• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kȃna dan maknanya dalam penafsiran Al-Qur‟an (studi analisis surat An-Nisa‟ pada Tafsir Jalȃlain)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Kȃna dan maknanya dalam penafsiran Al-Qur‟an (studi analisis surat An-Nisa‟ pada Tafsir Jalȃlain)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Analisis Surat An-Nisa’ Pendekatan Kaidah Tafsir)

Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S. Ag)

Oleh:

Andayani NIM.15210641

Pembimbing:

Ali Mursyid, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

2019/1440 H

(2)
(3)
(4)
(5)

iv



















“Bertakwalah kepada Allah Allah mengajarmu dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah [2]: 282)

(6)

v

مْيِحَّرلا ِنَْحَّْرلا ِللها ِمْسِب

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah sang Maha pencipta yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih dapat hidup dalam keadaan yang penuh berkah ini setiap harinya.

Shalawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang terang benderang Addinul Haqq Addinul Islam agama penuh kedamaian.

Selanjutnya, penulis mengucap syukur kepada Allah SWT karena atas pertolongan-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “ kȃna dan maknanya dalam penafsiran Al-Qur‟an (studi analisis surat An-Nisa‟ pada tafsir jalȃlain) “ selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang sedalam- dalamnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penulsian skripsi ini. Terima kasih yang terdalam kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo, MA, Rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta beserta seluruh jajarannya yang telah berjasa dalam kemajuan perguruan tinggi ini.

2. Bapak Ali Mursyid, MA, sebagai dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu pikiran dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan petunjuknya kepada penulis dan senatiasa sabar dalam membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua apa yang telah bapak berikan kepada saya.

3. Bapak dan Ibu Dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta yang telah mendidik, membimbing penulis serta mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

(7)

vi motivasinya.

5. Ucapan terima kasih kepada instruktur tahfidz dari semester 1 sampai semester 8 kepada ibu Fathimah terimakasih atas semua motivasi dan bimbingannya.

6. Kedua orang tuaku, pahlawan kehidupanku, dan penyemangat hidupku Antasa, S. Ag, dan Herni Murniati, BA yang tak pernah lelah dalm setiap malam mendoakan anak-anaknya dan tak pernah mengeluh dalam memenuhi kebutuhan anak-anaknya, terimakasih atas semua jasa yang tak terbilang dan tak akan bisa terbalaskan. Semoga Allah senantiasa selalu memberikan keberkahan dalam setiap langkahnya dan bahagia dunia akhirat.

Âmîn yȃ Rabbal‟ȃlamîn

7. Terimakasih kepada kakak ku Rif‟at Mubarok dan Aisyah Taqiyyatul Qurra‟ sebagai kaka ipar, untuk Adek ku Afifah dan Hilma Rizki dan keponakan ku yang shalehah Maryam Qimmatunnuha Mubarak, teteh mitha sebagai sepupuku terima kasih karena selalu menyemangati ku. Semoga Allah senantiasa menjaga kalian dan semoga hari demi hari semakin bertambah rasa cinta kita terhadap kalam-kalam-Nya.

8. Terimakasih untuk sahabat-sahabatku ( Almas, Latania, Aiz, Lismining, Mala, Mella, cucun dan lain-lain) yang selalu memberikan semangat dan energi positiv ketika ku sedang ada di titik lemah. Semoga kita tak hanya menjadi teman di dunia-Nya tapi juga di Syurga-Nya.

9. Terimakasih kepada teman-teman seperjuanganku Ushuluddin 8A tercinta ku yang setiap harinya selalu memberikan warna

(8)

vii silaturahmi kita.

(9)

viii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN PENULIS ... iii

MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

ABSTRAK ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 6

3. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Metode Penelitian ... 16

F. Tekhnik dan Sistematika Penulisan ... 17

(10)

ix

A. Kâna Pada Kaidah Bahasa Arab ... 20

1. Kâna pada Ilmu Nahwu ... 20

2. Kâna pada Ilmu Sharaf ... 24

B. Kâna Pada Kaidah Tafsir ... 28

BAB III PROFIL SURAT AN-NISA’ DAN TAFSIR JALÂLAIN A. Profil Surat an-Nisa‟ 1. Profil Surat an-Nisa‟ ... 37

2. Pokok-Pokok Kandungan surat an-Nisa‟ ... 41

3. Keutamaan Surat an-Nisa‟ ... 43

B. Profil Tafsir Jalâlain 1. Riwayat Penulis Tafsir Jalâlain ... 44

2. Biografi Tafsir Jalâlain ... 53

BAB IV ANALISA KÂNA DALAM SURAT AN-NISA’ PADA TAFSIR JALÂLAIN A. Kâna Pada Surat an-Nisa‟ ... 57

B. Makna Kâna Dalam Surat an-Nisa‟ Pada Tafsir Jalâlain ... 62

C. Analisa Kâna Pada Kaidah Tafsir ... 112

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 125

B. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127

(11)

x

\ Dalam menafsirkan Al-Qur‟an dan memahaminya dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya diperlukan ilmu-ilmu Al- Qur‟an karena dengan ilmu-ilmu Al-Qur‟an seseorang dapat menafsirkan Al-Qur‟an dan juga harus memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku, namun dari banyaknya kaidah tafsir kâna dan maknanya termasuk yang jarang dibahas dan diteliti, padahal kâna dan maknanya memilki makna khusus tidak hanya sekedar tarfa‟u al-isma wantansibu al-khabar, dari itu penulis tertarik ingin meniliti kâna dan maknanya dengan judul “kâna dan makanya dalam penafsiran Al-Qur‟an ( studi analisis surat an-Nisa‟ pada tafsir jalâlain).

Adapun rumusan masalahnya ialah 1) bagaimana kâna dalam surat an-Nisa‟, 2) bagaimana kâna dan maknanya pada surat an-Nisa dan tafsir jalâlain, kemudian metodelogi penelitian dari skripsi ini ialah library research dan menggunakan teori kaidah kâna dari Abu Bakar ar- Razi yang dikutip dalam kitab al-Itqhân fî „ulûmi Al-Qur‟an.

Adapun hasil dari analisa yang didapat ialah Pada surat An- Nisa‟ penulis menemukan terdapat 112 kȃna dari 176 ayat . Baik dalam bentuk fi‟il mȃdhi, fi‟il mudlȃri‟, dan fi‟il „amr. fi‟il mȃdhi 84 kȃna, fi‟il mudlȃri 27 kȃna, dan fi‟il „amr 1 kȃna.

Kemudian dari 112 kȃna terbagi menjadi 5 kaidah yaitu makna yang menunjukan azali dan abadi, inqitha‟ ( terputus), hȃl (masa sekarang), istiqbȃl (masa yang akan datang), sȃra (menjadi) dan 1 kaidah yang terdapat pada kalimat negatif menafi‟kan kebenaran.

Adapun kȃna yang menunjukan azali dan abadi terdapat 49 kȃna , makna inqitha‟ ( terputus) : 4 kȃna, makna yang menunjukan hȃl (masa sekarang): 30 kȃna, makna yang menunjukan istiqbȃl (masa yang akan datang): 10 kȃna, makna yang menunjukan sȃra (menjadi) terdapat 9 kȃna dan 1 kaidah yang terdapat pada kalimat negatif terdapat 9 kȃna

\

(12)

xi

Transliterasi ini berpedoman pada buku penulisan skripsi, tesis dan diserasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) tahun 2017 transliterasi Arab-Latin mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan

No Arab Latin No Arab Latin

1

ا

A 1

ط

th

2 ب B 2

ظ

zh

3 ت T 3

ع

4 ث ts 4

غ

gh

5 ج J 5

ف

f

6 ح H 6

ق

q

7 خ kh 7

ك

k

8 د D 8

ل

l

9 ذ dz 9

م

m

10 ر R 10

ن

n

11 ز Z 11

و

w

(13)

xii

13 ش sy 13

ء

14 ص sh 14

ي

y

15 ض dh 15

2. Vokal

Vokal tunggal Vokal panjang Vokal rangkap

Fathah : a ا : ȃ ْ ي َ : ai

Kasrah : i ي : î ْ و َ : au

Dhammah : u و : û

3. Kata sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam (

لا

) qamariyah

Kata sandang diikuti oleh alif lam

(لا )

qamariyah ditranslitasikan sesuai dengan bunyinya. Contohnya:

ةرقبلا :

al-Baqarah

ةنيدلما :

al-Madinah

b. Kata sandang yang diikuti alif lam (

لا

) syamsiyah

Kata sandang diikuti oleh alif lam

(لا )

syamsiyah ditranslitasikan sesuai dengan

لجرلا :

ar-rajul

ةد : يسلا

al-Madinah

ْ

سمشلا : asy-Syams يمرادلا : ad-Dȃrimî

(14)

xiii

Syaddah (Tasydid) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang (ّ(

Sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydid, aturan ini berlaku secara umum, baik tasydid yang berada di tengah kata, diakhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiah. Contohnya :

ِللهااباّنما

: Âmannȃ billȃh

ءاَهَفُّسلا َنَمآ :

Âmana as-sufahȃ‟u

ِنْيِذَلا َّنِا :

Inna al-ladzîna

ِعَكُّرلاَو :

wa ar-ruka'i d. Ta Marbuthah (ة(

Ta Marbuthah (ة( apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf

“h”. Contohnya:

ةدئفلاا :

al-Afidah

ةعمالجاةيملاسلاا

: al-Jȃmi‟ah al-islȃmiyyah

Sedangkan ta Marbuthah ة(

)

yang diikuti atau yang disambungkan (diwashal) dengan kata benda (isim) maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”. Contoh:

ةَبِصاَّنلا ٌةَلِماَع :

‟Âmilatun Nȃshibah

ا ةيلاا

ىبركل :

al-Âyat al-Kubrȃ

(15)

xiv

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pada aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nbama diri yang diawali denga kata sandang maka huruf yang ditulis adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya, contoh: „Ali Hasan al-Âridh, al-Ashqallȃnî, al-Farmȃwi dan seterusnya. Khusus untuk penulisan Al-Qur‟an dan nama-nama surahnya Al-Qur‟an, Al-Baqarah, Al-Fathihah dan seterusnya.

(16)

1

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Mempelajari Al-Qur‟an bagi setiap Muslim merupakan salah satu aktivitas terpenting, Al-Qur‟an adalah kitab yang memancar darinya aneka ilmu keislaman, karena kitab suci itu mendorong untuk melakukan pengamatan dan penelitian.Kitab suci itu juga dipercaya oleh umat Islam sebagai kitab petunjuk yang hendaknya dipahami. Dalam konteks itulah lahir usaha untuk memahami ayat-ayat Al-Qur‟an, kemudian dari berbagai usaha memahami ayat-ayat Nya lahirlah berbagai disiplin ilmu yang sebelumnya belum pernah ada.1 Baik dari segi bahasa filsafat keagamaan dan lain sebagainya yang semuanya berbeda-beda dalam meneliti dan tentunya menghasilkan penafsiran yang berbeda pula.2

Al-Qur‟an merupakan mukjizat agung (sesuatu yang luar biasa)3 yang dimiliki Nabi Muhammad, dan diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab4 seperti yang sudah tertulis dalam surat al-Zuhruf ayat 3

“Sesunggungnya Kami menurunkannya sebagai Al-Qur‟an berbahasa Arab, agar kalian mengerti.” Bahasa Al-Qur‟an merupakan keindahan di atas keindahan, cahaya di atas cahaya keindahan sepanjang zaman yang tidak bosan dibaca maupun dikaji5 Adapun tata bahasa Arab merupakan salah satu unsur yang menjadikan salah satu mukjizat dalam Al-Qur‟an. Dan tidak

1 M. Quraish shihab, Kaidah Tafsir , (Ciputat : Lentera Hati, 2013) Cet. I, h. 5

2 M. Quraish shihab, Kaidah Tafsir , Cet. I, h. 6

3 Humaidi Tatapangarsa, Al-Qur‟an Yang Menakjubkan (Surabaya: Bina Ilmu, 2007) h. 66

4 Munzir Hitami, Pengantar Studi Al-Qur‟an, (Yogyakarta: Pt LKiS Printing Cemerlang, 2012), Cet.Ke - I, h. 17

5 Humaidi Tatapangarsa, Al-Qur‟an Yang Menakjubkan, h. 64

(17)

akan ada makhluk yang dapat menyusun seperti tata bahasa yang digunakan dalam Al-Qur‟an.

Banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang tantangan Al- Qur‟an ternyata tidak seorangpun sanggup untuk memenuhi tantangan tersebut,6 terutama orang-orang Arab kafir Quraisy yang dengan terang- terangan tidak menerima kebenaran Al-Qur‟an.7 Dengan demikian, jelaslah mukjizat Al-Qur‟an yang benar-benar diwahyukan Allah untuk Nabi-Nya Muhammad SAW yang Ummi (tidak pandai membaca dan tidak pandai menulis).8

Berangkat dari I‟jâz Al-Qur‟an Muhammad Arkûn, seorang pemikir kontemporer asal al-Jazâir menyatakan bahwa Al-Qur‟an memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas. Kesan yang diberikannya mengenai pemikiran dan penjelasan berada pada tingkat wujud mutlak.Dengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi baru). Tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.Oleh karena itu, sepanjang sejarahnya dibanding dengan teks lain, Al-Qur‟an merupakan satu-satunya kitab suci yang banyak dikaji dan sekaligus dibaca bahkan dihafal baik oleh mereka yang menganut agama Islam maupun mereka yang menjadikan Al-Qur‟an hanya sekedar bahan studi seperti orientalis dan lain sebagainya.9 Dari hasil pengkajian itulah lahir berjilid-jilid kitab tafsir.

Dalam menafsirkan Al-Qur‟an dan memahaminya dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya diperlukan ilmu-ilmu Al-Qur‟an karena

6 Sholahuddin Ashani, “Kontruksi Pemahaman Terhadap I‟jaz Al-Qur‟an :dalam Jurnal Analytica Islammica, Vol. 4, No. 2, 2015, h. 221

7 Abdul Hamid, Pengantar studi Al-Qur‟an, (Jakarta: Pt fajar Interpratama, 2016) Cet. Ke - I, h. 91

8 Ibrahim al-Abyadi, Sejarah Al-Qur‟an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996) Cet. Ke-II, h. 31

9 Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000) Cet. Ke-I, h. 21

(18)

dengan ilmu-ilmu Al-Qur‟an seseorang dapat menafsirkan Al-Qur‟an10 dan juga harus memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku, adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi di dalam al-Itqân menyebut lima belas syarat yang harus dikuasai, yaitu ilmu bahasa Arab, ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, pengetahuan tentang Isytiqâq (akar kata), ilmu al-Ma‟âny, ilmu al-Bayȃn, ilmu al-Badi‟, ilmu al-Qira‟at, ilmu ushul al-Ad-dhîn, ilmu ushûl al- Fiqh,Asbab an-Nuzûl, Nȃsikh dan Mansûkh, fiqih atau Hukum Islam, hadits-hadits Nabi yang berkaitan dengan penfasiran, „Ilm al Mauhibbah

Syarat-syarat di atas sering sekali dinilai oleh beberapa orang menakutkan sehingga ada yang mundur teratur dan ada yang tidak memperhatikan, walaupun hanya menguasai syarat minimal, karena adanya syarat-syarat itu untuk menghindari kekeliruan dalam menafsirkan Al- Qur‟an. 11

Selain syarat-syarat di atas para mufassir juga harus menguasai kaidah-kaidah bahasa Arab, gaya bahasa dan pokok-pokoknya, di antara kaidah-kaidah bahasa Arab tersebut ialah12dhamir, Istifhȃm, isim dan fi‟il, nakîrah dan ma‟rifat, athaf, taukîd, murâdhif, hadzf wa taqdîr, kâna, kâda, ja‟ala, la‟alla, „asâ dan lain sebagainya.

Kaidah-kaidah di atas memang terlihat tidak berbeda seperti kȃna.

kâna di dalam ilmu nahwu, ilmu shorof dan dengan kâna pada kaidah tafsir Pengamalannya kâna wa akhawâtuhâ adalah merafa‟kan mubtadâ‟ dan menashabkan khabar. Mubtadâ‟ setelah dimasuki kâna disebut ismnya kâna dan khabar setelah dimasuki kânadisebut khabarnya kâna.13namun kana dalam kaidah tafsir tidak hanya sebatas itu, mealainkan memiliki makna-

10 Hasbhi Ash-Shidieqy, Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, ( Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), Cet. I, h. 85

11 M. Quraish shihab, Kaidah Tafsir , Cet. I, h. 398

12 Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi‟I, Ulumu Al-Qur‟an II, ( Bandung : Pustaka Setia, 1997) Cet. I, h. 23

13 Musthafa Al-Ghalayini, Jamiu al-Durusu al-„Arabiyyah (al-Qohirah : Daru as- Salam, 2009), h. 428

(19)

makna khusus. Walaupun kâna pada ilmu Nahwu adalah sebagai „amil nawȃsikh („amil yang dapat merubah atau menghilangkan hukumnya mubtadâ‟ khabar dan menetapkan hukum yang lain).14Dan dalam ilmu sharaf “kȃna” jika lihat dari bentuknya masuk dalam kategori binȃ‟

ajwaf.15

Para ahli Nahwu dan yang lain berbeda pendapat tentang lafaz tersebut apakah ia menunjukan arti inqithâ‟ (terputus), Abu Bakr ar-Razi telah mengkaji dengan seksama penggunaan kâna dalam Al-Qur‟an menyimpulkan makna-makna yang terkandung dalam penggunaannya itu. Ia menjelaskan di dalam Al-Qur‟an terdapat 5 macam kâna yakni dengan makna Azali dan abadi,dengan makna terputus, dengan makna masa sekarang, dengan makna masa yang akan datang, dengan makna sâra (menjadi).16

Berangkat dari penyataan di atas tentang kaidah-kaidah bahasa Arab dan kaidah tafsir diatas penulis tertarik dan penting untuk mencari penjelasan lebih lanjut, melalui penulisan skripsi ini, penulis bermaksud menganalisa tentang kȃna dan maknanya dalam penafsiran Al-Qur‟an. Pada penelitian ini penulis hanya meniliti pada surat an-Nisâ‟, dengan alasan kȃna pada surat an-Nisâ‟ cukup banyak ada 112 dalam bentuk fiil mâdli, mudhâri. Maupun dalam bentuk fi‟il „amr.

Kemudian, pada surat an-Nisâ‟ merupakan surat yang turun di Madinah17 pada urutan ke 92 sesudah surat al Mumtahanah dan sebelum

14 Susi Alvivin, “Kâna wa akhwatuha dalam Surat Al-Maidah”, dalam Skripsi (Universitas Negeri Semarang, 2015,) h. 21

15 Taufiqul Hakim, Program Pemula Membaca Kitab Kuning Shorfiyah (Jepara: Al-Falah Offset, 2004) h. 1

16 Manna‟ Khalil Al-Qattân, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, (Jakarta : Litera Antar Nusa, 2002) h. 296

17 Muhammad bin „Alawî al Malikî al hasanî, Al Qawaidu al-Asȃsiyah fî „Ulumi Al- Qur‟an,(Jeddah : Maktabah al Malik Fahada al Wathaniyyah, 1424 H) h. 12

(20)

surat al-Zalazalah yang berjumlah 177 ayat, sesuai dengan namanya surat ini banyak membicarakan tentang perempuan.18

Selain itu juga penulis mengambil tafsir al-jalâlain sebagai objek penelitian karena tafsir jalalain karangan syekh Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin asy-Suyuti, yang mana teori kȃna dipegang teguh oleh syekh Jalaluddin asy-Suyuti pada kitab al-Itqan yang diaplikasikan pada tafsir al- jalȃlain.

Dari paparan diatas inilah menjadi alasan penulis memilih surat an- Nisâ‟ dan tafsir jalalain untuk dijadikan objek peneletian karena banyak sekali terdapat kȃna didalamnya. Oleh karena itu, penulis memilih judul

Kâna Dan Maknanya Pada Tafsir Al-Jalâlain” (Studi Analisis Surat An-Nisa’ Pendekatan Kaidah Tafsir)”

B. Permasalahan

Dalam menguraikan tentang permasalahan terkait tema yang menjadi obyek penelitian perlu dijelaskan hal-hal berikut:

1. Identifikasi Masalah

Untuk mengidentifikasi masalah penulisakan memaparkan beberapa identifikasinya sebagai berikut:

a. Bahwasanya kȃna selama ini dalam ilmu nahwu dipahami sebagai fi‟il madlî nȃqish, tȃm ataupun „amil nawȃsikh yakni tarfa‟u al-isma wa tanshibu al-khabar.

b. Kemudian dalam ilmu sharaf kȃna merupakan bagian dari fi‟il mu‟tal yaitu sebagai bina‟ ajwaf.

c. Sementara di dalam kaidah tafsir kȃna tidak sebatas menjadi fi‟il madlî nȃqish, „amil nawȃsikh ataupun bina‟ ajwaf melainkan memilki makna-makna khusus.

18 Djohan Effendi, Pesan-Pesan Al-Qur‟an Mencoba Mengerti Intisari Kitab Suci, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2012) Cet. I, h. 74

(21)

d. Kȃna dalam kaidah tafsir lebih melihat penggunaannya.

e. Pembahasan kȃna pada kaidah tafsir jarang dibahas.

2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari melebarnya pembahasan yang akan dibahas, maka penulis perlu untuk membatasi dan merumuskan masalah terhadap objek yang akan dikaji. Lingkup masalah dalam penelitian ini terbatas pada kâna dan makananya yang terdapat dalam surat an-Nisâ‟ pada tafsir al-Jalȃlain.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah diatas, maka terdapat pokok-pokok masalah yang harus diteliti serta dikaji dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah kâna dalam surat an-Nisâ‟ ?

b. Bagaimanakah kȃna dan maknanya dalam surat an-Nisâ‟ pada tafsir al-Jalȃlain?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Melihat dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai peneliti ada dua poin, yaitu:

a. Untuk mengetahui kâna dalam surat an-Nisâ‟.

b. Untuk mengetatahui kȃna dan maknanya dalam surat an-Nisâ‟ pada tafsir al- Jalȃlain.

Berdasarkan tujuan diatas maka perlu adanya manfaat dari penelitian, diantaranya :

2. Manfaat penelitian i. Manfaat Teoritis

(22)

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dimanfaatkan untuk memperkaya pengetahuan dalam memahami kâna dan maknanya dalam surat an- Nisâ‟ pada tafsir al-Jalȃlain.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi di bidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.

c. Dalam lembaga kepustakaan, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ilmu dalam memperkaya cakrawala khazanah keilmuan dan pemikiran.

ii. Manfaat Praktis

a. Dapat memperoleh data guna dianalisa agar dapat menjawab rumusan masalah yang penulis kemukakan.

b. Dapat memenuhi tugas akhir perkuliahan strata 1 di prodi ilmu Al- Qur‟an dan tafsir fakultas Ushuluddin dan Dakwah.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah kajian literatur yang relevan dengan pokok bahasan penelitian yang akan dilakukan atau bahkan memberikan inspirasi dan mendasari dilakukan atau bahkan memberikan inspirasi dan mendasari dilakukannya penelitian. Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan dalam skripsi ini dengan skripsi lain, penulis mengamati kajian- kajian yang pernah dilakukan atau memiliki titik kesamaan. Selanjutnya, hasil pengamatan itu akan menjadi acuan penulis untuk memastikan bahwa penulis tidak plagiat dari kajian yang telah ada.

a. Susi Alvivin menulis skripsi yang berjudul kâna waakhwâtuhâ dalam surat al-Maidâh (Analisis Sintaksis) Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas

Negeri Semarang 2015, Hasil penelitian kâna wa akhawâtuhâ dalam surat

(23)

Al-Mâidah (1) Ditemukan 43 data terdiri atas 23 kâna berupa fi‟il mâdhi, 6 kâna berupa fi‟il mudhâri‟, dan 1 kâna berupa fi‟il amr, 4 ashbaha berupa fi‟il mâdhi dan 1 ashbaha berupa fi‟il mudhâri‟, 3 laisa berupa fi‟il mâdhi, 1 mâ zâla berupa fi‟il mudhâri‟, dan 3 mâdâma berupa fi‟il mâdhi. (2) Ragam kâna wa akhawâtuhâ berdasarkan pengamalannya terdiri atas 39 fi‟il yang mengamalkan tanpa syarat, 1 fi‟il yang didahului lâ nafi, dan 1 fi‟il yang beramal dengan syarat didahului mâ mashdariyyah dhorfiyyah. Dilihat dari segi ketashrifannya terdiri atas 36 fi‟il kamilut tashrif, 1 fi‟il nâqishut tashrif dan 6 fi‟il yang tidak dapat ketashrif dan dilihat dari segi butuh atau tidaknya pada khabar terdiri atas 42 fi‟il nâqish dan 1 fi‟il tâm. (3) Jenis isim kâna wa akhawâtuhâ berdasarkan maknanya terdiri atas 3 isim zhâhir dan 40 isim dhamir, dilihat dari segi bilangannya terdiri atas 16 isim mufrad, 1 isim tatsniah dan 26 isim jama‟ dan dilihat dari segi gender terdiri atas 40 isim mudzakkar, 2 isim muannats dan 1 isim musytarak. Jenis khabar kȃna wa akhawâtuhâ terdiri atas 17 khabar mufrad, 15 jumlah fi‟liyyah, 10 jar majrur dan 1 yang tidak mempunyai khabar karena termasuk kâna tâm.19 b. Siti Nur Azizah menulis skripsi yang berjudul Kâna Fî Sûrat al-A‟râf

(Analisis Sintaksis) fakultas Adab Universitas Negeri Surabaya 2014, di dalam skripsinya kȃna terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :(1) nâqishah, yaitu merafa‟kan isim dan menashabkan khabar, (2)tammah , yaitu merafa‟kan isim, tanpa harus membutuhka khabar yang dinashabkan, (3) zaidah, yaitu tidak merafa‟kan isim dan menashabkan khabar, hanya berfungsi sebagai tambahan saja. kâna tetap berlaku baik untuk fi‟il mâdhi, fi‟il mudhâri‟, amar maupun nahi. Dalam skripsi ini peneliti akan meneliti tentang hal-hal tersebut. Skripsi ini membahas tentang, pertama:

19 Susi Alvivin, “kâna dalam surat al-Maidâh (Analisis Sintaksis) Skripsi, ( Universitas Negeri Semarang 2015)

(24)

apa saja jenis-jenis kâna yang terdapat dalam surat al-A‟râf. Kedua : apa saja bentuk-bentuk kâna yang terdapat dalam surat al-A‟râf. Kedua rumusan masalah tersebut yang ingin dikaji oleh penulis dalam skripsinya yang berjudul :“Kâna fî Sûrat al-A‟râf “ Pendekatan yang dipakai peneliti dalam penelitian skripsi ini adalah pendekatan kualitatif. Dari pembahasan yang cukup singkat, peneliti akhirnya menyimpulkan bahwa di dalam surat al A‟râf yang terdiri dari 202 ayat, yang menjelaskan tentang penggunaan kâna beserta bentuknya ada 33 ayat Dari 202 ayat tersebut, peneliti menemukan adanya uslub yang memakai kâna nâqishah dan kâna tammah dan peneliti tidak menemukan kâna zaidah dalam surat al-A‟râf.20

c. Ahmad menulis skripsi Khashaishu fi‟il kâna fî sûrat al-Baqarah baina al-tâm wa an-nâqis (Dirâsah Nahwiyyah) fakultas Adab dan Humaniora Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta 2011, skripsi ini disusun dengan bahasa Arab berisi apa perbedaan antara tâm dan nâqis, berapakah jumlah fi‟il kânatâm dan nâqish pada surat al-Baqarah, apa karateristik fi‟il kâna pada surat al-Baqarah. Dari hasil penelitian ini ditemukan fi‟il kânatâm dan nâqish 45, dengan rincian tâm : 4, dan nâqish : 21 dalam surat al-Baqarah .21

Dari beberapa skripsi dan jurnal diatas semuanya mengkaji tentang kâna dari segi sintaksisnya sedangkan penulis akan mengkaji dari segi kaidah tafsir, yang tentunya berbeda dengan kajian sintakis.

d. Talqis Nurdianto menulis tesis yang berjudul Nȃsikh jumlah ismiyyah:

kȃna wa akhwȃtuha dan inna wa akhwȃtuha. Studi Ilmu Perbandingan Agama Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2013, tesis mengkaji nȃsikh

20Siti Nur Azizah , ”Kâna Fî Sûrat al-A‟râf (Analisis Sintaksis)” Skripsi (Universitas Negeri Surabaya 2014)

21Ahmad Khashaishu fi‟il kâna fî sûrat al-Baqarah baina al-tâm wa an-nâqis (Dirâsah Nahwiyyah) Skripsi ( Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011)

(25)

al-jumlahal-islmaiyyah dalam bahasa Arab, nȃsikh adalah unsure yang dapat mengubah fungsi kata pada jumlah bahasa Arab. Unsur ini bisa berupa fi‟il atau huruf. Maksud fi‟il nȃsikh adalah kȃna wa akhwȃtuha sedangkan huruf nȃsikh berupa inna wa akhwȃtuha dan poin-poin Ada beberapa poin yang dihasilkan dari penelitian ini. Pertama, bahwa jumlah ismiyyah bahasa Arab adalah jumlah yang diawali isim (nomina). Fi‟il nâsikh yang berupa kâna wa akhwȃtuha yang berperilaku atas jumlah ismiyyah adalah fi‟il nâqish (incomplete verb). Charf nâsikh berupa partikel innawa akhwâtuha atas jumlah ismiyyah memiliki kemiripan dengan fi‟il dari segi makna, baik secara lafdzî (kata) atau maknawî (makna). Kedua, fungsi mubtada` yang ber-nawâsikh tidak termasuk kata yang wajib diawal kalimat, tidak hanya memiliki satu status i‟rab, dan tidak termasuk isim yang wajib diawal kalimat lantaran bergandeng dengan kata lain. Fungsi khabar yang bernawâsikh tidak berupa uslub thalab dan insya`. Ketiga, pola urutan unsur-unsur jumlah mansûkhah tidak hanya ada pola urutan reguler meliputi nâsikh, isim dan khabar tetapi ada pola urutan non-reguler nâsikh, khabar, dan isim atau khabar, nâsikh dan isim adakalanya wujûb (wajib) dan adakalanya jawaz (boleh).

Keempat, unsur-unsur jumlah mansûkhah adakalanya dilesapkan dalam konteks tertentu meskipun termasuk unsur-unsur penting yang harus tersebut dalam jumlah. Adakalanya melesapkan nâsikh, atau isim, atau khabar bahkan sekaligus dengan adanya qarinah (dalil).22

e. Siti Miftahurrahmah menulis skripsi yang berjudul Fi‟il Shahih wa al- Mu‟tal fî surat al-Mȃidah fakultas adab dan humaniora Uin Sunan Ampel Surabaya 2014, Skripsi ini menjelaskan tentang fi‟il shahih dan mu‟tal dalam surah Al-Maidah pada Al-Qur‟an. Masalah- masalah yang diteliti

22 Talqis Nurdianto, Nȃsikh jumlah ismiyyah: kȃna wa akhwȃtuha dan inna wa akhwȃtuha. Skripsi Studi Ilmu Perbandingan Agama (Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2013)

(26)

dalam skripsi ini adalah (1) Apa pengertian fi‟il shahih? (2) Apa pengertian fi‟il mu‟tal? (3) Apakah surah Al-Maidah?

Dalam skripsinya peneliti melakukan pendekatan dengan salah satu ilmu bahasa yaitu ilmu sharf khususnya pada fi‟il shahih dan mu‟tal, dan menggunakan metode kualitatif dan analisis. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa fi‟il shahih adalah kalimat fi‟il yang fa‟ fi‟il,

„ain fi‟il dan lam fi‟ilnya tidak berupa huruf illat. Adapun fi‟il mu‟tal adalah kalimat yang fa‟ fi‟il, „ain fi‟il dan lam fi‟ilnya berupa huruf illat.

Pada skripsi ini hanya meneliti surat al-Mȃidah.

Fi‟il shahih terdiri dari: As-Salim, Al-Mudhoaf dan Al-Mahmuz.

Sedangkan, fi‟il mu‟tal terdiri dari: Al- Mitsal, Al-Ajwaf, Al-Naqis dan Al-Lafif. Fi‟il shahih dan Mu‟tal dalam surat Al- Maidah tersebut bertujuan untuk menjelaskan keadaan fi‟il shahih dan mu‟tal yang terdapat pada surat Al-Maidah, dan untuk menjelaskan perbedaan antara fi‟il shahih dan mu‟tal yang terdapat pada surat Al-Maidah. Didalam skripsi ini ditemukan ada 117 kata fi‟il shahih dan fi‟il mu‟tal.23

Perbedaan dengan skripsi yang akan penulis teliti ialah skripsi ini pendekatannya dengan ilmu morfologi, kemudian surat yang diteliti itu surah al-Mȃidah, sedangkan yang akan penulis teliti surat an-Nisâ‟ dan pendekatannya dengan kaidah tafsir. Skripsi ini dapat membantu penulis bagaimana kedudukan kȃna pada ilmu morfologi (ilmu sharaf).

f. Asep Sapeanudin menulis dalam jurnal al-Tsaqafa volume 13 nomer 1 januari 2016 yang berjudul Implikasi makna gramatikal kȃna dalam Al- Qur‟an dan terjemahannya bahwa “kȃna” sebagai kata dalam Bahasa Arab juga terdapat dalam struktur bahasa Al-Quran. Sebagai bahasa, bahasa Al-Quran pun tidak terlepas dari hukum-hukum bahasa pada

23 Siti Miftahurrahmah, Fi‟il Shahih wa al-Mu‟tal fî surat al-Mȃidah skripsi fakultas adab dan humaniora (Uin Sunan Ampel Surabaya, 2014)

(27)

umumnya, khususnya hukum-hukum Bahasa Arab. Ketika “kȃna”

menjadi bagian dalam suatu struktur bahasa, “kȃna” mempunyai makna gramatikalnya, begitu juga “kȃna” dalam struktur bahasa Al-Quran.

Dalam aspek lainnya, bahasa Al-Quran telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Termasuk makna gramatikal “kȃna” menjadi bagian yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini memfokuskan diri pada dua permasalahan; bagaimana makna gramatikal

“kȃna” dalam ayat-ayat Al-Quran, dana bagaimana implikasi makna gramatikal “kȃna” dalam Al-Quran terhadap terejamahannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah redaksi ayat al-Quran dan redaksi terjemahan Al- Quran. Adapun data penelitiannya adalah ayat Al-Quran yang mengandung kata “kȃna” serta redaksi terjemahan al-Quran yang mengandung kata “kȃna”. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ada sepuluh macam makna gramatikal “kȃna” dalam ayat-ayat al-Quran.

Kesepulum macam makna gramatikal “kȃna” ini berimplikasi kepada redaksi terjemahannya. Ada beberapa terjemahan yang tidak perlu disesuaikan, tetapi ada beberapa ayat yang terjemahannya perlu disesuaikan dengan kandungan makna gramatikalnya “kȃna” yang terdapat didalamnya.24

Pada jurnal ini berbeda dengan yang akan penulis teliti, perbedaannya adalah :

1) jurnal diatas membahas makna kȃna seluruh ayat Al-Qur‟an.

Sedangkan, penulis lebih spesifik pada surat an-Nisâ‟.

24 Asep Sapeanudin “Implikasi makna gramatikal kȃna dalam Al-Qur‟an dan terjemahannya” dalam jurnal Al-Tsaqafa, volume 13 nomer 1 januari 2016, h. 47

(28)

2) Didalam jurnal ini mengalisa bagaimana pengaplikasian makna kȃna terhadap terjamah Al-Qur‟an Kemenag. sedangkan yang penulis teliti bagaimana pengaplikasian terhadap penafsiran tafsir al-Jalȃlain.

g. Syamsuri menulis dalam jurnal Sulesena volume 6 nomor 2 tahun 2011 yang berjudul “Pengantar Qawȃid tafsir” bahwa kaidah-kaidah tafsir adalah patokan umum bagi para pengkaji Al-Qur‟an untuk memahami pesan-pesan kitab suci Al-Quran dan dapat membantunya memahami Al- Qur‟an lebih cepat dan tepat dari pada orang yang tidak memahami Qawa`id al-Tafsir. Selain itu dijelasakan juga sejarah kaidah tafsir.25 h. Ali Mutakin menulis dalam jurnal al-Bayan volume 1 dan 2 tahun 2016

yang berjudul “Kedudukan kaidah kebahasaan dalam kaidah tafsir”

bahwa Tulisan ini berusaha untuk menunjukkan bahwa Alquran mempunyai keindahan bahasa Arab yang tinggi, serta menunjukan teks sebagai pesan yang perlu ditafsirkan. Sebab itu, perlu dipahami dengan bahasa Arab sebagai bahasa turunnya Al-Quran, yang menunjukan pesan- pesan ilahiah kepada manusia. Peranan penting bahasa Arab telah dijewantahkan dalam kaidah kebahasaan. Maka dalam kajian tafsir terdapat kaidah kebahasaan yang mempunyai kedudukan tersendiri yang sangat vital. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analisis untuk menunjukan kedudukan kaidah-kaidah kebahasaan yang digunakan.

Sehingga penilitan ini diharapkan mampu menjawab bahwa kaidah bahasa Arab yang telah dicetuskan oleh Ulama terdahulu masih relevan dan masih diperlukan sebagai penunjang memahami Alquran dalam meminimalisir terjadinya kekeliruan.26

25Syamsuri “Pengantar Qawaid Tafsir” dalam jurnal Sulesena volume 6 nomor 2 tahun 2011, h. 91

26Ali Mutakin “Kedudukan Kaidah Kebahasaan dalam kaidah tafsir” dalam jurnal al-Bayan volume 1 dan 2 tahun 2016, h. 79

(29)

i. Jabal Nur menulis dalam jurnal Al-Ta‟dib volume 6 nomer 2 tahun 2013 yang berjudul Qawȃid al-Tafsir hubungannya dengan bahasa Arab yang berisi Qawȃid al-Tafsir merupakan salah alat bantu untuk memahami makna firman Allah swt. Menurut Imam al-Zarwaniy dikutip oleh Al- Zarqaniy mengatakan bahwa bagi seorang mufassir yang tidak memenuhi syarat-syarat seorang mufassir memahami

( رييسفتلادعاوق )

produk

tafsirnya dikategorikan kepada produk tafsir terendah, bahkan belum bisa disebut tafsir.

Qawaid al-Tafsir sangat berkaitan erat dengan beberapa kaidah bahasa Arab yang dapat membantu penafsiran Al-Quran. Oleh sebab itu penguasaan terhadap kaidah-kaidah kebahasaan itu harus dikuasai, sehingga penafsiran al-Quran mendekati makna yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.27

j. Karim Hafid menulis dalam jurnal Tafsere volume 4 nomer 2 tahun 2016 yang berjudul “Relevansi kaidah bahasa Arab dalam memahami Al- Qur'an” artikel ini mencoba membuktikan aksioma bahwa bahasa Arab merupakan kunci memahami al-Qur'an. Penelitian ini menemukan bahwa kesadaran akan peranan bahasa Arab dalam Al-Qur'an, para ulama berbeda pendapat mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang mufassir untuk memahami kandungan Al-Qur'an. Ada yang menyebutkan secara rinci dan ada yang hanya menyebutkan garis besarnya saja. Al- Alusy mengatakan tujuh cabang yang harus dimiliki oleh seorang mufassir, sedang al- Suyuthi mengatakan ada lima belas ilmu yang harus dimiliki oleh seorang mufassir, dan yang paling dominan adalah cabang bahasa Arab. Dengan demikian kaidah-kaidah bahasa Arab sangat erat sekali hubungannya dengan ayat-ayat Al-Qur'an, nyaris dapat dipastikan

27Jabal Nur “Qawȃid al-Tafsir Hubungannya dengan Bahasa Arab” dalam jurnal Al- Ta‟dib volume 6 nomer 2 tahun 2013, h. 19

(30)

bahwa tanpa kaidah bahasa Arab sangat sulit untuk memahami ayat-ayat Al-Qur'an.28

k. Agustiar, menulis jurnal yang berjudul “Kaidah bahasa arab dan urgensinya Terhadap penafsiran Al-Qur‟an” dalam jurnal an-Nur volume 4 nomer 2 tahun 2015 tentang menela‟ah dan mengkaji secara khusus tentang kaidah isim dan fi‟il dalam penafsiran Al-Qur‟an mengingat cara berkomunikasi dengan menggunakan isim (kata benda) berbeda konotasinya jika menggunakan fi‟il (kata kerja). Hal itu disebabkan oleh perbedaan dilâlah antara kata benda dan kata kerja tersebut. Dimana Ism mengandung makna tetap dan terus menerus tanpa terputus (tsubut wa istimrar); sebaliknya fi‟il tidak mengandung kata serupa melainkan menunjuk kepada suatu peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu : masa lampau, sekarang, dan yang akan datang (tajaddud wa huduts).

Untuk kepentingan tersebut, maka tulisan ini akan memfokuskan pembahasan pada salah satu kaidah diantara kaidah-kaidah bahasa Arab yang ada dalam penafsiran Al-Qur‟an, yaitu kaidah ismiyah dan fi‟iliyah serta urgensinya terhadap penafsiran Al-Qur‟an.29

Dari beberapa jurnal diatas semuanya membahas kaidah bahasa dan kaidah tafsir secara umum saja tidak spesifik seperti akan penulis tulis dalam skripsi ini, jurnal di atas membantu untuk menjadi kaca perbandingan antara kaidah tafsir dan kaidah bahasa Arab.

28 Karim Hafid “Relevansi Kaidah Bahasa Arab dalam memahami Al-Qur'an”

dalam jurnal Tafsere volume 4 nomer 2 tahun 2016, h. 193

29 Agustiar, “Kaidah bahasa arab dan urgensinya Terhadap penafsiran Al-Qur‟an”

dalam jurnal An-Nur volume 4 nomer 2 tahun 2015, h. 187

(31)

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research (penelitian kepustakaan) yakni pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah buku dan literatur lainnya yang berhubungan dengan skripsi. Jadi, penelitian ini merupakan tergolong penelitian kualitatif yakni pendekatan penelitian yang memerlukan pemahaman mendalam yang berhubungan dengan objek yang diteliti.30

2. Sumber Data Penelitian

Sumber data primerialah sumber data utama dan utama yaitu Al- Qur‟an dan tafsir jalalain, sementara data sekunder yaitu berupa kitab- kitab tafsir dan buku-buku kaidah tafsir, buku-buku ulumu Al-Qur‟an, buku-buku tentang nahwu dan lain sebagainya yang terkait dengan penelitian penulis.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik penelusuran pustaka dan dokumentatif, adapun dokumentatif yaitu dengan mengumpulkan berbagai sumber data yang dianggap bersinggugan dengan tema penelitian ini.

4. Metode Analisis Data dan Pendekatan

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif- analitis, sebagai upaya mengkaji kemudian memaparkan keadaan objek yang akan diteliti dengan merujuk pada data-data yang ada (baik primer maupun sekunder), kemudian menganalisanya secara proporsional sehingga akan tampak jelas perincian jawaban atas persoalan yang

30 Sugiyono, Metodologi penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D, (Bandung:

Alfabeta, cv, 2011) cet.13 hal 291

(32)

berhubungan dengan pokok permasalahan dan akan menghasilkan pengetahuan yang valid.

Adapun analisa yang digunakan menggunakan 2 yaitu:

1. Teori kâna dari Abu Bakar ar-Razi yang dikutip dalam kitab al- Itqhȃn fi „ulûmi Al-Qur‟an31 dan buku mannȃ khalil al qattȃn yang memiliki 5 kaidah.32

2. Teori kâna dari Fadhil Shalih al-Samirai yang memiliki 10 kaidah

F. Teknik dan Sistematika Penulisan

Adapun tekhnik penulisan, sistematika penulisan dan pedoman translitasi pada skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) Instiitut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta.”Yang diterbitkan oleh IIQ PRESS, Mei 2017

Penelitian ini dibagi menjadi lima bab setiap bab terdiri dari beberapa sub-sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dalam penyusunan serta mempelajarinya dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian serta teknik dan sistematika penulisan.

Bab kedua akan membahas tentang kaidah tafsir yang berisi tentang teori makna kȃna pada kaidah bahasa arab dan kȃna pada kaidah tafsir yang akan membantu dalam memahami di bab selanjutnya

Bab Ketiga pada bab ini penulis akan membahas mengenai profil surat an-Nisa‟ yang berisi keistimewaan surat an-Nisâ‟, pokok-pokok surat

31Jalȃlu ad-Dîn Adburahman bin Abi Bakar As-Suyutiy, Al-Itqhȃn fî Ulûmi Al- Qur‟an, (Madinah al-Munawaroh: Markaz ad-Dirȃsati Al-Qur‟aniyyah, 1426 H) h. 1141

32 Mannâ‟ Khalil al-Qattân, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, (Jakarta : Litera Antar Nusa, 2002) h. 298

(33)

an-Nisâ‟. Kemudian profil tafsir al-jalâlain yang berisi biografi penulis tafsir al-jalâlain dan sosio historis yang mana menjadi suatu alasan mengapa surat an-Nisâ‟dan tafsir al-jalâlain diambil sebagai objek penelitian.

Bab keempat, bab ini merupakan kâna pada surat an-Nisâ‟ pada tafsir al-jalalain didalam bab ini akan di jelaskan dan di klasifikasikan bagaimana kâna pada 5 kaidah kâna

Bab kelima merupakan bab yang terdiri dari kesimpulan yang didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, dan juga memuat saran-saran yang diperlukan.

Bab ini berusaha menjawab pertanyaan yang dibuat pada perumusan masalah sehingga para pembaca dapat mengetahui jawaban dari masalah tersebut.

Selain itu juga bab ini memberikan saran kepada para pembaca agar mereka mempunyai peneletiaan lebih lanjut mengenai pembahasan ini

(34)

19

TEORI MAKNA KÂNA

A. Kâna Pada Kaidah Bahasa Arab

Qawȃ„id al-Arabîyah menurut Hasan Tamam terdiri dari nizhȃm shawti (fonologi), nizhȃm sarfî (morfologi), nizhȃm nahwî (sintaksis), dan dilȃlah (semantik). Keempat kajian ini dipelajari dalam bentuk terpisah seperti nahwu, ṣaraf, balȃghah,dan sejenisnya.1

Ada juga yang berpendapat kaidah bahasa Arab merupakan bagian dari linguistik yang mana dari kaidah bahasa Arab terbagi menjadi 2 yaitu morfologi dan sintaksis.2 Namun, menurut Musthafa Al-Ghalâyaini , dalam Jâmi`u al-Durûs al-„Arabiyyah, ilmu-ilmu bahasa Arab itu terdiri dari (1) Sharaf (morfologi Arab), (2) I‟râb (analisis kalimat Arab secara sintaksis), Sharaf dan I‟râb juga dikenal juga dengan nama Nahwu (gramatika Arab/Sintaksis Arab), (3) Rasm (tehnik penulisan Arab), (4) Ma‟âni (semantik Arab), (5) Bayân (stilistika Arab dasar), (6) Badî‟ (stilistika Arab lanjut), (7) „Arûdh , (8) Qawafi (studi tentang rima dalam puisi Arab), (9) Ghardhu al-Syi‟ri (studi tentang penciptaan puisi Arab), (10) Insya`, (11) Khithȃbah (studi tentang retorika Arab), (12) Târîkhal-Adab (sejarah sastra), (13) Matnu al-Lughah (studi tentang pembendaharaan kata-kata Arab).3

1 Talqis Nurdianto, Nasikh Jumlah Ismiyyah (Yogyakarta: Zahir Fublishing, 2017) h. 2

2 Rusma Nur Tyani, Buku Ajar Sintaksis (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka, 2017) Cet. Ke-I, h. 11

3 Talqis Nurdianto, Nasikh Jumlah Ismiyyah, h. 2

(35)

1. Kȃna Pada Kaidah Nahwu

Nahwu adalah bagian dari pelajaran bahasa Arab, yang mana salah satu pembahasan dari ilmu nahwu adalah kalam.Kalam ialah lafaz yang memberikan faidah,4 Adapun kalam terbagi menjadi: 35 yaitu ism, fi‟il, dan harf.6 Dalilnya pada bait alfiyah ke 8 yang berbunyi:

ْمِقَتْساَك ٌدْيِفُم ٌظْفَل اَنُم َلََك ْمِلَكلا ٌفْرَح َُّثُ ٌلْعِفَو ٌمْساَو #

Dalam nadzam imrity bait ke 20 dan 21

ُدَنْسُم ٌديِفُم ٌظْفَل ْمُهُم َلََك ُدَرْفُلما ُدْيِفُلما ُظْفَللا ُةَمْلِكلا َو #

ْمِسَقْ نَ ت ٍفرَح َُّثُ ٌلْعِفَو ٍمْسلا ْمِلَكلا َيِى اَهُ ث َلََث ِهِذَىَو #

Isim adalah kata yang menujukan benda adapun macam- macamnya adalah insȃnun, nabȃtun, hayawȃnun, jamȃdun, makȃnun, zamȃnun, sifatun, dan masdraun.7 Fi‟il adalah kata kerja, 8 dan huruf adalah kata yang tidak memiliki arti sempurna kecuali jika digabungkan atau dihubungkan dengan kata lain, sehingga huruf ini berfungsi sebagi penghubung atau mediator antara kata benda dan kata kerja atau sesama kata kerja atau juga antar sesama antar beberapa kata benda. Pembagian huruf terdiriatas khusus diikuti oleh fi‟il, khusus diikuti oleh isim, khusus diikuti oleh isim dan fi‟il.9

4Moh. Tolchah Mansoer, Terjemahan Alfiyah Ibnu Malik (Kudus: Menara Kudus) h. 2

5Hamzah Yusuf Al-Atsary, Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab (Bandung:

Pustaka Adwa, 2017) Cet Ke-1, h. 11

6 Reni Ramdiani, Sintaksis Bahasa Arab ( sebuah kajian dekriptif) dalam Jurnal El- Hikam IAI Nurul Hakim Kediri, h. 114

7Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary, Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab, Cet Ke-1, h. 14

8Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary, Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab, Cet Ke-1, h. 37

9Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary, Pengantar Mudah Belajar Bahasa Arab, Cet Ke-1, h. 48

(36)

Adapun kȃna pada ilmu sintaksis10 merupakan bagian dari „amil nawȃsikh berkedudukan sebagai fi‟il mâdhi naqis. Nawȃsikh )خساون(

adalah bentuk jamak dari nȃsikh )خخسان( yang secara harfiah artinya merusak atau merubah. Maksudnya, nawȃsikh adalah huruf-huruf atau fi'il yang apabila masuk kedalam jumlah ismiah atau mubtada‟ dan khabar, maka mubtada‟ dan khabar dimaksud menjadi rusak dan berubah status serta hukumnya.Huruf-huruf atau fi'il yang fungsinya merusak atau merubahstatus dan hukum i'rab itu selanjutnya disebut sebagai „âmil nawȃsikh.11

Adapun bagian dari „âmil nawȃsikh ada 3 yaitu

ا َهُ تاََْْخَو ََا َك

(kȃna

dan saudara-saudaranya),

ا َهُ تاَََْْخَو ََِّإ

(inna dan saudara-saudaranya),

َو ََّّ َظ ا َهُ تاَََْْخ

(dzanna dan saudara-saudaranya). Sedangkan yang dimaksud akhwȃtuhȃ (saudara-saudaranya) ialah yang pengamalannya sama dengan kȃna, inna dan dzanna.

Seperti yang kita tahu didalam buku nahwu pengamalan dari kȃna adalah merafa‟kan isim dan menashabkan khabar. Seperti dalam nadzam al-fiyah bait ke 143 yang berbunyi:

ْرَمُع اًدِّيَس ََاَكَك ُوُبِصْنَ ت # ْرَ بَلخاَو اًْسْا خَدَتْبُلما ََاَك ُعَفْرَ ت

12

Contoh :

10sintaksis adalah salah satu cabang dari tata bahasa, dan tata bahasa itu merupakan salah satu cabang dari linguistik. Tata bahasa terdiri dari morfologi dan sintaksis.Sintaksis adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari seluk beluk struktur kalimat. Sintaksis mempelajari tata hubungan kata dengan kata lain dalam membentuk struktur yang lebih besar, yaitu frasa, klausa, dan kalimat. ( Rusma Nur Tyani, Buku Ajar Sintaksis, Cet. Ke-I, h.

10

11 Ahmad Syatibi, Mengenal Kalimat Dalam Al-Qur‟an (Ciputat : Adabiah Press, 2013) Cet Ke- II, h. 89

12Moh. Tolchah Mansoer, Terjemahan Alfiyah Ibnu Malik (Kudus: Menara Kudus) h. 25

(37)





















“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.(QS. Al- Isra‟[17] : 27)

ٌرَُفَك : “

amat ingkar “ terutama mengenai nikmat tidak mengankui dan tidak

mensyukurinya.







































“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling.dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS. Al-Isra‟ [17]: 67)

Juga dalam arti tidak mensyukuri nikmat, sama halnya dengan syaitan.



















“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.

Misalnya menantang agar azab segara diturunkan, atau menginginkan agar doanya cepat dikabulkan.

 “

amat suka tergesa-gesa, menginginkan sesuatu sebelum Datang waktunya. Kalimat contoh satu asalnya

ٌرَْ ُفَك َُاَنْي َّشلا

dimasuki

َا ك

khabar berubah menjadi nashab (berbaris fathah)

اًرَُْفَك.

(38)

pengertian

َا ك

adalah “selalu”, “sangat”, “menjadi”, atau peristiwa telah terjadi. Untuk perempuan,

َاك

berubah menjadi

تناك

13

Adapun

َاك

memilki saudara-saudara yang pengalamannya sama yaitu

¸ سع سمخ , خ , ر م ,,ي ل ,رب يخ ,ّل ظ ,ظا,ا م ,دا ك

, yaitu membuat khabar

berbentuk nashab.14

Seperti dalam Nadzam alfiyah 144:

احرم ظا, ,يل رايو سمخ # ربيخ خ تام ّلظ َاكك

15

Pengertian:

b.

,ي ل

: meniadakan suatu kondisi, terjemahannya :”bukanlah” contoh:

ٌد ْي, َ,ْيَلاًمِئاَق

c.

رب يا

: perubahan sesuatu pada awal (pagi) sekali, terjemahannya

“menjadi” contoh :

اًدْيِدَش ُدْرَ بلا َرَبْيَا

d.

دا ك

: hampir terjadi suatu pekerjaan, tetapi belum terjadi, terjemahhannya :

“hampir”.

e.

ّل ظ

: berubahnya suatu keadaan di tengah suatu kondisi (siang),

terjemahannya: “menjadi” contoh:

َّلَ اًمِئاَي ٌدْيَ,

f.

سع

: mengharapkan terjadinya suatu keadaan, terjemahannya “semoga”, contoh:

13 Salman Harun, Pintar Bahasa Arab Al-Qur‟an, (Ciputat: Lentera hati, 2010) Cet.

Ke- III, h. 126-127

14Moh. Tolchah Mansoer, Terjemahan Alfiyah Ibnu Malik, h. 26

15JalȃluddIn al-SuyuthI, Ibnu Aqil (Surabaya: Dar al-Ilmu)h. 39

(39)

g.

ظ,ا م:

terus berlangsungnya suatu keadaan, terjemahannya “selalu”.16 Contoh:

اًمِلَع ٌديَ, َظاَ,اَم

h.

رم

: berarti hilang atau pergi.17 Contoh:

اَْيِْرَك ٌدَّمَُمُ َ ِرَماَم

i.

خ:

pada waktu dhuha. Contoh:

اَعِرَو ويقَفلا َخ

j. ىسمأ: pada waktu sore. Contoh: اًيِيَغ ٌديَز ىسمأ . 18

Dari 12 saudara-saudaranya kȃna yang terbagi menjadi tiga bagian berdasarkan atas pengamalannya. Pertama kȃna wa akhawȃtuhȃ yang dapat mengamalkan dengan tanpa syarat ada delapan, meliputi

,رب ي

خ

, سمخ ,را ي َا ك ,ّل ظ ,,ي ل ,تا م , خ,

kedua,kȃna dan saudara-saudaranya yang mengamalkan dengan syarat didahului nafi atau shibhul nafi ada empat meliputi,

ظا, , ر م , تف ,, فنِإ

, Ketiga Akhwȃt kȃna yang mengamalkan dengan syarat didahului mȃ mashdariyyah dzarfiyyah yaitu

ماد

. 19

1. Kȃna Pada ilmu Sharaf

Ilmu sharaf membahas bentuk suatu kata dan pengembangannya seperti ibdȃl, idghȃm, bentuk-bentuk fi‟il dan lain-lainnya. Pengetahuan tentang bentuk dan pengembangan morfem (kata) tidak kurang pentingnya

16 Salman Harun, Pintar Bahasa Arab Al-Qur‟an, Cet. Ke- III, h. 131-132

17 Aminullah, Hukum Ma‟mul Dalam Kalimat, Digital Library ( Universitas Sumatera Utara:2002) h. 20

18Abdullah bin Muhammad bin ȃjurûmi al-Sonhȃjî, Mukhtashor Jiddan, ( Tangerang: Lafaz book, 2014) Cet Ke-I, h. 42

19 Alvivin, Susi “Kâna wa akhwâtuhâ dalam Surat Al-Maidah”, dalam Skripsi Universitas Negeri Semarang, 2015 h. 10

(40)

dari penguasan ilmu-ilmu bahasa karena ilmu tersebut berimplikasi besar dalam memahami Al-Qur‟an.20

Contohnya klasifikasi fi‟il jika dilihat dari bentuk-bentuknya adalah sebagai berikut :berdasarkan waktu terjadinya dibagi menjadi 3 yaitu fi‟il mâdhi, fi‟il mudhâri, dan fi‟il „amr.Menurut susunan hurufnya dibagi menjadi fi‟il mujarrad dan fi‟il mazid yang meliputi verba trilateral yang mengalami penambahan satu huruf atau fi‟il tsulatsi mazid khumasi dan verba triteral yang mengalami penambahan dua huruf atau fi‟il tsulatsi mazid khumasi, dan verba triteral yang mengalami penambahan 3 huruf atau fi‟il tsulasi mazid sudasi. Menurut jenis hurufnya yaitu fi‟il shahih yang meliputi fi‟il salim, fi‟il mahmuz, fi‟il mudha‟af. Fi‟il mu‟tal yang meliputi fi‟il mitsal, fi‟il ajwaf, fi‟il naqish, dan fi‟il lafif mafruq, dan fi‟il lafif maqrun, menurut objek penderitaanya dibagi menjadi fi‟il lazim dan fi‟il muta‟addi, sedangkan menurut bentuk aktiv dan pashifnya terdapat fi‟il ma‟lum dan fi‟il majhul.21

Pengertian fi‟il shahîh adalah yang bersih dari huruf illat.Fi‟il mu‟tal adalah fi‟il yang disalahsatu fa fi‟il, „ain fi‟il dan lam fi‟il terdapat huruf illat (ya, alif, atau wawu.) 22

Fi‟il shahîh terbagi menjadi 3 yaitu:

1. Salim ialah fi‟il shahih yang bebas dari huruf hamzah atau tasydid.

Contohnya 23

َبَتَك

2. Mahmûz ialah fi‟il shahih yang apabila salah satu penyusunnya (fa‟, ain, atau lam fi‟ilnya) huruf hamzah. Contohnya

َقَمَخ

24

20Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur‟an, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) Cet Ke-I, h. 270

21 Milam Karami,” Verba Trilateral (fi‟il tsulatsi) “ dalam Jurnal Akademik Universitas Indonesia, 2014, h. 4

22 Taufiqul Hakim, Program Pemula Membaca Kitab Kuning (Jepara: Al-Falah Offset, 2004) Cet Ke-2, h. 48

23 Taufiqul Hakim, Program Pemula Membaca Kitab Kuning, Cet Ke-2, h. 4

(41)

3. Mudha‟af ialah fi‟il shahîh apabila yang huruf penyusun aslinya ada dua huruf sejenis atau tasydid. Mudha‟af terbagi menjadi dua macam yaitu:

mudha‟af tsulatsi dan mudha‟af ruba‟î. Contohnya

َّدَم

dan

َسََْسَو

25

Fi‟il mu‟tal terbagi menjadi 4 yaitu:

1. Mitsȃl ialah apabila fa‟ fiinya huruf illat. Contohnya

َلِجَو

2. Ajwaf ialah ai‟nnya fi‟ilnya huruf illat. Contohnya

َا ك ,َا ي

ai‟n

fiilnyakadang kali hilang dalam bentuk tertentu.

3. Nȃqish ialah apabila lam fi‟ilnya huruf illat. Contohnya

اَزَغ

4. Lafîf terbagi menjadi 2 yaitu:

5. Lafîf mafruq ialah fa‟ dan lam fi‟ilnya sama-sama huruf illat. Contohnya

َقَو

6. Lafîf maqrûn ialah a‟in dan lam fi‟ilnya sama-sama huruf illat.

Contohnya

ىَََش

.26

Dari penjelasan diatas kȃna masuk kepada fi‟il mu‟tal bina‟ ajwaf. Dan tasrif lughȃwinya dari kata kȃna dalam bentuk fi‟il mȃdhî sebagai berikut:

Keterangan Jamak Dobel Tunggal Orang ketiga

(laki-laki)

ْبِئاَغْلِل اَُناَك اَناَك ََاَك

Orang ketiga

(perempuan)

ْةَبِئاَغْلِل ََُّّك اَتَنَك ْتَناَك

24Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 1996) Cet Ke-8, h. 237

25Abdullah Abbas Nadwi, Belajar Mudah Bahasa Al-Qur‟an, Cet Ke-8, h. 61

26 Taufiqul Hakim, Program Pemula Membaca Kitab Kuning, Cet Ke-2, h.4

(42)

Orang kedua

(laki-laki)

ْبَطاَخُمْلِل ْمُتْتُك اَمُتْنُك َتْنُك

Orang kedua

(laki-laki)

ةَبَنَخُمْلِل َُّتْنُك اَمُتْنُك ِتنُك

Orang pertama (laki-

laki/perempuan)

ْمِّلَكَتُمْلِل اَّنُك ُتْنُك

Dan tasrif dari kata kȃna dalam bentuk fi‟il „amr sebagai berikut:

Keterangan Jamak Dobel Tunggal Orang kedua

(laki-laki)

ْبَطاَخُمْلِل َُْ نَْ ُك اَنَْ ُك َُّْك

Orang kedua

(laki-laki)

ةَبَنَخُمْلِل َُّْك اَنَْ ُك ِنُك

Adapun jika kȃna ditasrif menggunakan tasrif isthilȃhi sebagai berikut.

ََاَك ََُُْكَي – اًنََك - ٌَِّئاَك - ٌََُكَم - َُّْك –

َُّْكَت َلا – ٌََُْكَم -

ٌََُْكَم -

Adapun i‟lal dari

ََاَك

adalah

َاك راصف افلا واو ةبلق َلَعَ ف َِْ,َو َلَع َََََك وليا ََاَك

(43)

B. Kâna Pada Kaidah Tafsir

Para mufassir sering mengungkapkan kaidah :

اضعم وضعم رسفي َآرقلا

“Al-Qur‟an sebagiannya menafsirkan sebagian yang lain.”27

Dari ungkapan diatas dalam menafsirkan Al-Qur‟an sangat butuh kaidah- kaidah bahasa Arab dan kaidah-kaidah Tafsir untuk menafsirkan ayat- ayatnya.

Kata “Kaidah” oleh kamus bahasa Indonesia diartikan dengan

“Rumusan asas-asas yang menjadi hukum, aturan tertentu, patokan, dalil (dalam matematika). Dalam bahasa Arab kata

د عاق

qȃ‟idah (kaidah) diartikan

“asas/fondasi) jika ia dikaitkan dengan bangunan dan ia bermakna “tiang”

jika dikaitkan dengan “kemah”.

Dalam pengertian istilah, ditemukan beberapa penjelasan. Syarif Ali bin Muhammad al-Jurjani (1339-1413 M) dalam bukunya al-Ta‟rifȃt menulis bahwa “kaidah adalah

ا هتيئزج ع يز لع ة قبننم ة يلك ةي ضق /

Rumusan

yang bersifat kully (menyeluruh) mencakup semua bagian-bagiannya.

Ada juga yang merumuskannya sebagai

ا ف عي ي لك م كح

ة يئزج ما كحاىلع

/ketentuan umum yang dengannya diketahui ketentuan-

ketentuan yang menyangkut rincian.

Kedua definisi diatas menggaris bawahi kaidah mencakup semua bagian-bagiannya.Namun, dalam kenyataan tidak jarang ditemukan bagian yang menyimpang dari kaidah umum.Menaggapi kenyataan

27 Teungkeu Muhammad Hasbi ash-Shidieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an (Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 2014) Cet. Ke-III, h. 251

Referensi

Dokumen terkait

Mitra Surbakti dalam melakukan proses-proses bisnis perusahaan dan berbagai layanan informasi baik kepada pihak luar yang dalam hal ini mitra bisnis maupun kepada pihak

Selain itu, teraniaya anak-anak yang tidak berdosa akibat ulah orang-orang (orang tua yang melakukan perziaan) yang tidak bertanggung jawab, sehingga mereka

This prospective, randomized, double blind study was designed to assess the effects of magnesium sul- fate on perioperative fentanyl consumption, postopera- tive epidural fentanyl

Di lapisan ini, yang ketipisannya kurang dari sepersepuluh milimeter, terdapat banyak sisa organik yang disebabkan oleh polusi zooplankton dan ganggang mikroskopik. Beberapa

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kajian al-Qur‟an adalah mentelaah atau meneliti mengenai ayat-ayat al-Qur‟an dan yang berkaitan dengannya seperti ilmu-ilmu

Berdasarkan tujuan pendidikan Al-Qur‟an diatas dapat dipahami bahwa siswa dituntut untuk bisa membaca ayat-ayat Al- Qur‟an sesuai dengan kaedah ilmu tajwid, karena

Diagram level 0 atau juga biasa disebut dengan diagram konteks merupakan diagram.. Diagram ini menggambarkan hubungan sistem dengan lingkungan di sekitar sistem. Diagram level 0

Rangkaian proses pembuatan paduan Co26Cr6Mo0.18N mulai dari pembuatan ingot, homogenisasi 1200 o C, hot rolling , hingga pendinginan dapat menghasilkan fasa ɣ -Co