BAB II LANDASAN TEORI
D. Pengendalian Emosi
a. Pengertian Pengendalian Emosi
Rasa marah, kesal, sebal, sedih, atau gembira adalah hal
yang wajar yang tentunya sering dialami meskipun tidak setiap
saat. Pengungkapan emosi itu ada juga aturannya. Supaya bisa
mengekpresikan emosi secara tepat, kita perlu pengendalian emosi.
Hurlock (1980) mengatakan pengendalian bukan berarti menekan
atau menghilangkan, melainkan belajar untuk mengatasi situasi
dengan sikap rasional, untuk merespon secara realistik, tidak secara
emosional. Hurlock (1980) menambahkan pengendalian emosi
sendiri berarti mengendalikan overt expression atau perilaku yang tampak, dalam bentuk motor ataupun verbal, terhadap emosi yang
tidak dapat diterima secara sosial.
Mangoenprasodjo (2005) juga berpendapat pengendalian
emosi ini bukan merupakan upaya untuk menekan atau
menghilangkan emosi melainkan :
1) Belajar menghadapi situasi dengan sikap rasional.
2) Belajar mengenali emosi dan menghindari dari penafsiran yang berlebihan terhadap situasi yang dapat menimbulkan
respons emosional.
3) Bagaimana memberikan respon terhadap situasi tersebut
proporsional, sesuai dengan situasinya, serta dengan cara yang
dapat diterima oleh lingkungan sosial.
4) Belajar mengenal, menerima, dan mengekspresikan emosi
positif (senang, sayang atau bahagia) dan negative (khawatir,
sebal, sedih, atau marah).
5) Belajar menunda pemuas kebutuhan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
pengendalian emosi bukan berarti kita melawan atau berusaha
menghilangkan dan menekan emosi melainkan kita belajar untuk
memahami den mengenal emosi baik dari perasaan maupun pikiran
dan mengontrol ekspresi yang muncul sehingga dapat bertindak
sesuai dengan diri dan lingkungannya.
b. Ketrampilan Mengendalikan Emosi
Mangoenprasodjo (2005) mengatakan kegagalan
mengendalikan emosi terjadi karena seseorang kurang mau
berusaha menilai sesuatu dengan kepala dingin. Karena itu,
ketrampilan mengendalikan emosi diperlukan. Ketrampilan itu antara lain :
1) Mengenali dan mendefinisikan perasaan yang
muncul.
2) Mengemukakan perasaan dan dapat menilai
3) Mengelola perasaan.
4) Mengandalikan diri sendiri.
5) Mengurangi stress.
6) Mengetahui perbedaan antara perasaan dan
tindakan.
Thompson (1994) mendefinisikan regulasi-emosi
(mengelola emosi) sebagai kemampuan untuk memonitor,
mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional individu untuk
mencapai tujuan individu tersebut. Indikator dari regulasi emosi
adalah sebagai berikut :
1) Kemampuan memonitor (emotions monitoring) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami
keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya,
pikirannya, dan latar belakang dari tindakannya. Aspek ini
merupakan dasar dari seluruh aspek lainnya, yang berarti
kesadaran-diri ini akan mebantu tercapainya aspek-aspek yang
lain. Arti lainnya adalah individu mampu terhubung dengan
emosi-emosinya, pikiran-pikirannya dan keterhubungan ini membuat individu mampu menamakan dari setiap emosi yang
muncul.
2) Kemampuan mengevaluasi emosi (emotions evaluating) yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan
ini, khususnya emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan,
kecewa, dendam, dan benci akan membuat individu tidak
terbawa dan terpengaruh secara mendalam, sehingga
mengakibatkannya tidak mampu lagi berpikir rasional. Sebagai
contoh ketika individu mengalami perasaan kecewa dan benci,
dia kemudian mampu menerima perasaan tersebut apa adanya,
tidak berusaha menolaknya dan kemudian berusaha
menyeimbangkan emosi tersebut secara konstruktif. Misalnya
melihat peristiwa yang menimbulkan kekecewaan dan
kebencian dari sudut pandang yang lebih positif, mengambil
hikmah di balik masalah tersebut atau mencoba untuk
memaafkan diri sendiri atau orang lain yang terlibat dalam
masalah tersebut. Akibatnya dia mampu meredakan
kekecewaannya dan kebenciannya tersebut, sehingga tidak
berlarut-larut terombang-ambing dalam kekecewaan dan
kebencian.
3) Kemampuan memodifikasi (emotions modifications) yaitu kemampuan individu untuk merubah emosi sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu
berada dalam keadaan putus asa, cemas, dan marah.
Kemampuan ini kemudian membuat individu mampu
menumbuhkan optimism dalam hidupnya. Kemampuan ini
membebaninya, mampu untuk terus berjuang ketika
menghadapi hambatan yang besar, tidak pernah mudah putus
asa dan kehilangan harapan.
Kemampuan regulasi-emosi atau ketrampilan mengelola
emosi menjadi penting bagi individu untuk dapat efektif dalam
melakukan coping terhadap berbagai masalah yang mendorongnya mengalami kecemasan dan depresi. Individu yang mampu
mengelola emosi-emosinya dengan efektif, akan lebih memiliki
daya tahan untuk tidak terkena kecemasan dan depresi. Terutama
jika individu mampu mengelola emosi-emosi negatif yang
dialaminya seperti perasaan sedih, marah, benci, kecewa, atau
frustasi. (Goleman, 1995)
c. Model Pengendalian Emosi
Menurut Hude (2006) emosi yang muncul, terutama emosi
negative, dipicu oleh konflik dan stress. Oleh karena itu,
pengendalian emosi sangat penting untuk mereduksi ketegangan
yang timbul akibat emosi yang memuncak. Ada beberapa model (bentuk) pengendalian emosi, antara lain :
1) Model displacement, yakni dengan cara mengalihkan atau menyalurkan ketegangan emosi
kepada objek lain. Model ini meliputi katarsis,
2) Model cognitive adjustment, yaitu penyesuaian antara pengalaman dan pengetahuan yang tersimpan
(kognisi) dengan upaya memahami masalah yang
muncul. Model ini meliputi atribusi positif, empati,
dan altruism.
3) Model coping, yaitu dengan menerima atau menjalani segala hal yang terjadi dalam kehidupan,
meliputi syukur-sabar, pemberian maaf, dan
adaptasi.
4) Model lain-lain seperti regresi, represi, dan
relaksasi.
d. Faktor yang Mempengaruhi pengendalian emosi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengendalian emosi
seseorang, yaitu :
1) Kecerdasan emosional
Goleman (2006) mengemukakan bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan
menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.
Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang
dapat menempatkan emosinya pada porsi yang
2) Usia
Teori sosiokognitif berpendapat bahwa seiring
bertambahnya usia terjadi peningkatan kemampuan
dalam memahami dan mengontrol atau
mengendalikan emosi karena pengalaman seseorang
dapat mengembangkan kemampuan yang lebih baik
untuk memahami, mengantisipasi, dan bereaksi
terhadap respon emosional orang lain (Age and the understanding of emotion, 2002).
Dari 2 faktor di atas hanya faktor usia yang dikendalikan dalam
penelitian ini. Faktor usia dikontrol dengan memilih subjek yang berusia
21 tahun ke atas atau orang dewasa. Kecerdasan Emosi tidak dikendalikan
sebab variabel tergantung dalam penelitian ini, yaitu pengendalian emosi
termasuk dalam salah satu kemampuan kecerdasan emosi.
Dalam penelitian ini, pengendalian emosi yang dilakukan adalah
pengendalian emosi negatif dan positif. Emosi negatif adalah hal yang
tidak menyenangkan seperti sedih, marah, iri sedang emosi positif adalah
perasaan yang menyenangkan seperti bahagia, senang, dan sayang.