• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR SKRIPSI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA

STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH

AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

OLEH

SITI SUKRILAH

NIM: 11111144

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)

(2)
(3)

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA

STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH

AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

OLEH

SITI SUKRILAH

NIM: 11111144

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)

(4)

KEMENTERIAN AGAMA RI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721

Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id Mufiq, S.Ag., M.Phil.

DOSEN IAIN SALATIGA

Persetujuan Pembimbing

Lamp : 4 Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudari :SITI SUKRILAH

Kepada:

Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya

maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi mahasiswa:

Nama : SITI SUKRILAH

NIM : 111 11 144

Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)

Judul :KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM

KELUARGA STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU

KATSIR

Dengan ini kami mohon skripsi mahasiswa tersebut di atassupaya segera

(5)

1004 KEMENTERIAN AGAMA RI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721

Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

SKRIPSI

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH

AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR

DISUSUN OLEH SITI SUKRILAH NIM 111 11 144

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 September 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.

Susunan Panitia Penguji

Ketua Penguji : Dr. Agus Waluyo, M.Ag.

Sekretaris Penguji : Mufiq, S.Ag., M.Phil.

Penguji I : Imam Mas Arum, M.Pd.

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:

Nama : SITI SUKRILAH

NIM : 111 11 144

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan

hasil karya saya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau

temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah.

Salatiga, 29 Agustus 2015

Yang Menyatakan

(7)

MOTTO

(8)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis

persembahkan skripsi ini kepada:

1. Alm. Bapakku dan Ibundaku tercinta, Bapak Moh Daman Huri Alm. dan

Ibu Mir‟atun yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi kesuksesan putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan

dan nasihat dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan,

kebahagiaan, dan mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia

akhirat.

2. Kakak-kakakku tersayang, Mba Kholidatun, Mba Istiqlaliyah, Mba

Muttaqiyatun, Mba Siti, Mba Sol, Mba Hayati, Mas Muttaqin, Mas Najib,

Mas Mujib, Mas Syakir yang telah membantu membiayai sekolah dan

kuliahku, yang selalu memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi

dalam hidupku. Semoga sehat selalu, diberi keselamatan di dunia dan

akhirat kelak, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan

lindungan Allah Swt.

3. Bapak/Ibu guru dari RA, MI, MTs., MA, serta Bapak/Ibu dosen IAIN

Salatiga yang telah mengajar dan membimbingku hingga mengetahui

berbagai ilmu pengetahuan. Semoga selalu diberi kesehatan, keselamatan

serta keberkahan hidup oleh Allah SWT.

4. Sahabatku dari kecil hingga sekarang yang selalu memberikan motivasi

(9)

KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt.

Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga

tercurah kepada Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah

“KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS

QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Siti Rukhayati M.Ag. , selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).

4. Mufiq, S.Ag., M.Phil., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah

memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta

pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk

(10)

5. Drs. H. Moh. Saerozi, M.Ag., sebagai pembimbing sebelumnya yang telah

memberikan bantuan dan bimbingannya dengan ikhlas dan sabar

sertapengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis.

6. Dra. Ulfah Susilowati. M.Si. selaku Dosen pembimbing akademik yang telah

membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

7. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu

pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta

bantuan.

9. Sahabat-sahabatku Sulastri, Mila, Ani, Ana, Setya, Iis, Ma‟rifah,terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.

10. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI

kelas D.

11. Semua yang bekerja di Perpustakaan IAIN Salatiga dan Perpustakaan dan

Arsip Daerah Kota Salatiga atas pelayanannya yang sangat baik.

12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian

skripsi ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt.

Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta

mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Penulis sadar bahwa dalam

penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

(11)

memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal

„alamiin.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Salatiga, 29 Agustus 2015 Penulis,

(12)

ABSTRAK

Sukrilah, Siti. 2015. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Studi Analisis

Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 Dalam Tafsir Ibnu Katsir.Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil..

Kata Kunci: Konsep Pendidikan Tauhid, Keluarga

Pendidikan tauhiddalam keluarga merupakan dasar terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pendidikan tauhid dalam keluarga yang baik diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan ini akan menimbulkan adanya keteguhan iman umat muslim sepanjang hayat. Pendidikan tauhid dalam keluarga pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini semakin tidak mudah untuk diterapkan pada kenyataannya.Pendidikan tauhid yang pertama kali harus dimulai adalah dari sebuah keluarga. Salah satunya adalah melalui teladan, latihan, dan pembiasaan diriseperti dalam qur‟an surah al Baqarah ayat 132-133 yang terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir.

Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana biografi Ibnu Katsir. 2. Bagaimana konsep pendidikan Tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133. 3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir. 4. Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang.

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumetasi (documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Ibnu Katsir adalah seorang ahli

tafsir dan sejarah ternama. Ia juga seorang ahli fiqih dan ahli hadis. Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus dan wafat pada tahun 774 H di Damaskus. Salah satu karya ilmiah Ibnu Katsir yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah kitab Tafsîr al Qurân al „Azîmyang termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsirpada Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133. 2. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 merupakan proses membimbing manusia untuk tetap teguh kepercayaannya bahwa Allah Maha Esa dan hanya tunduk kepada-Nya sampai akhir hayat. 3. Sedangkan konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... .. vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... ..xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian... 7

F. Definisi Operasional ... 12

(14)

BAB II BIOGRAFI IBNU KATSIR ... 16

A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir ... 16

1. Riwayat Keluarga ... 16

2. Riwayat Pendidikan ... 17

3. Karya-karya Ibnu Katsir ... 19

4. Riwayat Pengabdian ... 21

B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir ... 22

1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir ... 22

2. Metode Tafsir Ibnu Katsir ... 24

3. Corak Tafsir Ibnu Katsir ... 24

4. Karakteristik ... 25

BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA ... 28

A. Pengertian ... 28

B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Al Qur‟an ... 32

C. Konsep Menurut Ibnu Katsir ... 37

BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA ... 46

A. Analisis Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 ... 46

(15)

BAB IV PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 64

C. Penutup ... 65

DAFTAR PUSTAKA

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Daftar Nilai SKK

Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya

juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang

dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk

secara khusus untuk memudahkan pencapaian yang lebih tinggi. Pendidikan

merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita

tertentu, maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan ialah memilih

arah atau tujuan yang ingin dicapai (Hasbullah, 2009: 10). Dengan begitu hal yang

paling utama adalah dalam rangka penghambaan diri terhadap Allah SWT dengan

waktu yang telah dianugerahkan kepada manusia selama masih hidup.

Prof. Dr. Kamal Hasan memberikan penjelasan pendidikan dalam

perspektif Islam, adalah suatu proses seumur hidup untuk mempersiapkan

seseorang agar dapat mengaktualisasikan peranannya sebagai khalifatullah di

muka bumi. Dengan kesiapan tersebut, diharapkan dapat memberikan sumbangan

sepenuhnya terhadap rekonstruksi dan pembangunan masyarakat dalam mencapai

kebahagiaan dunia dan akhirat (Kurniasih, 2010: 63).Hal itu dimulai dari lingkup

yang paling kecil yaitu sebuah keluarga tempat dimana seorang anak tinggal.

Orangtua memiliki kewajiban untuk membentuk generasi pengubah

peradaban.Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kreativitas

anak-anak dengan nilai-nilai spiritualitas.Berdasarkan ajaran Islam, tanggung jawab

(18)

jawab kedua orang tua (Kurniasih, 2010: 149). Tidak bisa orang tua menyalahkan

orang lain jikalau anak sedang terpengaruh oleh budaya luar yang tidak sesuai

dengan norma.

Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena

perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi.Keluarga telah kehilangan

fungsinya dalam pendidikan.Sebagian tanggung jawab keluarga beralih kepada

orang-orang yang menggeluti profesi tertentu, seperti halnya pabrik roti, benang,

tekstil dan lain-lain.Pabrik roti, benang, tekstil berperan sebagai sesuatu yang

dijadikan tumpuan bagi orang tua dalam memenuhi kebutuhan untuk keluarga

sehari-hari.Jika diamati, hal tersebut telah mengambil waktu dan tenaga yang

banyak dari setiap harinya sehingga waktu untuk keluarga adalah waktu untuk

istirahat.Kalaupun dapat dilakukan untuk keluarga masih kurang maksimal.Di

sinilah orang tua seharusnnya sadar bahwa anak-anak sekarang mengalami

kerugian yang besar.Karena kurangnya kebersamaan antara anak dengan orang

tua, sehingga anak kurang memiliki kedekatan emosional dengan mereka yang

menyebabkan anak kurang begitu peka terhadap mereka.Di sini keluarga memiliki

peranan yang besar dalam mendidik dan mempengaruhi anak-anak (Zurayk, 1994:

21). Dengan waktu-waktu yang telah dilalui, maka apa saja yang telah dilihat,

didengar, dan dirasakan anak merupakan suatu pembelajaran untuknya di masa

depan nanti. Banyak sekali orang tua tidak dapat lagi mendampingi serta medidik

anaknya karena waktu yang telah tersita oleh pekerjaan mereka untuk memenuhi

materi keluarga.

(19)

mempunyai sikap sosial yang baik, menjadi warga negara yang baik, disiapkan

untuk mengambil tempat yang tepat di dunia, untuk bekerja sama dengan orang

lain namun memiliki pandangan mandiri, untuk mematuhi aturan pendisiplinan

(Kane, 2004: 216). Pendidikan anak tergantung sejauh mana kerja sama antara

sekolah dan keluarga, guru dan orang tua (Zurayk, 1994: 23). Tidak hanya dilepas

begitu saja setelah diserahkan di dalam sebuah lembaga pendidikan, kemudian

dengan mudah mengkambing hitamkan lembaga pendidikan jika anak berbuat

sebuah penyelewengan.Akan tetapi tetap ada pantauan dan interaksi yang

mendukung untuk perkembangan pendidikan anak hingga kembali berkumpul

keluarga.

Untuk membentuk anak yang saleh, dibutuhkan pendidikan yang terarah

sebagaimana diajarkan Al-Qur‟an.Pendidikan agama, pendidikan budi pekerti dan pendidikan moral perlu ditanamkan sedini mungkin kepada anak sehingga

terbentuk karakter anak yang jelas menjadi dambaan orang tua, nusa, bangsa dan

agamanya (Marijan, 2012: 18). Gangguan pada pertumbuhan kepribadian

seseorang mungkin disebabkan pecahnya kehidupan keluarga batih (keluarga

yang terdiri dari: suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah)

secara fisik maupun mental (Soekanto; 23). Banyak dijumpai terbentuknya

keluarga yang kurang persiapan matang sebelumnya, sehingga banyak terjadi

masalah-masalah yang tidak bisa di atasi dan menimbulkan meluasnya masalah

hingga dampaknya sampai ke masyarakat.

Orang tua tidak bisa cuci tangan terhadap moral si anak.Telah menjadi

(20)

berkembangnya moral anak daripada seribu nasihat.Keteladanan yang diikuti

pembelajaran adalah dua perilaku yang menyatu, membangun bangunan kokoh

tak mudah untuk digoyahkan.Kokoh sekali (Marijan, 2012: 40).Berpedoman pada

Al Qur‟an mengenai kisah-kisah orang terdahulu yang berpegang teguh pada tali agama Allah layaknya dalam Surat Albaqarah ayat 132-133 terdapat nama-nama

seperti Ibrahim, Ismail dan Iskhak, Ya‟qub.

Bagi kaum muslimin, Ibrahim adalah manusia teladan dalam hal ketaatan

kepada Allah dan keteguhan menegakkan tauhid.Ia digambarkan oleh Alqur‟an sebagai manusia pilihan, kekasih Allah, saleh, siddik, muslim, hanif, dan lain

sebagainya. Tidak mengherankan bahwa institusi haji, korban dan khitan, yang

dimulai oleh Ibrahim, tetapi dihidupkan oleh Islam (IAIN Syarif Hidayatullah,

1992: 393).

Dalam Surat al Baqarah ayat 132-133 terdapat ajaran nilai pendidikan

anak yang pastinya memiliki cakupan dengan nilai-nilai pendidikan, penulis

tertarik mengetahui konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam ayat tersebut

melalui kajian pustaka atas Tafsir Ibnu Katsir.Berdasarkan latar belakang di atas,

maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul

skripsi “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA (STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR)”.

B. Rumusan Masalah

(21)

yang menjadi masalah pokok dalam bahasan ini adalah:

1. Bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir?

2. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132 dan 133?

3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu

Katsir?

4. Bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut

Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan

tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir.

2. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut

Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132 dan 133.

3. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga

menurut Tafsir Ibnu Katsir.

4. Untuk mengetahui bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam

keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang.

D.Kegunaan Penelitian

(22)

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat

berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya

dunia pendidikan Islam.

b. Dapat menambah khasanah teoritis tentang konsep pendidikan tauhid

dalam keluarga.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Penulis

Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan tauhid dalam

keluarga untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman sebagai seorang

pendidik.

b. Bagi Lembaga pendidikan

Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga

pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan

penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara

umum.

Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia

pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikanyang ada di Indonesia

sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada.

E.Metode Penelitian

(23)

Metode penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reseach) yang

difokuskan pada penelusuran dan penelaahan literature serta bahan pustaka

lainnya.

2. Sumber Data

a. Sumber primer

Kitab Tafsir Ibnu Katsir karya Imam Jalil Alkhafidz „Imaduddin Abi Fida‟ Ismail Ibnu Katsir Alqurasyiyyu Addimasyqy.

b. Sumber sekunder

Sumber data lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini

berupa buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang

menjadi pokok bahasan penelitian ini, antara lain: TerjemahTafsir Ibnu

Katsir, Alqur‟an dan terjemahannya DEPAG, Ulumul Qur‟an,

Ensiklopedi Tematis dunia Islam,Studi Ilmu Alqur‟an, Ensiklopedi Islam

Indonesia, Solusi Alqur‟an, dan buku-buku lain yang bersangkutan

dengan pembahasan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu langkah penelitian, diperlukan

prosedur sistematik, logis dan valid, baik secara langsung (primer) atau

tidak langsung (seconder) dan (tersier). Metode ini terkait dengan

keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan (process) riset secara

benar untuk menemukan kesimpulan, memperoleh jawaban (output) dan

sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi

(24)

Adapun tenik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam

penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang

menjadi sumber data primer dan sekunder yang relevan. Setelah data

terkumpul maka dilakukan penelaahan serta sistematis dalam

hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau

informasi untuk bahan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Menurut Miles & Huberman (1992: 16) bahwa analisis terdiri dari

tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

a. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan. Reduksi data berlangsung terus menerus

selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung.

Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data

merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga

kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Dengan “reduksi data” peneliti tidak perlu mengartikannya

sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan dalam

(25)

atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih

luas dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah data ke

dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini

tidak selalu bijaksana.

b. Penyajian Data

Menurut Miles & Huberman membatasi suatu “penyajian”

sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka

meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan

suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Semuanya

dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam

suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang

penulis yang merupakan juga penganalisis dapat melihat apa yang

sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang

benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut

saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin

berguna.

c. Menarik Kesimpulan

Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah

sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas

(26)

tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi

begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta

tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan

“kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang

lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji

kebenarannya (Huberman, 1992: 16-18).

Dalam penarikan kesimpulan penulis juga menggunakan metode

antara lain:

1) Pendekatan deduktif

Pendekatan deduktif yaitu penulisan kritik dan esai dengan

menetapkan ukuran yang benar-benar dipahami dan diyakini

secara objektif dan konsisten.Ukuran yang digunakan diantaranya

tentang kaidah moral, kaidah sosial, kaidah hukum, atau kaidah

ilmiah.Penulis harus netral, tidak boleh mengikuti emosi dan

kehendak sendiri.Penilaian harus diberikan secara jujur dan

objektif (Haryanta, 2012: 200).

Dengan pendekatan deduktif ini penulis menganalisis data

yang berupa berbagai interpretasi tafsir Surat Albaqarah ayat

132-133 baik dari sumber data primer maupun sekunder untuk

kemudian ditemukan kekhususan konsep pendidikan tauhid dalam

keluarga yang terkandung di dalam surat Albaqarah ayat 132-133.

(27)

Pendekatan induktif yaitu penulisan kritik dan esai dimana

penulis dapat langsung mengamati karya sastranya dan langsung

membuat kesimpulan berdasarkan penilaian dari sudut

pandangnya (Haryanta, 2012: 200-201).

Berangkat dari analisa konsep khusus pendidikan tauhid

dalam keluarga yang terkandung dalam surat Al Baqarah ayat

132-133, kemudian konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan

yang merupakan esensi dari konsep pendidikan yang terkandung

dalam surat Albaqarah ayat 132-133 secara umum.

3) Metode Tahlili

Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud

menjelaskan kandungan ayat-ayat al Qur‟an dari seluruh aspeknya, dimulai dengan menguraikan arti kosa kata yang diikuti

dengan penjelasan mengenai arti ayat secara global, kemudian

mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta

menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut dilanjutkan

dengan membahas asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat)

dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat, atau para

tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang

pendidikannya, dan sering pula bercampur baur

pembahasan-pembahasan dan lainnya yang dipandang dapat membantu

(28)

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahfahaman dengan maksud judul yang penulis

angkat, maka akan dijelaskan batasan masing-masing istilah dari judul

skripsi ini.

1. Konsep Pendidikan Tauhid

Konsep pendidikan tauhid terdiri dari tiga kata, yaitu konsep,pendidikan

dan tauhid.

a. Konsep yang penulis maksud seperti dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia dijelaskan bahwa, “Konsep yaitu: rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Pusat bahasa

Depdiknas, 2007: 588).

b. Kata pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapatkan

awalan “me” sehingga menjadi “mendidik” berarti memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya sebuah pengajaran, tuntunan dan

pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Kemudian

pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah

laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan (Islamuddin, 2012:

3).

c. Kata tauhid berasal dari bahasa Arab tawhîd yang berarti

mengesakan. Tauhid adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan

tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat

(29)

tauhid adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja lampau

wahhada yang merupakan derivasi dari akar kata wahdah yang

berarti keesaan, kesatuan, dan persatuan (Dewan Redaksi

Ensiklopedi, 1994: 90).

Berdasarkan beberapa istilah di atas, maka konsep pendidikan tauhid yang

dimaksud penulis adalah gambaran dari proses perubahan sikap dan tingkah

laku seseorang dalam mengetahui, mengenal dan mendekatkan diri kepada

Allah Yang Maha Esa.

2. Keluarga

Kata keluarga dalam arti sempit didasarkan pada hubungan darah yang

terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan

dalam arti luas, semua fihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai

clan atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil

dan nama keluarga atau marga (Ulfatmi, 2011: 20).

Maka, konsep pendidikan tauhid dalam keluarga adalah gambaran

mewujudkan suasana belajar untuk mengembangkan segala potensi secara

sadar disertai keyakinan bahwa selalu ada Allah yang Maha Esa dalam sebuah

kelompok dimana seseorang tinggal untuk bekal manusia dalam menjalani

sebuah kehidupan sebagai khalifatullah di bumi.

3. Surat Al Baqarah

Surat Al Baqarah adalah surat yang terpanjang dalam al Qur‟an yang turun di Madinah dalam masa tidak kurang dari sembilan tahun. Panjangnya masa

(30)

maupun kecenderungan, menjadikan surah ini mengandung 286 ayat yang

keseluruhannya terdiri dari dua setengah juz dari tiga puluh juz ayat-ayat al

Qur‟an.

Al Baqarah (seekor sapi) adalah namanya yang paling populer. Ini karena

dalam surah ini ada uraian tentang sapi yang diperintahkan Allah SWT kepada

Bani Israil (penganut agama Yahudi) untuk menyembelihnya dalam rangka

menampik tuduh menuduh antara mereka menyangkut pembunuhan yang tidak

dikenal siapa pelakunya.

Ia dinamai juga as sinâm yang berarti puncak, karena tiada lagi puncak

petunjuk setelah kitab suci ini. Juga az Zahrâ‟, yakni terang benderang, karena

kandungan surah ini menerangi jalan dengan benderang menuju kebahagiaan

dunia dan akhirat, serta menjadi penyebab bersinar terangnya wajah siapa yang

mengikuti petunjuk-petujuknya (Shihab, 2012: 11-12).

4. Tafsir Ibnu Katsir

Pada dasarnya, Tafsir Ibnu Katsir merupakan sebuah tafsir yang

pengarangnya bertumpu pada penjelasan sekadarnya yang hanya berguna bagi

ulama tertentu saja. Kemudian para ulama itu memperdalam topik-topik ayat

yang ditafsirkan selaras dengan minat mereka secara terinci dan luas.

Penjelasan sekadarnya itu dimaksudkan agar ulama memperdalam

pokok-pokok ilmu tafsir selaras dengan kompetensi naluri keilmuan dan

pemahamannya dalam membahas hal-hal yang kompleks menjadi sederhana

(31)

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan

mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut

susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis

dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai

berikut:

BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi: latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

metode penelitian, definisi operasional dan sistematika

penulisan.

BAB II : Berisi Biografi Ibnu Katsir, karya- karya Ibnu Katsir, dan

sistematika Tafsir Ibnu Katsir.

BAB III : Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang berisi

pengertian, konsep dalam Alqur‟an, dan konsep menurut Ibnu

Katsir.

BAB IV : Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga berisi

analisis atas Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132-133, dan Relevansi di kehidupan sekarang.

BAB V : Penutup menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

BAB II

BIOGRAFI IBNU KATSIR

(32)

1. Riwayat Keluarga

Ibnu Katsir adalah seorang ahli tafsir dan sejarah ternama. Nama lengkapnya

ialah Abu Fida, Imaduddin Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir Quraisyi

al-Basrawi ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan Ibnu Katsir(IAIN Syarif

Hidayatullah, 1992: 365).

Ibnu Katsir merupakan seorang ahli fiqih, ahli hadis, ahli sejarah, dan ahli

tafsir. Hafiz Ibnu Hajar berkata ”Ia adalah seorang ahli hadis dan fuqaha. Karangan-karangan Ibnu Katsir itu memenuhi negeri selagi ia masih hidup dan

dimanfaatkan setelah ia meninggal” (Quthan, 1995: 228).

Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk

wilayah Damaskus. Pada usia 3 tahun, kira-kira tahun 703 H, ayahnya wafat.

Sejak saat itu, Ibnu Katsir diasuh oleh kakaknya di Damaskus. Di kota inilah ia

pertama kali mengenyam pendidikan,(Ghofur, 2008: 105-106)yaitu pada masa

Dinasti Mamluk, dan yang berkuasa pada saat itu adalah Sultan an-Nashir Ibnu

Qalawun yang kemudian turun tahta pada tahun 1308 M, dan digantikan oleh

al-Malik al-Muzhaffar Baybars al-Jazhangir yang berpusat di Kairo (Jindan, 1999:

26).

Ibnu Katsir meninggal dunia tak lama setelah menulis kitab al-Ijtihâd fî

Talab al-Jihâd(Ghofur, 2008: 109).Ia wafat di Damaskus pada tahun 774

H(Thanthawi, 2013: 143). Ia dikebumikan di pemakaman sufi, tepat di samping

makam gurunya, Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 109).

(33)

Guru pertama yang membimbing Ibnu Katsir ialah Burhanuddin al-Fazari,

seorang ulama penganut mazhab Syafi‟i(Ghofur, 2008: 106). Pada saat itu, Imam

Syafi‟i dikenal sebagai salah seorang ahli teori dan sintesis hukum terbesar dalam

sejarah intelektual Islamsetelah wafatnya, karena Imam Syafi‟i diberkati memori

yang luar biasa dan intelektual yang tajam. Imam Syafi‟i mampu menyelaraskan metodologi hukum Abu Hanifah dan Malik dan menciptakan sebuah sintesis

hukum baru yang komprehensif dan original(Mojlum Khan, 2012: 141).

Selama bertahun-tahun Ibnu Katsir tinggal di Damaskus. Bersama kakaknya,

ia hidup sangat sederhana. Meski demikian, tekadnya untuk menuntut ilmu sangat

besar. Kecerdasan dan daya hafal yang kuat menjadi modal utama baginya untuk

mengkaji, memahami, dan menelaah berbagai disiplin ilmu. Misalnya, tafsir,

tarikh, hadis, fiqih, dan sejarah.

Walaupun dalam hukum fikih ia menyatakan diri sebagai pengikut aliran

Syafi‟i, namun hal itu tidak menghalanginya untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu keislaman dari tokoh Ibnu Taimiyah (661-738 H) walaupun sedikit ia

terpengaruh oleh jalan pemikiran tokoh tersebut. Oleh karena ia sangat dekat

dengan Ibnu Taimiyah dan menyayanginya. Ia pernah difitnah karena dekatnya

dengan gurunya tersebut(Ghofur, 2008: 106).Ibnu Taimiyah terjerat fitnah yang

menuduhnya sebagai ahli bid‟ah dan dituduh mengajarkan kepada masyarakat bahwa “Allah berada di atas singgasanaNya” itu dapat diterjemahkan dengan

Allah turun dari singgasana sebagaimana manusia turun dari tempat duduknya;

(34)

membela diri, namun para sufi terus mendiskreditkan dirinya dipimpin sufi yang

sangat berpengaruh pada kala itu, Syeikh Nashr al-Manjibi (Jindan,1999: 43).

Nama Ibnu Katsir mulai diperhitungkan di jagat intelektual Damaskus,

Suriyah, ketika terlibat dalam sebuah penelitian untuk menetapkan hukuman

terhadap seorang zindik yang didakwa menganut paham hulûl, yakni suatu paham

yang berkeyakinan bahwa Allah bersemayam dalam diri hamba. Penelitian itu

diprakarsai Gubernur Suriah, yakni Altunbuga an-Nasiri.

Walau reputasi akan sikap pribadi dan kecerdasan Ibnu Katsir mulai meroket,

namun ia tak cepat puas. Ia bermaksud mendalami ilmu hadis kepada Jamaluddin

al-Mizzi (Ghofur, 2008: 106) (654-742 H) seorang tokoh hadis terkenal di

Syam/Syiria (yang sekarang di kenal dengan Suriyah) ibu kotanya di Damaskus

yaitu pada zaman sebelum Islam adalah ibu kota Kerajaan Romawi Timur.

Damaskus merupakan kota lama yang dibangun kembali dalam zaman Daulah

Bani Umayyah dan dijadikan ibu kota negara sejak pemerintahan Muawiyah bin

Abi Sufyan, khalifah pertama Bani Umayyah (Amin, 2010: 288).

Buku-buku karya tokoh tersebut, sempat dibaca dan dipelajari Ibnu Katsir

langsung dari pengarangnya tersebut. Begitu tertarik Syeh al-Hafiz al-Mizzy

dengan sikap pribadi dan kecerdasan muridnya itu, sehingga pada akhirnya Ibnu

Katsir diambilnya menjadi menantu(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 365-366).

Di usia yang relatif muda, ia sanggup menghafal banyak matan, mengenali sanad,

memeriksa kualitas perawi, biografi tokoh, dan sejarah. Tak tanggung-tanggung ia

juga sempat mendengar hadis langsung dari ulama Hijaz serta memperoleh ijazah

(35)

sesuai dengan ilmunya. Ia juga berguru kepada Kamaluddin bin Qadi Syuhbah

dan Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 106).

Al-Badr al-Aini mengatakan bahwa Ibnu Katsir menjadi panutan ulama pada

masanya. Ia terkenal sebagai seorang yang amat tekun mendengarkan

kajian-kajian agama, kendatipun bukan dari ulama yang sealiran dengannya. Ia tekun

mengumpulkan hasil-hasil kajian, dan rajin mengajarkan dan merawikan hadis

yang didengarnya. Dalam sejarah tercatat, bahwa ia termasuk orang yang paling

banyak mengetahui hadis Rasulullah, fatwa sahabat dan ulama tabiin, disamping

pengetahuannya yang amat terinci dalam bidang sejarah.

Kitab Tafsir dan Tarikh yang terkenal itu adalah sebagai bukti dari pernyataan

tersebut. Dengan demikian, ia terkenal sebagai seorang yang berpandangan luas

dalam bidang tafsir dan sejarah. Ketelitiannya dalam ilmu pengetahuan tersebut

membuat ia amat populer di kalangan ulama. Dalam bidang hadis, seperti

dikatakan oleh seorang muridnya ahli sejarah Syihabuddin Ibnu Hijji, Ibnu Katsir

disamping banyak hafal teks-teks hadis, juga tahu membedakan hadis yang punya

cacat dan hadis yang sahih. Keahliannya itu dikenal di kalangan para gurunya.

3. Karya-karya Ibnu Katsir

Banyak karya-karya ilmiah yang diwariskan oleh Ibnu Katsir diantaranya

ialah Tafsîr al Qurân al „Azîm sebanyak sepuluh juz. Haji Khalifah dalam

kitabnya Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa bobot kitab tafsir tersebut terletak

pada penafsirannya yang didasarkan atas hadis Rasulullah dan al atsar (fatwa

(36)

Kitab-kitab lain karya ilmiahnya ialah kitab al Kâmil fî Ma‟rifat as Siqât

wa ad Du‟afâ‟ wa al Majâhil sebanyak lima juz dalam bidang penilaian terhadap

perawi hadis, kitab Syarh Sahîh al Bukhâri, tapi sayang kitab ini tidak sempat

diselesaikannya. Kemudian kitab al Ijtihâd fî Talb al Jihâd, kitab Manâqib al

Imâm asy Syâfi‟i(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).Selain itu, ia juga menulis

Fadâ‟il Al-Qurân yang berisi ringkasan sejarah Al-Qur‟an(Ghofur, 2008: 107). Sebagai ulama Hadis, selain Ibnu Katsir mengajarkan hadis, ia juga

menghasilkan beberapa kitab ilmu hadis diantaranya Jâmi‟ al-Masânîd wa

as-Sunan (sejumlah delapan jilid yang berisi nama-nama sahabat periwayat hadis),

al-Kutub as-Sittah, al Muhtasar (ringkasan Muqaddimah Ibnu Salâh) dan Adillah

at-Tanbîh lî „Ulûm al-Hadîs (lebih dikenal dengan nama al-Bâ‟is al-Hadîs).

Bidang ilmu sejarah juga dikuasai Ibnu Katsir.Ia menulis beberapa kitab

sejarah, antara lain, al-Bidâyah wa an-Nihâyah (sebanyak 14 jilid), al-Fusûl fî

Sîrah ar-Rasûl, dan Tabaqât asy-Syâfiiyyah. Dari jajaran kitab sejarah, al-Bidâyah

wa an-Nihâyah dianggap paling penting. Bahkan, kitab ini merupakan sumber

primer untuk menguak sejarah Dinasti Mamluk di Mesir.Ada dua penggalan

sejarah yang tertuang dalam buku tersebut, Pertama, sejarah kuno yang mencakup

sejarah penciptaan alam sehingga masa kenabian Rasulullah SAW.Kedua, sejarah

Islam mulai periode dakwah Nabi di Mekah hingga pertengahan abad ke-8 H.

Peristiwa penting yang berangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun

kejadian tersebut(Ghofur, 2008: 109).

Pengarang kitab Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa buku al Bidâyat wa an

(37)

terletak pada penyajian yang banyak didasarkan atas dalil-dalil al Qur‟an dan hadis, terutama dalam mengungkapkan kejadian alam, termasuk kejadian umat

manusia(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).

Di bidang fikih, kepakaran Ibnu Katsir juga tak diragukan. Bahkan oleh

penguasa tempo itu, ia kerap dimintai pendapat menyangkut pelbagai persoalan

kenegaraan dan kemasyarakatan. Umpamanya, dalam kasus pengesahan

keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 M, upaya rekonsiliasi

pascaperang saudara, peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361 M), dan seruan

Jihad (1368 M – 1369 M)(Ghofur, 2008: 109). 4. Riwayat Pengabdian

Tahun 1348 H, Ibnu Katsir menggantikan gurunya, Adz-Dzahabi, di Turba

Umm Salih (Lembaga Pendidikan). Selanjutnya ia diangkat menjadi kepala Dar

al-Hadis al-Asyrafiyah (Lembaga Pendidikan Hadis) setelah wafatnya Hakim

Taqiyyudin as-Subki tahun 1355 H(Ghofur, 2008: 106).

Tafsîr Ibnu Kasîr penulisannya dimulai setelah ia diangkat menjadi guru besar

oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid Umayyah, Damaskus, pada tahun 1366

M. Hingga saat ini Tafsîr Ibnu Kasîr masih menjadi bahan rujukan, karena

pengaruhnya begitu besar dalam bidang keagamaan(Ghofur, 2008: 107).

B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir

1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir

Tafsîr Al-Qur‟ân al-Karîm, terdiri dari 10 jilid. Kitab ini termasyhur

(38)

pada umumnya formatnya hampir sama, hanya saja dengan semakin majunya

teknologi naskah cetakan tafsir ini dicetak dengan semakin bagus. Bahkan

sekarang kitab ini telah banyak beredar dalam bentuk CD dan e-book

(elektronic book) dalam bentuk file dan umumnya berakhiran .pdf yang dapat

didownload atau dikirim langsung kedalam email (electronic mail) sehingga

dengan memanfaatkan teknologi komputer dan menggunakan jaringan internet

pengkajian dapat dilakukan secara relatif cepat dan akurat. Seperti bisa dilihat

di www.mukomukoshare.com/2015/01/tafsir-ibnu-katsir-30-juz-bahasaArab.

html.

Karya yang terkenal dengan Tafsîr Ibnu Katsîr ini telah diringkas oleh

seorang ahli tafsir Muhammad Ali as Sabuni berkebangsaan Siria, guru besar

pada Universitas Umm al Qura di Mekah. Ringkasan tersebut terdiri dari tiga juz, dicetak atas biaya seorang miliuner di Saudi Arabia, untuk diwakafkan

kepada umat Islam, tanpa diperjual belikan(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992:

366).

Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah itu dengan hadis-hadis yang

sanad-sanadnya itu sampai kepada Rasulullah SAW. Kata-kata tentang apa

yang diperlukan itu mudah dipahami dan sederhana dan sebagian kata-kata itu

menguatkan yang sebagian lagi. Dia menilai riwayat-riwayat itu, katanya ada

sebahagian yang dhaif dan ada pula yang sah(Quthan, 1995: 207).

Seperti contoh tentang riwayat yang dhoif:

Tentang israiliyat, Ibnu Katsir membolehkan mencantumkannya dalam

(39)

tidak bertentangan dengan syariat dan ini digunakan hanya untuk istidlal atau

bukti penafsiran pada surah al Baqarah ayat 67. Dalam penafsiran dari ayat ini,

dapat ditemukan satu cerita aneh dan panjang yang menceritakan tentang

laki-laki dari Bani Israil (Anonim. 31 Desember2012. Telaah Tafsir Alqur‟an al Adzim Karya Ibnu Katsir.

http://hijausegarsaja.blogspot.com/2012/12/telaah-tafsir-al-quran-al-adzim-karya.html. Diakses pada tanggal 23 Juni 2015).

Sedangkan riwayat yang sah seperti halnya dalam surat al Baqarah ayat

133 yaitu:

ٍثَّلاَع ُدَلاْوَأ ِءاَُِبْوَلأْا ُرَشْعَم ُهْحَو(

).ٌدِحاَو اَىُىَِْد

Kami para nabi adalah anak-anak yang berlainan ibu, sedang agama

kami adalah satu” (Bukhari, Muslim dan abu Dawud) (Ghoffar, 2004: 279).

Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir berdasarkan sistematika tertib

susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf al-Quran yang lazim disebut

sebagai sistematika tertib mushafi. Secara rinci kandungan dan urutan tafsir

yang terdiri dari empat jilid ini ialah jilid 1 berisi tafsir surah al-Fatihah (1) s/d

an-Nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-Maidah (5) s/d an-Nahl (16), jilid III

berisi tafsir surah al-Isra‟ (17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi surah as-Saffat (37) s/d an-Nas (114)(Anonim. 17 April 2012. Metode Tafsir Ibnu

Katsir dalam Tafsirnya.

http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-ibnu-katsir-dalam -tafsirnya.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015).

2. Metode Tafsir Ibnu Katsir

(40)

mufassir dalam membahas al-Qur‟an ayat demi ayat sesuai dengan rangkaiannya yang tersusun di dalam al Qur‟an (Kuswaya, 2009: 54).

Dalam menulis tafsir, Ibnu Katsir merumuskan metode sendiri. Ia

menafsirkan [ayat] Al-Qur‟an [yang lain]. Bila tidak didapatkan, maka mengacu kepada hadis. Jika tidak ada, maka merujuk pendapat para sahabat.

Apabila langkah ketiga juga menemui sandungan, pendapat tabiin merupakan

pijakan (Ghofur, 2008: 107).

Di sana-sini secara kritis dibedakan antara berita yang benar dan berita

yang dinilai tidak benar. Dalam sejarah periode sesudah hijrah Rasulullah ke

Madinah disusun berdasarkan urutan tahun, sampai ke akhir masa hidup

pengarangnya (IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).

3. Corak Tafsir Ibnu Katsir

Tafsir Ibnu Katsir yaitu tafsir yang terkenal dengan tulisan ma‟tsur/tafsir

bi al-riwayah. Karena pengarang selalu memperhatikan riwayat dari ahli-ahli

tafsir salaf. Ia meriwayatkan hadis dan atsar dengan disandarkan kepada yang

mengatakan, namun ia membicarakan pula tentang kerajihan hadis dan atsar

itu serta menolak hadis yang munkar atau yang tidak shahih. Itulah sebabnya

tafsir ini tergolong tafsir ma‟tsur yang baik.

Adapun cara Ibnu Katsir dalam menafsirkan al Qur‟an; pertama-tama dengan menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkannya dengan redaksi yang

mudah serta ringan dan menyertainya dengan dalil-dalil dari ayat yang lain,

lalu membandingkan ayat-ayat tersebut sehingga arti dan maksudnya menjadi

(41)

bisa diperincikan. Apabila menemui kesulitan dalam melakukan hal itu maka

menafsirkan dengan sunah (Ash-Shabuuniy, 1991: 314-315) atau hadis-hadis

marfu‟ yang bersangkut dengan ayat dan menerangkan apa-apa yang

diperlukan. Keduanya itu diberikutkan kepada atsar sahabat dan perkataan

Tabi‟in. Sudah itu kepada Ulama Salaf(Quthan, 1995: 228). 4. Karakteristik

Para ulama tafsir yang menafsirkan Al Qur‟an menurut tarikat kebanyakan Salaf, yang datang sesudah terkumpul riwayat dan menerima kekayaan riwayat

yang ditinggalkan sahabat dan tabi‟in terbagi menjadi dua: yang dipelopori

oleh Ibnu Jarir At Thabary dan oleh Ibnu Katsir. Ibnu Katsir termasuk

golongan yang bersungguh-sungguh memperhatikan riwayat dan mempelajari

sanad-sanadnya.

Ibnu Katsir lebih teliti dalam memperhatikan sanad.Karenanya, beliau

menolak segala riwayat-riwayat Ibnu Jarir mengenai kisah Zaid dan

Zainab.Sedangkan Ibnu Jarir At Thabary termasuk golongan yang memilih

Atsar dari himpunan-himpunan itu, mana yang dipandang lebih munasabah

bagi al-Qur‟an dan mana yang lebih dekat kepada lughah dan mana yang sesuai dengan yang Ma‟tsur dari Nabi dan mudah diketahui dari

agama.Golongan ini tiada terlalu memperhatikan nilai matan.Dalam pada itu

dapat juga riwayat-riwayat itu dimasuki oleh Israiliyat dan hadis maudlu‟

(Ash-Shiddieqy, 1980: 242-243).

Keistimewaan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya itu seringkali dia

(42)

dia menyebutkan kata-kata Ulama dalam hukum-hukum yang berkenaan

dengan fikhi.Dan mendiskusikan mazhab-mazhab mereka dan kadang-kadang

menunjukkannya (Quthan, 1995: 207).

Disamping itu, ada beberapa hal yang menyebabkan kelemahan dari

Tafsir bi al-Ma‟tsûr tersebut, yaitu:

a) Banyaknya riwayat yang disiapkan musuh Islam, seperti orang zindik, baik

dari Yahudi maupun Nasrani.

b) Bercampur baurnya riwayat yang shahih, juga banyaknya perkataan yang

di bangsakan kepada sahabat dan tabi‟in tanpa seleksi, sehingga tercampurlah yang hak dan yang batil.

c) Adanya riwayat-riwayat israiliyat yang mengandung dongeng dan hal itu

tidak dapat dibenarkan (Al Munawar, 2003: 79).

Kata Israiliyat adalah bentuk jamak dari kata israiliyah.Menurut para

peneliti, israiliyyah berarti sebuah cerita atau peristiwa yang dinukil dari

sumber israiliy.Israiliy adalah segala yang berkaitan dengan Israil dan Israil itu

sendiri adalah julukan bagi Nabi Ya‟qub as.Yang dimaksud dengan Bani Israil

adalah kaum Yahudi anak keturunan Ya‟qub dengan demikian, lafal israiliyat digunakan untuk menunjukkan cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang dinukil

dan diambil dari sumber-sumber Yahudi. Kata Israiliyat, secara berangsur

menemukan arti yang lebih luas lagi, yang dalam istilah para mufasir juga

digunakan untuk menunjukkan setiap hikayat dan cerita fiktif yang disadur dari

sumber-sumber agama Yahudi dan Nasrani atau setiap sumber terdahulu.

(43)

sehingga kata israiliyat digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang

tidak berdasar dari musuh-musuh Islam, baik Yahudi maupun yang lain, yang

tersusup dalam sumber-sumber hadis dan tafsir (kaum muslim). Dengan

demikian, penggunaan kata israiliyat untuk hal-hal yang memiliki warna

Yahudi, merupakan penggunaan secara mayoritas (taghlib) karena memang

kebanyakan dari hal-hal yang batil dan bersifat khurafat yang tersebar di

tengah masyarakat (Islam) dengan sebutan israiliyat, berasal dari

sumber-sumber Yahudi, sementara kaum Yahudi sesuai dengan penegasan al Qur‟an

adalah orang-orang yang paling memusuhi mukminin (Ma‟arif, 2012: 131). Seperti hadis:

ٍءاَىْبأ ِتَعْبَس ًَلِاتَّىَجلا ُلُخْدَََلااَوِّسلاُدَلَو

Anak zina tidak masuk ke surga hingga tujuh turunan

Hadis tersebut menyalahi firman:

يرْخُأَرْزِو ٌةَرِزاَوُرِسَتَلاَو

Dan tiada seseorang yang bersalah memikul kesalahan orang lain” (QS.

(44)

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA

A. Pengertian

Menurut Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan yang dimaksud dengan

konsep yaitu gambaran mental dari objek, proses atau segala sesuatu yang

berada di luar bahasa dan yang digunakan akal budi untuk memahami

sesuatu (Haryanta, 2012: 135).

Sedangkan pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia

berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak

hal ketika membicarakan pendidikan. Aspek-aspek yang biasanya paling

dipertimbangkan antara lain: penyadaran, pecerahan, pemberdayaan, dan

perubahan perilaku (Soyomukti, 2010: 27).

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan bagi

pertumbuhan anak-anak. Artinya pendidikan menurut segala kekuatan

kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia

sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan

kebahagiaan setinggi-tingginya.

Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

tercantum pengertian pendidikan: bahwa pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga

(45)

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara (Suwarno, 2006: 21-22).

Kata tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suatu kepercayaan yang

menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan, memberi

hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyah).

Sebagai konsekuwensinya, maka hanya Tuhan itulah yang satu-satunya

yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongannya, serta yang

harus ditakuti (Tauhid Uluhiyah). Bahwa Tuhan itu Zat yang luhur dari

segala-galanya, Hakim Yang Maha Tinggi, Yang tiada terbatas, Yang

Kekal, Yang tiada berubah-ubah. Yang tiada kesamaannya sedikit pun di

alam ini, sumber segala kebaikan dan kebenaran, Yang Maha Adil dan

Suci. Tuhan itu bernama Allah SWT (Subhanahu Wa Ta‟ala= Maha Suci Dia dan Maha Tinggi). Lawan tauhid adalah syirik, yaitu

mempersekutukan Tuhan. Suatu kepercayaan tentangadanya lagi Tuhan

selain Allah SWT (Razak, 1996: 39). Untuk sekarang ini banyak teknologi

canggih dan uang yang dijadikan sebagai sesuatu yang serba guna dan

sebagai sesuatu yang tiada batas dalam melakukan sesuatu, sehingga

disadari atau tidak telah mengalihkan perhatian dan waktunya dalam

mengingat serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tauhid dapat membebaskan manusia dari seribu satu macam

belenggu-belenggu kejahatan duniawi. Tauhid membebaskan manusia dari

(46)

maupun oleh hawa nafsu dan harta benda. Karena tauhid, manusia hanya

akan menghambakan diri kepada Allah semata (Razak, 1996: 43).

Adapun kata keluarga memiliki beberapa pengertian di antaranya yaitu:

1. Sekelompok orang yang berketurunan dari nenek moyang yang sama

(Komaruddin, 1987: 98).

2. kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan.

Kelompok tersebut terbagi atas:

a. keluarga nuklir (Orang-orang yang termasuk keluarga ialah ibu,

bapak dan anak-anaknya)

b. keluarga luas (mencakup semua orang yang berketurunan

daripada kakek nenek yang sama, termasuk keturunan

masing-masing istri dan suami)

c. keluarga prokreasi (keluarga dimana individu itu merupakan

orang tua)

d. keluarga orientasi (keluarga dimana individu itu merupakan salah

keturunan. Dalam arti kata kiasan, istilah keluarga juga digunakan

untuk segolongan orang yang hidup bersama dan ada

ikatan-ikatan jiwa bersama; atau segolongan orang yang hidup dalam

suatu rumah besar/ rumah keluarga)

e. keluarga batin/ nuclear family (kelompok kekerabatan terdiri dari

ayah, ibu dan anak-anak yang belum memisahkan diri sebagai

(47)

f. keluarga luas/ extended family (kelompok kekerabatan yang

terdiri dari tiga anak empat keluarga batin yang terikat oleh

hubungan orang tua anak atau saudara-saudara kandung dan oleh

satu tempat tinggal bersama yang besar) (Saddily, 1973:

645-646).

Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan

pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan

menyenangkan, maka anak akan tumbuh baik pula. Jika tidak, maka akan

terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Pertumbuhan iman terhadap

anak dimulai dari sejak awal pembentukan keluarga, karena itu hanya dari

calon ayah dan ibu yang saleh akan tumbuh jiwa keberagamaan anak.

Perkembangan akidah, kecerdasan, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan

kemasyarakatan anak, berjalan serentak dan seimbang. Kebiasaan

penerapan nilai-nilai agama dalam keluarga akan berpengaruh dalam

pembentukan pribadi anak (Ulfatmi, 2011: 121).

Sejalan dengan hal itu, maka sebagai wadah dimana pendidikan

dilaksanakan, rumah tangga atau keluarga – meminjam pemetaan yang dirumuskan WHO - berfungsi dalam tiga hal penting:

1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan

dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang

dimiliki.

2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang

(48)

3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya

(Ulfatmi, 2011: 27).

Orang tua merupakan figur sentral bagi terlaksananya proses

pendidikan. Mereka adalah pengelola sistem terkecil dari masyarakat

itu.Oleh karena itu secara operasional pendidikan anak yang

berlangsung dalam keluarga, masyarakat dan sekolah merupakan

tanggung jawab utama orang tua, tidak bisa dilepaskan begitu saja

kepada guru di sekolah.Dibebankannya pendidikan di pundak orang tua

oleh karena – pada umumnya – mereka dibekali naluri membina dan mendidik anak karena itu pendidikan dari orang tua sering disebut

pendidikan alami atau pendidikan kodrat.Kewajiban itu dapat

dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang

mencintai anaknya.Ini merupakan sifat manusia yang dibawa sejak

lahir.Manusia diciptakan mempunyai sifat mencintai anaknya (Ulfatmi,

2011: 61).

B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Islam Menurut Surat Al Baqarah

Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang sangat

penting dalam kehidupan umat manusia yang harus ditempuh bahkan

merupakan sebuah kewajiban.

Orang pertama yang bertanggug jawab terhadap keluarga adalah

orang tua (ayah dan ibu). Dari kedua orang inilah pendidikan harus

dimulai. Keberhasilan tingkat paling awal ini akan membawa kepada

(49)

Fungsi yang paling penting dalam kehidupan keluarga adalah

fungsi pendidikannya. Artinya, keluarga merupakan lembaga pendidikan

yang apabila berfungsi dengan baik akan mewarnai fungsi-fungsi lainnya

dalam kehidupan keluarga. Dan dalam prakteknya, hampir dalam setiap

fungsi keluarga selalu ada muatan pendidikannya. Contoh, dalam fungsi

ekonomi misalnya, selalu ada norma-norma ekonomi yang harus

diajarkan kepada anak, bagaimana agar anak bersikap hidup hemat,

bagaimana agar ia rajin menabung, dan seterusnya.

Yang menjadi penekanan dalam al-Baqarah ayat 132-133 adalah

pendidikan mengesakan Allah. Atau sering disebut dengan tauhid. Dari

dasar ayat inilah kemudian lahir konsep ilmu yang kewajiban mencarinya

bersifat „ainy dan kifayah. Yakni agama dan umum, yang sebenarnya

merupakan satu kesatuan dimana keduanya bersumber dari Allah SWT

(Gojali, 2004: 164-165).

Allah berfirman:

َّلاِإ َّنُتوَُتَ َلاَف َنيِّدلا ُمُكَل ىَفَطْصا َللها َّنِإ َِّنَِباَي َبوُقْعَ يَو ِويِنَب ُميِىاَرْ بِإآَِبِ ىَّصَوَو

َنوُمِلْسُّم مُتنَأَو

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‟kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”(DEPAG, 1993: 34).

Pada Q.S al-Baqarah ayat 132 di atas ada kata al-dîn dan

(50)

ketundukan dan kerendahan hati, sehingga kata tersebut dapat berarti taat

dan tunduk. Kata al-dîn jika dihubungkan dengan al-islâm berarti

beribadah kepada Tuhan, atau taat dan tunduk kepada syariat-Nya. Kata

dâna – yadînu – daynan berarti meminjam atau hutang.

Kata al-dîn diartikan dengan agama dan daynan berarti meminjam

atau berhutang, kesemuanya menggambarkan hubungan dua belah pihak.

Pihak pertama mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding pihak

kedua. Tuhan yang menurunkan agama dengan manusia yang menaati

ajaran agama menunjukkan bahwa Tuhan, sebagai pihak pertama, lebih

tinggi dari manusia, sebagai pihak yang kedua.

Pengertian Islam dalam kata al-muslimûn menurut al Marâghî

adalah agama islam, sebagaimana penjelasannya, Allah memilih Ibrahim

karena seruannya terhadap ajaran Islam setelah melihat tanda-tanda yang

menunjukkan keesaan Allah. Memang banyak agama yang dikenal oleh

manusia, tetapi yang ini, yakni intinya adalah penyerahan diri secara

mutlak kepada Allah, dan amal salehnya serta tidak syirik/

mempersekutukan Allah (Budihardjo, 2009: 163-164).

Menurut Al Qur‟an, Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau

Kristen, melainkan seorang yang hanif dan muslim. Perkataan hanif

menunjukkan kepada yang murni, suci, dan benar dengan titik inti

pandangan Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid, sedangkan perkataan

muslim menunjukkan kepada pengertian sikap tunduk (dîn) dan pasrah

(51)

segalanya ialah tunduk dan pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa

(islâm). Kedua pengertian itu merupakan hakikat kemanusiaan yang paling

asasi dan abadi (perennial), sebagai lanjutan atau konsekuensi adanya

perjanjian primordial antara manusia dan Tuhan untuk menghamba

kepada-Nya dan berbuat kebaikan yang akan menghantarkan kepada

Penciptanya itu(Taufik Abdullah, 2002: 185).

Allah berfirman:

اوُلاَق يِدْعَ ب نِم َنوُدُبْعَ ت اَم ِويِنَبِل َلاَق ْذِإ َتْوَمْلا َبوُقْعَ ي َرَضَح ْذِإ َءآَدَهُش ْمُتنك ُ ْمَأ

َ ن

ُوَل ُنَْنََو اًدِحاَو ًاىَلاِإ َقاَحْسِإَو َليِعاَْسِْإَو َميِىاَرْ بِإ َكِئآَباَء َوَلِإَو َكََلَِإ ُدُبْع

َنوُمِلْسُم

Adakah kamu hadir ketika Ya‟qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah

sepeninggalku”. Mereka menjawab. “Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyang-mu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”(DEPAG, 1993: 34).

Sedangkan pada ungkapan

ادحاو اهلإ

(yaitu Ilah Yang Maha Esa)

dalam Q.S al-Baqarah ayat 133, berbicara tentang tauhid (keesaan Allah).

Pengertian Esa adalah merupakan pusat bagi seluruh sifat-sifat Allah yang

wajib dimiliki-Nya. Esa berarti Esa zat-Nya, Esa perbuatan-Nya, Esa

kemauan-Nya, Esa Kekuasaan-Nya dan sifat-sifatNya yang lain.

Jadi, tak satupun yang menyamaiNya. Dia adalah al-Kholiq

(52)

Perkataan Esa tidak sama (artinya) dengan perkataan satu. Satu itu

merupakan (kata) bilangan atau angka.

Sedangkan angka itu fungsinya bisa dipecah, bisa di jumlah, dan

dikalikan maupun dibagi. Jadi, satu itu bisa dibagi atau dipecah menjadi

setengah, sepertiga, seperempat, enam, dan seterusnya.

Tetapi, Esa tidak seperti satu yang bisa ditambah, dikurangi,

dikalikan, dan dibagi, sehingga mengakibatkan macam-macam bagian dan

jenis maupun sifat. Karena itu (arti) kata Esa, sekaligus menolak

kepercayaan, faham, pengertian dan pendapat tentang adanya kekuatan

selain Allah. Juga, Allah itu sangat tidak bisa dikata terdiri dari beberapa

oknum; dua oknum, tiga oknum dan oknum seterusnya.

Tidak juga bisa dikatakan Tuhan pertama, tuhan kedua dan

seterusnya. Atau Tuhan Muda, setengah tua dan Tuhan tua. Begitu juga

tidakada Tuhan anak,Tuhan bapak, dan kemudian butuh Tuhan ibu dan

Tuhan nenek dan seterusnya. Hal itu amat mustahil (Falih dan Yusuf,

1973: 19).

Surat al Baqarah berisi wasiat berpegang teguh pada agama Islam

dan mengesakan Allah SWT mengingatkan kepada setiap orang tua

(terutama bapak) akan kewajibannya memberikan pendidikan tauhid

kepada anaknya. Seperti nasehat Ibrahim dan Ya‟qub kepada anaknya

yaitu adanya larangan untuk meninggalkan agama Islam sampai akhir

hayat nanti dan selalu taat dan tunduk atas apa yang difirmankan oleh

(53)

hal ini merupakan isyarat bahwa nasehat harus bersifat menyeluruh pada

setiap aspek keislaman, mulai dari masalah keimanan, dakwah,

aturan-aturan, hukum, keutamaan-keutamaan, sampai pada masalah adab dan tata

krama yang termasuk dalam pendidikan tauhid tersebut.

C. Konsep Menurut Ibnu Katsir

Bila melihat dalam al Qur‟an banyak ide atau gagasan kegiatan

atau usaha pendidikan, salah satunya dapat dilihat dalam surat al Baqarah

ayat 132-133. Dalam al Qur‟an surat al Baqarah tidak menjelaskan banyak tentang kehidupan Ibrahim dan keturunannya hanya dijelaskan tentang

wasiatnya kepada anak-anaknya yang merupakan konsep pendidikan

tauhid dalam keluarga untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana Allah telah menjadikan Ibrahim dan keturunannya

sebagai contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada

anak-anaknya dan contoh tersebut dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi

Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umatnya.

Seperti yang telah dicontohkan oleh Ibrahim dan Ya‟qub dalam surat al Baqarah ayat 132-133 bahwa selain ibu, pengaruh ayah terhadap

anaknya sangat besar pula. Dimata anaknya ia seorang tertinggi gengsinya

dan terpandai diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu

melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan

anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang

agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan

Referensi

Dokumen terkait

dan ia berupa Rahmat Allah yang terbesar untuk umat manusia dalam ayat-ayat permulaan ini Allah SWT menyuruh Nabi Muhammad SAW supaya suka membaca dan memperhatikan ayat

Merujuk pada apa yang dijelaskan dalam surat al-baqarah ayat 168 dan surat al- A‟raf ayat 31, ada dua hal yang harus dipenuhi oleh konsumen agar konsumsi yang diterima

Dan yang paling utama adalah bahwa penulis lebih memfokuskan pembahasan pada pesan yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 233, tentang pendidikan anak.. Dalam penelitian

7 Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 al-Baqarah 253 s.d.. Allah tidak dapat memberi syafa‟at. “Yakni, mereka tidak kuasa

Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang memberikan penjelasan tentang tauhid (meng-esa-kan) Allah. Salah satu dari ayat tersebut adalah surah al-Baqarah: 255 atau dikenal

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa tujuan pendidikan Islam menurut Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247 dan surat Al Munafiqun ayat 4 adalah manusia

Dalam Al- Qur‟an Surah Al -Baqarah ayat 247 dijelaskan bahwa untuk menjadi pendidikan profesional harus mempunyai beberapa karakteristik yang pertama adalah dia mempunyai

Peran ayah dalam pendidikan anak prespektif Al-Qur’an telaah surah Al-Baqarah ayat 132,133 surah Hud ayat 42, 43 surah Al-Qashash ayat 26,27 surah Luqman ayat 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19