• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

2) Pengendalian gulma pasca tumbuh ( post emergence )

Post emergence dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu sudah tumbuh. Post emergence biasanya dilakukan sebanyak dua tahap, yaitu post emergence I danpost emergenceII. Post emergenceI diaplikasikan pada saat tanaman tebu berusia 1 – 2 bulan. Herbisida yang digunakan pada post emergence I yaitu ametrin 4 L/ha dan perekat 0.5 L/ha. Sedangkan post emergence II diaplikasikan pada saat tanaman berumur 5–6 bulan. Herbisida yang digunakan pada post emergence II yaitu paraquat1.5 L/ha dan perekat 0.5 L/ha. Untuk menghindari penguapan bahan kimia, post emergence

43

Gambar 26.Post emergencemenggunakanknapsack sprayer

Bahan kimia yang digunakan pada post emergenceI bersifat sistemik, sedangkan pada post emergence II digunakan bahan kimia yang bersifat kontak. Alat yang digunakan pada kegiatan post emergence yaitu manual knapsack sprayerdengan kapasitas 16 liter.

3) Penyiangan (hand weeding)

Penyiangan bertujuan mengendalikan gulma yang merambat pada tanaman tebu. Kegiatan ini dilaksanakan pada saat gulma belum berbunga/berbiji. Kapasitas kerja penyiangan gulma untuk kelas serangan ringan 2 – 3 orang/ha, sedang 3 – 5 orang/ha, dan berat 5 – 10 orang/ha (Departemen Plantation, 2010).

Panen (harvesting)

Pemanenan atau kegiatan tebang-angkut merupakan kegiatan akhir dari siklus penanaman tebu. Tujuan dari pemanenan adalah mengambil tebu dalam jumlah yang optimal dari setiap petak tebang, mengangkut tebu dari petak tebang ke pabrik, dan mempertahankan hasil gula (pol in cane) potensial berada pada bagian tanaman tebu.

Kegiatan tebang-angkut dikatakan berhasil apabila dapat memenuhi kuota pabrik, kontuinitas pengiriman tebu ke pabrik dapat dipertahankan, kehilangan tebu seminimal mungkin, kesegaran tebu dapat terjaga, serta kehilangan gula seminimal mungkin. Pelaksanaan kegiatan tebang-angkut dilakukan pada musim kering. Hal ini berkaitan dengan kemudahan transportasi tebu dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimal pada periode musim kering. Kegiatan tebang-angkut di PT GPM dilakukan mulai bulan April hingga Oktober.

Sebelum kegiatan tebang-angkut dimulai, maka terlebih dahulu dilakukan estimasi produksi tebu untuk mengetahui seberapa besar potensi tebu yang tersedia (ton per hektar). Data ini kemudian digunakan untuk menghitung jumlah tebu yang akan ditebang per hari atau per bulan, lamanya waktu tebang-angkut, jumlah tenaga tebang yang diperlukan, dan jumlah traktor serta truk yang harus disediakan. Selain itu diperlukan analisis kemasakan tebu (maturity test) untuk mengetahui kemasakan tebu dan memperkirakan kapan tebu harus ditebang. Hasil dari analisis kemasakan diperoleh kandunganpol, brix sertapurity(perbandingan

poldanbrix) dari setiap petak.

Kegiatan tebang-angkut merupakan kegiatan yang sangat menentukan dalam pencapaian produksi gula. Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tebang-angkut antara lain:

1. Kesegaran tebu (cane freshness)

Total waktu yang direkomendasikan dari pembakaran hingga giling (burn to crash) maksimal 24 jam. Apabila waktunya lebih dari 24 jam, maka kadar sukrosa dalam tebu dapat berkurang dan demikian juga dengan gula yang dihasilkan.

45

2. Kebersihan tebu dari kotoran

Kotoran yang dimaksudkan yaitu klaras (daun tebu yang kering), pucuk daun, sogolan (batang tebu yang masih muda/anakan tebu tetapi sedikit mengandung gula), siwilan (batang tebu yang tumbuh pada ruas tanaman), batang tebu yang mati (tidak mengandung sukrosa akibat serangan hama kutu perisai), akar tebu, dan tanah. Kotoran tersebut dinamakan dengan extraneous matter(EM). Tebu dinilai bersih jika EM < 5 %, dinilai normal jika 5 % < EM < 8 %, dan dinilai kotor jika EM > 8 %.

