• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL BAQARAH AYAT 247 DAN AL MUNAFIQUN AYAT 4 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL BAQARAH AYAT 247 DAN AL MUNAFIQUN AYAT 4 SKRIPSI"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM

DALAM SURAT AL BAQARAH AYAT 247 DAN AL

MUNAFIQUN AYAT 4

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Azizah

111-14-181

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

▸ Baca selengkapnya: asbabun nuzul surat al fajr ayat 1-30

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

ِساَّنلل ْمُهُعَفْ نأ ِساَّنلا ُرْ يَخ

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karuniaNya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku, Bapak Wagiman dan Ibu Wartini yang telah merawat, menjaga dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menggali ilmu pengetahuan melalui tingkat pendidikan yang setinggi ini, juga atas semangat dan doa tiada hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikaan studi ini. Semoga ilmu yang penulis raih dapat membahagiakan orang tua, berguna bagi agama, nusa dan bangsa.

2. Kakakku Sobari Sakur dan Kurnia adikku Malia Rif‟ah terima kasih untuk kasih sayang yang selalu menguatkan hingga sampai di titik ini.

3. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. selaku dosen terima kasih telah memberikan bimbingan, arahan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Terimaksih atas dukungan dan perjuangan senior dan kader IMM khususnya PC IMM kota Salatiga.

5. Teman seperjuangan angkatan 2014 khususnya jurusan PAI.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta karunian-Nya kepada kami sehingga perencanaan, pelaksanaan dan tersusunnya skripsi dapat terlaksana dengan baik. Shalawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan ke zaman terang-benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis haturkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengn judul Konsep Tujuan Pendidikan Islam (Telaah Surat Al Baqarah Ayat 247 Dan Al Munafiqun Ayat 4). Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan. Penulis menyadari tanpa bantuan dari pihak, penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Muh. Hafidz, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah rela

menyisihkan waktunya untuk membimbing dengan penuh kebijaksanaan dan petunjuk-petunjuk serta dorongan-dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak ibu dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

(8)

viii

Akhirnya, semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat dan mudah-mudahan dengan skripsi ini akan menambah semangat untuk meneruskan langkah dalam memperjuangkan cita-cita pendidikan. Peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca. Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti berharap atas saran dan kritis yang membangun guna perbaikan di masa yang akan datang.

Wassalammu’alaikum Wr.Wb

Salatiga, 29 Agustus 2018

Azizah

(9)

ix

ABSTRAK

Azizah. 2018. Tujuan Pendidikan Islam dalam Surat Al Baqarah Ayat 247 Dan Al Munafiqun Ayat 4. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Muh. Hafidz. M.Ag.

Kata Kunci: Tunjuan Pendidikan Agama Islam

Penelitian ini tentang konsep tujuan pendidikan Islam (Telaah Surat Al Baqarah Ayat 247 Dan Al Munafiqun Ayat 4) Dalam perspektif Islam, konsep tujuan pendidikan dalam Islam termaktub dalam Al-Qur‟an yang pada dasarnya merupakan konsep yang ideal. Akan tetapi realitanya masih kurang dalam penerapannya. Dalam hal ini perlu adanya rumusan lebih dasar tujuan pendidikan Islam agar sesuai digambarkan dalam Al-Qur‟an. Alqur‟an merupakan mukjizat yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Kajian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya Konsep Tujuan Pendidikan Islam dalam proses pembelajaran yang berbasis Islam. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan Bagaimana Konsep Tujuan Pendidikan Islam dalam Al Qur‟an Surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4?

Untuk menjawab penelitian tersebut penulis menggunakan penelitian

library research. Sumber data dalam penelitian ini meliputi Al Qur‟an dan data -data yang diperoleh dari ahli tafsir yang relevan yang dijadikan sebagai rujuakan dalam membantu menganalisis permasalahan yang muncul, diantaranya Tafsir Al Misbah karya Quraisy Shihab, Tafsir Al Qur‟anul Majid An Nur karya Teungku Muhammad Hasbi Asy Syiddieqy, ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar Rifa‟i, dan Tafsir Departemen Agama serta buku ulumul Qur‟an dan buku-buku lain yang relevansinya berkaitan dengan pembahsan. Adapun metode yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode tahlili yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan ayat Al Qur‟an dari segala aspeknya mulai dari kosa kata, pokok isi kandungan serta munasabah.

(10)

x

DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Kajian Pustaka ... 11

(11)

xi

BAB II KOMPILASI AYAT

A. Redaksi Surat Al Baqarah Ayat 247 dan Al Munafiqun

ayat 4 serta terjemahnya ... 16

1. Al Baqarah ayat 247 ... 16

2. Al Munafiqun ayat 4 ... 17

B. Kosa Kata (Mufrodat) ... 17

1. Mufrodat Q.S. Al Baqarah ayat 247 ... 17

2. Mufrodat Q.S. Al Munafiqun ayat 4 ... 22

BAB III KANDUNGAN AYAT dan MUNASABAH A. Kandungan Surat Al Baqarah dan Al Munafiqun ... 26

1. Kandungan Surat Al Baqarah ayat 247 ... 26

2. Kandungan Surat Al Munafiqun ayat 4 ... 36

B. Munasabah Al Qur‟an Surat Al Baqarah dan Surat Al Munafiqun ... 41

1. Munasabah Surat Al Baqarah ... 42

2. Munasabah Surat Al Munafiqun ... 43

BAB IV PEMBAHASAN A. Tujuan Pendidikan dalam Perspektif Islam ... 45

B. Tujuan Pendidikan Islam dalam Al Qur‟an Surat Al 53

Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4 ... C. Tujuan Pendidikan Islam dalam Al Qur‟an Surat Al 61

(12)

xii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut Tarbiyah Islamiyah

merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan di akhirat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. “tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat. Maka

menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah berhenti, semakin banyak ilmu yang diperoleh maka semakin banyak tanggung jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu, disinilah letak kesinambungan untuk berlepas diri bila kelak diminta pertanggungjawaban disisi Allah SWT yakni telah dilakukan usaha optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain pada kebenaran sesuai manhaj yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

(14)

2

Menurut Hasbullah (2009: 10) pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga merupakan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian yang lebih tingggi. Pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia menuju kearah cita-cita tertentu, maka masalah pokok dalam pendidikan ialah memilih arah atau tujuan yang hendak dicapai. Hal inilah yang paling utama dalam rangka penghambaan diri kepada Allah dengan waktu yang telah dianugerahkan manusia selama masih hidup di dunia.

(15)

3

yang baik dan buruk untuk dirinya. Serta perasaan sadar untuk beribadah kepada Allah mejalakankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Kemudian bagaimana hubungan manusia tentang penggunaan akal dengan pendidikan. Manusia dan pendidikan bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Manusia dimanapun ia berada, dipastikan akan butuh dengan pendidikan, hal ini disebabkan karena fungsi utama dari pendidikan adalah mengembangkan seluruh potensi manusia yang ada ke arah lebih baik atau ke arah yang menjadi cita-cita manusia (Daulay, 2004: 3). Artinya manusia sebagai objek maupun subjek pendidikan.

Menurut Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas‟ud yang disampaikan

(16)

4

. ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."

mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi

itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan

darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan

mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui

apa yang tidak kamu ketahui."

Dalam perspektif Islam, tujuan pendidikan adalah sebagai pengubah karakter individu. Selain itu Islam juga mempunyai konsep yang mendasar mengenai tujuan pendidikan yang lebih membentuk manusia yang kamil, sehingga memiliki keseimbangan baik jasmani maupun rohani. Kesemuanya itu bertujuan untuk menjalankan tugas hidup sebagai

khalifah fil ard yang diharapkan mampu mengubah peradaban dinegeri ini.

Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berkesadaran dan bertujuan, Allah telah menyusun landasan pendidikan yang jelas bagi seluruh manusia melalui syariat Islam.

(17)

5

apa yang diinginkan muridnya dan sebaliknya murid juga harus tahu apa yang diinginkan gurunya. Oleh karena itu, tujuan pendidikan tidak dapat terlepas dari target yang diinginkan oleh suatu lembaga pedidikan. Selain karena tujuan pendidikan memiliki peran yang urgent dalam tujuan pendidikan juga akan memberikan arahan kepada pendidik dalam menjalankan segala kegiatan pendidikan.

Dalam perspektif Islam, konsep tujuan pendidikan dalam Islam termaktub dalam Al-Qur‟an yang pada dasarnya merupakan konsep yang ideal. Akan tetapi realitanya masih kurang dalam penerapannya. Dalam hal ini perlu adanya rumusan lebih dasar tujuan pendidikan Islam agar sesuai digambarkan dalam Al-Qur‟an. Alqur‟an merupakan mukjizat yang abadi dimana semakin maju ilmu pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah Swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad Saw demi membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya Ilahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lurus (Al-Qathan, 2006: 3). Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup umat manusia dari berbagai aspek kehidupan. Memahami Al-Qur‟an juga dengan menggunakan penalaran yang mendalam sehingga dapat memahami makna yang ada didalamnya.

(18)

6

Islam menerima pesan pesan dalam Al-Qur‟an. Dalam Al-Qur‟an tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran bagi umat dapat dilihat dalam konteks perbincangannya atau kandungan ayat-ayatnya. Setiap persoalan yang diperbincangkan Al-Qur‟an selalu menggambarkan tujuan yang ingin dicapai (Yusuf, 2013 :80). Jadi tujuan tersebut berupa pengetahuan. Dan pengetahuan itu merupakan sarana yang dapat mengantarkan peserta didik pada tujuan pendidik yang dikehendaki.

Dengan beberapa hal yang mendasari terjadinya permasalahan yang dijelaskan diatas, menurut hemat penulis konsep tujuan pendidikan dalam Al-Qur‟an sudah seharusnya diterapkan. Artinya konsep tujuan pendidikan dalam Al-Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4. Dari latar belakang inilah, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam konsep tujuan pendidikan Islam dalam Al-Qur‟an. Penulis mengkhususkan hanya meneliti salah dus ayat dalama Al-Qur‟an sehingga penulis mengambil judul KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (Telaah Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 247 Dan Al Munafiqun

Ayat 4).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah yang dijadikan dasar penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

(19)

7

2. Bagaimana konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir Al Munafiqun ayat 4?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari pokok pembahasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh deskripsi tentang konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir Al-Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247.

2. Untuk memperoleh deskripsi tentang konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir Al-Qur‟an surat Al Munafiqun ayat 4.

D. Kegunaan Penelitian

Mengungkap secara spesifik manfaat yang hendak dicapai dari aspek teoritis (keilmuan ) dengan menyebutkan manfaat teoritis apa yang dapat dicapai dari masalah yang diteliti. Juga dari aspek praktis (guna laksana) dengan menyebutkan manfaat apa yang dapat dicapai dari penerapan pengetahuan yang dihasilkan penelitian (Saraswati, 2011: 78).

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dapat memberikan beberapa manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

(20)

8

terkandung dalam tafsir surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4. Dapat menyumbangkan pemikiran tentang kandungan Al-Qur‟an yang terkandung dalam tafsir surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun bagi mereka yang membutuhkan.

2. Manfaat Praktis

Dapat memberi masukan kepada pendidik, pemikiran di masa mendatang, atau pun seluruh manusia dalam mensosialisasikan konsep tujuan pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam dan juga hasil.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan objek kajian skripsi ini, maka penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library risearch), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan kepustakaan, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Zed, 2008: 3).

(21)

9

terhadap sistem klasifikasi koleksi perpustakaan, dan instrumen penelitian perpustakaan seperti alat bantu bibliografis, bibliografi kerja dan tahap-tahap penelitian kepustakaan (Zed, 2008: 1-2).

Setidaknya ada empat ciri utama penelitian kepustakaan, yaitu:

Pertama, peneliti berhadapan langsung dengan teks atau nash

atai data angka atau bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata berupa kejadian, orang atau benda lain.

Kedua, data perpustakaan bersifat siap pakai, artinya peneliti tidak pergi kemana-mana, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber yang sudah tersedia di perpustakaan.

Ketiga, data pustaka umumnya adalah sumber skunder, dalam arti bahwa peniliti memperoleh bahan dari tangan kedua bukan data orisinil dan tang pertama di lapangan.

Keempat, kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan informasi statik tetap. Artinya kapanpun ia datang dan pergi. Data tersebut tidak akan pernah berubah karena ia merupakan sudah data “mati‟ yang tersimpan dalam rekam tertulis (Zed, 2008: 4).

Dalam skripsi ini, peneliti menganalisis muatan isi dari objek penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir Al Qur‟an surat Al

(22)

10

2. Metode Pengumpulan Data

Dokumentasi dari asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis . Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulensi rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 2013: 201).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik dokumentasi dalam pengumpulan data karena sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu dengan mencari dari buku tafsir dan buku-buku yang relevan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung subyek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 2009: 91). Sumber data primer ini berupa Al Qur‟an surat al

Baqarah ayat 247 dan surat Al Munafiqun ayat 4 beserta tafsir menurut para ulama, diantaranya Tafsir Al Misbah karya Quraisy Shihab, Tafsir Al Qur‟anul Majid An Nur karya Teungku

Muhammad Hasbi Asy Syiddieqy, ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar Rifa‟i, dan Tafsir Departemen Agama.

b. Sumber Sekunder

(23)

11

Al-Qur‟an yang berkaitan dengan konsep tujuan pendidikan Islam oleh mufassir dan buku-buku yang mendukung penulis untuk melengkapi isi serta interpretasi dari data sumber primer.

3. Metode Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data dengan menggunakn metode Tahlili. Metode

Tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an dari seluruh aspeknya, dimulai dengan menguraikan arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti ayat secara global, kemudian mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut dilanjutkan dengan membahas asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari rasul, atau sahabat atau dari para tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat

para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur pembahasan-pembahasan dan lainnya yang dipandang dapat memahami nash Al-Qur‟an (Izzan, 2014: 103).

F. Kajian Pustaka

(24)

12

Pertama, dalam penelitian saudara Nurchamidah mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo Semarang dan lulus tahun 2015 yang berjudul “Konsep Tujuan Pendidikan dalam Al-Qur‟an (Analisis Tafsir Q.S. Al Baqarah: 151, QS. Ali Imran: 164, dan QS. Al-Jumu‟ah: 2). Kesimpulan skripsi tersebut membahas lebih lanjut tentang

konsep tujuan pendidikan yang terdapat dalam Q.S. Al Baqarah: 151, QS. Ali Imran: 164, dan QS. Al-Jumu‟ah: 2 adalah sebagai sarana perubahan sosial. Hal ini bisa dilihat dari masing-masing ayat yang memiliki kandungan yang sama. Sehingga tersusun konsep tujuan individual, konsep tujuan sosial dan konsep dan tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam.

Konsep tujuan individual yang dimaksud adalah bagaimana setiap pribadi muslim berubah dalam sikapnya dan perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep tujuan sosial dalam pendidikan Islam melalui tahap-tahap dalam pembelajaran yaitu Nabi Muhammad SAW membacakan ayat-ayat Allah SWT kepada umatnya, menyucikan umatnya dan mengajarkan Al Kitab dal Al Hikmah serta hal-hal yang belum diketahui sebelumnya.

(25)

13

Kedua, dalam penelitian saudara Paryadi mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul Konsep Tujuan Pendidikan Islam Menurut Azyumardi Azra dan Relevansinya terhadap Pendidikan Agama Islam. Kesimpulan dari skripsi tersebut membahas tentang konsep tujuan pendidikan yang diuaraikan oleh Azyumardi Azra merupakasn langkah yang dilakukannya dalam merespon kondisi pendidikan pada saat ini.

Hasil penelitiannya menunjukkan berbagai konsep tujuan pendidikan Islam yang dipaparkan oleh Azyumardi Azra, diantaranya: Tujuan Umum dan Tujuan Khusus meliputi: 1) tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan generasi yang efektif dan efisien, 2) sumber tujuan yang utama adalah al Qur‟an dan As Sunah, 3)penekanan pendidikan buukanlah dari aspek pengajaran semata tetapi lebih pada aspek bimbingan, 4) Pendidikan Islam adalah proses penyiapan peserta didik untuk bisa membaur di dalam masyarakat, 5) pendidikan membentuk manusia menjadi rahmatal lil alamin, 6) tujuan esensi dari pendidikan Islam adalah tercapainya kebahagian di dunia dan di akhirat,penguasaan IPTEK menjadi titik tekan tersendiri bagi pendidikan Islam namun perlu dilandasi nilai-nilai etis, 8) kurikulum pendidikan Islam harus bersifat integrated dan komprehensif.

(26)

14

Jalaludian Rahmat Tentang Sosial Engeenering Dan Relevansinya Dengan Tujuan Pendidikan Islam. Kesimpulan Skripsi tersebut membahas lebih jauh tentang perubahan sosial yang memang sangat diperlukan bagi setiap orang.

Perubahan sosial dipengaruhi oleh cara berfikir setiap orang. Paradigma sangat mempengaruhi terhadap perkembangan pemikiran mereka. Dengan cara berfikir yang berbeda dengan manusia lainnya maka perubahan sosial setiap individu juga berbeda. Menurutnya tujuan pendidikan Islam sangat mempengaruhi perubahan sosial, masyarakat akan mendisain tujuan pendidikan Islam sesuai dengan keadaan sosial. Semakin maju keadaan sosialnya, maka semakin maju pula desain Tujuan Pendidikan Agama Islam.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi dalam lima pokok pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda. Secara rinci masing-masing bab akan membahas tentang hal-hal sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitiaan, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

(27)

15

Bab III Kandungan Ayat dan Munasabah surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4.

Bab IV Pembahasan ini berisi tentang inti dari konsep tujuan pendidikan yang terkandung dalam surat Al Baqarah ayat 247 dan Al Munafiqun ayat 4.

(28)

16

BAB II

KOMPILASI AYAT

C. Redaksi Surat Al Baqarah Ayat 247 dan Al Munafiqun Ayat 4 Serta

Terjemahnya

3. Al Baqarah Ayat 247

Sesuai dengan judul Bab ini maka penulis menyajikan kompilasi ayat-ayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini adapun ayat yang dikaji adalah surat Al Baqarah ayat 247





(29)

17

Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran).

D. Kosa Kata (Mufrodat)

Setelah menyajikan ayat dan terjemahnya, penulis perlu bagi penulis untuk menyajikan kosa kata yang terkait dengan ayat

1. Mufrodat Q.S. Al Baqarah ayat 247

a.

ََلَاق

berarti dia laki-laki berkata, yang berasal dari kata

لوُقَي

ََلَاق

ًََلاْوَق

(Bisri, 1999: 916). Disini dalam bentuk fiil madhi dengan

failnya huwa dia satu laki-laki dengan tandanya fathah.

b.

َ يِبََ

merupakan salah satu bentukan dan

ََأَبَ

.kata

يِبََ

adalah bentuk

tunggal, sedangkan jamaknya

َ ٌْوُيِبََ

-

ٍََْيِيِبََ

dan

اَيِبَْ

ََأ

yang berarti

(30)

18

kepada umat manusia dinamakan rasul. Dengan demikian semua rasul adalah nabi, tetapi tidak semua nabi adala rasul. Jumlah nabi lebih banyak dari pada rasul (Shihab, 2007: 678).

c.

َّللأ

َ

didahului oleh huruf

لا

dengan demikian allah merupakan

nama khusus yang tidak dikenal bentuk jamaknya. Alif dan lam

yang dibubuhkan pada kata

هَنِإ

merupakan sesuatu yang dikenal

dalam benak. Kedua tambahan huruf itu menjadika kata yang dibubuhi mejadi ma’rifat atau definite (diketahui/dikenal). Kemudian hamzah yang berada antara dua lam yang dibaca i pada kata illah tidak dibaca lagi sehingga berbunyi Allah, dan sejak itulah kata ini seakan-akan telah merupakan kata baru yang tidak memiliki akar kata, sekaligus kata Allah menjadi nama khusus bagi pencipta dan pengatur alam raya yang wajib wujud-Nya (Shihab, 2007:76).

d.

ََثَعَب

artinya mengutus, berasal dari kata

اًثْعَب

-

َُثَعْبَي

-

ََثَعَب

atau juga

dapat diartikan mengirimkan.

ََثَعَب

disini dalam bentuk fiil madhi

yang failnya dia laki laki(Bisri, 1999: 36).

e.

ََثْوناَط

adalah nama julukan seorang raja. Dikatakan demikian

karena orangnya sangat tinggi. Dalam perjanjian lama kitab Samuel diceritakan, “ia berdiri diantara rakyat (Bani Israil), dan

ternyata ia paling tinggi dari kesemuanya ke atasnya” (Al Maraghi,

(31)

19

f.

اَكِهَي

artinya raja, berasal dari kata

اًكْه

ََُي

-

َُكِههًَْي

َ

-

ََكَهَي

yang artinya

memiliki, menguasai, memerintah (Munawir, 1997: 1358). mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengadilan dan keshahihannya. Malik yang biasa diterjemahkan dengan raja adalah yang menguasai dan mengenai perintah dan larangan, anugrah dan pencabutan, dan karenai itu biasanya kerajaan terarah kepada manusia dan tidak kepada barang yang sifatnya tidak dapat menerima perintah dan larangan

g.

َ قَدَأ

artinya yang lebih berhak, asal katanya

اًّقَد

-

َُقِذَي

َ

-

َ قَد

dapat

diartikan dengan nyata, pasti, tetap (Munawir, 1997:282). Karena berwazan

ََمَعْفَأ

yang artinya melebihkan atau yang lebih. Dalam

ayat ini diartikan dengan pantas atau patut, yakni lebih pantas mengendalikan pemerintahan.

h.

َُكْهًُنا

artinya ikatan dan penguatan. Malik mengandung arti

penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengadilan dan keshahihannya. Malik yang biasa diterjemahkan dengan raja adalah yang menguasai dan mengenai perintah dan larangan, anugrah dan pencabutan, dan karenai itu biasanya kerajaan terarah kepada manusia dan tidak kepada barang yang sifatnya tidak dapat menerima perintah dan larangan. (Munawir, 1997: 1358).

i.

ًَتَعَس

artinya kelapangan, berasal dari kata

ًَاعْسَو

َ

-

ََعَسَو

artinya

(32)

20

j.

َِلاًَنا

artinya harta, asal kata dari

َ ًلاوُؤُيَ وَ ًلاْوَي

َ

-

ََلَاي

menjadi

kaya, memberi harta. Dalam bentuk isimnya menjadi

َِلاًَنا

jamaknya

َ لاَوْيَأ

(Munawir, 1997: 1328).

k.

ََداَز

artinya menambahkan, berasal dari kata

َُدْيِزَي

َ

-

ََداَز

berarti

menambah, diberi. Dalma bentuk fiil madhi (Yunus, 2015: 562). l.

ًَتَطْسَب

artinya melebihkan, berasal dari kata

اًطْسَب

َ

-

َُطُسْبَي

َ

-

ََطَسَب

berrmakna menggembirakan, menyenangkan. Dalam kamus Al Bisri

ًَتَطْسَب

berarti keluasan dalam ilmu pengetahuan (Bisri,

1999:33).

m.

ىْهِعنا

I lmu bentuk masdar dari

ََىِهَع

menurut Ibnu Faris kata ilmu

memiliki arti denotatif bekas sesuatu dengannya dapat dibedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Ibnu Manzhur ilmu adalah antonim dari tidak tahu (Shihab, 2007: 347).

n.

ىْسِجنا

berarti badan, tubuh, substansi dan semua mempunyai

panjang, lebar dan kedalaman. Kata ini mempunyai akar kata jim sin dan mim, yang makna dasarnya ialah berkumpulnya sesuatu. Dari akar kata ini dibentuknya kata

ىَسُج

ىِسَج

yang berarti yang

besar tubuhnya, dan

اًًْسُج

yang bermakna dengan

ىسِج

,

ىسِج

(33)

21

Secara khusus ayat tersebut menunjuk pada keistimewaan raja Thalut (didalam injil perjanjian lama disebut Saul) yang diberi amanat oleh nabi Samuel untuk memerintah Bani Israil setelah era Nabi Musa dalam menghadapi ancaman bela tentara musuh yang dipimpin oleh raja Jalut. Pada mulanya Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja mereka karena ia bukan dari kabilah besar, melainkan dari kabilah kecil dikalangan Bani Israil, dan juga bukan hartawan. Nabi Samuel menjelaskan bahwa pemilihan Thalut sebagai raja bukan pendapat dan pilihan pribadinya, tetapi berdasarkan pilihan Allah yang mengaruniainya keluasan ilmu pengetahuan dan perkasaan tubuh. Thalut lebih pintar, lebih berani, lebih kuat dan sabar di dalam peperangan dari pada orang-orang Bani Israil lainnya. Oleh karena itu orang yang diangkat sebagai pemimpin bangsa haruslah orang yang berilmu dan memiliki jasmani dan perkasa dan bagus (Shihab, 2007: 398).

o.

َ عِساَو

terambil dari kata yang menggunakan huruf-huruf waw, sin

(34)

22

anugrah. Yang luas dalam petunjuk, tidak akan menyesatkan, apalagi menjerumuskan, tetapi membimbing dengan amat baik dari yang dikehendaki. Demikian Allah Yang Maha Luas. (Shihab, 2007:1075).

p.

ىْيِهَع

berarti Maha Mengetahui, berasal dari kata

ىْهِع

yang menurut

pakar bahasa berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Allah dinamai

ىْيِهَع

karena pengetahuanNya yang

amat jelas sehingga terungkap bagiNya hal-hal yang sekecil apapun (Shihab, 2007:330).

2. Mufrodat Q.S. Al Munafiqun ayat 4

a.

ََجْيَأَر

berarti melimat asal kata raa yaro ro’yatan. Secara etimologis kata ini berarti memperhatikan atau memandang dengan mata atau pikiran. Sebagian pakar ada yang mengartikan kata ra dengan memperhatikan dengan mata, meyakini dengan akal dan memperhatikan dengan pandangan hati. Sebagian lainnya memberi makna untuk kata ra‟a dengan ,melihat dengan mata kepala maupun dengan mata hatin (Shihab, 2007: 799).

b.

واَسْجَأ

dalam bentuk jamak mengacu ke tubuh, jasmani, atau

(35)

23

orang-orang Islam. Kaum munafik yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah kaum munafik Madinah di masa Nabi Muhammad saw. Yang dikepalai oleh Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Penampilan lahiriyah mereka memukau orang lain dengan penampakan tubuh jasamani yang menawan, atau dengan pakain indah gemerlap sehingga ucapan mereka diperhatikan dan diindahkan. Ayat ini memperingatkan kaum muslim agar tidak terpukau dengan ajsam, tubuh, penampilan luar yang indah dari orang-orang munafik yang bermuka dua, dan agar tetap berpedoman kepada kebenaran ilahi dalam mencari kebenaran hakiki dan keadilan sejati, sekalipun yang menyampaikan kebenaran ilahi itu orang yang jasmani dan tubuhnya tidak menarik dan tidak menimbulkan kekaguman (Shihab, 2007:398).

c.

ََكُبِجْعُح

artinya kamu kagum, asal katanya

َ اًبَجَع

-

بِجْعُي

َ

-

ََبَجَع

yang bermakna heran, kagum, atau takjub terhadap sesuatu (Bisri, 1999:479). Disini dalam bentuk fiil mudhorik yang rofa’tandanya

dhomah.

d.

عًَْسَح

bermakna mendengarkan, menangkap suara/ bunyi asal kata

ََعًََس

َُعًْسَي

اًعًَْس

dapat diartikan dengan mendengar (Munawir,

1997:659).

e.

بُشُخ

yang berarti kayu-kayu jamak dari

ََبَشَخ

(Bisri, 1999: 160).

(36)

24

Jamak yang biasanya digunakan akhsyaab bentuk jamak dari

khasyabun. Dengan demikian,

بُشُخ

bentuk jamak dari khasyabun.

Pemakaian kata ini digunakan untuk menggambarkan keadaan kaum munafik pada saat tersebut, yaitu jumlah mereka sangat banyak sekali (Deparetmen, 2009: 140)

f.

ةد َُسُي

artinya tersandar, asal katanya

َ دْوُُُس

َ

-

ََدَُسَي

َ

-

ََدََُس

artinya

bersandarkan (Bisri, 1999: 345).

g.

تَذْيَص

artinya teriakan,asal katanya

َ حاَيِص

-

َُخِصَي

-

َ حاَص

bermakna berteriakَ(Yunus, 2015:581). Dalam kalimat ini dalam bentuk isim nakiroh yang tandanya bertanwin. Kata tersebut mulanya dipakai untuk menunjukkan suara yang terdengar dari kayu terbelah atau pakaian robek. Kemudian dipakai untuk menunjukkan suara apa saja yang keras, baik dari manusia berupa “teriakan” maupun dari selain manusia. Kemudian jika

dirangkaikan dengan pohon atau tumbuhan maka kata itu diartikan „tinggi‟. Kata

تَذْيَص

yang berkedudukan majrur sebagai mudhaf

ilaih menurut Ar Rozi menafsirkan kata

تَذْيَص

yang terdapat

(37)

25

h.

َ وُدَعنا

َ

artinya musuh, jamaknya

َ ءادْعَأ

bermakna musuh-musuh

(Bisri, 1999: 220). Dalam kalimat ini dalam bentuk isim makrifat

karena berimbuhan alif dan lam.

i.

َْرَذْدأ

artinya waspadalah, asal katanya

اًرَذَد

ََرَذَد

َ

dapat diartikan

(38)

26

BAB III

KANDUNGAN AYAT dan MUNASABAH

C. Kandungan Surat Al Baqarah dan Al Munafiqun 1. Kandungan Surat Al Baqarah Ayat 247

Surat Al Baqarah (sapi betina) adalah surat kedua dalam Al Qur‟an surat ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata dan 25.500 huruf dan

tergolong surat madaniyah. Sebagian besar ayat dalam surat ini diturunkan pada permulaan hijriah, kecuali ayat 281 yang diturunkan di Mina saat peristiwa haji wada. Surat ini merupakan surat terpanjang dalam Al Qur‟an.

Surat ini dinami Al Baqarah yang artinya sapi betina karena di dalam surat ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67-74). Surat ini juga dinamai fustatul ur’an (puncal Al Qur‟an) karena memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surat yang lain. dinamai juga surat

alif lam mim karena surat ini dimulai dengan huruf Arab alif lam mim.

(39)

27 a. Tafsir Al Misbah

Menurut Quraish Shihab dalam Al Qur‟an surat Al Baqarah

ayat 247 ini menguraikan kisah tentang kedurhakaan kelompok Bani Israil yang mengakibatkan direbutnya Tabut dari tangan musuh. Peristiwa tersebut membuat mereka bertaubat kepada Allah dan memohon diangkatnya raja dari kalangan mereka sendiri untuk memimpin dalam memerangi musuh. Tetapi, ketika Allah SWT menunjuk Thalut sebagai raja karena kelebihannyadalam fisik dan pengetahuan, sebagian dari mereka justru menolaknya.

Sebagai bentuk pembuktian Allah SWT mengembalikan Tabut lewat malaikat sehingga memunculkan ketenangan batin dan kekuatan mental bagi kaum Bani Israil (Shihab, 2012: 81). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecerdasan dan kekuatan fisik.

b. Tafsir An Nur

(40)

28

Beberapa lama mereka tidak mempunyai raja atau panglima perang. Mereka hanya dipimpin oleh pemuka-pemuka agamanya. Diantara Nabi-nabi mereka ialah: Syamuwil yang juga menjadi hakim. Sesudah beliau tua, beliau mengangkat anak-anaknya menjadi qadhi.akan tetapi mereka berlaku curang dan memakan uang sogok. Maka pada suatu ketika berkumpullah kepal-kepal Bani Israil yang disebut dalam ayat ini dengan Al-Mala’a meminta kepada Syamuwil , memilih seorang raja untuk mengendalikan pemerintahan. Syamuwil meneragkan kepada mereka kekejaman-kekejaman raja dan keinginan menjajah bangsa lain. Mereka berkeras memintanya. Maka Allah mengilhamkan kepada

Syamuwil supaya memilih Thalut seorang menjadi raja.

Betapa ia dapat menjadi raja kami padahal masih ada orang yang lebih berhak dari padanya. Dia bukan seorang yang berhata yang perlu dipunyai oleh seorang raja dan dia bukan keturunan raja dan bukandari keturunan Nabi.

Telah menjadi tradisi mereka, bahwa raja itu harus dari keturunan Yahuza ibn Ya‟kub tidak bolehh dari oarang lain dan

(41)

29

adalah keturunan Lawa ibn Ya‟kub dan keturunan Musa As dan Harun.

Telah menjadi tradisi manusia, bahwa pemerintahan itu dipegang oleh ahli waris raja, atau bangsawan tinggi yang memudahkan pemuka-pemuka rakyat tunduk kepadanya. Disamping itu harus mempunyai harta. Mereka tidak memperdulikan ilmu, keutamaan budipekerti dan sifat-sifat pribadi.





Nabi Syamuwil berkata pada kaumnya; Allah telah memilih Thalut menjadi raja mereka karena Thalut mempunyai beberapa keistimewaan.

Pertama, fitrahnya, dan itulah yang sangat penting.

Kedua, luas pengetahuan yang dibutuhkan untuk pentadbiran.

Ketiga, sehat tubuh dan sempurna tenaganya yang diperlukan untuk kecerdasan pikiran

Keempat, mendapatkan taufik dari Allah yang diperlukan untuk memerintah.

(42)

30

ia memperoleh harta yang diperlukan untuk mengurus pemerintahan.

Allah itu, maha luas tassarufnya dan kekuasaan-Nya. Apabila Allah menghendaki sesuatu urusan yang dikehendaki oleh hikmat-Nya dalam susunan makhluk-Nya, maka itulah yang terjadi.

Allah maaha mengetahui segala jalan hikmat. Maka Allah meletakkan untuk makhluk-Nya, undang-undang nidham yang amat indah ini dan amat kokoh yang tak kuasa diatasi oleh seorang juapun. Tuhan mendahulukan ilmu atas kesehatan tubuh, adalah untuk memberi pengertian, bahwa kesehatan badan itu, wajib didahului oleh ilmu yang luas (Asy Syiddieqy, 1995: 425).

c. Tafsir Muyasar

Nabi Syam‟un AS berkata kepada mereka “Sesungguhnya

(43)

31

berada disisi kami? Jadi , sebenarnya kamilah yang lebih pantas untuk menjadi raja daripadanya, karena kekayaan ada pada kami dan dia orang fakir.”

Nabi mereka pun menjawab, “Pilihan telah ditetapkan oleh

Allah. Dia lebih mengetahui hikmah, maslahat (yang terbaik), dan kesudahan dari setiap perkara. Dan ketahuilah, bahawa Thalut adalah seorang yang mempunyai ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa. Dengan ilmunya ia bisa memimpin manusia dan dengan tubuhnya yang kuat ia bisa mengendalikan perang. Orang yang memiliki ilmu mempunyai jiwa yang kuat, dan pemilik tubuh perkasa memiliki ketegasan, sehingga orang seperti inilah yang lebih pantas untuk berpengaruh dan berkuasa. Hanya Allah saja yang berkuasa untuk memilih siapa hamba Nya yang pantas menjadi raja, karena Dialah pemilik seluruh kerajaan dan Dia lebih mengetahui siapa yang lebih pantas untuk menjadi raja.

(44)

32 d. Tafsir Ibnu Katsir

Allah mengangkat Thalut sebagai raja Bani Israel. Dia berasal dari salah seorang tentara Bani Israel, dan bukan dari keturunan Yahuda. Maka mereka berkata, “bagaimana mungkin

dia dapat memerintah kami, padahal kami lebih berhak memerintah dari pada dia, dan dia pun tidak dianugrahi kelapangan harta benda?”. Maksudnya, dia bukan dari keturunan

raja, dia orang miskin dan tidak memiliki kekayaan untuk mendirikan kerajaan. Ucapan itu merupakan bantahan Bani Israil terhadap nabinya. Yang seharusnya mereka lakukan adalah menaati dan berkata makruf.

Maka nabi mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih Thalut untuk menjadi raja kalian” dan Allah lebih

mengetahui dia daripada kalian, dan aku bukanlah orang yang menentukannya, namum Allahlah yang menyuruhku untuk memilihnya berdasar permintaan kalian kepadaku, dan menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”

(45)

33 e. Tafsir Departemen Agama

Pada masa itu telah menjadi kebiasaan Bani Israil bahwa soal-soal kenegaraan diatur oleh seorang raja dan soal agama dipimpin oleh seorang yang juga ditaati oleh raja sendiri. Samuel (nabi mereka pada saat itu) yang mengetahui tabiaat Bani Israil, ketika mendengar usul mereka mengangkat seorang raja, timbul keraguan dalam hatinya tentang kesetiaan Bani Israil itu, sehingga beliau berkata, “Mungkin sekali jika kepada kamu nanti

diwajibkan perang, kamu tidka mau berperang.” Beliau sering

menyaksikan sifat penakut di kalangan mereka.

Mereka menjawab, “mengapa kami tidka berperang di jalan Allah. Padahal telah cukup alasan yang mendorong kami untuk melaksanakan perang itu? Kami telah diusir dari kampung halaman kami dan anak-anak kamipun banyak yang di tawan oleh musuh.”

(46)

34

Allah mengetahui orang-orang yang tidak ikut berjihad itu dan mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang zalim, yang menganiaya dirinya sendiri disebabkan tidak mau berjihad untuk membela hak dan menegakkan kebenaran. Mereka di dunia menjadi orang-orang yang celaka dan mendapat siksa.

Samuel mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah telah mengangkat Thalut (dalam Bibel Saul ) sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja dengan alasan, bahwa yang boleh dijadikan raja hanyalah kabilah Yehuda, sedangkan Thalut dari kabilah Bunnyamin. Lagi pula disyaratkan yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Thalut bukan hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka menolak. “Bagaimana Thalut akan memerintah kami, padahal kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan dari pada dia, sedangkan diapun tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja”.

Samuel menjawab bahwa Thalut diangkat menjadi raja atas pilihan Allah karena itu Allah menganugrahkan kepadanya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa sehingga mampu mempimpin Bani Israil. Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa seorag yang akan dijadikan itu hendaklah.

(47)

35

2) Menguasai ilmu pengetahuan yang luas, mengetahui letak kekuatan umat dan kelemahannya, sehingga dapat memimpinnya dengan penuh bijaksana.

3) Memiliki kesehatan jasmani dan kecerdasan pikriran.

4) Bertakwa kepada Allah agar mendapat taufik dan hidayah Nya, untuk mengatasi segala kesulitan dan tidak mungkin diatasinya sendiri, kecuali denga taufik dan hidayahnya.

Adapun harta kekayaan tidak dimasukkan menjadi syarat untuk menjadi raja, karena bila syarat-syarat yang empat tersebut telah dipenuhi maka mudah baginya untuk mendapat harta yang diperlukan, sebab Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui (Departemen Agama, 2009: 365).

(48)

36

2. Kandungan Surat Al Munafiqun Ayat 4

a. Al Misbah

Berdasarkan tafsir yang ditulis oleh Quraish Shihab kandungan surat Al Munafiqun ayat 4. Manusia yang hanya memperhatikan sisi lahiriyah dan mengabaikan sisi batiniah serta mengotorinya itu bagaikan kayu yang bersandar, sehinggatidak memiliki daya hidup, tidak memiliki pijakan yang kukuh seperti kayu yang tercabut akarnya, dan tentu saja tidak memiliki pula buah yang dapat dinikmati. Mereka selalu mengira bahwa setiap teriakan yang keras dari apa dan siapapun mengira tertuju untuk menjatuhkan bencana atas mereka. Dapat dikatakan bahwa mereka adalah musuh dalam selimut, sehingga orang-orang dihimbau untuk mewaspadai mereka. Allah membinasakan mereka, yakni dengan mengutuk dan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya. Sungguh mengherankan, bagaimana mereka dipalingkan sehingga tidak menyadari keburukan perangai mereka!

Ada riwayat yang mengatakan bahwa tokoh munafik Abdullah Ibn Ubay memiliki tubuh yang tegar, lidah yang fasih lagi tampan. Demikian juga beberapa tokoh mereka yang lain. Mereka sering kali hadir di majelis Rasul, sambil bersandar di majelis. Menurut al Biqa‟i penggunaan kata

ٌإ

in, mengisyratkan

(49)

37

SAW, karena mereka tidak senang kepada beliau dan merasa tidak ada kepentingan mereka untuk bertanya. Ini karena mereka mengidap penyakit-penyakit hati (Shihab, 2012: 78).

b. Tafsir An Nur

Asy Syiddieqy dalam tafsirnya, mengungkapkan bahwa orang-orang munafik itu sama dengan bayang-bayang yang tidak bernyawa. Indah rupanya tetapi buruk pekertiya. Oleh karena itu mereka menyerupai kayu yang kosong dalamnya, walaupun masih tampak baik dari luarnya, namun sudah tidak dapat dipergunakan

melihat mereka, niscaya tubuh-tubuh mereka mengagumkanmu.

Apabila kamu melihat keadaan tubuh mereka yang kuat dan tegap, tentulah hatimu tertarik dan kagum kepada mereka.



Jika mereka berkata, tentulah kamu tertarik mendengar percakapan mereka.

Jika kamu mendengar tutur kata mereka yang lemah lembut dan tersusun rapi, tentulah kamu ingin berbicara lama dengan mereka. Sebab pembicaraan mereka menarik hatimu.

(50)

38

Mereka seperti kayu yang disandarkan.

Orang-orang munafik itu sama dengan bayang-bayang yang tidak bernyawa. Indah rupanya tetapi buruk pekertinya. Karenanya, mereka menyerupai kayu yang kosong dalamnya, walaupun masih tampak baik dari luarnya, namun sudah tidak dapat dipergunakan

Mereka menyangka setiap suara keras ditujukan kepada diri mereka.

Setiap mendengar suara panggilan suara panggilan dari kemah tentara atau ada seekor binatang yang terlepas atau terjadi sedikit kegaduhan, mereka pun menyangka bahwa musuh telah datang mengepung diri mereka. Mereka pun menyangka bahwa rahasia diri mereka telah terbongkar dan mereka pasti binasa.

mulut tersenyum, tetapi hatinya culas.

(51)

39

Karena mereka adalah musuh yang amat berbahaya, maka janganlah kamu mempercayakan sesuatu rahasia kepadanya. Jangan pula kamu terpedaya dengan sikap mereka.

Mudah-mudahan Allah mengutuk mereka dan menjauhkan mereka dari rahmat-Nya.









Bagaimana mereka dipalingkan dari kebenaran.

Bagaimana mereka sampai melupakan kebenaran, padahal mereka mempunyai cukup keterangan yang dapat mereka pergunakan untuk membuktikan kebenaran itu (Asy Shiddieqy, 1995: 4232-4233).

c. Tafsir Muyasar

(52)

40

Orang-orang munafik itu mengira setiap anacaman malapetaka dan bencana ditujukan kepada mereka karena prasangka buruk mereka, juga karena mereka menyadari telah melakukan perbuatan jelek sehingga cemas karenanya. Semoga Allah menghinakan dan menghancurkan mereka, bagaimana bisa mereka menyimpang dari petunjuk yang benar, menjauhi kebenaran dan justru cenderung kepada kebatilan (Al Qarni, 2007: 347).

d. Tafsir Ibnu Katsir

Dalam ayat ini menjelaskan yaitu bentuk tubuh mereka baik dan lidah-lidah mereka pun fasih sehingga orang yang mendengarkan akan menaruh perhatian kepadanya karena gaya bahasanya yang amat tinggi. Walaupun begitu, sebetulnya mereka berada dipuncak kegelisahan dan kekhawatiran (Ar Rifa‟i, 1999:710).

e. Tafsir Departemen Agama

(53)

41

perumpamaan bagi orang yang kelihatannya bagus, tetapi amal perbuatannya jelek. Lahiriyahnya elok, tetapi batinnya busuk, tidak ubahnya dengan kayu yang didalamnya kosong melompong, kelihatan indah, tetapi tidak dapat digunakan, tidak dapat diharapkan dari padanya hal yang baik dan bermanfaat (Departemen Agama, 2007: 142).

Dapat diambil kesimpulan inti dari surat Al Munafiqun ayat 4 ini adalah menggambarkan manusia yang memiliki jasmani yang sempurna, memiliki kecerdasan sehingga dapat tutur bahasanya baik yang membuat orang senang mendengarnya. Namun dia tidak memiliki keimanan kepada Tuhannya. Seperti inilah yang dikatakan sebagai orang munafik, baik luarnya namun busuk dalamnya. Artinya ciri ini tidak masuk dalam golongan manusia yang sempurna dalam Islam karena keimanan atau ketaqwaan menjadi syarat dari ciri manusia yang sempurna.

D. Munasabah Al Qur’an Surat Al Baqarah dan Surat Al Munafiqun

Pengertian dari munasabah secara terminologis munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat dalam hal-hal tertentu dalam Al Qur‟an baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan urusan satu

dengan lainnya.

(54)

42

beberapa surat Al Qur‟an. Apakah hubungan ini berupa ikatan yang am

umum ataupun yang khas khusus atau hubungan sebab-akibat atau antara rasional dan irasionala ataupun dua hal yang kontradiksi (Anwar, 2005: 61).

1. Munasabah Surat Al Baqarah

a. Munasabah surat Al Fatihah dan Al Baqarah

1) Surat al fatihah merupakan pokok-pokok pembahansan yang akan dirinci dalam surah Al Baqarah dan surah surah sesudahnya;

2) Di bagian akhir surat al fatihah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedangkan surat al Baqarah di mulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al Qur‟an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang

dimaksudkan itu.

3) Di akhir surat alfatihah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberikan nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan diawal surat al Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia yaitu orang yang bertakwa, orang kafir dan orang munafik (Departemen Agama, 2007: 32).

(55)

43

kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya (Departemen Agama, 2007: 31).

2. Munasabah Surat Al Munafiqun

Hubungan surat Al Munafiqun dengan surat Al Jumuah

a. Dalam surat Al Jumuah Allah menerangkan bahwa orang muslim menjadi mulia karena ajaran Nabi Muhammad, sedangkan pada surat Al Munafiqun diterangkan bahwa orang-orang munafik menjadi sesat dan hina karena tidak mau menjalankan ajaraan Nabi.

b. Dalam surat Al Jumuah orang muslim diperintahkan meninggalkan perniagaannya dan segera pergi salat jumat, sedangkan pada surat almunafiqun diperingatkan bahwa harta benda dan anak jangan sampai melalaikan orang dari mengingat Allah (Departemen Agama, 2007: 138).

(56)

44

(57)

45

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Tujuan Pendidikan dalam Perspektif Islam

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat (Darajat, 2011: 29).Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang mengembangkan segala potensinya sehingga ia mencapai kualitas diri yang lebih baik. Inti dari pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya (lahir dan batin), baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri (Saebani, 2012: 39). Tujuan pendidikan dalam perspektif Islam tidak jauh dari tujuan penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada Allah yang terkandung dalam surat Adz Dzariyat ayat 56:



(58)

46

pendidikan haruslah mempersiapkan manusia agar semua diniatkan untuk jalan mendekatkan diri kepada agar menjadi hamba Allah yang Ibadur Rahmah.

Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menyangkut hidup dan kehiduapan manusia yang senantiasa terus berproses dalam perkembangan kehidupannya. Diantaranya persoalan pendidikan yang cukup penting dan mendasar adalah mengenai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan termasuk masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa perumusan tujuan pendidikan yang baik maka perbuatan mendidik menjadi tidak jelas , tanpa arah dan bahkan bisa tersesat atau salah langkah. Oleh karenanya, masalh tujuan pendidikan menjadi inti dan sangat penting dalam memnentukan isi dan arah pendidikan yang diberikan (Kartono, 1992: 214).

(59)

47

hakekat dan tugas manusia yang mampu melaksanakan amanat dari Tuhan, tugas kemanusiaan, tugas kewarganegaraan, tugas kemasyarakatan, tugas pribadi dan yang lainnya dengan sebaik-baiknya (Abdullah, 2002: 41).

Menurut Muhammad Quthb tujuan pendidikan agar umat muslim menjadi orang yang bertaqwa yang mampu menjalankan ibadah menyembah Allah yang diterapkan dalam aktivitas kehidupan sehingga ia dapat mengemban amanat Allah sebagai khalifah yang memakmurkan bumi (Quthb, 1995: 21)

Sebagai khalifah, khalifah manusia harus dapat menjaga kelestarian tempat tinggalnya. Sebagaimana dalam Al Qur‟an Surat Al

Baqarah ayat 30:

"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."

(60)

48

Omar Muhammad Al-Taomy Al Syaibani mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok yang paling menonjol yaitu:

1. Sifat yang bercorak agam dan akhlaq

2. Sifat komprehensif yang mencakup segala aspek pribadi pelajar (subjek didik), dan semua spek perkembangan dalam masyarakat 3. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara

unsur-unsur dan cra pelaksanaanya

4. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan dan perubahan yang dikehendaki pada tungkah laku dan kehidupan, memperhitungkan perbedaan-perbedaan perorangan diantara individu, masyarakat dan kebudayaan dimana-mana dan kesangggupan untuk berubah dan berkembang bila diperlukan (Al Syaibani, 1979: 436).

Kemuudian dirumuskan secara umum dalam liam tujuan yaitu:

1. Untuk membentuk akhlaq mulia. Kaum muslimin dari dahulu sepakat bahwa pendidikan akhlaq yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya

2. Persiapan untuk kehidupan di dunia dan diakhirat. Pendidikan Islam bukan hanya menitik beratkan pada keagamaan dan keduniaan saja, melainkan pada keduanya dan memandang kesiapan keduanya sebagai tujuan yang asasi

(61)

49

tetapi juga menyeluruh bagi kesempurnaan kehiduapan, atau yang lebih dikenal sekarang ini dengan anma tujuan-tujuan vokasional dan profesional.

4. Menumbuhkan semangat ilmiah (scintific spirit) pada para pelajar, dan meneruskan ras ingin tahu (curiosity), serta memungkinkan mereka mengkaji ilmu dengan ilmu itu sendiri.

5. Menyiapkan pelajar dari segi profesi, teknik dan perusahaan supaya dapat menguasai profesi tertentu dan ketrampilan pekerjaan tertentu, agar dapat mencari rezeki dalam hidup, disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan (Al Syaibani, 1979: 9-11).

Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah mengatakan dalam bukunya “Educational Theory a Qur’anic Outlook”, Ibahwa pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah SWT. Atau sekurang-kurangnya mempersiapkan jalan yang mengacu kepada tujuan akhir. Tujuan Islam menurutnya dibangun atas tiga komponen sifat dasar manusia yaitu: tubuh, ruh, akal yang masing-masing harus dijaga (Arief, 2002; 18).

(62)

50

Menurut Khoiriyah, tujuan pendidikan Islam adalah secara terminologis, tujuan dapat diartikan sebagai perbuatan yang diarahkan kepada suatu sasaran khusus. Tujuan dalam proses pendidikan Islam adalah idealis atau cita-cita yang mengandung nilai-nilai Islami yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang didasarkan ajaran Islam secara bertahap (Khoiriyah, 2012: 20).

Al Syaibani menjabarkan tujuan pendidikan menjadi: pertama

tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa, pengetahuan, tingkah laku, jasmani dan rohani, dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.

Kedua tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat. Ketiga,

tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat (Tafsir, 2008: 49). Penjabaran diatas ditujukan untuk keperluan dalam pelaksanaan pendidikan yang terperinci.

Dalam kehidupan sehari-hari, indikator tercapainya tujuan pendidikan Islam adalah mencetak anak didik yang mampu bergaul dengan sesama manusia dengan baik dan benar serta mengamalkan amar

(63)

51

dalam kehidupan dan telaten, sabar, serta cerdas dalam masalah yang dihadapi (Saebani, 2008: 147).

Dalam ajaran Islam, seluruh aktivitas manusia bertujuan meraih tercapainya insan yang beriman dan bertakwa. Dengan demikian, apabila anak didik telah beriman dan bertakwa, artinya telah tercapai tujuannya.

Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam yang bertujuan mencetak anak didik yang beriman, wujud dari tujuan itu adalah akhlak anak didik. Itu mengacu pada kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan yang dilaksanakan diberbagai lembaga, baik lembaga pendidikan formal maupun nonformal.

Beberapa indikator tercapainya tujuan pendidikan Islamdapat dibagi menjadi tiga tujuan mendasar.

1. Tujuan tercapainya anak didik yang cerdas. Ciri-cirinya adalah memiliki tingkat kecerdasan intelektualitas yang tinggi sehingga mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh dirinya sendiri maupun membantu menyelesaikan masalah orang lain yang membutuhkannya.

2. Tujuan tercapainya anak didik yang memiliki kesabaran atau kesalehan emosional sehingga mampu memperlihatkan kedewasaan menghadapi masalah dalam kehidupannya.

(64)

52

melaksanakan rukun Islam yang lima dan mengejawantahkannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menjalankan shalat lima waktu, menjalankan ibadah puasa, menunaikan zakat karean secara ekonomi telah diwajibkan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah karena telah bernasib dan bernisab (Saebani, 2012: 147).

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan di atas, pendidikan Islam harus memiliki lembaga pendidikan yang berkualitas dengan dilengkapi oleh sumber daya pendidikan yang kompeten.

Kaitannya dengan pandangan diatas, Allah SWT berfirman dalam surat AL Mujadilah ayat 11:







Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(65)

53

Pendidikan nasional sumber dan dasarnya adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa tujuan pendidikan bangsa Indonesia tertera dalam Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 sebagi berikut: mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujaun untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pidarta, 2004: 6). Pendidikan nasional di Indonesia mengikuti pendidikan yang berbasis nilai-nilai ketuhaanan karena tujuan utamanya adalah terciptanya anak didik yang beriman dan bertakwa.

Jadi pendidikan Islam bertujuan membentuk pribadi muslim yang menjalankan keimanan dan ketakwaaan dalam menjalani kehidupan di dunia dengan mencontoh Muhammad sebagai suri teladan umat Islam.

B. Tujuan Pendidikan Islam Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah Ayat

247

Al Qur‟an merupakan pedoman hidup manusia baik di dunia

(66)

54

supaya isi kandungan dalam ayat Al Qur‟an untuk disebarluaskan kepada umat manusia. Baik pesan yang berbentuk tersirat maupun tersurat.

Makna yang terkandung dalam Al Qur,an surat dari Al Baqarah ayat 247 adalah kisah Thalut yang diangkat menjadi raja, karena dia memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan yang dimiliki Thalut diantaranya adalah memiliki keluasan ilmu, sehingga mengetahui letak kekuatan umat dan kelemahannya, maka ia dapat memimpin negaranya dengan penuh bijaksana. Selain itu Thalut memiliki kesehatan jasmani, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugasnya sebagai raja. Kelebihan lain yang dimiliki Thalut adalah ketaqwaan kepada Tuhannya. Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Thalut digolongkan sebagai ciri manusia sempurna dalam Islam.

(67)

55

Surat Al Munafiqun ayat 4 ini maknanya adalah menggambarkan manusia yang memiliki jasmani yang sempurna serta memiliki kecerdasan sehingga dapat tutur kata dengan baik yang membuat orang senang mendengarnya. Namun dia tidak memiliki keimanan kepada Tuhannya. Seperti inilah yang dikatakan sebagai orang munafik, antara perkataan yang diucapkan dengan hatinya berbeda. Artinya ciri ini tidak masuk dalam golongan manusia yang sempurna dalam Islam karena keimanan atau ketaqwaan menjadi syarat dari ciri manusia yang sempurna.

Kaitan Al Qur‟an surat Al Munafiqun ayat 4 ini dengan pendidikan

adalah pendidikan harus bersifat komprehensif, artinya semua harus berkadaan baik, yang tampak di luar maupun yang tidak tampak. Seorang yang baik perkataan belum tentu baik hatinya. Maksudnya seorang yang memiliki jasmani yang baik dan kecerdasan dalam berbicara atau menyampaikan informasi tidak menjadikan dia masuk dalam golongan manusia yang sempurna sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 247. Karena dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang yang munafik ini tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhannya. Jadi tidak ada faedahnya ketika seseorang itu baik perkataanya berbeda dengan hatinya. Semuanya harus berkesinambungan baik sehat jasmani, akal maupun hatinya.

Berkaitan dengan rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu bagaimana konsep tujuan pendidikan Islam dalam tafsir Al Qur‟an surat

(68)

56

terdapat dalam kedua ayat tersebut adalah muslim yang sempurna. Menurut Hasbi ash Shiddieqy sebagaimana dalam kisah Thalut yang terdapat dalam Al Qur‟an ayat 247 ini faktor yang menyebabkan Thalut

dipilih menjadi pemimpin karena Thalut yang memiliki keistimewaan. Keistimewaan Thalut yang dijelaskan dalam tafsir An Nur inilah yang menjadi ciri-ciri manusia yang sempurna itu. Kemudian di dalam tafsir yang diterbitkan oleh Departemen Agama juga menjelaskan hal yang sama. Ciri ciri manusia yang sempurna menurut Al Qur‟an surat Al Baqarah ayat 247 sebagai berikut:

1. Ilmu yang Luas

Islam menginginkan pemeluknya cerdas serta pandai. Itulah ciri akal yang sempurna (Tafsir, 2008: 43). Bagi manusia, akal dapat menimbulkan atau menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia, menentukan manusia dalam usahanya mencari dan membedakan mana jalan yang benar dan salah, dan memberikan kepuasan dalam memecahkan persoalan hidup manusia serta membentuk disiplin terhadap tenaga-tenaga kepribadian yang lebih rendah (Supriyatno, 2009: 93).







. . .

(69)

57

Quraish Shihab dalam bukunya Ensiklopedi Al Qur‟an menjelaskan

bahwa ilmu adalah bentuk masdar dari

ََىِهَع

menurut Ibnu Faris kata

ilmu memiliki arti denotatif bekas sesuatu dengannya dapat dibedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut Ibnu Manzhur ilmu adalah antonim dari tidak tahu.

Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai ditandai dengan banyak memiliki pengetahuan atau berbagai informasi (Tafsir, 2008: 43). Thalut yang dipilih menjadi pemimpin bukanlah karena dia memiliki kekayaan yang lebih, namun kelebihan yang dimilikinya adalah kecerdasannya. Manusia dianugrahi oleh Tuhan dengan akal agar dapat berfikir. Sehingga dapat menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya.

Dalam surat Az Zumar ayat 9 telah dijelaskan bahwa manusia itu berakal dan ayat ini juga menjelaskan tentang belajar. Ayatnya

Referensi

Dokumen terkait

Dan yang paling utama adalah bahwa penulis lebih memfokuskan pembahasan pada pesan yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 233, tentang pendidikan anak.. Dalam penelitian

Tesis yang berjudul : KONSEP PENDIDIKAN ISLAM BERDASARKAN STUDI TAFSIR AL- QUR’AN (Telaah Qur’an Surat al-Baqarah Ayat 31-32), ditulis oleh : Dian Fajri Efin,

Penelitian nilai-nilai pendidikan karakter yang dikaji pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah dari ayat 261 hingga 267, menunjukkan beberapa nilai- nilai pendidikan yang diantaranya

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan menurut ayat 6 surat al-Fâtihah dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam adalah

Berdasarkan hasil temuan analisis, maka dapat disimpulkan kompetensi kepribadian pendidik yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 153 dan surat ar-Rahmân ayat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip pendidikan Islam dalam al- qur‟an telah surat al -alaq ayat 1-5 adalah sederhana, yakni orang yang memiliki kehidupan sederhana

Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang konsep tujuan pendidikan Islam menurut Muhammad Quraish Shihab dala QS Al-Baqarah ayat 30, Qs Hud ayat 61, QS Ad-Dzariyat ayat 56 penuli

MODERASI BERAGAMA DALAM SURAT AL-BAQARAH AYAT 143 MENURUT QURAISH SHIHAB DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM Tesis Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister