• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN KONSEP AL-QUR AN TENTANG MEMELIHARA KEHORMATAN DAN IMPLIKASINYA DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN KONSEP AL-QUR AN TENTANG MEMELIHARA KEHORMATAN DAN IMPLIKASINYA DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

KONSEP AL-QUR’AN TENTANG MEMELIHARA KEHORMATAN DAN IMPLIKASINYA DENGAN PENDIDIKAN AKHLAK

A. Konsep Al-Qur’an Tentang Memelihara Kehormatan

Allah SWT memerintahkan manusia memelihara kehormatan yang dikaruniakan Allah SWT. Ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai memelihara kehormatan atau kemaluan dengan kata kunci furuja ( جورف ) yang ditemui di dalam al-Qur’an yakni Q.S. al-Nuur ayat 30-31, Q.S. al-Ahzab ayat 35, Q.S. al-Mu’minun ayat 5, Q.S. al-Anbiya ayat 91 dan Q.S. al-Ma’arij ayat 29.1 Adapun hal-hal yang dibahas dalam topik mengenai memelihara kehormatan dan implikasinya dengan pendidikan akhlak sebagai berikut:

1. Perintah Memelihara Kehormatan

Adapun ayat al-Qur’an yang memerintahkan memelihara kehormatan dalam Q.S. al-Nuur ayat 30-31 sebagai berikut:





































































































1M. Fu’ad Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfaziil Al-Qur’anul Karim, (Beirut:

Darul Ma’rifah, 2010), Cet. Ke-8, h. 718

(2)

























































































30 31

Artinya:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya;

yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki.laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Q.S. al-Nuur/24: 30-31)

Adapun asbabun nuzul dari ayat ini yakni diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatir yang bersumber dari Jabir bin Abdillah r.a bahwa Asma’ binti Murtsid pemilik kebun kurma bahwa ia sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main dikebunnya tanpa berpakaian panjang,

(3)

segul mereka kelihatan. Berkatalah Asma: “Alangkah buruknya pemandangan ini”.2

Turunnya surat al-Nuur ayat 31 ini berkenaan dengan peristiwa yang memerintahkan kepada kaum muslimat untuk menutup aurat mereka.

Dijelaskan dalam suatu riwayat seorang wanita membuat dua buah kantong dari perak yang diisi dengan batu-batu mutu manikin sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lalu dihadapan sekelompok orang ia akan memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga kedua gelang kakinya beradu dan mengeluarkan suara.3

Munasabah Q.S. al-Nuur ayat 30-31 dengan ayat sebelumnya (Q.S.

al-Nuur ayat 27-29) yakni setelah memberikan tuntunan yang menyangkut kunjungan ke rumah-rumah yang intinya melarang melihat apa yang dirahasiakan atau enggan dipertunjukkan oleh penghuni rumah, kini dilanjutkan dengan perintah memelihara pandangan dan kemaluan.

Larangan ini sejalan dengan izin memasuki tempat-tempat umum. Karena di tempat umum, apalagi yang jauh dari pemukiman, seseorang boleh jadi matanya liar dan dorongan seksual menjadi-jadi.4.

Thahir ibnu Asyur menghubungkan Q.S. al-Nuur ayat 30-31 dengan Q.S. al-Nuur ayat 27-29 karena pada Q.S. al-Nuur ayat 27-29 menjelaskan ketentuan memasuki rumah, di sini diuraikan bagaimana etika

2Qamaruddin Shaleh, Ayat-Ayat Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an, (Bandung:

CV Diponegoro, 2002), h 794

3Qamaruddin Shaleh dan M.D Dahlan, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV Diponegoro, 1996), Cet Ke-XVIII, h. 355

4M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mihsbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an.

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 9, h. 323

(4)

seseorang jika telah berada di dalam rumah yakni tidak mengarahkan seluruh pandangan kepadanya dan membatasi diri dalam pembicaraan serta jangan mengarahkan pandangan kepadanya kecuali pandangan yang sukar untuk dihindari.5

Ibnul Arabi mengatakan bahwa di dalam Q.S. al-Nuur ayat 30-31 ada delapan permasalahan yaitu:6

a. Firman Allah, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.”Ini adalah sebuah firman yang sifatnya umum mencakup laki-laki dan perempuan dari kaum mukmin. Hanya saja al-Qur’an mengkhususkan seruan kepada wanita dengan bentuk peenekanan tambahan.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis ummu ammarah al-anshariah bahwa sesungguhnya dia berkata, “Wahai rasulullah SAW sesungguhnya saya melihat segala sesuatu itu untuk lelaki dan saya tidak melihat untuk kalangan perempuan disebutkan.” Maka turunlah

”Sesungguhnya orang yang mukmin dan mukminat.”

b. Firman Allah “Katakankah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.”

Perbuatan tidak menahan pandangan adalah haram, sebab melihat pada sesuatu yang tidak dihalalkan secara syarak disebut zina.

c. Firman Allah “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan kecuali yang biasa Nampak dari padanya.” Perhiasan itu dibagi

5Ibid.

6Syaikh Imam Zaki Al-Barudi, Tafsir Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), h.

414-420

(5)

menjadi dua yaitu perhiasan alami dan perhiasan hasil usaha. Perhiasan alami itu adalah wajahnya sedangkan perhiasan yang berupa hasil usaha (mukhtasabah) ialah segala sesuatu yang diusahakan oleh seorang perempuan untuk menjadikan dirinya cantik dengan cara buatan lainnya.7

d. Firman Allah “Kecuali yang biasa tampak padanya”. Ada tiga pendapat mengenai maksud perhiasan lahir (yang tampak) yaitu:

1) Pakaian, yakni yang tampak dari pakaiannya 2) Celak mata dan cincin

3) Wajah dan kedua telapak tangan

e. Firman Allah “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” Allah memberi rahmat kepada muslimah yang menutupkan kain kudung ke dadanya.

f. Firman Allah “Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka”. Allah mengharamkan untuk menampakkan perhiasan secara mutlak sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

g. Para pengikut imam Syafi’i mengatakan bahwa aurat perempuan di depan hamba sahayanya adalah antara pusat dan lutut seakan-akan mereka mengira bahwa perempuan itu adalah laki-laki sedangkan budak laki-lakinya adalah perempuan.

7Ibid.

(6)

h. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang disembunyikan. Imam Syafi’I berkata ”Wanita saat itu memukulkan kakinya agar didengar suara gemerincing gelang kaki.”

Maka barang siapa melakukan itu karena dia merasa bangga dengan perhiasannya maka itu adalah makruh. Dan barang siapa melakukannya sebagai bentuk tabarruj dan pamer maka itu adalah haram. Demikian juga dengan seseorang yang menghentakkan sandalnya untuk mencari perhatian di hadapan laki-laki maka itu karena ujub adalah haram8.

Thabathabai memahami perintah memelihara furuj bukan dalam arti memeliharanya sehingga tidak digunakan bukan pada tempatnya, tetapi memeliharanya sehingga tidak terlihat oleh orang lain bukan dalam arti larangan berzina. Ayat ini tidak menyebut pengecualian dalam hal kemaluan sebagaimana hanya dalam Q.S. al-Mu’minun ayat 5-6 yang berbicara tentang orang mukmin yang sempurna imannya yang dikemukakan dalam konteks peringatan.9

Jika kehormatan tidak terjaga selain bersama istri atau suaminya yang sah, jiwanya akan rusak, kesuciannya akan hancur berderai, bahkan keluarganya, rumah tangganya akan hancur berderai bahkan menjadi neraka. Berapapun uang yang disediakan tidak akan cukup jika hawa nafsu

8Ibid.

9M. Quraish Shihab, Op.Cit., Vol. 9, h. .325

(7)

kelamin diperturutkan. Nafsu kelamin bergelora di waktu muda, hanya kekuatan iman yang mampu menahannya.10

Usai memerintahkan sekumpulan perintah yang baik dan mewasiatkan wasiat yang indah sudah tentu akan terjadi kelalaian dalam pelaksanaan dari seorang. Mukmin dalam masalah itu maka Allah SWT berfirman dalam kalimat terakhir dalam Q.S. al-Nuur ayat 31 yang artinya

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang yang beriman”. Karena seorang mukmin keimanannnya mengajak kepada taubat. Kemudian Allah mengaitkannya kepada kebahagian dengannya Allah berfirman “Supaya kamu beruntung” sehingga tidak ada lagi jalan menuju keberuntungan kecuali dengan jalan taubat yaitu kembali dari hal- hal yang dibenci Allah SWT baik lahir maupun batin.11

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa adapun larangan yang terdapat di dalam Q.S an-Nuur: 30-31 yaitu:

a. Perintah menundukkan pandangan

 )





(

b. Perintah memelihara kehormatan laki-laki dan perempuan

( )

c. Larangan menampakkan kehormatan kecuali yang tampak

(     )

10Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Gema Insani, 2015), Jilid 6, h. 173

11Jbid.

(8)

d. Perintah menjulurkan kerudung hingga menutupi dada

(  )

e. Tidak boleh memperlihatkan perhiasan kecuali hanya untuk orang- orang tertentu.

(….     )

f. Larangan menghentakkan kaki supaya perhiasannya terlihat

(     )

2. Keutamaan Memelihara Kehormatan

Mu’min dan mu’minat diperintahkan Allah SWT untuk memelihara kehormatan. Adapun beberapa keutamaan yang didapatkan dari menaati perintah Allah SWT untuk memelihara kehormatan yakni:

a. Menyucikan Diri

Firman Allah SWT Q.S. al-Nuur ayat 30 sebagai berikut:































Artinya:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:

"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (Q.S. al-Nuur/24: 30)

Munasabah Q.S. al-Nuur ayat 30 dengan ayat sebelumnya yakni setelah memberikan tuntunan yang menyangkut kunjungan ke

(9)

rumah-rumah yang intinya melarang melihat apa yang dirahasiakan atau enggan dipertunjukkan oleh penghuni rumah, kini dilanjutkan dengan perintah memelihara pandangan dan kemaluan. Larangan ini sejalan dengan izin memasuki tempat-tempat umum. Karena di tempat umum, apalagi yang jauh dari pemukiman, seseorang boleh jadi matanya liar dan dorongan seksual menjadi-jadi.12

