BAB IV
PENAFSIRAN AYAT- AYAT TENTANG SYAFA’AT MENURUT IBNU KATSIR DI DALAM KITAB TAFSIR AL-QUR’AN AL-‘ADZIM
A. Ayat-ayat Tentang Syafa’at Dalam Al-Qur’an.
Kata syafaat secara etimologi berasal dari syafa'a yasyfa'u, yang artinya genap, menjadikan genap apa yang ganjil (kurang). Isimnya adalah syafa'ah yang artinya penggenapan yang ganjil (kurang). Sedangkan menurut istilah adalah permohonan untuk mengampuni kesalahan. Pemohon syafaat disebut syafi', pemilik syafa'at syaafi' dan orang yang diterima permohonan syafaatnya disebut musyaffa'. Dari sini diketahui bahwa syafaat hanya bisa dikabulkan bagi orang yang mempunyai kekurangan, keasalahan akan tetapi ia harus mempunyai kebaikan sebelumnya sebagai "modal". Dengan kata lain orang yang sama sekali tidak mempunyai kebaikan maka tidak mungkin mendapatkan syafaat.1 Dalil-dalil tentang adanya syafa‟at tidak terbilang jumlahnya, kata syafa‟at dalam berbagai bentuknya dikemukakan dalam beberapa surah al-Qur‟an sebanyak 30 (tiga puluh) kali.
Banayaknya penyebutan masalah syafa‟at ini menunjukan betapa besarnya perhatian al- Qur‟an terhadap salah satu prinsip ajaran Islam yang satu ini dan semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan syafa‟at-Nya kepada kita semua. Firman Allah Swt dalam kitab-Nya “wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (dijalan Allah) sebagian dari rizki yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada waktu itu tidak ada lagi jual beli, dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab, dan tidak ada lagi syafa‟at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zhalim.”(Q.S. Al-Baqarah: 254).
Dalam menafsirkan al-Qur‟an al-Karim adalah membebaskan seorang mufasir dari suatu persepsi, lalu menunjukan perhatian pada maksud ayat dan memahami tujuanya dengan cara
“meminta ayat tersebut untuk berbicara,” dan juga ayat-ayat lainya yang barangkali bisa memberikan petunjuk tentang maksud yang ada pada ayat yang ditafsirkan itu. Sedangkan menafsirkan suatu ayat berdasarkan persepsi yang kita miliki dan menerapkanya atas landasan pemikiran tersebut untuk kemudian menjadikan sebagai petunjuk dalam menentukan kebenaranya itu tetap merupakan tafsir bi al-ra‟yi (dengan rasio) yang dikecam oleh Nabi dalam
1 DR. Nasr Abu Zayd
salah satu hadist mutawatirnya yang berbunyi, “ Barangsiapa menafsirkan al-Qu‟ran dengan rasionya sendiri, hendaknya dia bersiap-siap mengisi tempatnya di neraka”
Untuk itu tidak ada cara lain kecuali mengemukakan ayat-ayat yang berkaitan dengan syafa‟at, lalu menarik kesimpulan dari ayat-ayat tersebut secara serempak. Berdasarkan itu maka menurut hemat penulis ayat-ayat yang berkaitan dengan syafa‟at akan di kemukakan dalam pandangan tafsir Ibnu Katsir sesuai dengan bantahan terhadap orang-orang Yahudi terhadap syafa‟at, para pemberi syafa‟at atas izin Allah dan para penerima syafa‟at.
1) Ayat-ayat Tentang Keyakinan Orang-orang Yahudi Terhadap Syafa‟at.
Yahudi meyakini bahwa mereka adalah bangsa pilihan Tuhan, dan mereka adalah anak- anak dan kekasih-Nya. Tentang mereka ini Allah Swt berfirman :
Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata, „Kami adalah putera-putera dan kekasih-kekasih-Nya.” (Q.S. al-Ma‟idah:18).
Maksudnya, kami adalah keturunan para nabi-Nya sedangkan mereka adalah anak-anak- Nya. Dia memperhatikan mereka karena itu Dia mencintai kami. Telah di nukil pula dari kitab mereka bahwa Allah Swt. berfirman kepada hamba-Nya Isra‟il (Nabi Ya‟qub) “kamu adalah anak pertama-Ku (yakni kesayangan-Ku)” lalu mereka menakwilkan kalimat ini dengan pengertian yang tidak sebenarnya dan mereka mengubahnya. Mereka dibantah oleh bukan hanya seorang dari kalangan orang-orang pandai mereka yang telah masuk Islam, bahwa kalimat ini diucapkan dikalangan mereka untuk menunjukan makna menghormat dan memuliakan (bukan seperti yang tertulis). Sama halnya dengan apa yang telah dinukil dari kitab orang-orang Nasrani, bahwa Isa a.s. berkata kepada mereka. “Sesungguhnya aku akan pergi menemui Ayahku dan Ayah kalian” makna yang dimaksud adalah pergi untuk menemui Tuhanku dan Tuhan kalian.2 Akan tetapi kita maklumi semua bahwa orang-orang Yahudi itu tidaklah mendakwakan buat diri mereka status sebagai anak seperti yang di dakwakan oleh orang-orang Nasrani kepada Isa a.s.
sesungguhnya yang mereka maksudkan dengan kata-kata tersebut hanyalah kehormatan dan kedudukan mereka di sisi-Nya. Oleh karena itu mereka mengatakan “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.”
2Ibid hlm. 323.
Mereka meyakini bahwa ikatan-ikatan kebangsaan yang ada di antara mereka dan para nabi mereka adalah sesuatu yang bisa menyelamatkan mereka dari azab, dan memasukkan ke dalam surga. Sekadar tergabung dalam ikatan kebangsaan dan hubungan nasab dengan nabi-nabi mereka, cukup sudah dalam pandangan mereka untuk menyelamatkan diri mereka dari azab.
Sebab mereka berkata yang Artinya: “Tidak akan masuk surga kecuali orang-orang Yahudi atau Nasrani” (Q.S. al-Baqarah:80).
Artinya: dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (tidak demikian) bahkan Barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Q.S. al-Baqarah:111-112).
Ekstremitas mereka sudah sampai pada tingkat demikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka tidak akan tersentuh api neraka kecuali beberapa hari saja. Oleh sebab itu Allah Swt memberikan bantahan anggapan mereka tersebut, yang dikemukakan di akhir ayat ini, yaitu :
Artinya: "Katakanlah: "Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?"(Q.S. al-Baqarah: 80).
Melalui ayat ini Allah menceritakan prihal orang-orang Yahudi tentang apa yang mereka nukil dan mereka dakwakan untuk dirinya sendiri, bahwa diri mereka tidak akan disentuh oleh neraka kecuali beberapa hari saja setelah itu mereka selamat. Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang hal tersebut apabila telah terjadi suatu perjanjian, pasti Allah tidak akan mengingkari janji-Nya. Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya, dan semua apa yang mereka akui
sama sekali tidak ada buktinya. Karena itu dalam ungkapan ayat dipakai kata am yang bermakna bal (bahkan). Yakni bahkan kalian hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui. Dengan kata lain kalian hanya mengucapkan kedustaan dan kebohongan semata yang kalian buat-buat terhadap Allah Swt. Muhammad Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Saif ibnu Sulaiman, dari mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Yahudi sering mengetakan
“Sesungguhnya usia dunia ini tujuh ribu tahun. Setiap seribu tahun kami hanya satu hari mengalami azab di dalam neraka. Berarti azab di neraka kami hanya mengalami tujuh hari”3
2) Ayat-ayat Sebagai Bantahan Untuk Orang-orang Yahudi Terhadap Syafa‟at.
Untuk menjelaskan hal tersebut, maka bila kita perhatikan ayat berikutnya, yakni ayat sesudah itu, niscaya kita akan mengerti bahwa ayat tersebut sesungguhnya menjelaskan tentang adanya syafa‟at di sisi Allah Swt manakala syafa‟at tersebut disertai adanya syafa‟at di sertai dengan izin-Nya. Allah Swt berfirman dalam ayat selanjutnya :
Artinya: Siapa yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? (Q.S. al- Baqarah: 255).
Setelah adanya penjelasan ini kita masih bisa meyakini adanya syafa‟at lalu keyakinan tersebut kita nisbatkan kepada al-Qur‟an. Selanjutnya dalil yang amat jelas yang terdapat dalam ayat tersebut menunjukkan adanya penafsiran sebagai dari syafa‟at, bukan seluruhnya. Firman Allah yang berbunyi, “... dan tidak pula ada persahabatan yang akrab,” secara jelas mengatakan tentang terputusya ikatan persahabatan yang akrab di hari kiamat, tanpa ada perbedaan antara orang mukmin dan kafir. Padahal al-Qur‟an menjelaskan, bahwa yang terputus adalah persahabatan di kalangan orang-orang kafir, saat Allah Swt berfirman : “sahabat-sahabat karib, pada Hari itu, sebagian menjadi musuh bagi sebagian lainnya, kecuali orang-orang yang bertakwa” (Q.S. az-Zukhruf: 67).
Pada ayat yang lain Allah Swt juga memberikan bantahan yang sama melalui firman-Nya yang berbunyi :
3Ibid hlm. 633-634.
Artinya: Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Quran itu. pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Quran itu, berkatalah orang- orang yang melupakannya sebelum itu: "Sesungguhnya telah datang Rasul-rasul Tuhan Kami membawa yang hak, Maka Adakah bagi Kami pemberi syafa'at yang akan memberi syafa'at bagi Kami, atau dapatkah Kami dikembalikan (ke dunia) sehingga Kami dapat beramal yang lain dari yang pernah Kami amalkan?". sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhan yang mereka ada- adakan.(Q.S. al-A‟raf:53).
Orang-orang Yahudi itu meyakini bahwa nabi-nabi yang merupakan nenek moyang mereka itu akan memberikan syafa‟at kepada mereka dan menyelamatkan mereka drai azab, baik mereka itu melaksanakan syariat maupun tidak. Semata-mata bergabung dalam ikatan kebangsaan dan hubungan keturunan, cukup sudah untuk menyelamatkan mereka dari azab itu.
Ayat di atas mengandung maksud yang berisi penafian diterimanya syafa‟at, yaitu syafa‟at yang keliru sebagaimana yang diyakini oleh orang-orang Yahudi pada waktu itu, yang tanpa syarat apapun, baik dalam diri pemberi syafa‟at maupun orang yang diberi syafa‟at. Karena itu ayat di atas tidak mungkin dipegangi (sebagai dalil) bagi penafian syafa‟at pada kari kiamat kelak. Al- Zamakhsyari, dalam Al-Kasysyaf-nya, mengatakan, “Orang-orang Yahudi menganggap bahwa nenek-moyang mereka yang nabi-nabi itu akan memberi syafa‟at kepda mereka, tetapi mereka akan kecewa.”
Yaitu apa yang telah dijanjikan kepada mereka, berupa azab, pembalasan, surga dan neraka. Demikianlah menurut Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sedangkan menurut Imam Malik, makna yang dimaksud dengan takwil dalam ayat ini ialah balasan atau pahalanya. ar-Rabi' mengatakan bahwa takwil al-Qur'an masih terus akan berlanjut hingga hari hisab (perhitungan amal) selesai, ahli surga telah masuk surga, dan ahli neraka telah masuk neraka. Maka pada saat itu sempurnalah takwil al-Qur'an. Maksudnya, orang-orang yang tidak mau beramal untuk menyambut hari kiamat dan mereka dengan sengaja melupakannya ketika hidup di dunia. Yakni lenyaplah apa yang dahulu mereka sembah selain Allah; sembahan-
sembahan mereka tidak dapat memberikan syafa‟at kepada mereka, tidak dapat menolong mereka, dan tidak dapat menyelamatkan mereka dari azab yang mereka alami.4
Dapat diartikan dari ayat ini yaitu orang-orang yang tidak beriman dan beramal, pada hari kiamat nanti mengakui bahwa apa yang dibawa oleh para rasul itu adalah benar. Akan tetapi mereka mengangan-angankan adanya para pemberi syafa‟at yang akan memberikan syafa‟atnya kepada mereka untuk membebaskan mereka daria azab atau mengembalikan mereka ke dunia sehingga mereka bisa beramal tidak seperti amal yang dulu mereka lakukan, yaitu kemusyrikan dan kemaksiatan. Namun mereka telah mencelakakan diri mereka sendiri dengan azab, dan lenyaplah tuhan-tuhan yang dulu mereka ada-adakan dan yang mereka anggap bisa memberikan syafa‟atnya. Berdasarkan itu, maka ayat ini mengekukakan akibat yang harus dipikul oleh orang- orang kafir. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan menemukan seorang pemberi syafa‟at yang bisa dimintai syafa‟at.
Artinya: karena kita mempersamakan kamu dengan Tuhan semesta alam".dan Tiadaklah yang menyesatkan Kami kecuali orang-orang yang berdosa.Maka Kami tidak mempunyai pemberi syafa'at seorangpun, dan tidak pula mempunyai teman yang akrab,(Q.S. al- Syu‟ara‟: 98-101).
Maksud ayat ini adalah, sesungguhnya para penghuni neraka di hari kiamat nanti berkata dengan penuh penyesalan kepada para pengikut Iblis dan berhala-berhala yang menjadi penyebab kesesatan mereka, “Karena kami mempersamakan kamu dengan Allah Swt” dengan menjadikan kalian sebagai tujuan penyembahan. Kemudian mereka mengakui bahwa tiada yang menyesatkan mereka kecuali orang-orang yang berdosa, serta memperlihatkan penyesalan mereka mengatakan “Maka kami tidak mempunyai seorang pemberi syafa‟at pun.” Yang memberi syafa‟at kepada kami dan kami “tidak pula mempunyai sahabat-sahabat karib” yang bisa membantu kami mengatasi persoalan kami.
4Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 8 al-An‟am s.d. al-„Araf 87, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 347-351.
Artinya: dan adalah Kami mendustakan hari pembalasan,hingga datang kepada Kami kematian". Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa'at dari orang-orang yang memberikan syafa'at. Maka mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah)?, seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut, lari daripada singa. bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka. sekali-kali tidak. sebenarnya mereka tidak takut kepada negeri akhirat. sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al Quran itu adalah peringatan. Maka Barangsiapa menghendaki, niscaya Dia mengambil pelajaran daripadanya (Al Quran). dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dia (Allah) adalah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun. (Q.S. al-Muddatstsir: 49-59)
Dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah Swt mengingatkan agar setiap orang harus berprihatin dan benar-benar memperhatikan hubunganya dengan Allah, supaya sadar bahwa setiap orang tergantung pada perbuatan amalnya sendiri, baik buruknya terserah pada rahmat Allah kepadanya dalam menerima petunjuk hidayah-Nya serta taufik-Nya, karena hidayah dan taufik dari Allah maka orang-orang ahli kanan berada dalam surga. Annas r.a.
berkata, “ketika Rasulullah Saw. membaca ayat Huwa ahlut taqwa wa ahlul maghfirati.
Tuhanmu berfirman, “Akulah yang layak ditakuti, dita‟ati. Karena tiada tuhan disamping-Ku, maka siapa yang takut mempersekutukan Aku dengan Tuhan yang lain, maka ialah yang layak Kuampuni (layak menerima ampunan-Ku). (R. Attirmidzi, Ibn Majah)5
3) Ayat-ayat Tentang Syafa‟at Hanya Milik Allah Swt.
5Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 8, (Surabaya: PT Bina IlmuOffset, 1992), hlm. 241-243.
Artinya: dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah agar mereka bertakwa. (Q.S. al-An‟am:51).
Maksud dari ayat di atas menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya yatu bahwa peringatkanlah akan kejadian hari kiamat ini kerena tidak ada hakim pada hari tersebut kecuali hanya Allah Swt semata. Karena itu pula lalu mereka mau mengerjakan amal atau perbuatan baik di dunia ini, yang menyebabkan Allah menyelamatkan mereka pada hari kimat nanti dari azab-Nya, dan Allah melipatgandaka n pahala-Nya kepada mereka dengan lipat ganda yang banyak.6
Artinya: dan tinggalkan lah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main- main dan senda gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. tidak akan ada baginya pelindung dan tidak pula pemberi syafa'at selain daripada Allah. dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. mereka Itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka. bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.(Q.S. al- An‟am:70).
Artinya: Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy[1188]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan? (Q.S. al-Sajdah:4).
6Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 7 al-Maidah83 s.d. al- An‟am, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 275-176.
Artinya: Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allahsyafa‟at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. kemudian kepada- Nyalah kamu dikembalikan"(Q.S. az- Zumar:44).
Ayat-ayat ini, sesungguhpun mengandung arti pengkhususan syafa‟at bagi Allah, namun pembatasan yang ada di sini merupakan pembatasan idhafi (pentautan), bukan hakiki. Ayat-ayat tersebut mengandung arti penafian adanya hak atas syafa‟at pada tuhan-tuhan yang mereka ada- adakan itu, sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat yang disebutkan sebelum ini, yang berbunyi, “Bahkan mereka mengambil pemberi syafa‟at selain Allah. Katakanlah, „Dan apakah kamu (mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatu pun dan tidak (pula) berakal?‟” (Q.S. az-Zumar: 43).
Allah Swt menyebutkan nama-nama si pemberi syafa‟at atau kelompok-kelompok yang diberi syafa‟at, namun memberikan batasan bagi keduanya dengan batasan-batasan yang dikemukakan oleh beberapa ayat Al-Qur‟an, ayat-ayat itu adalah :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. al-Baqarah:254).
Melalui ayat ini Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk berinfak, yakni membelanjakan sebagian dari apa yang Allah rizkikan kepada mereka dijalan-Nya, yaitu jalan kebaikan. Dengan demikian berarti mereka menyimpan pahala hal tersebut disisi Tuhan yang memiliki mereka semua; dan agar mereka bersegera melakukan hal tersebut dalam kehidupan di dunia ini. Yaitu sebelum datang suatu hari, (kiamat). Yang pada hari itu seseorang tidak dapat membeli dirinya sendiri, tidak dapat pula menebusnya dengan harta, sekalipun ia menyerahkanya dan sekalipun ia mendatangkan emas sepenuh bumi untuk tujuan itu,
persahabatan yang akrab dengan seorang tidak dapat memberikan manfaat (syafa‟at) apapun kepada dirinya kecuali dengan seizin-Nya, bahkan nasabnya sekalipun.7
Artinya: Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya.
(Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S.Yunus:3).
Artinya: pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridhai perkataannya. (Q.S.
Thaha:109).
Artinya: dan Tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?"
mereka menjawab: (perkataan) yang benar", dan Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar (Q.S. Saba‟:23).
Artinya: dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya). (Q.S. az-Zuhkruf:86).
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini bahwa Dia akan memberi balasan kepada masing- masing hamba-Nya sesuai dengan haknya, dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
7Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 3 al-Baqarah 253 s.d. ali Imran 91, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 6-7.
Allah tidak dapat memberi syafa‟at. “Yakni, mereka tidak kuasa untuk mendatangkan syafa‟at untuk mereka, “ akan tetapi orang yang mengakui yang hak dan mereka meyakininya. “yaitu, tidak akan mendapatkan manfaat syafa‟at kecuali orang yang mempersaksikan kebenaran dengan ilmu dan pandangan mendalam.8
a. Ayat-ayat di atas menyatakan dengan jelas adanya pemberi-pemberi syafa‟at di Hari Kiamat, yang akan memberikan syafa‟atnya di bawah beberapa syarat tertentu, sekalipun disitu tidak disebutkan secara jelas nama-nama dan ciri-ciri mereka secara khsuus.
b. Syafa‟at mereka didasarkan atas syarat : memperoleh izin dari Allah Swt sebab Dia telah mengatakan.”....kecuali dengan izin-Nya.”
c. Disyaratkan bahwa pemberi syafa‟at haruslah orang yang mengakui kebenaran. Yakni bersaksi bahwa Allah sebagai Tuhan-nya, dan mengakui kemahaesaan dan sifat-sifat-Nya.
d. Pemberi syafa‟at tidak mengatakan sesuatu yang membuat Allah murka, tetapi mengatakan perkataan-perkataan yang diridhai-Nya, berdasarkan firman Allah berbunyi,”... dan Dia meridhai perkataannya.”
e. Hendaknya Allah Swt telah memberikan janji syafa‟at kepadanya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh firman-Nya yang berbunyi, “...kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian dengan Allah Yang Maha Pemurah.”
B. Para Pemberi Syafa’at Atas Izin Allah Swt.
Syafa‟at adalah milik Allah Swt semata, dan semua urusannya kembali kepada Allah.
Dialah yang akan memberikan izin kepada siapa yang dikehendaki-Nya untuk mendapatkan dan memberikannya. Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah bahwa syafa‟at semuanya milik Allah Swt” (Q.S. az-Zumar: 44)
Ibnul Jauzi dalam tafsirnya mengatakan: “Seseorang tidak akan sanggup memilikinya melainkan dengan kehendak-Nya.Dan seseorang tidak akan bisa memberikan syafa‟at melainkan dengan izin-Nya.” Berdasarkan hal ini, maka meminta syafa‟at kepada selain pemiliknya merupakan kesyirikan yang sangat besar. Orang yang memintanya kepada selain Allah akan
8Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000), hlm. 288
terhalangi untuk mendapatkannya kelak di sisi Allah. Karena orang yang akan mendapatkannya adalah orang yang bersih dari kesyirikan dan mereka yang diridhai. Dalam kitab Ibnu Katsir dijelaskan ketika Allah Swt mencela orang-orang musyrik sebab mereka telah mengambil para penolong mereka selain Allah, yaitu berhala-berhala mereka. Katakanlah “Hai Muhammad, dan apakah kamu mengambilnya juga meskipun merka” yang disembah itu, bahkan mereka sendiri tidak memiliki sesuatu pun dan tidak berakal. Katakanlah hanya kepunyaan Allah syafa‟at itu semuanya. Yaitu bahwa syafa‟at itu tidak akan mendatangkan manfaat di sisi Allah kecuali bagi orang-orang yang telah diridhai diizinkan-Nya.9
Disisi lain Telah dijelaskan Rasulullah Saw. dalam Sunnahnya bahwa selain Allah Swt ada beberapa makhluk Allah Swt yang dapat memberikan syafa‟at namun tetap tidak terlepas dari kehendak Allah Swt dan harus terpenuhi syaratnya. Mereka adalah para nabi, malaikat, orang-orang yang beriman, dan anak-anak terhadap kedua orang tuanya. Rasulullah Saw bersabda:“Sesungguhnya dari umatku ada orang yang akan memberikan syafa‟at kepada sekelompok orang. Dan di antara mereka ada juga yang akan memberikan syafa‟at kepada sebuah qabilah. Dan di antara mereka ada yang memberikan syafa‟at kepada al-‟ushbah. Dan di antara mereka ada yang akan memberikan syafa‟at kepada satu orang, sehingga mereka masuk surga.”10
Kita sebagai umat Islam mempercayai bahwa syafa‟at benar adanya dan bahwa syafa‟at merupakan pertolongan bagi orang yang melakukan perbuatan baik meskipun ia pernah melakukan perbuatan dosa. Sebab syafa‟at sepenuhnya adalah hak Allah Swt. Jika Allah Swt meridhai kepada siapa syafa‟at diberikan maka disitulah syafa‟at Allah Swt berlaku.11 Perlu dipahami bagi kita selaku umat muslim khususnya bahwa para ulama membagi syafa‟at yang ada di akhirat menjadi lima macam. Pertama adalah penyelamatan dari malapetaka di padang mahsyar dan mempercepat penghitungan. Ini hanya khusus bagi Nabi Muhammad Saw.12 Inilah yang disebut dengan Syafa‟atul „Udhma (Syafa‟at Agung). Sebuah syafa‟at yang hanya dikhususkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian untuk selanjutnya bagian yang kedua adalah memasukan orang ke surga tanpa hisab. Ini pun hanya dikhususkan untuk
9 Muhammad Nasib Ar-Rifa‟I, Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2001), Hlm.116
10HR. Al-Imam At-Tirmidzi dari shahabat Abu Sa‟id Al-Khudri z dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Muqbil di dalam kitab Asy-Syafa‟at, hlm. 195
11Romadhon Emka, Rindu Kami Pada Syafa‟atmu Ya Rasul, (Yogyakarta: Lafal Indonesia, 2014 ), hlm.
30.
12 Ibid 1
Nabi Muhammad Saw. ketiga adalah syafa‟at bagi orang yang semestinya di neraka kemudian Allah Swt memasukanya kedalam surga, ini berlaku untuk para Nabi dan selain Nabi. Artinya memang ada pertimbangan-pertimbangan tertentu dimana Allah Swt telah menghendaki dan telah ridha kepadanya. Selanjutnya yang keempat adalah ditambahnya derajat seseorang di surga.
Dan yang kelima adalah mengeluarkan orang yang telah masuk neraka, dengan syafa‟at dari Nabi, malaikat dan orang-orang yang sholeh maka orang tersebut dimasukan kedalam surga dan atas izin Allah Swt.
Dari kelima macam syafa‟at tersebut yang paling agung adalah syafa‟at Rasulullah Saw, kita dapat meraihnya dengan syarat yang pertama, kecintaan yang tulus kepada Rasulullah Saw.
Dan yang kedua, menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri tauladan hidup dengan artian melaksanakan segala apa yang di perintahkan Nabi Muhammad Saw dan menjauhi apa-apa yang beliau larang atas perintah Allah Swt. dari sini kita bisa memahami Sabda Rasulullah Saw yang artinya : “Anda akan dikumpulkan bersama orang yang anda cintai (HR. Al-Bukhori)”.
1. Syafa‟at Rasulullah
Menjadi umat Rasulullah merupakan kebanggaan dan paatut kita syukuri karena beliau merupakan sosok manusia yang paling mulia. Sosok yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta selain itu beliau yang dapat menjadi pemberi syafa‟at di akhirat nanti dengan izin-Nya.
Tidak ada pribadi yang paling sering dikaji dan dipelajari pada setiap generasi yang seperti beliau. Bahkan tidak ada pribadi yang sangat dicintai dan diagungkan oleh umatnya melebihi Rasulullah Saw. Dengan hal ini cinta kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw harus di realisasikan dengan cara mengikuti tuntunan Rasulullah Saw, sikap semacam itulah yang membuat perasaan cinta kepada beliau dan pengakuan sebagai bagian dari umatnya menjadi benar dan absah sehingga membuat pemiliknya layak berkumpul bersama beliau di dalam surga. Sebab kecintaan kepada Rasulullah Saw memang merupakan tanda kesempurnaan iman.
Imam Asy-Syafi‟i berkata: “Beliau (Rasulullah Saw) adalah manusia terbaik yang dipilih Allah Swt untuk menyampaikan wahyu-Nya lagi terpilih sebagai Rasul-Nya dan yang diutamakan atas seluruh makhluk dengan membuka rahmat-Nya, penutup kenabian, dan lebih menyeluruh dari ajaran para rasul sebelumnya. Beliau ditinggikan namanya di dunia dan menjadi pemberi syafa‟at, yang syafa‟atnya dikabulkan di akhirat.13 Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
13Muhammad Ibn Idris syafi‟ai, Ar-Risalah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 12-13.
mengatakan: “Nabi kita Muhammadakan memberikan syafa‟at kepada para pelaku dosa besar yang telah masuk neraka agar mereka bisa keluar setelah mereka terbakar dan menjadi arang, kemudian masuk ke dalam surga. Dan para nabi, orang-orang yang beriman serta malaikat akan memberikan syafa‟at (dengan seizin Allah). Allah berfirman:
Artinya: mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! siapakah yang membangkitkan Kami dari tempat-tidur Kami (kubur)?". Inilah yang dijanjikan (tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya).(Q.S. Yassin: 52).
Setelah semua mahkluk bernyawa di dunia mati dan hancur binasa, Allah kelak menghidupkan mereka kembali. Maka dengan tiba-tiba mereka pun tegak bangun berdiri.
Mereka melihat langit, didapati langit berjalan. Mereka melihat bumi, didapatinya telah bertukar wajah, tidak seperti bumi yang dahulu. Semua makhluk berhimpun, bercampur baur menjadi satu di satu kawasan yang disebut padang Mahsyar, luasnya tak terbatas, berjejal jejal, saling berdesakan, dibanjiri keringat, tanpa pakaian, tanpa busana yang menutupi badan. Dalam masa bangkit itu, manusia dalam keadaan bermacam-macam rupa. Lantas mereka berkata: ”Aduh celakanya kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (dari kubur kami)?
Lalu dikatakan kepada mereka: “Inilah dia yang telah dijanjikan oleh Allah Yang Maha Pemurah dan benarlah berita yang disampaikan oleh Rasul-rasul dan mereka mengharapkan syafa‟at” Ibnu katsir menafsirkan inilah tiupan ketiga, yaitu tiupan pembangkitan dari kubur. Karena itu Allah Berfirman “maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburanya menuju kepada Tuhan mereka”14
Adapun orang-orang kafir, tidak akan bisa merasakan syafa‟at orang yang memberi syafa‟at terkecuali terhadap orang-orang mukmin, mereka akan mendapatkan syafa‟at karena telah melakukan perjajjian kepada Allah Swt, dengan mengucapkan kalimat Syahadat bahwa tiada Tuhan Selain Allah Swt.
2. Nabi-Nabi Allah
14 Ibid, hlm. 998.
Selanjutnya yang dapat memberikan syafa‟at adalah para Nabi-nabi Allah Swt Berdasarkan ayat di bawah ini telag ditegaskan bahwa para memiliki hak dari Allah Swt untuk memberikan syafa‟at di hari kiamat nanti. Allah Swt berfirman dalam al-Qur‟an :
Artinya: dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk dita‟ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
(Q.S. An-Nisa : 64).
Ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa kaum yang diutus kepada mereka seorang rasul diwjibkan ta‟at kepadanya. Menurut pendapat Mujtahid, makna yang dimaksud ialah tiada seorangpun yang ta‟at kepadanya kecuali dengan seizin-Ku, dengan kata lain, tiada seorangpun yant ta‟at kepada rasul kecuali orang yang telah aku berikan taufik untuk itu, yakni atas perintah dari Allah Swt dan berdasarkan takdir juga kehendakn-Nya serta memberikan kekuasaan dari Allah kepada kalian untuk mengalahkan mereka. Orang yang durhaka dan berdosa ketika mereka terjerumus dalam kesalahan dan kemaksiatan, hendaklah mereka datang kepada Rasul Saw, lalu memohon ampun kepada Allah dihadapanya dan meminta kepadanya agar mau memohonkan ampun kepada Allah buat mereka.15 Karena sesungguhnya jikalau mereka melakukan hal tersebut, niscaya Allah menerima tobat mereka, merahmati mereka dan membrikan ampunan (syafa‟at) kepada mereka.
Kaitanya dalam ayat ini, sebagian ahli tafsir mengartikan bawha „mandzalimi diri sendiri‟
berarti merampas hak yang dimiliki oleh diri mereka dengan cara melaukan sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya melalui perbuatan maksiat. Sehingga ia berhak mendapatkan siksa atau dengan meninggalkan suatu perbuatan yang dapat mendatangkan pahala. Ada yang sebagian lagi berpendapat bahwa mendzalimi diri sendiri itu adalah ketika seseorang berperilaku munafik dan kafir. Kaitanya dengan ini, dalam makna „mendatangimu‟ adalah meraka yang dzalim terhadap diri sendiri itu dalam keadaan bertaubat dan beriman kepada Rasul dan memohon ampunan dari Allah Swt atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Kemudian Rasul memohon kepada Allah untuk
15Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 5 an-Nisa‟ 24 s.d. an-Nisa‟
147, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), Hlm. 281-283.
mengampuni mereka. Selanjutnya mereka akan menemukan Allah Swt. Berarti bahwa mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah Swt atas dosa-dosa mereka.
3. Kitab Suci Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah kalamullah, firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw selama 23 tahun melalui malaikat Jibril. Al-Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang menjadi sumber petunjuk dalam beragama dan pembimbing dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat. Allah berfirman :
Artinya: Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk Maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia semata-mata sesat buat (kerugian) dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka.Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Q.S. al-Ma‟idah: 48).
Ibnu katsir menafsirkan ayat ini bahwa Allah Swt. Telah berfirman kepada Nabi Muhammad Saw “Sesungguhnya Allah menurunkan kepadamu, hai Muhammad, Kitab al- Qura‟an al-Karim dengan membawa kebenaran dan pelajaran bagi umat manusia, maka barang siapa yang berpedoman kepadanyadan menjadikanya sebagai petunjuk dalam hidupnya, maka hal yang demikian itu semata-mata akan memberi syafa‟at (manfaat) dan keuntungan bagi drinya sendiri, dan barang siapa yang tersesat dari jalan yang ditunjukan oleh al-Qur‟an, maka kesesatan itu merupakan kerugian bagi drinya sendiri.16Oleh karena itu merupakan suatu kewajiban bagi
16Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier Jilid 7, (Surabaya: PT Bina IlmuOffset, 1992), hlm.88-89
seorang muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan al-Qur‟an dan menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Bagi orang yang membaca al-Qur‟an dan menghafal al-Qur‟an, maka kelak al-Qur‟an akan menjadi penolong (syafa‟at) di akhirat dalam sebuah hadis Rasulullah Saw.
“Penghafal al-Qur‟an akan datang pada hari kiamat dan al-Qur‟an berkata: „wahai Tuahnku, bebaskanlah dia.‟ Kemudian orang itu dipakaikan mahkota karomah (kehormatan). Al- Qur‟an kembali meminta : Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah naiki (derajat-derajat surga). Dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan.” (H.R At- Tirmidzi) yang artinya :
“Barang siapa yang membaca (hafal) al-Qur‟an maka sungguh dirinya telah naiki derajat kenabian, hanya saja tidak diwahyukan kepadanya.” (H.R Hakim).
Maksud dari hadis di atas dapat diartikan bahwa al-Qur‟an juga merupakan pemberi syafa‟at atau penolong di akhirat kelak. Menjadi petunjuk kebenaran, dan menuntun untuk masuk surga bagi siapa saja yang menjadikannya pegangan. Akan menuntun bagi siapapun yang menjadikan al-Qur‟an sebagai pemimpinnya. Sungguh luar biasa pahala yang diberikan bagi orang yang bersedia membaca dan menghafal al-Qur‟an, bahkan nikmatnya yang mampu menghafal al-Qur‟an sama dengan nikmat kenabian. Bahkan kelak al-Qur‟an akan memudahkan segala urusannya, itulah mengapa salah satu yang bisa memberi syafa‟at adalah al-Qur‟an al- Karim karenanya al-Qur‟an nanti akan menolong di Hari Kiamat.
2. Malaikat
Jika merujuk pada ayat-ayat al-Qur‟an secara cermat, maka akan memperoleh kesimpulan bahwa Allah Swt dalam kitab-Nya tidak pernah menyebutkan nama seorang pun yang kelak di hari kiamat akan memberikan syafa‟at. Meski demikian dengan menyebutkan beberapa sifat dan kriteria Syafi (pemberi syafa‟at) al-Qur‟an menjelaskan bahwa siapa saja yang memiliki sifat-sifat tersebut, berarti ia adalah pemberi syafa‟at di hari kiamat kelak, ada beberapa kelompok yang disebutkan oleh al-Qur‟an, diantaranya adalah para Nabi, kaum mukmin yang shaleh dan juga para Malaikat. Selain itu, amal perbuatan yang baik juga dapat diberikan syafa‟at kepada para pelakunya. Hal ini sebagaimana Rasulullah Saw dalam sebuah Hadisnya bersabda, yang artinya :
“Di Hari Kiamat para Nabi kaum mukminin memberikan syafa‟at mereka lalu Allah Swt berfirman. " Kini hanya syafa‟at-Ku yang tersisa.” (H.R Shahih al-Bukhari).
Artinya: “Dan mereka tidak akan sanggup memberikan syafa‟at melainkan untuk orang yang Allah ridhai; dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada Allah.” (Al- Anbiya`: 28).
Ibnu katsir menafsirkan ayat ini bahwa Sebagian orang Arab berkata “sesungguhnya para malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah.” Maka Dia berfirman “Mahasuci Allah.
Sebenarnya mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan” yakni mereka berada di sisi-Nya pada kedudukan yang tinggi. Mereka sangat taat kepada-Nya baik dalam ucapanya maupun perbuatanya. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Tidaklah mereka diberi perintah melainkan mereka bergegas untuk mengerjakannya. Mereka tidak member syafa‟at melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah Swt.17
kebaikan akan mendapatkanya dan tidak setiap orang mengaku dirinya berada dalam petunjuk,. “Maka hanya bagi Allah kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.” Yaitu, semua urusan itu, tanpa terkecuali adalah kembali kepada Allah Swt, yang merajai dua alam, yang menatur di dua alam itu sesuai kehendakn-Nya. Firman Allah Swt, “dan berapa banyak malaikat di langit, syafa‟at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali setelah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai.18 Ayat di atas menunjukkan bahwa para Malaikat sesunnguhnya juga memiliki syafa‟at, namun semua syafa‟at tidak akan berlaku dan sia-sia selama Allah Swt belum mengizinkan atau meridhainya. Oleh karena itu jelaslah bahwa Allah Swt membekali para Malaikat dengan syafa‟at.
C. Para Penerima Syafa’at
17Ibid, hlm.292-293.
18Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani, 2000), Hlm.
509-510.
Setiap umat Islam senantiasa mendambakan syafa‟at Nabi Muhammad Saw, karena pada hari kiamat nanti tidak ada yang menolong seorang hamba, kecuali Allah Swt. Kemudian amal- amal shalih yang dikerjakan seorang hamba serta syafa‟at Nabi Muhammad Saw. Tidak terbayangkan keadaan kita kelak di Padang Mahsyar. Cukupkah amal ibadah yang kita bawa selama ini untuk menghadap Allah Swt? pastilah kita membutuhkan syafa‟at atau pertolongan daripada seorang untuk memohon kepada Allah Swt agar meringankan kesulitan, kesakitan, rasa cemas dan siksaan pada persidangan-Nya.
Orang yang dimaksud mempunyai kelebihan memberi syafa‟at atau pertolongan daripada Allah Swt adalah Nabi Muhammad Saw. Telah dijelaskan bahwa kaum kafir dan mereka yang ditetapkan Allah Swt kekal di neraka tidak akan mendapatkan syafa‟at di hari kiamat nanti.
Lantas siapakah orang-orang yang berhak mendapatkan syafa‟at Nabi Muhammad Saw, berikut ini merupakan beberapa kriteria yang akan menerima syafa‟at Rasulullah Saw:
1. Kaum Mukminin.
Perlu diketahui bahwa tingkat keimanan kaum mukminin berbeda-beda karena sifat dan kepribadian mereka masing-masing al-Qur‟an telah menjelaskan hal ini dalam beberapa ayat, diantaranya :
Artinya: Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat.kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (Q.S. an-Nisa‟ : 95).
Ada beberapa poin penting dalam ayat ini. Diantaranya adalah mereka yang tidak ikut serta dalam jihad dengan harta dan jiwa mereka tanpa alasan yang jelas, seperti cacat badan atau fakir, derajat mereka di sisi Allah tidak sama dengan derajat para mujahidin. Akan tetapi Allah tetap menjanjikan surga untuk kedua kelompok ini. Bedanya pahala yang akan didapatkan oleh mereka yang berjihad lebih besar yang oleh Allah disebut sebagai Arjun „Adzim (pahala yang agung). Dengan kata lain pahala yang diperoleh seorang mukmin memiliki bobot atau kadar
yang berbeda-beda, sesuai dengan amal perbuatannya. Orang mukmin terkadang melakukan dosa namun ia akan segera memohon ampun kepada Allah Swt dan bertaubat.
Orang yang demikian ini juga memerlukan syafa‟at di hari kiamat nanti. „Ubaidah bin Zurarah berkata, “Aku bertanya kepada Abu Abdillah a.s. tentang ihwal orang mukmin. “Apkah ia memerlukan syafa‟at? ”Beliau menjawab, “Ya.” Lantas seseorag berdiri dan bertanya,“Apakah seorang mukmin masih memerlukan syafa‟at Rasulullah Saw?” beliau menjawab “Ya, seluruh kaum mukminin mempunyai banyak kesalahan dan memikul banyak dosa.Mereka semua akan memerlukan syafa‟at Nabi Muhammad Saw di hari itu.” Di dalam tafsir Ibnu katsir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pahala yang baik ialah surga dan pahala yang sangat berlimpah. Di dalam makna yang terkandung pada ayat di atas menunjukan bahwa jihad itu bukanlah fardhu „ain melainkan fardhu kifayah, kemudian Allah Swt memberitakan anugerah yang diberikan kepada mereka berupa tingkatan-tingkatan pahala di dalam gedung-gedung surga yang tinggi, semua dosa dan kesalahan akan diampuni, rahmat serta berkah Allah meliputi diri mereka (kaum mukmin).19 Semua itu sebagai kebaikan dan kemurahan dari Allah Swt.
Berdasarkan penjelasan di atas, tidak ada alasan lagi untuk mengatakan bahwa orang bisa disebut mukmin jika seluruh perbuatanya sesuai dengan keimananya. Sebab, tabiat manusia itu Allah maha mengetahui keadaan hamba-Nya. Apa yang Allah firmankan dalam al-Qur‟an tersebut merupakan penjelasan tentang hukum penciptaan manusia. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa perbedaan tingkatan yang ada diantara umat manusia ini adalah sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Lebih dari itu, hadis dari Imam Ja‟far Shadiq di atas juga menegaskan akan adanya dosa yang dipikul oleh orang-orang mukmin sehingga mereka memerlukan syafa‟at Rasulullah Saw.
Tauhid dan mengikhlaskan ibadah kepada Allah serta ittiba‟ kepada Rasulullah Saw.
Tidak diragukan lagi bahwa tauhid sebagai penyebab yang paling besar untuk mendapatkan syafa‟at pada hari Kiamat.20 Nabi Muhammad Saw pernah ditanya: "Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafa‟atmu pada hari Kiamat?" Nabi menjawab :
19Al-Imam Abul Fida Isma‟il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir Juz 5An-Nisa‟ 24 s.d. An-Nisa‟
147.(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000), hlm. 417-418.
20Abul Wafa Muhammad Darwisi , Qullillahi Syafaa‟atu Jami‟an, (Mekkah: Darul Qashim, Riyadh, Cet. I, 1998), hlm. 164.
Artinya: "Yang paling bahagia dengan syafa‟atku pada hari Kiamat adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya". [HR Bukhari, no. 99]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : ”Syafa‟at, sebabnya adalah tauhid kepada Allah, dan mengikhlaskan agama dan ibadah dengan segala macamnya kepada Allah.
Semakin kuat keikhlasan seseorang, maka dia berhak mendapatkan syafa‟at.Sebagaimana dia juga berhak mendapatkan segala macam rahmat.Sesungguhnya, syafa‟at adalah salah satu sebab kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Dan yang paling berhak dengan rahmat-Nya adalah ahlut tauhid dan orang-orang yang ikhlas kepada-Nya. Setiap yang paling sempurna dalam mewujudkan kalimat ikhlas (laa ilaahaa illallaah) dengan ilmu, keyakinan, amal, dan berlepas diri dari berbagai bentuk kesyirikan, loyal kepada kalimat tauhid, memusuhi orang yang menolak kalimat ini, maka dia yang paling berhak dengan rahmat Allah Swt.
2. Penghafal dan Pembaca Al-Qur‟an.
Selanjutnya orang yang beruntung menerima satau mendapatkan syafa‟at adalah orang yang gemar membaca al-Qur‟an. Mereka adalah kaum yang senantiasa menjadikan al-Qur‟an sebagai pegangan dalam hidupnya. Orang yang selama hidupnya istiqomah membaca al-Qur‟an dan menghafalnya maka akan memperoleh tempat tersendiri di sisi Allah Swt.
Maka beruntunglah mereka yang semasa hidupnya tak pernah lepas dari ayat-ayat suci al- Qur‟an. Entah saat ia sedang sibuk maupun tidak meraka tetap menyempatkan diri untuk membaca al-Qur‟an walaupun satu ayat, dua ayat, Allah Swt akan tetap menghitung pahala baginya. Perlu diketahui bahwa pahala membaca ayat suci al-Qur‟an dapat menemani bagi si pengamalnya ketika di alam kubur dan di akhirat nanti, dimana al-Qur‟an akan menjelma sebagai makhluk dan memberikan syafa‟at kepada mereka yang membaca dan mengamalkannya.21 Hal ini sebagai sabda Nabi Muhammad Saw yang artinmya: “Bacalah al-Qur‟an karena ia akan datang di akhirat kelak sebagai pemberi syafa‟at kepada tuannya.”(HR. Muslim). Barangsiapa yang menghafal al-Qur‟an dan mengamalkan isinya, maka Allah Swt akan memberikan pahala
21Natsir bin Abdurrahman bin Muhammad al Judayi‟, Asy Syafaa‟ah „inda Ahlis Sunnah, (Semarang: Daaru Athlas, 1995), hlm. 168.