• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 Penerimaan kotor

9) Pengendalian Binatang Pengganggu Tujuan :

Areal di unit pengolahan harus bebas dari hewan pengerat, serangga, burung atau hama lainnya.

Prosedur :

Kehadiran hewan pengerat, serangga, burung, atau hama lainnya tidak dapat diterima. Perusahaan harus mengontrol hama di seluruh area sekitar unit pengolahan dengan bahan kimia pembasmi hama ( pestisida ) secara periodik. Selain itu QC melakukan inspeksi setiap hari sebelum operasi apakah terdapat hama di unit pengolahan. Observasi dicatat pada form audit sanitasi harian.

(5) Prosedur Verifikasi Tim Verifikasi terdiri dari :

- Plant Manager - Manager Produksi - Penjamin Kualitas

Verifikasi dilakukan setiap tiga bulan sekali atau apabila terjadi penyimpangan.

Verifikasi meliputi :

Peninjauan kembali terhadap „HACCP Plan‟ Pemeriksaan terhadap pelaksanaan CCP

Pemeriksaan terhadap penyimpangan prosedur pelaksanaan CCP dan pencatatan

Melakukan peninjauan proses produksi Random sampling produk dan dianalisa

Meninjau kembali “critical limit “ tersebut memadai untuk mengontrol hazards

Memeriksa kembali catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang membuktikan kesesuaian atau penyimpangan dari HACCP dan tindakan koreksi yang dilakukan

Pemberlakuan HACCP Plan termasuk pemeriksaan di lapangan dan verifikasi dari alur proses dan CCPs

Peninjauan kembali terhadap modifikasi HACCP Plan Laporan Verifikasi mencakup informasi mengenai :

108

Keberadaan HACCP dan orang yang bertanggung jawab ataupun orang yang memperbaharui HACCP Plan tersebut

Status dari catatan – catatan yang berhubungan dengan pemeriksaan CCP

Data monitoring yang langsung dari CCP ketika proses sedang berlangsung

Sertifikasi bahwa peralatan – peralatan monitoring cukup terkalibrasi dengan baik dan berfungsi dengan baik

Penyimpangan dan tindakan koreksi

Semua sample yang dianalisa untuk menilai bahwa CCP terkontrol dengan baik

Modifikasi terhadap HACCP Plan

Pelatihan terhadap personil yang bertanggung jawab terhadap monitoring CCPs ( jajaran QC )

(6) Prosedur Penarikan Produk 1) Identifikasi produk yang akan ditarik :

a. Dilakukan pengecekan data eksport meliputi : - Tanggal pengiriman

- Nomor dokumen pengiriman - Tanggal produksi

- Jumlah barang - Nomor container

b. Dilakukan pemeriksaan terhadap semua laporan produksi

2) Memberikan informasi kepada distributor tentang data produk yang ditarik tersebut

3) Periksa barang di gudang sesuai identifikasi produksi

4) Barang yang sudah ditarik di simpan di gudang pendingin secara terpisah dan dimusnahkan

(6a) Label / Spesifikasi

1) Produk akhir diberi label yang membawa informasi sebagai berikut : - Nama Produk

- Berat Bersih

- Pengimpor / Distributor - Petunjuk Penyimpanan - Negara Penghasil Produk - Tanggal Produksi

- Tanggal Kadaluarsa

2) Bahan saniter, pembersih pemberian label dan spesifikasi diperiksa oleh petugas gudang dan petugas pengawas mutu sesuai keperluannya.

109 (1) Prosedur Keluhan Konsumen

Sumber: HACCP plan P.T. JSI, 2012

Gambar 41 Mekanisme prosedur keluhan konsumen Pengawasan Mutu Ikan Sidat Panggang (Kabayaki)

Perusahaan industri pengolahan sidat di Palabuhanratu dalam pengawasan mutunya sangat menjaga sanitasi pabrik terutama pada titik kritis. Setiap orang harus mengenakan seragam khusus serta memakai penutup rambut, masker, sepatu boot, sarung tangan yang telah disterilkan sebelum masuk ruang unit pengolahan. Hal ini dilakukan agar debu dan kotoran serta cemaran mikroba tidak mudah melekat. Sirkulasi udara unit pengolahan ikan sidat sudah cukup baik dengan selalu melakukan operasi pembersihan terlebih dahulu sebelum dan setelah melakukan kegiatan proses produksi.

Production Departement Raw material Departement Quality Control Departement Marketing Departement Buyer (Importer) CONSUMER Managing Director Production Manager Supplier Cold Storage Shipping Departement Information Action Taken Information Action Taken Information

Information Action Taken

Action Taken Information Information & Action Taken Action Taken

110

Berdasarkan hasil analisis bahaya ditemukan CCP pada tahapan proses penerimaan bahan baku, pada tahap ini kemungkinan sebagai penyebab bahaya kontaminasi dari lingkungan dan peralatan, kemungkinan sebagai penyebab bahaya potensial mikrobiologis seperti kontaminasi bakteri E.Coli dan Salmonella yang termasuk dalam kategori bahaya keamanan pangan. Sementara SSOP dan GMP belum dapat mengendalikan bahaya tersebut. Meskipun peluang bahayanya sedang tetapi otomatis menjadi bahaya potesial nyata. Adapun alasanya mengapa CCP karena sangat berbahaya bagi keamanan dan kesehatan manusia. Upaya pencegahannya dengan mengontrol alat pengiriman dan melakukan pengecekan visual. Selain itu pada tahapan penerimaan bahan baku dengan kemungkinan penyebab bahaya penanganan yang kurang baik selama panen kemungkinan terdapat bahaya potensial fisik penyebabnya adalah kontaminasi filth/benda asing, dekomposisi, kerusakan fisik dengan kategori bahaya keamanan pangan sedangkan SSOP dan GMP belum dapat mengendalikan bahaya tersebut, peluangnya kategori sedang dan otomatis merupakan bahaya potesial nyata dengan alasan berbahaya bagi keamanan dan kesehatan manusia, upaya pencegahannya dengan melakukan pengecekan visual.

Selanjutnya dliakukan indentifikasi CCP pada alur proses pengolahan ikan sidat pada tahapan penerimaan bahan baku dengan bahaya potensial nyata adalah dekomposisi dan bakteri pathogen dengan kategori bahaya keamanan pangan. Identifikasi CCP dilakukan dengan mengajukan 4 langkah pertanyaan sebagai berikut:

Q1: Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya tahap bahaya yang di identifikasi?

A1: Jika tidak : bukan CCP, dan perlu modifikasi langkah, proses dan produk Jika iya : lanjut ke Q2 (jawabab ya)

Q2: Apakah tahap ini mengeliminasi atau mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang diterima ?

A2: Jika tidak : lanjut ke Q3 Jika iya : CCP (jawaban ya)

Q3: Apakah akibat bahaya dapat terjadi melewati batas yang tidak dapat diterima ?

A2: Jika tidak : Bukan CCP

Jika iya : lanjut ke Q4 (jawaban tidak)

Q4: Apakah tahap selanjutnya dapat mengeliminasi bahaya yang di identifikasi atau mereduksi kemungkinan terjadinya pada batas yang dapat diterima ? A4: Jika tidak : CCP

Jika iya : Bukan CCP (jawaban tidak)

Artinya pada tahapan penerimaan bahan baku merupakan titik kritis (CCP).

Berdasarkan hasil analisis bahaya pada setiap tahapan proses pengolahan ikan sidat dan identifikasi CCP, pada tahapan proses penerimaan bahan baku merupakan titik kritis (CCP). Untuk itu perlu dilakukan pengawasan mutu tahapan proses pengolahan ikan sidat terutama pada penerimaan bahan baku, karena terdapat titik kritis pada tahapan tersebut di unit pengolahan ikan sidat panggang.

111 Hasil Pengujian Ikan Sidat Panggang

Perusahaan industri pengolahan sidat di Palabuhanratu juga sangat menjaga sanitasi pabrik, setiap orang harus mengenakan seragam khusus agar debu dan kotoran tidak mudah melekat, penutup rambut, masker, sepatu boot, sarung tangan yang telah disterilkan sebelum masuk ruang unit pengolahan. Sirkulasi udara unit pengolahan ikan sidat sudah cukup baik dengan selalu melakukan operasi pembersihan terlebih dahulu sebelum dan setelah melakukan kegiatan proses produksi. Berikut adalah hasil analisis mikrobiologi dan analisis organoleptik pada produk akhir ikan sidat berupa ikan sidat panggang berbumbu manis (kabayaki) yang siap dikirim kepada konsumen baik lokal maupun ekspor. Tabel 14 Hasil pengujian mikrobiologi dan organoleptik kabayaki tahun 2012

Hari/Tanggal TPC E.Coli Vibrio Cholerae Salmonella Staphylococcus Organoleptik1

6-Juli 1500 < 3 Negatif Negatif 0 7

20-Juli 14000 < 3 Negatif Negatif 0 7

30-Juli 2300 < 3 Negatif Negatif 0 7

3-September 1700 < 3 Negatif Negatif 0 7 2000 < 3 Negatif Negatif 0 7 20- September 1700 < 3 Negatif Negatif 0 7 1200 < 3 Negatif Negatif 0 7 1100 < 3 Negatif Negatif 0 7

5-November 2700 < 3 Negatif Negatif 0 7

20- November 2500 < 3 Negatif Negatif 0 7 26- November 2800 < 3 Negatif Negatif 0 7 27- November 2900 < 3 Negatif Negatif 0 7 12- Desember 3200 < 3 Negatif Negatif 0 7 1 skala penilaian 1-9 Sumber : PT. JSI (2013)

Berdasarkan data pada Tabel 14. diketahui bahwa pengolahan kabayaki memenuhi persyaratan yang sesuai dengan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan. Persyaratan tersebut menyebutkan bahwa jumlah maksimum cemaran mikroba dalam ikan dan produk perikanan termasuk moluska dan krustace dan ekinodermata yang dikukus atau direbus dan atau digoreng diantaranya TPC (300C, 72 jam) 5x105 koloni/gram; Escherechia coli< 3/gram; Salmonella sp. negatif/25 gram; Staphylococcus aureus 1x103 koloni/g dan Vibrio cholera negatif/25 gram (BPOM RI 2009). Uji organoleptik secara periodik PT. JSI sebagai salah satu indikator kontrol kualitas produk. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata nilai mutu hedonik sebesar 7 poin dari

112

total 9 poin. Peraturan BPOM RI tersebut digunakan sebagai persyaratan karena SNI ikan sidat panggang hingga kini masih belum ada.

Uji organoleptik secara periodik dilakukan sebagai salah satu indikator kontrol kualitas produk. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa rata-rata nilai mutu hedonik sebesar 7 poin dari total 9 poin. Sifat organoleptik: warna, rasa (tingkat kemanisan) dan tekstur (tingkat kelembutan). Uji organoleptik yang dilakukan meliputi warna, rasa dan tekstur terhadap produk kabayaki yang dihasilkan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap produk “kabayaki” dengan melibatkan panelis terlatih yang memberikan penilaiannya berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap kabayaki pada kuesioner yang disediakan. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif, nilai skor atau skala pengujian yaitu: 1-9 dengan rincian sebagai berikut: 9 = amat sangat suka, 8 = sangat suka, 7 = suka, 6 = cukup suka, 5 = agak suka, 4 = kurang suka, 3 = tidak suka, 2 = sangat tidak suka, 1 = amat sangat tidak suka. Peraturan BPOM RI tersebut digunakan sebagai persyaratan karena SNI ikan sidat panggang hingga kini masih belum ada.

Ikan sidat dengan mutu yang belum terjamin keamanannya, akan kalah bersaing dengan produk sejenis dari negara lain yang lebih terjamin mutu dan keamanannya, terstandardisasi secara baik, serta harga terjangkau oleh daya beli masyarakat dunia. Untuk menghadapi hal ini, Indonesia perlu mempersiapkan produk perikanan yang berkualitas, aman dan terjamin sejak pascapanen, bahan baku, distribusi dan transportasi sampai kepada konsumen akhir (from farm to table). Indikator keberhasilan persaingan produk perikanan adalah produk perikanan yang dihasilkan harus bermutu dan bergizi, bebas dari cemaran berbahaya, aman untuk dikonsumsi dan diolah dengan teknologi yang ramah lingkungan.

Sistem Pemasaran Perikanan Sidat (Anguilla spp.)

Ikan sidat dari Indonesia merupakan ikan sidat tropis yang paling banyak dicari dibandingkan dengan sidat dari negara lain. Potensi sidat di Indonesia sangat besar, kini menjadi penghasil sidat terbesar di dunia. tetapi masyarakat Indonesia masih sangat sedikit yang membudidayakan ikan sidat, bahkan masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mengenal ikan sidat baik itu bentuk, rupa dan warnanya apalagi mengolahnya dan belum mengetahui kandungan gizi serta manfaat dan khasiatnya bagi tumbuh kembang tubuh maupun pembentukan kecerdasan otak sebagaimana yang didengungkan masyarakat Internasional khususnya negeri Jepang.

Ikan sidat yang dijual dalam keadaan hidup, segar, beku dan olahan memiliki nilai jual yang berbeda. Salah satu contoh olahan ikan sidat yang bernilai ekonomi tinggi adalah sidat panggang (Kabayaki). Masyarakat Indonesia lebih mengenal ikan salmon yang tidak ada di Indonesia dan selama ini impor dengan volume dan nilainya yang tinggi dan terus meningkat.

Tahun 2010, produksi ikan sidat dunia diperkirakan mencapai 8.440 ton senilai 36 juta US$ (FAO 2010). Setiap tahunnya Negara China membutuhkan pasokan ikan sidat untuk bahan baku olahan tak kurang dari 70.000 ton, sementara saat ini mereka baru bisa memenuhi sekitar 20.000 ton saja. Selain itu kebutuhan konsumen Jepang akan sidat mencapai 300.000 ton/tahun, Korea 15.000 ton/tahun

113 dan Taiwan 5000 ton/tahun (KKP 2011). Selain itu kebutuhan konsumen Jepang akan ikan sidat mencapai 300.000 ton/tahun, Korea 15.000 ton/tahun dan Taiwan 5000 ton/tahun (KKP 2011). Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Made L Nurdjana (2011) menyatakan tekadnya untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen dan pengengkspor sidat terbesar. Peluang ekspor pun masih terbuka lebar khususnya di negara-negara penikmat ikan seperti Jepang, Untuk jenis Anguila marmorata, harga jualnya di Taiwan dan China bahkan bisa mengalahkan harga primadona ekspor Indonesia, udang yaitu US$ 20/kg. Untuk elver (Glass eel), di China harganya mencapai US$ 7-US$ 8/Kg, sedangkan harga panen ukuran kg/5 ekor setelah 7 bulan pemeliharaan sekitar US$ 9- US$ 11/Kg, pasar Hongkong dan Singapura juga mencari pemasok sidat untuk kebutuhan mereka.

Distribusi Ikan Sidat

Distribusi perikanan sidat adalah proses pemindahan sumberdaya ikan sidat sehingga sampai ditempat tujuan, baik itu pada penampung, pengumpul, pembudidaya, pengolah, hingga konsumen yang merupakan pangsa pasar perikanan sidat baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Pada distribusi ikan sidat, pelaku harus mengetahui bagaimana caranya pendistribusian ikan sidat dari produsen ikan sidat kepada konsumennya, dengan cara bagaimana ikan sidat dikemas dan didistribusikan setelah pasca penangkapan, pasca budidaya, pasca panen sidat, hingga produk akhir sidat hasil olahan sampai ke pasar baik langsung maupun tidak langsung atau didistribusikan kepada konsumen ikan sidat baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Untuk mampu menerapkan cara distribusi hingga konsumen secara layak dan efektif, perlu didukung oleh pengadaan fasilitas sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang yang memadai dan berkualitas dengan didukung oleh kompetensi sumberdaya manusia yang terlibat dalam kegiatan distribusi produk.

Tabel 15 Distribusi ikan sidat (Angulla spp) dari pasca penangkapan, pasca budidaya, pascapanen/pengolahan dan pasar di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi

Asal Lokasi dari

Lokal Regional Nasional Ekspor

Pasca Tangkapan alam

Glass eel, elver, fingerling, ukuran konsumsi

Glass eel, elver, fingerling, ukuran konsumsi

Glass eel, elver, fingerling, ukuran konsumsi

Sidat ukuran > 150 gr

Budidaya Glass eel, elver,

fingerling, ukuran konsumsi

Glass eel, elver, fingerling, ukuran konsumsi

Glass eel, elver, fingerling, ukuran konsumsi Sidat ukuran > 150 gr Pasca Panen/ UPI/ Pabrik

Glass eel, elver, fingerling, ukuran

konsumsi dan kabayaki

kabayaki Kabayaki kabayaki

Pasar Glass eel, elver,

fingerling, ukuran konsumsi

Glass eel, elver, fingerling, ukuran konsumsi

Glass eel, elver, fingerling, ukuran konsumsi Sidat ukuran > 150 gr dan kabayaki

114

Terdapat banyak persamaan bagaimana cara pendistribusian ikan sidat pasca tangkap dan pasca budidaya, tetapi agak berbeda dengan cara distribusi ikan sidat hasil olahan. Pendistribusian ikan pasca tangkap dan pasca budidaya memerlukan kehati-hatian, ketelitian dan kecepatan yang tinggi serta kecermatan penghitungan yang tepat agar survival ratio tetap terjaga hingga di lokasi yang dituju dengan menggunakan transportasi darat, laut maupun udara. Ikan sidat pasca tangkap maupun pasca budidaya dapat menggunakan transportasi darat dan udara, tergantung berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman dari produsen ke konsumen. Sedangkan ikan sidat pasca panen untuk ikan sidat hidup, segar, beku maupun yang telah diolah khususnya kabayaki, membutuhkan fasilitas dan teknologi yang lebih agar kualitas ikan dan kemasan serta suhu produk tetap terjaga hingga konsumen.

Sistem pemasaran ikan sidat di Palabuhanratu sejak dahulu sudah ada dan alur distribusi pemasarannya sangat sederhana, kegiatan distribusi dan pemasarannya dimulai dari nelayan, pasca penangkapan ikan sidat cukup ditampung dalam wadah plastik/container, box styreofoam oleh penampung kemudian disalurkan kepada pengumpul dan selanjutnya dikirim atau diambil oleh perusahaan budidaya ikan yang memesan ikan sidat di sekitar lokasi penangkapan untuk dibudidayakan di Sukabumi, Bogor dan sekitarnya atau dikirim ke lokasi lainnya. Setelah pembangunan perusahaan budidaya dan pengolahan ikan sidat yaitu P.T. JSI pada tahun 2010 terjadi sedikit perubahan pada sistem pemasaran perikanan sidat di Palabuhanratu. Sejak beroperasinya unit budidaya dan unit pengolahan ikan sidat di perusahaan tersebut banyak nelayan, penampung dan pengumpul menjual ikan sidat kepada perusahaan tersebut. Masih banyak pula nelayan, penampung dan pengumpul yang tidak mendistribusikan hasil tangkapannya ke perusahaan tersebut tetapi langsunng menjualnya kepada para pendatang pencari ikan sidat di Palabuhanratu. Para pendatang tersebut bukan hanya pembudidaya ikan sidat Indonesia tetapi banyak pula para broker, calon investor dari luar seperti, Taiwan, Jepang, Korea, China dll. Hal ini yang membuat ikan sidat menjadi sulit didapatkan dan melonjak harga jualnya, bahkan para pendatang tersebut berani membeli lebih dari harga yang sudah menjadi kesepakatan pemasok dan pembeli dari P.T. JSI, karena lebih banyak permintaan daripada persediaan sumberdaya ikan sidat, akhirnya hal itu menjadi kendala bagi perusahaan-perusahaan budidaya yang ada di palabuhanratu.

Gambar 42 Alur distribusi pemasaran ikan sidat di Palabuhanratu Sukabumi

Nelayan Pembudidaya Pengolah

115 Saat budidaya dan pengolahan dalam negeri belum mapan, ancaman terbesar justru berasal dari kegiatan ekspor benih sidat, terutama glass eel. Secara bisnis ekspor benih lebih mengungtungkan mengingat resiko rendah dan keuntungan tinggi, karena harga di pasar internasional dapat mencapai US$ 35.000/kg. Akibatnya mulai terjadi kelangkaan benih sidat dalam negeri, dan peningkatan harga hingga mencapai Rp 3 juta/kg, dari sekitar Rp 300-400 ribu pada tahun 2010.

Distribusi pemasaran dimulai dari nelayan, pasca penangkapan ikan berupa glass eell, elver dan fingerling yang didisribusikan kepada penampung, kemudian kepada pengumpul dan selanjutnya kepada pembudidaya, sedangkan untuk ikan sidat yang berukuran sesuai konsumi yaitu ukuran 200 garm keatas didistribusikan kepada perusahaan eksportir ikan sidat atau pengolah kabayaki. Selain dari jalur tersebut ada juga pendistribusian langsung dari nelayan, penampung dan pengumpul kepada pembubidaya atau pengolah bahkan langsung kepada konsumen yang memesan ikan tersebut untuk didistribusikan ke pasaran diluar Sukabumi. Adapun ikan sidat yang sudah diolah didistribusikan kepada pedagang retail (supermarket) dan restaurant Jepang atau Korea di Jakarta dan sekitarnya serta beberapa pembeli dari luar untuk dikirim ke Jepang dan negara lainnya.

Pemasaran Ikan Sidat di Palabuhanratu

Disadarinya manfaat yang besar dari ikan sidat sebagai pemacu pertumbuhan tubuh manusia, peningkatan kemampuan otak manusia, mencegah penyakit kolestrol / penyakit jantung, serta manfaat lain bagi kesehatan manusia.

Gambar 43 Sistem pemasaran ikan sidat di Palabuhanratu Kab. Sukabumi Demikian tingginya permintaan ekspor ikan sidat, serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan, khususnya ikan sidat, sehingga kebutuhan ikan sidat semakin bertambah khususnya bangsa Jepang dan Korea. Jepang mengimpor ikan sidat dari China dan Vietnam hampir 500.000 ton pertahun dan permintaan tetap bertambah, namun sukar dipenuhi karena pencemaran lingkungan di kedua negara ini pun telah semakin parah akibat pertumbuhan industri. Negara negara Eropa juga merupakan pasaran yang

Nelaya

n

Penampung Pengumpul

Pengolah sidat Petani budidaya

Perusahaan budidaya dan pengolahan

116

berpotensi tinggi karena banyak mengkonsumsi ikan. Indonesia hingga saat ini belum mampu berbuat, walau ada 3 wilayah khusus di perairan kita sebagai tempat pengembangan benih ikan sidat yaitu Teluk Toli Toli, Sorong Barat dan Palabuhanratu (LIPI 2003).

Dirjen Pengolahan dan pemasaran hasil perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan kian gencar membuka jalur produksi dan pemasaran sidat, sementara pasokan ikan sidat dari China ke Jepang sedang turun, Indonesia harus mengambil alih pasar tersebut. Harga ikan sidat muda (unagi muda) di Jepang melonjak ke level tertinggi, Jepang menjadi target utama ekspor sidat dari Indonesia, karena kebutuhan terbesar memang dari Jepang, ditengah sedikitnya hasil tangkapan tahun 2011 di Jepang semakin mendorong pemerintah pusat bertemu dengan pemerintah daerah dan sejumlah ahli untuk mempersiapkan langkah antisipasi proses produksi ikan sidat di Indonesia (Nikijuluw, 2011).

Semakin tingginya permintaan akan ikan sidat di pasar internasional membuat investor asing lainnya dari berbagai negara seperti Korea, Taiwan dan China berdatangan ke Palauhanratu melalui Pemerintah Daerah Sukabumi melakukan kerjasama untuk membuat perusahaan industri perikanan sidat. Hal ini bertolak belakang dengan berkurangnya hasil tangkapan glass eel sidat yang tersedia di alam.

Pemasaran Hasil Tangkapan

Proses pemasaran glass eel sidat dimulai dari ikan yang ditangkap oleh nelayan penangkap setelah ditimbang di tenda peristirahatan. Nelayan penampung bertugas untuk mengumpulkan hasil tangkapan yang telah ditimbang dan mensortasi kualitas dan kuantitas glass eel sidat. Glass eel selanjutnya di tampung di wadah sementara berupa styrofoam dan bak plastik/kontainer atau fiberglass. Nelayan penampung membeli glass eel sidat dari nelayan penangkap dengan harga rata-rata Rp 800.000,- (tahun 2011) sampai Rp 1.250.000,- (Tahun 2012), bahkan pada tahun 2013 bahkan harga bisa lebih jika dijual pada pengusaha Korea dan Taiwan hingga mencapai Rp. 3.000.000,- - Rp. 3.500.000,- per satuan kilogram di tempat penampungan. Satu kilogram glass eel sidat berjumlah 6000 ekor/kg. Selanjutnya nelayan penampung menjual glass eel sidat ke pengumpul atau perusahaan budidaya pembesaran. Selain itu pengumpul ada juga yang langsung menjualnya ke eksportir.

Berdasarkan hasil wawancara nelayan, dinformasikan bahwa sebenarnya sejak tahun 1990 sampai tahun 2000 ada beberapa perusahaan budidaya yang membeli glass eel yaitu P.T. Indo eel, P.T. Tahapan jaya, P.T. SDB dan petani budidaya pada saat itu. Kini perusahaan tersebut sudah tidak beroperasi lagi, diduga karena kegagalan dalam penerapan teknologi yang diadopsi dari Jerman dan masalah pengelolaannya. Kini Glass eel sidat ditampung oleh perusahaan P.T. Jawa Suisan Indah yang berada di Stasiun Lapang Kelautan IPB Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Glass eel sidat dikemas menggunakan plastik yang diisi dengan media air dan oksigen. Proses pendistribusian ikan dengan menggunakan transpotasi mobil bak terbuka karena jaraknya yang dekat. Tetapi kini perusahaan tersebut kekurangan pasokan glass eel karena ulah beberapa oknum yang menjual hasil tangkapan glass eel kepada eksportir dan diekspor secara illegal

117 Pemasaran Hasil Budidaya

Pembudidaya di Palabuhanratu membesarkan ikan sidat dalam beberapa tahapan, bahkan di perusahaan budidaya ikan sidat dibesarkan sampai mencapai ukuran konsumsi hingga sidat dapat dijual atau diolah di unit pengolahan yang berada dekat unit lokasi budidaya. Minimnya penelitian tentang pemanfaatan sidat di daerah-daerah di Indonesia membuat kemajuan budidaya sidat menjadi terhambat. Kondisi itu berbanding terbalik dengan negara-negara di Eropa seperti

Dokumen terkait