Dalam Q.S. al-Nuur ayat 30 terdapat kata dzalika azkha lahum mengisyaratkan keutamaan bagi orang yang memelihara kehormatannya. Kata dzalika yang berarti ”Demikian itu” maksudnya yaitu menjaga pandangan dan memelihara kehormatan di sambung dengan kata adzka lahum yang berarti ”Lebih suci bagi mereka”

maksudnya disini lebih suci, lebih baik, serta lebih meningkatkan amal-amal mereka. Karena bahwa sesungguhnya orang yang memelihara kehormatan dan pandangannya akan tersucikan dari kejelekannya yang mengotori para pelaku kemaksiatan amalan-amalan mereka menjadi bersih lantaran meninggalkan sesuatu yang haram yang disukai hawa nafsu secara bawaan dan mengajak ke sana.13

Barang siapa yang meninggalkan suatu kejelekan karena Allah niscaya Dia akan memberikan ganti darinya dengan sesuatu yang lebih baik. Barang siapa yang menjaga pandangannya dari perkara yang haram maka Allah akan menyinari mata hatinya. Dan lantaran jika seseorang hamba berhasil memelihara kehormatannya dan

12M. Quraish Shihab, Op.Cit., Vol. 9, h. .325

13Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi, Tafsir Al-Qur’an (Jakarta: Darul Haq, 2013), Cet. Ke-3, Jilid 5, h. 119

(10)

pandangannya dari perkara yang haram dan pencetus ransangan syahwat, maka penjagaannya kepada perkaraan yang lain lebih maksimal karenanya Allah menyebutkan dengan istilah hifzh yang berarti penjagaan. Sesuatu yang terjaga, jika pemiliknya tidak serius dalam mengawasinya, menjaganya dan menempuh usaha-usaha dalam penjagaan maka tidak akan terpelihara dengan baik 14

Dapat dipahami bahwa setiap orang yang mampu memelihara kehormatannya dengan baik sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT, maka Allah akan menyucikan dirinya dari berbagai kejelekan yang menghampiri dirinya sebagaimana yang telah digambarkan oleh Allah di dalam diri Maryam seorang wanita muslim yang selalu taat kepada Allah dan memelihara kehormatannya.

b. Mendapatkan Ampunan dan Pahala yang Besar dari Allah SWT Firman Allah SWT Q.S. al-Ahzab ayat 35 sebagai berikut:





























































35

Artinya:

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki- laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan

14Ibid.

(11)

yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. al-Ahzab/33: 35)

Munasabah Q.S. al-Ahzab ayat 35 yakni setelah menjelaskan khusus tentang istri-istru nabi Muhammad SAW, kini diuraikan tentang wanita-wanita muslimah secara umum. Apalagi sebelum ini dijelaskan bahwa istri nabi Muhammad SAW tidak sama dengan wanita-wanita lainnya. Ganjaran yang mereka peroleh berlipat dari wanita lainnya.15

Adapum asbabun nuzul dari ayat ini bahwa dijelaskan dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ummu Imarah al-Anshori (seorang muslimah) menghadap Rasul SAW dan berkata “Selalu kulihat segala sesuatu yang ada ini hanya untuk laki-laki saja dan tidak pernah disebutkan untuk wanita”..Maka turunlah ayat tersebut sebagai penegasan bahwa segala janji-janji Allah diperuntukkan bagi laki-laki dan wanita yang mukmin dan muslim.16

Ketika Allah SWT menjelaskan pahala bagi para istri rasullullah SAW dari hukuman mereka kalau mereka ditakdirkan tidak patuh, dan bahwa tidak seorangpun wanita yang dapat menandingi mereka maka Allah menjelaskan wanita-wanita selain mereka. Dan

15M. Quraish Shihab, Op.Cit., Vol. 11, h. 269

16 Qamaruddin Shaleh dan M.D Dahlan, Op.Cit., h. 397

(12)

ketika hukum yang berkenaan dengan mereka dan kaum laki-laki sama, maka Allah menjadikan hukum tersebut padu.17

Dalam Q.S. al-Ahzab ayat 35 ini terdapat kalimat yakni Wal hafidzina furujahum yang artinya dan laki-laki yang menjaga kemaluan mereka, maksudnya dari zina dan segala pengantarnya.

Kemudian disambung lagi dengan kalimat Wal hafidzoti wazzakirinallahu kasiroo wazzakirat yang artinya dan perempuan yang menjaga kehormatannya, dan laki-laki yang banyak menyebut Allah, maksudnya di sini yaitu pada mayoritas waktunya terutama pada waktu-waktu wirid khususnya (yang terikat keadaan, tempat, dan waktu) seperti dzikir siang dan malam, dzikir sesudah sholat, maka Allah telah menyediakan untuk mereka yang memiliki sifat terpuji dan budi pekerti yang indah di atas, yang berkisar kepada keyakinan amalan-amalan hati, perbuatan anggota badan, perkataan-perkataan lisan, dan mamfaat yang mengalir. Maka Allah SWT akan membalas amalan-amalan perbuatan mereka dengan pahala yang tidak terlihat dan tidak bisa diukur nilainya kecuali dengan apa yang tellah diberikan-Nya yang tidak bisa terlihat oleh pandangan mata, tidak bisa di dengar dengan pendengaran telinga dan tidak terlintas di dalam hati.

Kemudian Allah SWT juga memberikan ampunan terhadap dosa-dosa

17Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi, Op.Cit., h. 665-667

(13)

mereka, karena amalan-amalan tersebut mampu menghapuskan dosa- dosa mereka.18

Dengan demikian sangat berbahagialah orang-orang yang mampu memelihara kehormatan yang dimilikinya karena orang-orang yang mampu memelihara kehormatannya, Allah akan memberikan kepada mereka pahala yang berlimpah disertai dengan ampunan atas dosa-dosa yang telah mereka perbuat

c. Mendapatkan Surga Allah SWT

Firman Allah SWT Q.S. al-Mu’minun ayat 1-11 dan Q.S. al- Ma’arij ayat 19-35 sebagai berikut:









































































































































Artinya:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.

(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga

18Ibid.

(14)

kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya. (Q.S.al-Mu’minun/23:1-11).

Munasabah Q.S al-Mu’minun ayat 1-11 yakni sebelumnya dalam ayat surat al-Hajj ditutup dengan ajakan kepada orang-orang yang beriman dan perintah kepada mereka untuk melaksanakan tuntunan agama baik yang umum maupun yang khusus kemudian diakhiri dengan perintah sholat dan zakat serta berpegang teguh kepada tali Allah yang terulur dari langit. Dalam ayat ini dikemukakan dampak keimanan dan rincian dari sifat-sifat orang yang beriman.

Dapat dikatakan bahwa pada surat al-Hajj ayat 77 orang beriman diperintahkan untuk berbagai ibadah dengan harapan mendapatkan keberuntungan, namun pada ayat ini mengandung kepastian keberuntungan dari orang yang telah dirincikan sifat-sifatnya.19

Siapa saja yang memelihara sholat, menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak disukai oleh Allah SWT, menunaikan zakat dan memelihara kemaluan, maka mereka adalah orang-orang yang beruntung. Mereka akan mendapat surga-surga tertinggi dari Allah SWT.20

19M. Quraish Shihab, Op.Cit., Vol. 9, h. 145

20Syeikh Muhammad Ali As-Shabuni, Shafwatut Tafsir, (Jakarta: Darul Fikri, 2001), h.

543

(15)

Sebelum ayat ke 5 menyebutkan tentang penunaian zakat atau pengeluaran harta yang berfungsi antara lain yaitu penyucian harta dari kekotoran. Kini pada ayat ke 5 menyebutkan tentang penyucian diri manusia terutama yang disucikan adalah alat kelamin, karena perzinaan adalah puncak kebejatan moral serta perusakan generasi dan masyarakat. Orang yang akan memperoleh kebahagian adalah menyangkut kemaluan yaitu orang yang memelihara kemaluan, tidak mengalurkan kebutuhan biologisnya dengan hal dan cara-cara yang tidak dibenarkan dan direstui agama, kecuali terbatas melakukannya kepada pasangan dan budaknya tidaklah tercela selama ketentuan yang ditetapkan agama tidak mereka langgar misalnya mencampuri istri saat haid, atau mencampuri istri di tempat yang dilarang agama.barang siapa yang melampiaskan hawa nafsu selain yang disebutkan itu (moral dan agama), wajar untuk disiksa dan dicela.21

Tafsiran ayat 10 menjelaskan orang-orang yang mencirikan dari sifat-sifat tersebut adalah orang-orang yang akan mewarisi surga dari Allah SWT. Kemudian pada ayat 11 menyambung pengertian ayat sebelumnya yakni orang-orang yang akan mewarisi surga firdaus, yang merupakan tingkatan surga paling tinggih, berada di tengah, dan paling utama lantaran mereka terhiasi oleh sifat-sifat kebaikan pada tingkat paling tinggih. Kaum muslim pada umumnya dapat memasuki surga sesuai pada tingkatan amalannya. Mereka tidak beranjak dari

21Ibid., h. 45

(16)

tempat itu dan tidak pula berminat pindah mencari tempat ganti lantaran berisi kenilkmatan yang paling sempurna dan.terbaik lagi terlengkap tanpa ada yang membebani dan membuat susah.22

Hal senada juga terdapat dalam Q.S. al-Ma’arij: ayat19-35, sebagai berikut:



































































































































































































Artinya:

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir..Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. Kecuali orang- orang yang mengerjakan shalat. Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). Dan orang-orang yang mempercayai hari

22Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’adi, Op.Cit., h. 14

(17)

pembalasan. Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena Sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang- orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri- isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.

Dan orang-orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang- orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di syurga lagi dimuliakan. (Q.S. al-Ma’arij/70:19-35)

Munasabah ayat Q.S. al-Ma’arij ayat 19-35 yakni pada ayat sebelumnya menggambarkan berpalingnya manusia yang durhaka dari kebenaran. Dalam ayat ini menggambarkan sebab yang mengantarkan kepada keberpalingan tersebut.23

Thabathaba’i mengomentari ayat 19-21 adalah bahwa keinginan manusia meraih segala sesuatu yang merupakan potensi manusiawi yang dilekatkan Allah pada manusia, bukannya keinginan untuk meraih segala sesuatu baik atau buruk berguna atau tidak, tetapi keinginan meluap untuk meraih kebaikan dan manfaat. Bukan juga keinginan meluap untuk meraih kebaikan dan manfaat baik berkaitan dengan dirinya maupun orang lain melainkan apa yang dinilainya baik dan bermanfaat untuk dirinya.24

Pengecualian ini mengesankan bahwa sifat-sifat yang disebut sebelumnya adalah sifat-sifat buruk yang tidak disandang oleh orang- orang mukmin. Thabathaba’i memahaminya berhubungan dengan ayat

23M. Quraish Shihab, Op. Cit., Vol. 14, h. 441

24Ibid.

(18)

ayat sebelumnya secara lansung, hanya saja menegaskan bahwa pengecualian orang yang melaksanakan shalat dan lain lain bukan berarti mereka tidak dilengkapi dengan naluri itu, hanya saja mereka menggunakan sesuai dengan tuntutan Allah.

Setelah pada ayat 18 menyebut beberapa sifat yang berfungsi memelihara sekaligus menghiasi jiwa seseorang, kini pada ayat 19-35 di atas menyebut beberapa sifat yang intinya adalah menghindarkan keburukan. Ayat diatas menjanjikan surga dan memuji orang-orang itu.

Salah satu sifat terpuji tersebut yakni memelihara kehormatan maksudnya yakni secara mantap tidak menyalurkan kebutuhan biologis melalui hal dan cara yang tidak dibenarkan agama.25

Orang-orang yang memelihara kemaluannya, yakni, menjaganya dari hal-hal yang haram dan menghindarkan untuk meletakkannya tidak pada apa yang diizinkan oleh Allah. Oleh karena itu Allah SWT berfirman kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Penafsiran ayat ini telah diberikan di awal surah al-Mu’minun. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. Ayat 35 menjelaskan yakni, dimuliakan dengan berbagai macam kenikmatan dan kesenangan26

Dari beberapa ayat yang tersebar dalam beberapa surat di dalam al-Qur’an yang menjelaskan mengenai memelihaara

25Ibid.

26Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Terjemahan Tafsir Al-Maraghi. (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2000), h. 97-101

(19)

kehormatan, maka dapat dipahami bahwa orang-orang yang memelihara kehormatannya baik itu laki-laki dan perempuan akan mendapatkan beberapa keutamaan dari Allah SWT seperti mennyucikan jiwa dari kejelekan perbuatan maksiat, mendapatkan pahala dan ampunan, kemudian akan dimasukkan ke dalam surga Allah SWT.

3. Cara-Cara Memelihara Kehormatan Menurut Al-Qur’an

Adapun ayat al-Qur’an yang menjelaskan mengenai memelihara kehormatan dalam Q.S. al-Nuur ayat 30-31 sebagai berikut





























































































































































































Artinya:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:

"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara

(20)

kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman:

"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki.laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Q.S.

al-Nuur/24: 30-31)

Dari ayat di atas dapat dipahami beberapa cara untuk memelihara kehormatan tersebut adalah:

a. Menundukkan Pandangan

Di dalam Q.S. al-Nuur ayat 30 disebutkan:











30

….

Artinya:

”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:

Hendaklah mereka menahan pandanganya…... (Q.S. al- Nuur/24: 30)

Kemudian di dalam Q.S. al-Nuur ayat 31 juga disebutkan:











31

Artinya:

”Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya……. (Q.S. al-Nuur/24: 31)

(21)

Dalam Q,S. al-Nuur ayat 30 dan 31 tersebut menjelaskan mengemai menundukkan pandangan yang berarti tidak membukanya lebar-lebar untuk melihat segala sesuatu yang terlarang seperti aurat wanita dan kurang baik dilihat seperti tempat-tempat yang kemungkinan dapat melengahkan, tetapi tidak juga menutupnya sekali sehingga merepotkan mereka. Dan disamping itu hendaklah mereka memelihara secara utuh dan sempurna kemaluan mereka sehingga sama sekali tidak menggunakannya selain pada yang halal, tidak juga membiarkannya kelihatan kecuali kepada siapa yang boleh melihatnya, bahkan kalau dapat tidak menampakkannya walau terhadap istri-istri mereka. Arti yang demikian itu yakni menahan pandangan dan memelihara kemaluan adalah lebih baik dan terhormat bagi mereka karena dengan demikian mereka telah menutup rapat-rapat salah satu pintu kedurhakaan yang besar yakni perzinaan27.

Surat al-Nuur ayat 30-31 menggunakan kata (نم) min ketika berbicara tentang (راصبا) abshar pandangan dan tidak menggunakan kata min ketika berbicara tentang (جورف) furuj kemaluan . kata min itu dipahami dalam arti sebagian. Ini disebabkan karena agama memberi kelonggaran bagi mata dalam pandangannya. Anda ditolerir dalam pandangan pertama tidak dalam pandangan kedua.28

Melalui dua ayat dalam Q.S. al-Nuur tersebut, Allah SWT memerintahkan kaum mukminin untuk menundukkan pandangan dan

27M. Quraish Shihab, Op.Cit., Vol. 9, h. 323-324

28Ibid.

(22)

menjaga kehormatan agar tidak terjerumus kepada perbuatan haram.

Siapa saja yang menaati perintah Allah SWT untuk menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya, maka terpeliharalah kehormatan diri, kesucian hati dan kebersihan jiwanya.29

Dalam surat al-Mu’minun ayat 5 dikatakan dan orang-orang yang menjaga kemaluannya dari praktek perzinaan. termasuk bagian kesempurnaan pemeliharaan kemaluan adalah menjauhi perkara- perkara yang menuntun kepada perznaan. Misalnya memandang dan menyentuh yang bukan makhramnya, dan perbuatan lain yang serupa..Maka mereka telah memelihara kemaluan dari setiap orang.30

Dapat dipahami bahwa menundukkan pandangan merupakan salah satu cara yang dilakukan dalam memelihara kehormatan, karena dengan menundukkan pandangan akan menjaga jiwa dari segala yang akan membawa pada kemaksiatan berawal dari penglihatan mata.

b. Menyembunyikan Perhiasan

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman Q.S. al-Nuur ayat 31 disebutkan::















31

Artinya:

”Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak padanya….. (Q.S. al-Nuur/24: 31)

Kalimat Walayubdina dzilatahunna yang memiliki arti dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya. Hal ini maksudnya

29Qamaruddin Shaleh,, Op.Cit., h. 795

30Ibid., h. 12

(23)

yaitu pakaian yang indah, perhiasan-perhiasan, dan seluruh tubuhnya termasuk dalam pengertian perhiasan (zinah). Manakala baju luar harus dikenakan, maka Allah SWT berfirman “illa madzohara minha” yang artinya kecuali yang biasa nampak darinya. Hal ini memiliki maksud yakni pakaian yang biasa dipakai yang selama tidak memicu munculnya fitnah. Kemudian di sambung dengan kalimat Walayadribna bikhumurihinna ala juyubihinna yang artinya dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, maksudnya disini yang demikian itu agar lebih sempurna dalam menutupinya.31

Ini menunjukkan bahwa perhiasan-perhiasan yang haram untuk ditampakkan adalah mencakup seluruh tubuh wanita sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Kemudian Allah mengulangi lagi akan larangan menampakkan perhiasan mengecualikan sebagiannya.32 Melihatkan perhiasan-perhiasan di atas termasuk perbuatan haram, kecuali tanpa sengaja. Akan tetapi dalam ayat ini terdapat pengecualian yaitu bahwa wanita boleh memperlihatkan perhiasannya kepada suami, bapak termasuk kakek dari pihak ibu atau bapak, bapak dari pihak suami sampai kakek, anak suami (anak tiri) termasuk cucu hingga cicit, saudara seibu sebapak atau saudara seibu atau sebapak saja, anak-anak saudara (keponkan), sesama wanita muslimah, pelayan tua yang sudah

31Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi, Op.Cit., h. 119-120

32Ibid.

(24)

tidak bersyahwat atau karena penyakit, anak yang belum dapat membedakan aurat atau belum baligh33:

Dalam hal ini paman tidak termasuk golongan orang yang dikecualikan di atas. Namun di dalam syariat seorang paman tetap dianggap sebagai seorang mahram bagi keponakan wanita, karena dianggap sejajar dengan ayah bagi wanita tersebut. Makhram tersebut bertujuan agar dapat menjaga wanita tersebut saat berpergian dan terhindar dari fitnah.34

Dalam al-Qur’an Q.S. al-Nuur ayat 30-31 mengajarkan adab tata susila yang luhur terhadap kaum muslimah agar tidak menghentak- hentakkan kaki mereka dengan maksud memperlihatkan perhiasan mereka dan menarik perhatian laki-laki sehingga dapat menimbulkan fitnah. Perbuatan yang menimbulkan fitnah hendaknya dihindari, baik dalam cara berpakaian, berhias, atau nada suara.35

Dapat dipahami cara selanjutnya yang dapat dilakukan dalam memelihara kehormatan yakni dengan menyembunyikan perhiasan dari selain mahramnya. Bagi wanita muslim diperintahkan untuk menyembunyikan perhiasan yang dipakainya karena dengan menampakkan perhiasan sama saja mengumbarsalah satu hal yang akan menimbulkan syahwat orang lain..

c. Menutupi Dada dengan Kerudung

Di dalam Q.S. al-Nuur ayat 31 disebutkan :

33Qamaruddin Shaleh, Op.Cit, h. 801

34Ibid., h. 802

35Ibid., h. 800

(25)









31

Artinya:

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.... (Q.S. al-Nuur/24: 31)

Pada ayat 31 Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimah untuk menundukkan pandangan dan memelihra kemaluan serta menutupi perhiasan karena salah satu hiasan pokok wanita adalah dadanya maka ayat ini melanjutkan dan hendaklah mereka menutupi kain kerudung mereka ke dada mereka dan perintahkan juga wahai nabi bahwa janganlah menampakkan perhiasan yakni keindahan tubuh mereka kecuali kepada suami mereka karena memang salah satu tujuan perkawinan adalah menikmati hiasan itu.36

Dalam Q.S. al-Nuur ayat 31 dijelaskan bahwa umat Islam diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjaga kemaluannya agar terhindar dari perbuatan zina dan menampakkan auratnya. Al-Baidhawi berkata “Yang jelas hal tersebut (wajah dan kedua telapak tangan) adalah untuk sholat, wanita adalah aurat, dan tidak boleh dilihat selain oleh suami dan mahramnya kecuali dalam keadaan terpaksa seperti berobat, mengungkapkan kesaksian dan keadaan darurat lainnya.”37

Ulama tafsir berkata bahwa pada zaman jahiliyah (sebagaimana pada zaman jahiliyah modern sekarang ini), jika wanita lewat diantara kaum laki-laki dadanya terbuka, lehernya tampak, dan dua hastanya kelihatan. Kadang mereka menampakkan keelokan badannya dan

36M. Quraish Shihab, Op.Cit. Vol 9, h. 326

37Syeikh Muhammad Ali As-Shabuni, Op.Cit., h. 615

(26)

memperlihatkan rambutnya agar menarik laki-laki. Mereka menurunkan kerudung namun kebelakang, sehingga dadanya telanjang dan tampak.

Kemudian wanita muslimah diperintahkan untuk menurunkan kerudung mereka kedepan sehingga menutupi dadanya dan menolak perbuatan orang jahat. Perintah menjatuhkan kudung berarti menjatuhkan kerudung agar tidak ada lagi bagian leher dan dada yang tampak.38

Dapat dipahami dalam hal ini yakni cara selanjutnya yang dapat kita lakukan untuk memelihara kehormatan yakni dengan cara menutupi dada dengan kerudung, maksudnya dengan cara menjulurkan kain kerudung sehingga menutupi area dada secara keseluruhan. Dada merupakan salah satu perhiasan bagi seorang wanita untuk disembunyikan dengan cara menjulurkan kerudung ke dadanya.

d. Tidak Menghentakkan Kaki

Disebutkan dalam Q.S. al-Nuur ayat 31 sebagai berikut:

















 31

Artinya:

“Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan…… . (Q.S. al-Nuur: 31) Turunya surat al-Nuur ayat 31 berkenaan dengan peristiwa yang memerintahkan kepada kaum muslimah untuk menutup aurat mereka.

Dijelaskan dalam suatu riwayat seorang wanita membuat dua buah kantong dari perak yang diisi dengan batu-batu mutu manikin sebagai perhiasan kakinya. Apabila ia lalu dihadapan sekelompok orang ia akan

38Ibid., h. 616

(27)

memukul-mukulkan kakinya ke tanah sehingga kedua gelang kakinya beradu dan mengeluarkan suara.39

Kalimat “Walayadribna biarjuhihinna liyuklama mayukhfina min zinatihinna” memiliki arti dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.

Maksudnya janganlah mereka menghentakkan kaki mereka ke tanah agar perhiasan-perhiasan di kaki mereka bersuara semisal gelang kaki dan sejenisnya hingga perhiasan di kakinya diketahui sehingga menjadi media menuju fitnah.40

Dapat dipetik pelajaran dari ayat ini dan ayat-ayat yang lain yang serupa, kaidah sadd al-wasail (keharusan untuk menutup akses kepada kejelekan). Sesungguhnya perkara yang mubah, akan tetapi dapat menghantarkan kepada perkara yang haram atau ditakutkan akan terjadi perbuatan yang dilarang, maka perkara tersebut terlarang.

Menghentakkan kaki ke tanah pada asalnya boleh, namun lantaran ia menjadi jalan tersibaknya perhiasan, maka perbuatan tersebut dilarang.

Dapat dipahami adapun beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memelihara kehormatan yakni dengan menundukkan pandangan dari perbuatan maksiat, menyembunyikan perhiasan, menutup dada seorang wanita dengan kain kerudung, dan tidak menghentakkan kaki sehingga menimbulkan bunyi dari perhiasan yang disembunyikan yang akan menimbulkan fitnah.

39 Qamaruddin Shaleh dan M.D Dahlan, Op.Cit., Cet Ke-XVIII, h. 355

40Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’adi, Op.Cit., h. 121

(28)

B. Implikasi Memelihara Kehormatan dengan Pendidikan Akhlak 1. Akhlak Kepada Allah SWT

Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk terhadap Allah SWT. Sebagai makhluk kita harusl tunduk dan patuh, dalam artian harus beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah- Nya dan menghentikan segala larangan-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

Semuanya itu diamalkan dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT.

Adapun beberapa bentuk akhlak kepada Allah SWT yakni taqwa, cinta dan ridha, ikhlas, khauf (takut) dan raja’(harap), tawakal (menyerahkan diri kepada Allah), syukur, muraqabah (mengawasi), dan taubat.41

Dalam akhlak kepada Allah dijelaskan beberapa sifat orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dalam Q.S. al-Mu’minun ayat 1-11 sebagai berikut:













































































































41Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta:lembaga pengkajian dan Pengamalan Islam, 1999), h. 17-57

(29)



























Artinya:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya. Dan orang- orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna. Dan orang-orang yang menunaikan zakat. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri- isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi.

(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya. (Q.S.al-Mu’minun-23: 1-11).

Dalam Q.S. al-Mu’minun ayat 1-11 disebutkan beberapa sifat orang yang beriman kepada Allah SWT yakni khusyu' dalam sholat, menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, menunaikan zakat, menjaga kemaluan kecuali terhadap isteri-isteri atau budak yang dimiliki, memelihara amanat dan janjinya, memelihara sholat.

Itulah beberapa sifat yang telah dijelaskan Allah akan mendapatkan warisan yang sangat mulia dari-Nya yakni surga. Beberapa sifat orang yang akan mendapatkan surga dari Allah tidak luput dari ketaqwaan berlandaskan rasa ikhlas, khauf, dan raja’ hanya kepada-Nya. Manusia yang cinta kepada rabb-Nya akan menjalankan segala yang diperintahkan- Nya termasuk perintah untuk memelihara kehormatannya.

Manusia diingatkan akan sebuah ayat tentang Maryam dan putranya Isa dalam Q.S. al-Anbiya’ ayat 91, sebagai berikut:

(30)

























Artinya:

“Dan (ingatlah kisah) Maryam yang telah memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan ke dalam (tubuh)nya ruh dari Kami dan Kami jadikan Dia dan anaknya tanda (kekuasaan Allah) yang besar bagi semesta alam (Q.S. al-Anbiya’/21; 91)

Munasabah Q.S. al-Anbiya ayat 91 dengan ayat sebelumnya yakni setelah menyebutkan beberapa orang nabi, kini disusul dengan menyebutkan seseorang yang dalam hal ini bukan nabi ataupun rasul, tetapi memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Kisahnyapun harus menjadi pelajaran berharga oleh karena itu nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk mengingat kisah ini.42

Maryam seorang gadis yang baik budi bahasanya dan dididik keshalehannya yang diterima dari Zakariya, dari keturunan darah ibunya, itulah yang menjadi benteng yang teguh untuk menjaga keperawanannya.

Seorang anak gadis perawan yang suci dan sanggup membentengi kehormatannya tiba-tiba hamil tidak dengan bersuami dan seorang anak lahir kedunia dari perut seorang perawan suci dengan tidak ada ayahnya.Telah jadi kenyataan itu adalah suatu bukti, suatu pertanda dari Maha kekuasa Allah SWT dan Maha penciptaan Allah SWT bagi seluruh alam. Bukanlah perawan yang hamil tiada bersuami dan bukanlah anak

42M. Quraish Shihab, Op. Cit. Vol. 9, h. 111

(31)

yang lahir tersebut yang kita kagumi melainkan kembali kepada Zat yang Maha pencipta, Allah yang Maha Esa dan Maha kuasa.43

Dapat dipahami orang-orang yang menjalani segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan penuh keimanan dan ketaqwaan akan diwarisi Allah SWT dengan surga. Umat Islam diperintahkan untuk mengingat dan mengambil pelajaran dari kisah Maryam gadis yang sangat taat kepada Allah> Berlandaskan rasa cinta kepada Allah, ia selalu ikhlas beribadah kepada Allah dan senantiasa memelihara kehormatannya.

Orang-orang yang menjalani aturan Allah dengan rasa ikhlas, khauf, raja’, dan muruqabah akan mendapat surga-Nya.

2. Akhlak Terhadap Diri Sendiri

Setiap manusia memiliki tiga potensi rohani, akal (pikiran), jiwa (nafs), dan ruh. Ketiga potensi tersebut bila dikembangkan dapat membentuk akhlak mahmudah dan akhlak mazmumah. Tiga potensi itulah yang membentuk karakter atau akhlak setiap individu, baik akhlak terhadap dirinya maupun terhadap yang lainnya.

Adapun beberapa akhlak terhadap pribadi atau diri sendiri yakni siddiq (benar atau jujur), amanah (dapat dipercaya), istiqomah (teguh pendirian), iffah (menjauhka diri dalam menjaga kesucian tubuh), mujahadah (mengerahkan kemampuan), syaja’ah (berani), tawadhu (rendah hati)’, sabar, pemaaf, dan malu.44

Dalam Q.S. al-Nuur ayat 30-31 mengatakan sebagai berikut

43Hamka, Op.Cit.,Jilid 6, h. 80-81

44Yunahar Ilyas, Op.Cit., h. 81-140

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menunjukkan bahwa e-learning yang dikembangkan dengan Moodle melalui tiga tahapan, yaitu : pertama perencanaan, desain, dan pengembangan, kedua e- learning tersebut

Korelasi langsung diantara sifat-sifat geofisika (misal kecepatan Resistivitas) dan sifat-sifat geokimia (misal modulus deformasi) dapat dihubungkan dengan problem yang sama

PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN SUBTEMA 4 KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA MENGACU KURIKULUM SD 2013

TAP MPR yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bisa djabarkan melalui

Tujuan artikel ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan tingkat kemandirian daerah

Literasi keuangan sebagai pengetahuan perencanaan keuangan untuk mengelola keuangan dalam pengambilan keputusan keuangan (Chen dan Volpe, 1998) Mengelola keuangan

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan yang diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan