KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
SITI SUKRILAH
NIM: 11111144
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
OLEH
SITI SUKRILAH
NIM: 11111144
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
KEMENTERIAN AGAMA RI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id Mufiq, S.Ag., M.Phil.
DOSEN IAIN SALATIGA
Persetujuan Pembimbing
Lamp : 4 Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudari :SITI SUKRILAH
Kepada:
Yth. Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya
maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi mahasiswa:
Nama : SITI SUKRILAH
NIM : 111 11 144
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul :KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM
KELUARGA STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU
KATSIR
Dengan ini kami mohon skripsi mahasiswa tersebut di atassupaya segera
1004 KEMENTERIAN AGAMA RI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN(FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 salatiga 50721
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id
SKRIPSI
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS QUR’AN SURAT AL BAQARAH
AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR
DISUSUN OLEH SITI SUKRILAH NIM 111 11 144
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 22 September 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. Agus Waluyo, M.Ag.
Sekretaris Penguji : Mufiq, S.Ag., M.Phil.
Penguji I : Imam Mas Arum, M.Pd.
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini:
Nama : SITI SUKRILAH
NIM : 111 11 144
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga, 29 Agustus 2015
Yang Menyatakan
MOTTO
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis
persembahkan skripsi ini kepada:
1. Alm. Bapakku dan Ibundaku tercinta, Bapak Moh Daman Huri Alm. dan
Ibu Mir‟atun yang telah banyak berkorban tanpa letih dan pamrih demi kesuksesan putrinya.Terimakasih atas cinta, kasih sayang, doa, bimbingan
dan nasihat dalam kehidupan ini. Semoga selalu diberikan kesehatan,
kebahagiaan, dan mendapat limpahan kasih sayang Allah Swt dunia
akhirat.
2. Kakak-kakakku tersayang, Mba Kholidatun, Mba Istiqlaliyah, Mba
Muttaqiyatun, Mba Siti, Mba Sol, Mba Hayati, Mas Muttaqin, Mas Najib,
Mas Mujib, Mas Syakir yang telah membantu membiayai sekolah dan
kuliahku, yang selalu memberi arahan, motivasi, doa dan sumber inspirasi
dalam hidupku. Semoga sehat selalu, diberi keselamatan di dunia dan
akhirat kelak, dimudahkan rezekinya dan selalu dalam kebahagiaan dan
lindungan Allah Swt.
3. Bapak/Ibu guru dari RA, MI, MTs., MA, serta Bapak/Ibu dosen IAIN
Salatiga yang telah mengajar dan membimbingku hingga mengetahui
berbagai ilmu pengetahuan. Semoga selalu diberi kesehatan, keselamatan
serta keberkahan hidup oleh Allah SWT.
4. Sahabatku dari kecil hingga sekarang yang selalu memberikan motivasi
KATA PENGANTAR Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Swt.
Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah Saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi
syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam. Skripsi ini adalah
“KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA STUDI ANALISIS
QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR”. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Siti Rukhayati M.Ag. , selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
4. Mufiq, S.Ag., M.Phil., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan dengan ikhlas dan sabar serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
5. Drs. H. Moh. Saerozi, M.Ag., sebagai pembimbing sebelumnya yang telah
memberikan bantuan dan bimbingannya dengan ikhlas dan sabar
sertapengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis.
6. Dra. Ulfah Susilowati. M.Si. selaku Dosen pembimbing akademik yang telah
membantu peneliti selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
7. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
9. Sahabat-sahabatku Sulastri, Mila, Ani, Ana, Setya, Iis, Ma‟rifah,terima kasih atas dukungan, motivasi serta inspirasinya.
10. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2011, khususnya teman-teman PAI
kelas D.
11. Semua yang bekerja di Perpustakaan IAIN Salatiga dan Perpustakaan dan
Arsip Daerah Kota Salatiga atas pelayanannya yang sangat baik.
12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini semoga amal kebaikannya diterima di sisi Allah Swt.
Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta
mendapatkan balasan yang berlipat ganda amiin. Penulis sadar bahwa dalam
penulisan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, dengan kerendahan hati penulis mohon saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penelitian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan bagi pengetahuan dunia pendidikan. Aamiin ya robbal
„alamiin.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 29 Agustus 2015 Penulis,
ABSTRAK
Sukrilah, Siti. 2015. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Keluarga Studi Analisis
Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 Dalam Tafsir Ibnu Katsir.Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Mufiq, S.Ag., M.Phil..
Kata Kunci: Konsep Pendidikan Tauhid, Keluarga
Pendidikan tauhiddalam keluarga merupakan dasar terpenting dalam pembentukan diri pribadi suatu insan yang berguna untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Pendidikan tauhid dalam keluarga yang baik diharapkan kehidupan suatu umat akan semakin baik dan maju sehingga dengan ini akan menimbulkan adanya keteguhan iman umat muslim sepanjang hayat. Pendidikan tauhid dalam keluarga pada era kemajuan teknologi seperti sekarang ini semakin tidak mudah untuk diterapkan pada kenyataannya.Pendidikan tauhid yang pertama kali harus dimulai adalah dari sebuah keluarga. Salah satunya adalah melalui teladan, latihan, dan pembiasaan diriseperti dalam qur‟an surah al Baqarah ayat 132-133 yang terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir.
Fokus penelitian yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana biografi Ibnu Katsir. 2. Bagaimana konsep pendidikan Tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133. 3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir. 4. Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumetasi (documentation research methode),analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis isi (content analysis).
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: 1. Ibnu Katsir adalah seorang ahli
tafsir dan sejarah ternama. Ia juga seorang ahli fiqih dan ahli hadis. Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk wilayah Damaskus dan wafat pada tahun 774 H di Damaskus. Salah satu karya ilmiah Ibnu Katsir yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah kitab Tafsîr al Qurân al „Azîmyang termasyhur dengan sebutan Tafsir Ibnu Katsirpada Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133. 2. Konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut al Qur‟an Surat al Baqarah ayat 132-133 merupakan proses membimbing manusia untuk tetap teguh kepercayaannya bahwa Allah Maha Esa dan hanya tunduk kepada-Nya sampai akhir hayat. 3. Sedangkan konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... .. vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
ABSTRAK ... xi
DAFTAR ISI ... ..xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 6
E. Metode Penelitian... 7
F. Definisi Operasional ... 12
BAB II BIOGRAFI IBNU KATSIR ... 16
A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir ... 16
1. Riwayat Keluarga ... 16
2. Riwayat Pendidikan ... 17
3. Karya-karya Ibnu Katsir ... 19
4. Riwayat Pengabdian ... 21
B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir ... 22
1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir ... 22
2. Metode Tafsir Ibnu Katsir ... 24
3. Corak Tafsir Ibnu Katsir ... 24
4. Karakteristik ... 25
BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA ... 28
A. Pengertian ... 28
B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Al Qur‟an ... 32
C. Konsep Menurut Ibnu Katsir ... 37
BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA ... 46
A. Analisis Qur‟an Surat Al Baqarah Ayat 132-133 ... 46
BAB IV PENUTUP ... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 64
C. Penutup ... 65
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Daftar Nilai SKK
Lampiran 3 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 4 Riwayat Hidup Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya
juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang
dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk
secara khusus untuk memudahkan pencapaian yang lebih tinggi. Pendidikan
merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju ke arah cita-cita
tertentu, maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan ialah memilih
arah atau tujuan yang ingin dicapai (Hasbullah, 2009: 10). Dengan begitu hal yang
paling utama adalah dalam rangka penghambaan diri terhadap Allah SWT dengan
waktu yang telah dianugerahkan kepada manusia selama masih hidup.
Prof. Dr. Kamal Hasan memberikan penjelasan pendidikan dalam
perspektif Islam, adalah suatu proses seumur hidup untuk mempersiapkan
seseorang agar dapat mengaktualisasikan peranannya sebagai khalifatullah di
muka bumi. Dengan kesiapan tersebut, diharapkan dapat memberikan sumbangan
sepenuhnya terhadap rekonstruksi dan pembangunan masyarakat dalam mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat (Kurniasih, 2010: 63).Hal itu dimulai dari lingkup
yang paling kecil yaitu sebuah keluarga tempat dimana seorang anak tinggal.
Orangtua memiliki kewajiban untuk membentuk generasi pengubah
peradaban.Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan kreativitas
anak-anak dengan nilai-nilai spiritualitas.Berdasarkan ajaran Islam, tanggung jawab
jawab kedua orang tua (Kurniasih, 2010: 149). Tidak bisa orang tua menyalahkan
orang lain jikalau anak sedang terpengaruh oleh budaya luar yang tidak sesuai
dengan norma.
Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena
perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi.Keluarga telah kehilangan
fungsinya dalam pendidikan.Sebagian tanggung jawab keluarga beralih kepada
orang-orang yang menggeluti profesi tertentu, seperti halnya pabrik roti, benang,
tekstil dan lain-lain.Pabrik roti, benang, tekstil berperan sebagai sesuatu yang
dijadikan tumpuan bagi orang tua dalam memenuhi kebutuhan untuk keluarga
sehari-hari.Jika diamati, hal tersebut telah mengambil waktu dan tenaga yang
banyak dari setiap harinya sehingga waktu untuk keluarga adalah waktu untuk
istirahat.Kalaupun dapat dilakukan untuk keluarga masih kurang maksimal.Di
sinilah orang tua seharusnnya sadar bahwa anak-anak sekarang mengalami
kerugian yang besar.Karena kurangnya kebersamaan antara anak dengan orang
tua, sehingga anak kurang memiliki kedekatan emosional dengan mereka yang
menyebabkan anak kurang begitu peka terhadap mereka.Di sini keluarga memiliki
peranan yang besar dalam mendidik dan mempengaruhi anak-anak (Zurayk, 1994:
21). Dengan waktu-waktu yang telah dilalui, maka apa saja yang telah dilihat,
didengar, dan dirasakan anak merupakan suatu pembelajaran untuknya di masa
depan nanti. Banyak sekali orang tua tidak dapat lagi mendampingi serta medidik
anaknya karena waktu yang telah tersita oleh pekerjaan mereka untuk memenuhi
materi keluarga.
mempunyai sikap sosial yang baik, menjadi warga negara yang baik, disiapkan
untuk mengambil tempat yang tepat di dunia, untuk bekerja sama dengan orang
lain namun memiliki pandangan mandiri, untuk mematuhi aturan pendisiplinan
(Kane, 2004: 216). Pendidikan anak tergantung sejauh mana kerja sama antara
sekolah dan keluarga, guru dan orang tua (Zurayk, 1994: 23). Tidak hanya dilepas
begitu saja setelah diserahkan di dalam sebuah lembaga pendidikan, kemudian
dengan mudah mengkambing hitamkan lembaga pendidikan jika anak berbuat
sebuah penyelewengan.Akan tetapi tetap ada pantauan dan interaksi yang
mendukung untuk perkembangan pendidikan anak hingga kembali berkumpul
keluarga.
Untuk membentuk anak yang saleh, dibutuhkan pendidikan yang terarah
sebagaimana diajarkan Al-Qur‟an.Pendidikan agama, pendidikan budi pekerti dan pendidikan moral perlu ditanamkan sedini mungkin kepada anak sehingga
terbentuk karakter anak yang jelas menjadi dambaan orang tua, nusa, bangsa dan
agamanya (Marijan, 2012: 18). Gangguan pada pertumbuhan kepribadian
seseorang mungkin disebabkan pecahnya kehidupan keluarga batih (keluarga
yang terdiri dari: suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang belum menikah)
secara fisik maupun mental (Soekanto; 23). Banyak dijumpai terbentuknya
keluarga yang kurang persiapan matang sebelumnya, sehingga banyak terjadi
masalah-masalah yang tidak bisa di atasi dan menimbulkan meluasnya masalah
hingga dampaknya sampai ke masyarakat.
Orang tua tidak bisa cuci tangan terhadap moral si anak.Telah menjadi
berkembangnya moral anak daripada seribu nasihat.Keteladanan yang diikuti
pembelajaran adalah dua perilaku yang menyatu, membangun bangunan kokoh
tak mudah untuk digoyahkan.Kokoh sekali (Marijan, 2012: 40).Berpedoman pada
Al Qur‟an mengenai kisah-kisah orang terdahulu yang berpegang teguh pada tali agama Allah layaknya dalam Surat Albaqarah ayat 132-133 terdapat nama-nama
seperti Ibrahim, Ismail dan Iskhak, Ya‟qub.
Bagi kaum muslimin, Ibrahim adalah manusia teladan dalam hal ketaatan
kepada Allah dan keteguhan menegakkan tauhid.Ia digambarkan oleh Alqur‟an sebagai manusia pilihan, kekasih Allah, saleh, siddik, muslim, hanif, dan lain
sebagainya. Tidak mengherankan bahwa institusi haji, korban dan khitan, yang
dimulai oleh Ibrahim, tetapi dihidupkan oleh Islam (IAIN Syarif Hidayatullah,
1992: 393).
Dalam Surat al Baqarah ayat 132-133 terdapat ajaran nilai pendidikan
anak yang pastinya memiliki cakupan dengan nilai-nilai pendidikan, penulis
tertarik mengetahui konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam ayat tersebut
melalui kajian pustaka atas Tafsir Ibnu Katsir.Berdasarkan latar belakang di atas,
maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul
skripsi “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA (STUDI ANALISIS QUR‟AN SURAT AL BAQARAH AYAT 132-133 DALAM TAFSIR IBNU KATSIR)”.
B. Rumusan Masalah
yang menjadi masalah pokok dalam bahasan ini adalah:
1. Bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir?
2. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132 dan 133?
3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Tafsir Ibnu
Katsir?
4. Bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menurut
Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang?
C.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana Biografi Tafsir Ibnu Katsir.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam Islam menurut
Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132 dan 133.
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam keluarga
menurut Tafsir Ibnu Katsir.
4. Untuk mengetahui bagaimana Relevansi Konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga menurut Tafsir Ibnu Katsir di kehidupan sekarang.
D.Kegunaan Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat
berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya
dunia pendidikan Islam.
b. Dapat menambah khasanah teoritis tentang konsep pendidikan tauhid
dalam keluarga.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman sebagai seorang
pendidik.
b. Bagi Lembaga pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan
penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara
umum.
Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikanyang ada di Indonesia
sebagai solusi terhadap permasalahan yang ada.
E.Metode Penelitian
Metode penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library reseach) yang
difokuskan pada penelusuran dan penelaahan literature serta bahan pustaka
lainnya.
2. Sumber Data
a. Sumber primer
Kitab Tafsir Ibnu Katsir karya Imam Jalil Alkhafidz „Imaduddin Abi Fida‟ Ismail Ibnu Katsir Alqurasyiyyu Addimasyqy.
b. Sumber sekunder
Sumber data lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini
berupa buku-buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang
menjadi pokok bahasan penelitian ini, antara lain: TerjemahTafsir Ibnu
Katsir, Alqur‟an dan terjemahannya DEPAG, Ulumul Qur‟an,
Ensiklopedi Tematis dunia Islam,Studi Ilmu Alqur‟an, Ensiklopedi Islam
Indonesia, Solusi Alqur‟an, dan buku-buku lain yang bersangkutan
dengan pembahasan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu langkah penelitian, diperlukan
prosedur sistematik, logis dan valid, baik secara langsung (primer) atau
tidak langsung (seconder) dan (tersier). Metode ini terkait dengan
keperluan analisis dan pelaksanaan pembahasan (process) riset secara
benar untuk menemukan kesimpulan, memperoleh jawaban (output) dan
sebagai upaya untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi
Adapun tenik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi sumber data primer dan sekunder yang relevan. Setelah data
terkumpul maka dilakukan penelaahan serta sistematis dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau
informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Menurut Miles & Huberman (1992: 16) bahwa analisis terdiri dari
tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan. Reduksi data berlangsung terus menerus
selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung.
Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data
merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Dengan “reduksi data” peneliti tidak perlu mengartikannya
sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan dalam
atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih
luas dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah data ke
dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini
tidak selalu bijaksana.
b. Penyajian Data
Menurut Miles & Huberman membatasi suatu “penyajian”
sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka
meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan
suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Semuanya
dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang
penulis yang merupakan juga penganalisis dapat melihat apa yang
sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang
benar ataukah terus melangkah melakukan analisis yang menurut
saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin
berguna.
c. Menarik Kesimpulan
Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah
sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi
begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta
tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan
“kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang
lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji
kebenarannya (Huberman, 1992: 16-18).
Dalam penarikan kesimpulan penulis juga menggunakan metode
antara lain:
1) Pendekatan deduktif
Pendekatan deduktif yaitu penulisan kritik dan esai dengan
menetapkan ukuran yang benar-benar dipahami dan diyakini
secara objektif dan konsisten.Ukuran yang digunakan diantaranya
tentang kaidah moral, kaidah sosial, kaidah hukum, atau kaidah
ilmiah.Penulis harus netral, tidak boleh mengikuti emosi dan
kehendak sendiri.Penilaian harus diberikan secara jujur dan
objektif (Haryanta, 2012: 200).
Dengan pendekatan deduktif ini penulis menganalisis data
yang berupa berbagai interpretasi tafsir Surat Albaqarah ayat
132-133 baik dari sumber data primer maupun sekunder untuk
kemudian ditemukan kekhususan konsep pendidikan tauhid dalam
keluarga yang terkandung di dalam surat Albaqarah ayat 132-133.
Pendekatan induktif yaitu penulisan kritik dan esai dimana
penulis dapat langsung mengamati karya sastranya dan langsung
membuat kesimpulan berdasarkan penilaian dari sudut
pandangnya (Haryanta, 2012: 200-201).
Berangkat dari analisa konsep khusus pendidikan tauhid
dalam keluarga yang terkandung dalam surat Al Baqarah ayat
132-133, kemudian konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan
yang merupakan esensi dari konsep pendidikan yang terkandung
dalam surat Albaqarah ayat 132-133 secara umum.
3) Metode Tahlili
Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud
menjelaskan kandungan ayat-ayat al Qur‟an dari seluruh aspeknya, dimulai dengan menguraikan arti kosa kata yang diikuti
dengan penjelasan mengenai arti ayat secara global, kemudian
mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta
menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut dilanjutkan
dengan membahas asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat)
dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat, atau para
tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang
pendidikannya, dan sering pula bercampur baur
pembahasan-pembahasan dan lainnya yang dipandang dapat membantu
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahfahaman dengan maksud judul yang penulis
angkat, maka akan dijelaskan batasan masing-masing istilah dari judul
skripsi ini.
1. Konsep Pendidikan Tauhid
Konsep pendidikan tauhid terdiri dari tiga kata, yaitu konsep,pendidikan
dan tauhid.
a. Konsep yang penulis maksud seperti dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa, “Konsep yaitu: rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Pusat bahasa
Depdiknas, 2007: 588).
b. Kata pendidikan berasal dari kata didik. Kata didik mendapatkan
awalan “me” sehingga menjadi “mendidik” berarti memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya sebuah pengajaran, tuntunan dan
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Kemudian
pengertian pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui usaha pengajaran dan pelatihan (Islamuddin, 2012:
3).
c. Kata tauhid berasal dari bahasa Arab tawhîd yang berarti
mengesakan. Tauhid adalah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa dan
tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat
tauhid adalah bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja lampau
wahhada yang merupakan derivasi dari akar kata wahdah yang
berarti keesaan, kesatuan, dan persatuan (Dewan Redaksi
Ensiklopedi, 1994: 90).
Berdasarkan beberapa istilah di atas, maka konsep pendidikan tauhid yang
dimaksud penulis adalah gambaran dari proses perubahan sikap dan tingkah
laku seseorang dalam mengetahui, mengenal dan mendekatkan diri kepada
Allah Yang Maha Esa.
2. Keluarga
Kata keluarga dalam arti sempit didasarkan pada hubungan darah yang
terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan
dalam arti luas, semua fihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai
clan atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil
dan nama keluarga atau marga (Ulfatmi, 2011: 20).
Maka, konsep pendidikan tauhid dalam keluarga adalah gambaran
mewujudkan suasana belajar untuk mengembangkan segala potensi secara
sadar disertai keyakinan bahwa selalu ada Allah yang Maha Esa dalam sebuah
kelompok dimana seseorang tinggal untuk bekal manusia dalam menjalani
sebuah kehidupan sebagai khalifatullah di bumi.
3. Surat Al Baqarah
Surat Al Baqarah adalah surat yang terpanjang dalam al Qur‟an yang turun di Madinah dalam masa tidak kurang dari sembilan tahun. Panjangnya masa
maupun kecenderungan, menjadikan surah ini mengandung 286 ayat yang
keseluruhannya terdiri dari dua setengah juz dari tiga puluh juz ayat-ayat al
Qur‟an.
Al Baqarah (seekor sapi) adalah namanya yang paling populer. Ini karena
dalam surah ini ada uraian tentang sapi yang diperintahkan Allah SWT kepada
Bani Israil (penganut agama Yahudi) untuk menyembelihnya dalam rangka
menampik tuduh menuduh antara mereka menyangkut pembunuhan yang tidak
dikenal siapa pelakunya.
Ia dinamai juga as sinâm yang berarti puncak, karena tiada lagi puncak
petunjuk setelah kitab suci ini. Juga az Zahrâ‟, yakni terang benderang, karena
kandungan surah ini menerangi jalan dengan benderang menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat, serta menjadi penyebab bersinar terangnya wajah siapa yang
mengikuti petunjuk-petujuknya (Shihab, 2012: 11-12).
4. Tafsir Ibnu Katsir
Pada dasarnya, Tafsir Ibnu Katsir merupakan sebuah tafsir yang
pengarangnya bertumpu pada penjelasan sekadarnya yang hanya berguna bagi
ulama tertentu saja. Kemudian para ulama itu memperdalam topik-topik ayat
yang ditafsirkan selaras dengan minat mereka secara terinci dan luas.
Penjelasan sekadarnya itu dimaksudkan agar ulama memperdalam
pokok-pokok ilmu tafsir selaras dengan kompetensi naluri keilmuan dan
pemahamannya dalam membahas hal-hal yang kompleks menjadi sederhana
G.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan
mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut
susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis
dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan, pada bab ini berisi: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, definisi operasional dan sistematika
penulisan.
BAB II : Berisi Biografi Ibnu Katsir, karya- karya Ibnu Katsir, dan
sistematika Tafsir Ibnu Katsir.
BAB III : Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang berisi
pengertian, konsep dalam Alqur‟an, dan konsep menurut Ibnu
Katsir.
BAB IV : Relevansi konsep pendidikan tauhid dalam keluarga berisi
analisis atas Alqur‟an Surat Albaqarah ayat 132-133, dan Relevansi di kehidupan sekarang.
BAB V : Penutup menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II
BIOGRAFI IBNU KATSIR
1. Riwayat Keluarga
Ibnu Katsir adalah seorang ahli tafsir dan sejarah ternama. Nama lengkapnya
ialah Abu Fida, Imaduddin Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir Quraisyi
al-Basrawi ad-Dimasyqi, yang terkenal dengan Ibnu Katsir(IAIN Syarif
Hidayatullah, 1992: 365).
Ibnu Katsir merupakan seorang ahli fiqih, ahli hadis, ahli sejarah, dan ahli
tafsir. Hafiz Ibnu Hajar berkata ”Ia adalah seorang ahli hadis dan fuqaha. Karangan-karangan Ibnu Katsir itu memenuhi negeri selagi ia masih hidup dan
dimanfaatkan setelah ia meninggal” (Quthan, 1995: 228).
Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300 M di timur Bashri yang masuk
wilayah Damaskus. Pada usia 3 tahun, kira-kira tahun 703 H, ayahnya wafat.
Sejak saat itu, Ibnu Katsir diasuh oleh kakaknya di Damaskus. Di kota inilah ia
pertama kali mengenyam pendidikan,(Ghofur, 2008: 105-106)yaitu pada masa
Dinasti Mamluk, dan yang berkuasa pada saat itu adalah Sultan an-Nashir Ibnu
Qalawun yang kemudian turun tahta pada tahun 1308 M, dan digantikan oleh
al-Malik al-Muzhaffar Baybars al-Jazhangir yang berpusat di Kairo (Jindan, 1999:
26).
Ibnu Katsir meninggal dunia tak lama setelah menulis kitab al-Ijtihâd fî
Talab al-Jihâd(Ghofur, 2008: 109).Ia wafat di Damaskus pada tahun 774
H(Thanthawi, 2013: 143). Ia dikebumikan di pemakaman sufi, tepat di samping
makam gurunya, Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 109).
Guru pertama yang membimbing Ibnu Katsir ialah Burhanuddin al-Fazari,
seorang ulama penganut mazhab Syafi‟i(Ghofur, 2008: 106). Pada saat itu, Imam
Syafi‟i dikenal sebagai salah seorang ahli teori dan sintesis hukum terbesar dalam
sejarah intelektual Islamsetelah wafatnya, karena Imam Syafi‟i diberkati memori
yang luar biasa dan intelektual yang tajam. Imam Syafi‟i mampu menyelaraskan metodologi hukum Abu Hanifah dan Malik dan menciptakan sebuah sintesis
hukum baru yang komprehensif dan original(Mojlum Khan, 2012: 141).
Selama bertahun-tahun Ibnu Katsir tinggal di Damaskus. Bersama kakaknya,
ia hidup sangat sederhana. Meski demikian, tekadnya untuk menuntut ilmu sangat
besar. Kecerdasan dan daya hafal yang kuat menjadi modal utama baginya untuk
mengkaji, memahami, dan menelaah berbagai disiplin ilmu. Misalnya, tafsir,
tarikh, hadis, fiqih, dan sejarah.
Walaupun dalam hukum fikih ia menyatakan diri sebagai pengikut aliran
Syafi‟i, namun hal itu tidak menghalanginya untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu keislaman dari tokoh Ibnu Taimiyah (661-738 H) walaupun sedikit ia
terpengaruh oleh jalan pemikiran tokoh tersebut. Oleh karena ia sangat dekat
dengan Ibnu Taimiyah dan menyayanginya. Ia pernah difitnah karena dekatnya
dengan gurunya tersebut(Ghofur, 2008: 106).Ibnu Taimiyah terjerat fitnah yang
menuduhnya sebagai ahli bid‟ah dan dituduh mengajarkan kepada masyarakat bahwa “Allah berada di atas singgasanaNya” itu dapat diterjemahkan dengan
Allah turun dari singgasana sebagaimana manusia turun dari tempat duduknya;
membela diri, namun para sufi terus mendiskreditkan dirinya dipimpin sufi yang
sangat berpengaruh pada kala itu, Syeikh Nashr al-Manjibi (Jindan,1999: 43).
Nama Ibnu Katsir mulai diperhitungkan di jagat intelektual Damaskus,
Suriyah, ketika terlibat dalam sebuah penelitian untuk menetapkan hukuman
terhadap seorang zindik yang didakwa menganut paham hulûl, yakni suatu paham
yang berkeyakinan bahwa Allah bersemayam dalam diri hamba. Penelitian itu
diprakarsai Gubernur Suriah, yakni Altunbuga an-Nasiri.
Walau reputasi akan sikap pribadi dan kecerdasan Ibnu Katsir mulai meroket,
namun ia tak cepat puas. Ia bermaksud mendalami ilmu hadis kepada Jamaluddin
al-Mizzi (Ghofur, 2008: 106) (654-742 H) seorang tokoh hadis terkenal di
Syam/Syiria (yang sekarang di kenal dengan Suriyah) ibu kotanya di Damaskus
yaitu pada zaman sebelum Islam adalah ibu kota Kerajaan Romawi Timur.
Damaskus merupakan kota lama yang dibangun kembali dalam zaman Daulah
Bani Umayyah dan dijadikan ibu kota negara sejak pemerintahan Muawiyah bin
Abi Sufyan, khalifah pertama Bani Umayyah (Amin, 2010: 288).
Buku-buku karya tokoh tersebut, sempat dibaca dan dipelajari Ibnu Katsir
langsung dari pengarangnya tersebut. Begitu tertarik Syeh al-Hafiz al-Mizzy
dengan sikap pribadi dan kecerdasan muridnya itu, sehingga pada akhirnya Ibnu
Katsir diambilnya menjadi menantu(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 365-366).
Di usia yang relatif muda, ia sanggup menghafal banyak matan, mengenali sanad,
memeriksa kualitas perawi, biografi tokoh, dan sejarah. Tak tanggung-tanggung ia
juga sempat mendengar hadis langsung dari ulama Hijaz serta memperoleh ijazah
sesuai dengan ilmunya. Ia juga berguru kepada Kamaluddin bin Qadi Syuhbah
dan Ibnu Taimiyah(Ghofur, 2008: 106).
Al-Badr al-Aini mengatakan bahwa Ibnu Katsir menjadi panutan ulama pada
masanya. Ia terkenal sebagai seorang yang amat tekun mendengarkan
kajian-kajian agama, kendatipun bukan dari ulama yang sealiran dengannya. Ia tekun
mengumpulkan hasil-hasil kajian, dan rajin mengajarkan dan merawikan hadis
yang didengarnya. Dalam sejarah tercatat, bahwa ia termasuk orang yang paling
banyak mengetahui hadis Rasulullah, fatwa sahabat dan ulama tabiin, disamping
pengetahuannya yang amat terinci dalam bidang sejarah.
Kitab Tafsir dan Tarikh yang terkenal itu adalah sebagai bukti dari pernyataan
tersebut. Dengan demikian, ia terkenal sebagai seorang yang berpandangan luas
dalam bidang tafsir dan sejarah. Ketelitiannya dalam ilmu pengetahuan tersebut
membuat ia amat populer di kalangan ulama. Dalam bidang hadis, seperti
dikatakan oleh seorang muridnya ahli sejarah Syihabuddin Ibnu Hijji, Ibnu Katsir
disamping banyak hafal teks-teks hadis, juga tahu membedakan hadis yang punya
cacat dan hadis yang sahih. Keahliannya itu dikenal di kalangan para gurunya.
3. Karya-karya Ibnu Katsir
Banyak karya-karya ilmiah yang diwariskan oleh Ibnu Katsir diantaranya
ialah Tafsîr al Qurân al „Azîm sebanyak sepuluh juz. Haji Khalifah dalam
kitabnya Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa bobot kitab tafsir tersebut terletak
pada penafsirannya yang didasarkan atas hadis Rasulullah dan al atsar (fatwa
Kitab-kitab lain karya ilmiahnya ialah kitab al Kâmil fî Ma‟rifat as Siqât
wa ad Du‟afâ‟ wa al Majâhil sebanyak lima juz dalam bidang penilaian terhadap
perawi hadis, kitab Syarh Sahîh al Bukhâri, tapi sayang kitab ini tidak sempat
diselesaikannya. Kemudian kitab al Ijtihâd fî Talb al Jihâd, kitab Manâqib al
Imâm asy Syâfi‟i(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).Selain itu, ia juga menulis
Fadâ‟il Al-Qurân yang berisi ringkasan sejarah Al-Qur‟an(Ghofur, 2008: 107). Sebagai ulama Hadis, selain Ibnu Katsir mengajarkan hadis, ia juga
menghasilkan beberapa kitab ilmu hadis diantaranya Jâmi‟ al-Masânîd wa
as-Sunan (sejumlah delapan jilid yang berisi nama-nama sahabat periwayat hadis),
al-Kutub as-Sittah, al Muhtasar (ringkasan Muqaddimah Ibnu Salâh) dan Adillah
at-Tanbîh lî „Ulûm al-Hadîs (lebih dikenal dengan nama al-Bâ‟is al-Hadîs).
Bidang ilmu sejarah juga dikuasai Ibnu Katsir.Ia menulis beberapa kitab
sejarah, antara lain, al-Bidâyah wa an-Nihâyah (sebanyak 14 jilid), al-Fusûl fî
Sîrah ar-Rasûl, dan Tabaqât asy-Syâfiiyyah. Dari jajaran kitab sejarah, al-Bidâyah
wa an-Nihâyah dianggap paling penting. Bahkan, kitab ini merupakan sumber
primer untuk menguak sejarah Dinasti Mamluk di Mesir.Ada dua penggalan
sejarah yang tertuang dalam buku tersebut, Pertama, sejarah kuno yang mencakup
sejarah penciptaan alam sehingga masa kenabian Rasulullah SAW.Kedua, sejarah
Islam mulai periode dakwah Nabi di Mekah hingga pertengahan abad ke-8 H.
Peristiwa penting yang berangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun
kejadian tersebut(Ghofur, 2008: 109).
Pengarang kitab Kasyf az Zunûn berkomentar bahwa buku al Bidâyat wa an
terletak pada penyajian yang banyak didasarkan atas dalil-dalil al Qur‟an dan hadis, terutama dalam mengungkapkan kejadian alam, termasuk kejadian umat
manusia(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).
Di bidang fikih, kepakaran Ibnu Katsir juga tak diragukan. Bahkan oleh
penguasa tempo itu, ia kerap dimintai pendapat menyangkut pelbagai persoalan
kenegaraan dan kemasyarakatan. Umpamanya, dalam kasus pengesahan
keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 M, upaya rekonsiliasi
pascaperang saudara, peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361 M), dan seruan
Jihad (1368 M – 1369 M)(Ghofur, 2008: 109). 4. Riwayat Pengabdian
Tahun 1348 H, Ibnu Katsir menggantikan gurunya, Adz-Dzahabi, di Turba
Umm Salih (Lembaga Pendidikan). Selanjutnya ia diangkat menjadi kepala Dar
al-Hadis al-Asyrafiyah (Lembaga Pendidikan Hadis) setelah wafatnya Hakim
Taqiyyudin as-Subki tahun 1355 H(Ghofur, 2008: 106).
Tafsîr Ibnu Kasîr penulisannya dimulai setelah ia diangkat menjadi guru besar
oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid Umayyah, Damaskus, pada tahun 1366
M. Hingga saat ini Tafsîr Ibnu Kasîr masih menjadi bahan rujukan, karena
pengaruhnya begitu besar dalam bidang keagamaan(Ghofur, 2008: 107).
B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir
1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir
Tafsîr Al-Qur‟ân al-Karîm, terdiri dari 10 jilid. Kitab ini termasyhur
pada umumnya formatnya hampir sama, hanya saja dengan semakin majunya
teknologi naskah cetakan tafsir ini dicetak dengan semakin bagus. Bahkan
sekarang kitab ini telah banyak beredar dalam bentuk CD dan e-book
(elektronic book) dalam bentuk file dan umumnya berakhiran .pdf yang dapat
didownload atau dikirim langsung kedalam email (electronic mail) sehingga
dengan memanfaatkan teknologi komputer dan menggunakan jaringan internet
pengkajian dapat dilakukan secara relatif cepat dan akurat. Seperti bisa dilihat
di www.mukomukoshare.com/2015/01/tafsir-ibnu-katsir-30-juz-bahasaArab.
html.
Karya yang terkenal dengan Tafsîr Ibnu Katsîr ini telah diringkas oleh
seorang ahli tafsir Muhammad Ali as Sabuni berkebangsaan Siria, guru besar
pada Universitas Umm al Qura di Mekah. Ringkasan tersebut terdiri dari tiga juz, dicetak atas biaya seorang miliuner di Saudi Arabia, untuk diwakafkan
kepada umat Islam, tanpa diperjual belikan(IAIN Syarif Hidayatullah, 1992:
366).
Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah itu dengan hadis-hadis yang
sanad-sanadnya itu sampai kepada Rasulullah SAW. Kata-kata tentang apa
yang diperlukan itu mudah dipahami dan sederhana dan sebagian kata-kata itu
menguatkan yang sebagian lagi. Dia menilai riwayat-riwayat itu, katanya ada
sebahagian yang dhaif dan ada pula yang sah(Quthan, 1995: 207).
Seperti contoh tentang riwayat yang dhoif:
Tentang israiliyat, Ibnu Katsir membolehkan mencantumkannya dalam
tidak bertentangan dengan syariat dan ini digunakan hanya untuk istidlal atau
bukti penafsiran pada surah al Baqarah ayat 67. Dalam penafsiran dari ayat ini,
dapat ditemukan satu cerita aneh dan panjang yang menceritakan tentang
laki-laki dari Bani Israil (Anonim. 31 Desember2012. Telaah Tafsir Alqur‟an al Adzim Karya Ibnu Katsir.
http://hijausegarsaja.blogspot.com/2012/12/telaah-tafsir-al-quran-al-adzim-karya.html. Diakses pada tanggal 23 Juni 2015).
Sedangkan riwayat yang sah seperti halnya dalam surat al Baqarah ayat
133 yaitu:
ٍثَّلاَع ُدَلاْوَأ ِءاَُِبْوَلأْا ُرَشْعَم ُهْحَو(
).ٌدِحاَو اَىُىَِْد
“Kami para nabi adalah anak-anak yang berlainan ibu, sedang agama
kami adalah satu” (Bukhari, Muslim dan abu Dawud) (Ghoffar, 2004: 279).
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir berdasarkan sistematika tertib
susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf al-Quran yang lazim disebut
sebagai sistematika tertib mushafi. Secara rinci kandungan dan urutan tafsir
yang terdiri dari empat jilid ini ialah jilid 1 berisi tafsir surah al-Fatihah (1) s/d
an-Nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-Maidah (5) s/d an-Nahl (16), jilid III
berisi tafsir surah al-Isra‟ (17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi surah as-Saffat (37) s/d an-Nas (114)(Anonim. 17 April 2012. Metode Tafsir Ibnu
Katsir dalam Tafsirnya.
http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-ibnu-katsir-dalam -tafsirnya.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2015).
2. Metode Tafsir Ibnu Katsir
mufassir dalam membahas al-Qur‟an ayat demi ayat sesuai dengan rangkaiannya yang tersusun di dalam al Qur‟an (Kuswaya, 2009: 54).
Dalam menulis tafsir, Ibnu Katsir merumuskan metode sendiri. Ia
menafsirkan [ayat] Al-Qur‟an [yang lain]. Bila tidak didapatkan, maka mengacu kepada hadis. Jika tidak ada, maka merujuk pendapat para sahabat.
Apabila langkah ketiga juga menemui sandungan, pendapat tabiin merupakan
pijakan (Ghofur, 2008: 107).
Di sana-sini secara kritis dibedakan antara berita yang benar dan berita
yang dinilai tidak benar. Dalam sejarah periode sesudah hijrah Rasulullah ke
Madinah disusun berdasarkan urutan tahun, sampai ke akhir masa hidup
pengarangnya (IAIN Syarif Hidayatullah, 1992: 366).
3. Corak Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Ibnu Katsir yaitu tafsir yang terkenal dengan tulisan ma‟tsur/tafsir
bi al-riwayah. Karena pengarang selalu memperhatikan riwayat dari ahli-ahli
tafsir salaf. Ia meriwayatkan hadis dan atsar dengan disandarkan kepada yang
mengatakan, namun ia membicarakan pula tentang kerajihan hadis dan atsar
itu serta menolak hadis yang munkar atau yang tidak shahih. Itulah sebabnya
tafsir ini tergolong tafsir ma‟tsur yang baik.
Adapun cara Ibnu Katsir dalam menafsirkan al Qur‟an; pertama-tama dengan menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkannya dengan redaksi yang
mudah serta ringan dan menyertainya dengan dalil-dalil dari ayat yang lain,
lalu membandingkan ayat-ayat tersebut sehingga arti dan maksudnya menjadi
bisa diperincikan. Apabila menemui kesulitan dalam melakukan hal itu maka
menafsirkan dengan sunah (Ash-Shabuuniy, 1991: 314-315) atau hadis-hadis
marfu‟ yang bersangkut dengan ayat dan menerangkan apa-apa yang
diperlukan. Keduanya itu diberikutkan kepada atsar sahabat dan perkataan
Tabi‟in. Sudah itu kepada Ulama Salaf(Quthan, 1995: 228). 4. Karakteristik
Para ulama tafsir yang menafsirkan Al Qur‟an menurut tarikat kebanyakan Salaf, yang datang sesudah terkumpul riwayat dan menerima kekayaan riwayat
yang ditinggalkan sahabat dan tabi‟in terbagi menjadi dua: yang dipelopori
oleh Ibnu Jarir At Thabary dan oleh Ibnu Katsir. Ibnu Katsir termasuk
golongan yang bersungguh-sungguh memperhatikan riwayat dan mempelajari
sanad-sanadnya.
Ibnu Katsir lebih teliti dalam memperhatikan sanad.Karenanya, beliau
menolak segala riwayat-riwayat Ibnu Jarir mengenai kisah Zaid dan
Zainab.Sedangkan Ibnu Jarir At Thabary termasuk golongan yang memilih
Atsar dari himpunan-himpunan itu, mana yang dipandang lebih munasabah
bagi al-Qur‟an dan mana yang lebih dekat kepada lughah dan mana yang sesuai dengan yang Ma‟tsur dari Nabi dan mudah diketahui dari
agama.Golongan ini tiada terlalu memperhatikan nilai matan.Dalam pada itu
dapat juga riwayat-riwayat itu dimasuki oleh Israiliyat dan hadis maudlu‟
(Ash-Shiddieqy, 1980: 242-243).
Keistimewaan Ibnu Katsir di dalam tafsirnya itu seringkali dia
dia menyebutkan kata-kata Ulama dalam hukum-hukum yang berkenaan
dengan fikhi.Dan mendiskusikan mazhab-mazhab mereka dan kadang-kadang
menunjukkannya (Quthan, 1995: 207).
Disamping itu, ada beberapa hal yang menyebabkan kelemahan dari
Tafsir bi al-Ma‟tsûr tersebut, yaitu:
a) Banyaknya riwayat yang disiapkan musuh Islam, seperti orang zindik, baik
dari Yahudi maupun Nasrani.
b) Bercampur baurnya riwayat yang shahih, juga banyaknya perkataan yang
di bangsakan kepada sahabat dan tabi‟in tanpa seleksi, sehingga tercampurlah yang hak dan yang batil.
c) Adanya riwayat-riwayat israiliyat yang mengandung dongeng dan hal itu
tidak dapat dibenarkan (Al Munawar, 2003: 79).
Kata Israiliyat adalah bentuk jamak dari kata israiliyah.Menurut para
peneliti, israiliyyah berarti sebuah cerita atau peristiwa yang dinukil dari
sumber israiliy.Israiliy adalah segala yang berkaitan dengan Israil dan Israil itu
sendiri adalah julukan bagi Nabi Ya‟qub as.Yang dimaksud dengan Bani Israil
adalah kaum Yahudi anak keturunan Ya‟qub dengan demikian, lafal israiliyat digunakan untuk menunjukkan cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang dinukil
dan diambil dari sumber-sumber Yahudi. Kata Israiliyat, secara berangsur
menemukan arti yang lebih luas lagi, yang dalam istilah para mufasir juga
digunakan untuk menunjukkan setiap hikayat dan cerita fiktif yang disadur dari
sumber-sumber agama Yahudi dan Nasrani atau setiap sumber terdahulu.
sehingga kata israiliyat digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang
tidak berdasar dari musuh-musuh Islam, baik Yahudi maupun yang lain, yang
tersusup dalam sumber-sumber hadis dan tafsir (kaum muslim). Dengan
demikian, penggunaan kata israiliyat untuk hal-hal yang memiliki warna
Yahudi, merupakan penggunaan secara mayoritas (taghlib) karena memang
kebanyakan dari hal-hal yang batil dan bersifat khurafat yang tersebar di
tengah masyarakat (Islam) dengan sebutan israiliyat, berasal dari
sumber-sumber Yahudi, sementara kaum Yahudi sesuai dengan penegasan al Qur‟an
adalah orang-orang yang paling memusuhi mukminin (Ma‟arif, 2012: 131). Seperti hadis:
ٍءاَىْبأ ِتَعْبَس ًَلِاتَّىَجلا ُلُخْدَََلااَوِّسلاُدَلَو
“Anak zina tidak masuk ke surga hingga tujuh turunan”Hadis tersebut menyalahi firman:
يرْخُأَرْزِو ٌةَرِزاَوُرِسَتَلاَو
“Dan tiada seseorang yang bersalah memikul kesalahan orang lain” (QS.BAB III
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM KELUARGA
A. Pengertian
Menurut Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan yang dimaksud dengan
konsep yaitu gambaran mental dari objek, proses atau segala sesuatu yang
berada di luar bahasa dan yang digunakan akal budi untuk memahami
sesuatu (Haryanta, 2012: 135).
Sedangkan pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia
berbagai macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak
hal ketika membicarakan pendidikan. Aspek-aspek yang biasanya paling
dipertimbangkan antara lain: penyadaran, pecerahan, pemberdayaan, dan
perubahan perilaku (Soyomukti, 2010: 27).
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan bagi
pertumbuhan anak-anak. Artinya pendidikan menurut segala kekuatan
kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia
sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setinggi-tingginya.
Di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
tercantum pengertian pendidikan: bahwa pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara (Suwarno, 2006: 21-22).
Kata tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suatu kepercayaan yang
menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan, memberi
hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyah).
Sebagai konsekuwensinya, maka hanya Tuhan itulah yang satu-satunya
yang wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongannya, serta yang
harus ditakuti (Tauhid Uluhiyah). Bahwa Tuhan itu Zat yang luhur dari
segala-galanya, Hakim Yang Maha Tinggi, Yang tiada terbatas, Yang
Kekal, Yang tiada berubah-ubah. Yang tiada kesamaannya sedikit pun di
alam ini, sumber segala kebaikan dan kebenaran, Yang Maha Adil dan
Suci. Tuhan itu bernama Allah SWT (Subhanahu Wa Ta‟ala= Maha Suci Dia dan Maha Tinggi). Lawan tauhid adalah syirik, yaitu
mempersekutukan Tuhan. Suatu kepercayaan tentangadanya lagi Tuhan
selain Allah SWT (Razak, 1996: 39). Untuk sekarang ini banyak teknologi
canggih dan uang yang dijadikan sebagai sesuatu yang serba guna dan
sebagai sesuatu yang tiada batas dalam melakukan sesuatu, sehingga
disadari atau tidak telah mengalihkan perhatian dan waktunya dalam
mengingat serta mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tauhid dapat membebaskan manusia dari seribu satu macam
belenggu-belenggu kejahatan duniawi. Tauhid membebaskan manusia dari
maupun oleh hawa nafsu dan harta benda. Karena tauhid, manusia hanya
akan menghambakan diri kepada Allah semata (Razak, 1996: 43).
Adapun kata keluarga memiliki beberapa pengertian di antaranya yaitu:
1. Sekelompok orang yang berketurunan dari nenek moyang yang sama
(Komaruddin, 1987: 98).
2. kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan.
Kelompok tersebut terbagi atas:
a. keluarga nuklir (Orang-orang yang termasuk keluarga ialah ibu,
bapak dan anak-anaknya)
b. keluarga luas (mencakup semua orang yang berketurunan
daripada kakek nenek yang sama, termasuk keturunan
masing-masing istri dan suami)
c. keluarga prokreasi (keluarga dimana individu itu merupakan
orang tua)
d. keluarga orientasi (keluarga dimana individu itu merupakan salah
keturunan. Dalam arti kata kiasan, istilah keluarga juga digunakan
untuk segolongan orang yang hidup bersama dan ada
ikatan-ikatan jiwa bersama; atau segolongan orang yang hidup dalam
suatu rumah besar/ rumah keluarga)
e. keluarga batin/ nuclear family (kelompok kekerabatan terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anak yang belum memisahkan diri sebagai
f. keluarga luas/ extended family (kelompok kekerabatan yang
terdiri dari tiga anak empat keluarga batin yang terikat oleh
hubungan orang tua anak atau saudara-saudara kandung dan oleh
satu tempat tinggal bersama yang besar) (Saddily, 1973:
645-646).
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
pengembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan
menyenangkan, maka anak akan tumbuh baik pula. Jika tidak, maka akan
terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Pertumbuhan iman terhadap
anak dimulai dari sejak awal pembentukan keluarga, karena itu hanya dari
calon ayah dan ibu yang saleh akan tumbuh jiwa keberagamaan anak.
Perkembangan akidah, kecerdasan, akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan
kemasyarakatan anak, berjalan serentak dan seimbang. Kebiasaan
penerapan nilai-nilai agama dalam keluarga akan berpengaruh dalam
pembentukan pribadi anak (Ulfatmi, 2011: 121).
Sejalan dengan hal itu, maka sebagai wadah dimana pendidikan
dilaksanakan, rumah tangga atau keluarga – meminjam pemetaan yang dirumuskan WHO - berfungsi dalam tiga hal penting:
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimiliki.
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
(Ulfatmi, 2011: 27).
Orang tua merupakan figur sentral bagi terlaksananya proses
pendidikan. Mereka adalah pengelola sistem terkecil dari masyarakat
itu.Oleh karena itu secara operasional pendidikan anak yang
berlangsung dalam keluarga, masyarakat dan sekolah merupakan
tanggung jawab utama orang tua, tidak bisa dilepaskan begitu saja
kepada guru di sekolah.Dibebankannya pendidikan di pundak orang tua
oleh karena – pada umumnya – mereka dibekali naluri membina dan mendidik anak karena itu pendidikan dari orang tua sering disebut
pendidikan alami atau pendidikan kodrat.Kewajiban itu dapat
dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang
mencintai anaknya.Ini merupakan sifat manusia yang dibawa sejak
lahir.Manusia diciptakan mempunyai sifat mencintai anaknya (Ulfatmi,
2011: 61).
B. Konsep Pendidikan Tauhid dalam Islam Menurut Surat Al Baqarah
Islam menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan umat manusia yang harus ditempuh bahkan
merupakan sebuah kewajiban.
Orang pertama yang bertanggug jawab terhadap keluarga adalah
orang tua (ayah dan ibu). Dari kedua orang inilah pendidikan harus
dimulai. Keberhasilan tingkat paling awal ini akan membawa kepada
Fungsi yang paling penting dalam kehidupan keluarga adalah
fungsi pendidikannya. Artinya, keluarga merupakan lembaga pendidikan
yang apabila berfungsi dengan baik akan mewarnai fungsi-fungsi lainnya
dalam kehidupan keluarga. Dan dalam prakteknya, hampir dalam setiap
fungsi keluarga selalu ada muatan pendidikannya. Contoh, dalam fungsi
ekonomi misalnya, selalu ada norma-norma ekonomi yang harus
diajarkan kepada anak, bagaimana agar anak bersikap hidup hemat,
bagaimana agar ia rajin menabung, dan seterusnya.
Yang menjadi penekanan dalam al-Baqarah ayat 132-133 adalah
pendidikan mengesakan Allah. Atau sering disebut dengan tauhid. Dari
dasar ayat inilah kemudian lahir konsep ilmu yang kewajiban mencarinya
bersifat „ainy dan kifayah. Yakni agama dan umum, yang sebenarnya
merupakan satu kesatuan dimana keduanya bersumber dari Allah SWT
(Gojali, 2004: 164-165).
Allah berfirman:
َّلاِإ َّنُتوَُتَ َلاَف َنيِّدلا ُمُكَل ىَفَطْصا َللها َّنِإ َِّنَِباَي َبوُقْعَ يَو ِويِنَب ُميِىاَرْ بِإآَِبِ ىَّصَوَو
َنوُمِلْسُّم مُتنَأَو
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‟kub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”(DEPAG, 1993: 34).
Pada Q.S al-Baqarah ayat 132 di atas ada kata al-dîn dan
ketundukan dan kerendahan hati, sehingga kata tersebut dapat berarti taat
dan tunduk. Kata al-dîn jika dihubungkan dengan al-islâm berarti
beribadah kepada Tuhan, atau taat dan tunduk kepada syariat-Nya. Kata
dâna – yadînu – daynan berarti meminjam atau hutang.
Kata al-dîn diartikan dengan agama dan daynan berarti meminjam
atau berhutang, kesemuanya menggambarkan hubungan dua belah pihak.
Pihak pertama mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibanding pihak
kedua. Tuhan yang menurunkan agama dengan manusia yang menaati
ajaran agama menunjukkan bahwa Tuhan, sebagai pihak pertama, lebih
tinggi dari manusia, sebagai pihak yang kedua.
Pengertian Islam dalam kata al-muslimûn menurut al Marâghî
adalah agama islam, sebagaimana penjelasannya, Allah memilih Ibrahim
karena seruannya terhadap ajaran Islam setelah melihat tanda-tanda yang
menunjukkan keesaan Allah. Memang banyak agama yang dikenal oleh
manusia, tetapi yang ini, yakni intinya adalah penyerahan diri secara
mutlak kepada Allah, dan amal salehnya serta tidak syirik/
mempersekutukan Allah (Budihardjo, 2009: 163-164).
Menurut Al Qur‟an, Ibrahim bukanlah seorang Yahudi atau
Kristen, melainkan seorang yang hanif dan muslim. Perkataan hanif
menunjukkan kepada yang murni, suci, dan benar dengan titik inti
pandangan Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid, sedangkan perkataan
muslim menunjukkan kepada pengertian sikap tunduk (dîn) dan pasrah
segalanya ialah tunduk dan pasrah total kepada Tuhan Yang Maha Esa
(islâm). Kedua pengertian itu merupakan hakikat kemanusiaan yang paling
asasi dan abadi (perennial), sebagai lanjutan atau konsekuensi adanya
perjanjian primordial antara manusia dan Tuhan untuk menghamba
kepada-Nya dan berbuat kebaikan yang akan menghantarkan kepada
Penciptanya itu(Taufik Abdullah, 2002: 185).
Allah berfirman:
اوُلاَق يِدْعَ ب نِم َنوُدُبْعَ ت اَم ِويِنَبِل َلاَق ْذِإ َتْوَمْلا َبوُقْعَ ي َرَضَح ْذِإ َءآَدَهُش ْمُتنك ُ ْمَأ
َ ن
ُوَل ُنَْنََو اًدِحاَو ًاىَلاِإ َقاَحْسِإَو َليِعاَْسِْإَو َميِىاَرْ بِإ َكِئآَباَء َوَلِإَو َكََلَِإ ُدُبْع
َنوُمِلْسُم
Adakah kamu hadir ketika Ya‟qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah
sepeninggalku”. Mereka menjawab. “Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyang-mu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya”(DEPAG, 1993: 34).
Sedangkan pada ungkapan
ادحاو اهلإ
(yaitu Ilah Yang Maha Esa)dalam Q.S al-Baqarah ayat 133, berbicara tentang tauhid (keesaan Allah).
Pengertian Esa adalah merupakan pusat bagi seluruh sifat-sifat Allah yang
wajib dimiliki-Nya. Esa berarti Esa zat-Nya, Esa perbuatan-Nya, Esa
kemauan-Nya, Esa Kekuasaan-Nya dan sifat-sifatNya yang lain.
Jadi, tak satupun yang menyamaiNya. Dia adalah al-Kholiq
Perkataan Esa tidak sama (artinya) dengan perkataan satu. Satu itu
merupakan (kata) bilangan atau angka.
Sedangkan angka itu fungsinya bisa dipecah, bisa di jumlah, dan
dikalikan maupun dibagi. Jadi, satu itu bisa dibagi atau dipecah menjadi
setengah, sepertiga, seperempat, enam, dan seterusnya.
Tetapi, Esa tidak seperti satu yang bisa ditambah, dikurangi,
dikalikan, dan dibagi, sehingga mengakibatkan macam-macam bagian dan
jenis maupun sifat. Karena itu (arti) kata Esa, sekaligus menolak
kepercayaan, faham, pengertian dan pendapat tentang adanya kekuatan
selain Allah. Juga, Allah itu sangat tidak bisa dikata terdiri dari beberapa
oknum; dua oknum, tiga oknum dan oknum seterusnya.
Tidak juga bisa dikatakan Tuhan pertama, tuhan kedua dan
seterusnya. Atau Tuhan Muda, setengah tua dan Tuhan tua. Begitu juga
tidakada Tuhan anak,Tuhan bapak, dan kemudian butuh Tuhan ibu dan
Tuhan nenek dan seterusnya. Hal itu amat mustahil (Falih dan Yusuf,
1973: 19).
Surat al Baqarah berisi wasiat berpegang teguh pada agama Islam
dan mengesakan Allah SWT mengingatkan kepada setiap orang tua
(terutama bapak) akan kewajibannya memberikan pendidikan tauhid
kepada anaknya. Seperti nasehat Ibrahim dan Ya‟qub kepada anaknya
yaitu adanya larangan untuk meninggalkan agama Islam sampai akhir
hayat nanti dan selalu taat dan tunduk atas apa yang difirmankan oleh
hal ini merupakan isyarat bahwa nasehat harus bersifat menyeluruh pada
setiap aspek keislaman, mulai dari masalah keimanan, dakwah,
aturan-aturan, hukum, keutamaan-keutamaan, sampai pada masalah adab dan tata
krama yang termasuk dalam pendidikan tauhid tersebut.
C. Konsep Menurut Ibnu Katsir
Bila melihat dalam al Qur‟an banyak ide atau gagasan kegiatan
atau usaha pendidikan, salah satunya dapat dilihat dalam surat al Baqarah
ayat 132-133. Dalam al Qur‟an surat al Baqarah tidak menjelaskan banyak tentang kehidupan Ibrahim dan keturunannya hanya dijelaskan tentang
wasiatnya kepada anak-anaknya yang merupakan konsep pendidikan
tauhid dalam keluarga untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana Allah telah menjadikan Ibrahim dan keturunannya
sebagai contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada
anak-anaknya dan contoh tersebut dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umatnya.
Seperti yang telah dicontohkan oleh Ibrahim dan Ya‟qub dalam surat al Baqarah ayat 132-133 bahwa selain ibu, pengaruh ayah terhadap
anaknya sangat besar pula. Dimata anaknya ia seorang tertinggi gengsinya
dan terpandai diantara orang-orang yang dikenalnya. Cara ayah itu
melakukan pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan
anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih-lebih bagi anak yang
agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ia mau mendekati dan