تىلا هيهوللأا تافصل دحالجاك وهف ، هئايبركو هتمظعب

.

(17)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 304

وشخ نع لاإ نوكت لا ةدابعلا نلأ ، مايقلا قح هبر ةدابعب موقي لا لاتخلماف

هبلق عشخ نمو ، بلقلل ع

رعشي لا لىولأابو ، هيلع هيرغل قبح رعشي لا هنلأ بَرقلا ىوذ لاو نيدلاولا قوقبح موقي لاو ،هحراوج تعشخ

ةءاسإ هنم عقوتي انمإو ، ناسحإ لاو رب هنم ىجري لا وهف ، ديعب وأ بيرق رالجا وأ يْكسلما وأ ميتيلل قبح

لا ةلاطإ ءلالحاو بركلا نمو ، نارفكو

لىاعت لاق احرمو ارطب ليذلا رجو بوث

(( :

كنإ احرم ضرلاا فى شتم لاو

لاوط لابلجا غلبت نلو ضرلأا قرتخ نل

.))

ةقرلاو بدلأا عم سفنلا ي ع ، ةظلغ يرغ فى اروقو ءرلما نوكي نأ ءلايلخاو بركلا نم سيلو

.

لاق دوعسم بَا نع ىذمترلاو دواد ويأ ىور

:

لاق

لوسر

يلع للها ىلص للها

ملسو ه

((

نم ةنلجا لخدي لا

بركلا نم ةرذ لاقثم هبلق فى ناك

))

لاقف ، ةنسح هلعنو انسح هبوث نوكي نأ بيج لجرلا نإ لجر لاقف

ملسو هيلع للها ىلص

((

سانلا صمغو قلحا رطب بركلا ، لاملجا بيُ ليجم للها نإ

))

قلحا رطد

ءاردزلااو مهراقتحا سانلا صمغو ، اعفرتو افافختساهدر

مبه

.

(Ahmadad Musthafa Al-Maraghi, 1944:

37-38)

Al-Mukhtal: orang yang menyombongkan diri, yang tanda-tanda kesombongannya tampak pada gerak dan perbuatannya.

Al-fakhur: orang yang menyombongkan diri, yang tanda-tanda kesombongannya tampak pada perkataannya. Karenanya anda melihat dia menyebut-nyebut apa yang dipandangnya sebagai kelebihannya dengan membanggakan diri dan merendahkan orang lain.

Orang yang sombong lagi membanggakan diri ini dibenci oleh Allah Ta’ala, karena ia merendahkan seluruh hak yang diwajibkan Allah bagi orang lain dan dirinya sendiri, seperti hak untuk mengagungkan dan membesarkan-Nya. Maka ia seperti orang yang mengingkari sifat-sifat ilahiyah,yang hanya patut bagi-Nya.

Orang yang sombong lagi membanggakan diri tidak melakukan ibadah dengan sebenar-benarnya, karena ibadah yang benar hanya dilakukan dengan hati yang khusyu’, dan sebagai implikasi dari kekusyu’an hati seluruh anggota tubuhnya juga khusyu’. Ia juga tidak menjalankan hak kedua orang tua ldan kaum kerabat, karena ia tidak menyadari hak orang lain atas dirinya, terutama ia tidak menyadari hak anak yatim, orang miskin, tetangga dekat, atau tetangga jauh. Dia tidak bisa diharapkan untuk memberikan kebaikan dan santunan. Yang bisa dinantikan darinya hanyalah perlakuan buruk dan tidak bisa membalas budi.

(18)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 305

Diantara kesombongan dan perbuatan membanggakan diri ialah memanjakan pakaiandengan sombong. Allah Ta’ala berfirman:



























Artinya: dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (Al-Isra’ 17:37) (Kementerian Agama RI, 2002: 502).

Tidaklah termasuk kesombongan dan membanggakan diri apabila seseorang berlaku sopan, tidak kasar, berhati mulia disertai dengan tata krama yang baik dan lemah lembut. (Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, 1993, 51-59)

D. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dalam rangka pembahasan skripsi yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Kepada Kaum Dhuafa Perspektif Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 36 Tafsir Al-Maraghi”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai-nilai pendidikan akhlak kepada kaum dhuafa perspektif al-qur’an surat an-nisa ayat 36 tafsir al-maraghi, yaitu:

a. Nilai vertikal berarti hubungan kepada Allah yaitu menauhidkan Allah, takwa kepada Allah , Dzikrullah, tawakkal larangan syirik dan tidak boleh menyekutukanNya dengan sesuatu apapun.

b. Nilai horizontal yaitu antar sesama manusia diantaranya: berbakti kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Serta larangan berlaku sombong dan membanggakan diri, kikir dan riya.

2. Relevansi surat An-Nisa ayat 36 dalam kehidupan sehari-hari sangatlah erat. Karena Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber hukum yang ada diseluruh dunia bahi umat Islam, sehingga mampu memjawab berbagai permasalahan dan persoalan hidup serta Al-Qur’an mampu menjamah dari masake masa termasuk kehidupan moderan saat ini yang penuh dengan berbagai konflik dan masalah.

Daftar Pustaka

Achmadi, 1992, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Semarang: Aditya Media. Agama RI, Kementri, 2002, Al-Qur’an dan terjemah, Surabaya: Pustaka Agung Harapan.

(19)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 306

Al-Hifnawi, Ibrahim, Muhammdad, 2008, Jus 2 Tasir Al Qurtubi, Jakarta: Pustaka Az-Zam. Alim, Akhmad, tafsir pendidikan islam, jakarta selatan: AMP press.

Al-Maraghi, Ahmad Mushtahafa, 1993, jilid 1 Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: PT Karya Toha.

Al-Maraghi, Ahmad Mushtahafa, 1993,jilid 5 Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Semarang: PT Karya Toha.

Al-Maraghi, Ahmad Mushtofa, 1946, jus 5 Tafsir Al-Maraghi, Musthafa Al-Halabi, Kairo-Mesir. Al-mubarakfuri, Syafiyurrahman, 2000, jilid 2 Tafsir Ibnu Katsir, jakarta: Pustaka Ibnu Katsir. Amin, Ahmad, 1991, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang.

Amin, Ahmad, 1991, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang.

An Nawawi, Abdurrahman, 1990, Pendidikan Islam di Rumah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press.

Anwar, Rosiman, 2010, Akhlak Tasawuf, Bandung, CV Pustaka Setia.

Ardiansyah, Dian dan Mujib, Abdul, 2013, pendidikan karakterperspektif islam, Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.

Azra, Azyumardi, 2012, pendidikan islam, jakarta: KENCANA prenada media grup. Basri, Hasan, 2014, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.

Drajat, Zakiyah, 1992, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: bumi aksara.

El-Mazni, Rafiq, Aunur, 2015, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, jakarta timur: pustaka al-kautsar. Koesman, 2008, Etika Dan Moralitas Islami, Semarang: Pustaka Riski Putra.

Miswanto, Agus, 2012, Agama Keyakinan dan Etika, Magelang: P3SI UMM. Muhsin, 2004, Menyayangi Dhuafa, Jakarta: Games Insani.

Mukmin Sa’adah, Imam Abdul, 2006, Meneladani Akhlak Nabi, Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Muntahibun Nafis, Muhammad, 2011, ilmu pendidikan islam, yogyakarta: sukses.

Nata, Abuddin, 2017, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Prastowo, Andi, 2011, Memahami Metode-Metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-Rus Media. Purwadi Ilyas, Yanuar, 2014, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI UMY.

Purwadi Ilyas, Yanuar, 2014, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI UMY. Purwadi, 2005, Sejarah Sastra Jawa, Jogjakarta: Gelombang Pasang. Rozak, Abdul, 2008, Akidah Akhlak, Bandung, Pustaka setia.

Sa’adudin, Imam Abdul 2010, Meneladani Akhlak Nabi, Bandung: Remaja Rosa Karya. Saebani, Ahmad, Beni, dan hamid, abdul 2010, Ilmu Akhlak, Bandung: Cv Pustaka Setia. Saebani, Ahmad, Beni, dan hamid, abdul 2010, Ilmu Akhlak, Bandung: Cv Pustaka Setia.

Salahudin, Anas dan Alkrienciehie, Irwanto, 2013 Pendidikan Karakter, Bandung: Pustaka Setia. Shihab, Quraish, 2000, Tafsir Al-Misbah, Ciputat: Lentera Hati.

Sholeh, Qamaruddin, dkk, 1990, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Bandung: CV.Diponegoro.

Soenarjo, 1995, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, Semarang: ALWAAH. Soyomukti, Nurani, 2010, Teori-Teori Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruz Media.

(20)

e.ISSN : 2745-8245 p.ISSN : 2745-844X 307

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Afabeta.

Thoha, Chabib, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Yogyakart: Pustaka Pelajar. Thoha, Chabib, 1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zakiya, Yuliati, Qiqi, dan Rusdiaana, A, 2014, Pendidikan Nilai, Bandung: Pustaka Setia. Zakiya, Yuliati, Qiqi, dan Rusdiaana, A, 2014, Pendidikan Nilai, Bandung: Pustaka Setia. Zulfa, Umi, 2011, Metodologi Penelitian Sosial, Yogyakarta: Cahaya Ilmu.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari banyak kita lihat kesenjangan nilai- nilai yang terjadi ditengah-tengah masyarakat dengan nilai-nilai yang Allah SWT

Dengan demikian penelitian ini dapat di simpulkan bahwa,Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Persepektif Tafsir Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 58, “Kepala sekolah dalam

Salah satu hikmat utama Rasul diutus, untuk menyempurnakan akhlak tentulah tidak mungkin ditinggalkan oleh setiap pendidik maupun peserta didik, terutamanya kepada

\ Dalam menafsirkan Al-Qur‟an dan memahaminya dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya diperlukan ilmu-ilmu Al- Qur‟an karena dengan ilmu-ilmu Al-Qur‟an

Instrumen Nilai dalam Pembelajaran: Perspektif Sosiologi Pendidikan Karakter, Al-Banjari, Mengarungi Samudra Ikhlas.. Jogjakarta:

Studi Tentang Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an al-Karim. Studi al-Qur‟an

Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, dengan gaya penuturan yang sejuk dan lembut serta gambaran masalah yang inspiratif ini, al-Qur‟an menyingkap rasa kesadaran manusia

Menurut hasil analisis yang diperoleh bahwa konsep pendidikan Islam dalam al-Qur‟an surat al-Jumu‟ah ayat 1-5 menurut tafsir al-Maraghi adalah konsep pendidikan Islam