3. Tebu tertinggal (cane wastage)

Tebu tertinggal merupakan tebu berupa lonjoran yang tidak ikut terangkut saat tebu dimuat ke dalam truk pengangkut di lahan.

Perencanaan program tebang. Perencanaan program tebang merupakan pedoman dalam menentukan pengaturan pelaksanaan kegiatan tebang. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain: luas tebu yang akan ditebang, waktu giling tebu, kapasitas giling pabrik, umur tanaman tebu, estimasi produksi, distribusi varietas, distribusi replanting cane dan ratoon cane yang seimbang, dan perencanaan sumberdaya manusia beserta anggutan untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang baik. Perencanaan program tebang membutuhkan koordinasi yang baik dengan divisi dalam pengaturan dan pelaksanaan program tebang tersebut.

Aplikasi ripener (zat pemacu kemasakan). Aplikasi zat pemacu kemasakan (ZPK) bertujuan untuk memecah klorofil sehingga menghambat pertumbuhan tebu. ZPK diaplikasikan pada tanaman dengan cara disemprot dengan menggunakan pesawat terbang ringan AT502. Mesin penyemprotan memiliki nozzle sebanyak 36 buah disepanjang bentangan sayap yang mencapai 26 m. Kecepatan pesawat yaitu 140 knot. Kapasitas pesawat ini adalah 1800 liter.

Gambar 28. Aplikasi ripener pada areal yang akan di tebang

Bahan kimia yang digunakan untuk aplikasi ZPK yaitu touch down

dengan bahan aktif sulfosat. Sebanyak 0.46 liter herbisida dilarutkan dengan air hingga diperoleh 30 liter larutan dan dapat diaplikasikan untuk 1 ha lahan. Kegiatan ini biasanya dilakukan sekitar pukul 06.00 – 10.00 WIB karena kecepatan angin pada pagi hari relatif kecil, pada kelembaban di atas 60 %, duhu di bawah 32 ºC, dan kecepatan angin di bawah 10 knot. Hal ini bertujuan agar semprotan dapat merata ditajuk dan tidak mengenai petak yang seharusnya tidak diripener. Pengeluaran herbisida diatur secara semi otomatis dengan apliaksi komputer, yang dijalankan oleh pilot yang mengoprasikan pesawat tersebut. ZPK akan meresap ke dalam tubuh tanaman dalam jangka waktu ± 2 jam. Aplikasi ZPK paling baik dilakukan 25–35 hari sebelum hari tebang yang ditentukan.

Pembakaran tebu. Jika dilihat dari kondisi tebu yang akan dipanen, ada 2 jenis yaitu tebu hijau dan tebu bakar. Tebu yang akan ditebang pertama kali melalui proses pembakaran untuk mempermudah kegiatan penebangan sehingga produktivitas tenaga tebang meningkat, dan tebu yang tertinggal di lahan berkurang. Besarnya petak yang hendak dibakar disesuaikan dengan kemampuan tebang yang dimiliki. Sekitar 30 % areal tebu yang hendak ditebang dibakar pada malam hari dan sisanya dibakar pada pagi hari setelah tenaga tebang terkumpul.

47

Gambar 29. Pembakaran tebu sebelum ditebang

Kegiatan pembakaran tebu dipersiapkan alat pembakar dan bahan bakarnya dan satu unit pemadam kebakaran (PMK) untuk mencegah api menjalar ke petak yang tidak seharusnya dibakar. Bahan bakar yang digunakan yaitu campuran bensin dan solar (dengan perbandingan 1:4) atau bensin dan avtur bekas (1:2). Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses pembakaran tebu yaitu :

- Awal bakar dalam satu petak dimulai dari sisi yang berlawanan arah angin. - Setelah api membakar ± 2 meter, pembakaran dilakukan dari sisi lain. - Setelah pembakaran selesai, petugas bakar harus memastikan bahwa api

benar-benar padam.

Penebangan tebu. Sistem tebang yang digunakan di PT GPM yaitu

bundle cane (tebu ikat) dan loose cane (tebu urai). Sedangkan alat yang digunakan adalah golok tebang (gobang). Divisi harvesting PT GPM dibagi menjadi beberapa front tebang yaitu bundle cane barat, bundle cane timur,

bundle cane tengah, loose cane barat, dan loose cane timur. Angkutan yang digunakan pada sistembundle caneyakni truk dengan bak terbuka sedangkan sistem loose cane menggunakan head truck/tronton. Pembagian tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan hektar tebang di masing-masing divisi. 1. Bundle cane(tebu ikat)

Penebangan sistem bundle caneartinya kegiatan tebang, ikat, dan memuat tebu ke truk dilakukan secara manual. Penebangan bundle cane

menggunakan tenaga rombongan yang terdiri dari 7 – 15 orang. Tiap rombongan menyelesaikan tebangan sejumlah 4–5 baris. Tebu yang telah ditebang kemudian diikat setiap 35-45 batang. Ikatan tebu ditumpuk pada baris kedua dan ketiga (dapat dilihat pada gambar 30). Tebu kemudian dimuat ke truk dengan kapasitas maksimum 14 ton.

SistemBundle Cane SistemLoose Cane

Gambar 30. Penumpukan tebu yang telah ditebang pada barisan

Penebangan sistem bundle cane membutuhkan investasi yang relatif lebih murah bila dibandingkan dengan sistem tebangloose canedan jumlah tebu yang tertinggal di areal relatif sedikit. Selain itu, resiko terhadap kerusakan lahan lebih kecil dan pemanenan dapat dilaksanakan dalam kondisi lahan basah. Namun terdapat kekurangan dalam sistem tebangan ini antara lain tenaga tebang sulit diperoleh dan kualitas tebangan berfluktuasi tergantung pengawasan di lapangan. Pembayaran tenaga tebang menggunakan sistem tonage, dibayar berdasarkan berat tebu yang berhasil ditebang.

Gambar 31. Pemuatan tebu ikat ke truk pengangkut

1 2 3 4 5 6 7 8

49

2. Loose cane(tebu urai)

Penebangan sistem tebu urai dilaksanakan pada areal yang akan di

replanting. Penebangan dengan sistem ini merupakan penebangan semi mekanis, dimana penebangan dikerjakan secara manual sedangkan pemuatan tebu ke dalam truk pengangkut dikerjakan secara mekanis menggunakangrab loader. Tebu yang telah ditebang ditumpuk pada satu tumpukan, dimana setiap delapan baris tanaman ditumpuk dalam satu barisan tumpukan yaitu pada baris ke empat dan lima (dapat dilihat pada Gambar 30).

Grab loaderkeside tipping Side tippingkehead Truck

Gambar 32. Pemuatan tebu urai di lahan

Kapasitas kerja tebang loose cane dihitung berdasarkan luasan yaitu panjang tebangan dikalikan jumlah barisan. Satuan kapasitas tebang di lahan adalah K dimana nilai 1 K adalah 15 m panjang tebang dikalikan 8 baris.

Keuntungan dari sistem tebang loose cane yaitu luas areal yang tertebang lebih banyak dan pengiriman tebu ke pabrik relatif besar. Kekurangannya adalah kehilangan tebu di lapangan lebih besar dibandingkan dengan sistem tebang bundle cane, dan peralatan berat seperti traktor, grab loader, danside tippingdapat menyebabkan pemadatan tanah pada lahan.

Pengolahan hasil

PT GPM menggunakan sistem pemurnian nira dengan sistem sulfitasi, dimana dalam prosesnya menggunakan gas SO2. Terdapat 6 tahapan proses

pengolahan gula yaitu tahap persiapan (cane preparation); penggilingan (milling); pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation); pengkristalan dan pemisahan (crystallization/boiling and centrifugal); pengeringan dan pendinginan (dryer and cooler); serta penimbangan dan pengarungan (weighing and bagging). 1. Tahap persiapan

Tebu yang datang dari areal ketika memasuki pabrik langsung ditimbang untuk mengetahui berat/jumlah tebu yang akan digiling. Proses penimbangan dilakukan dua kali, yaitu pada saat truk masuk sehingga diperoleh berat kotor (berat tebu dan kendaraan pengangkutan) dan penimbangan pada saat keluar untuk mengetahui berat kendaraan pengangkut sehingga diperoleh berat bersih tebunya. Banyaknya tebu yang dikirim tergantung kuota yang ditetapkan oleh pihak plantation. Selain itu, plantation diharapkan dapat menghasilkan tebu yang berkualitas dimana rendemen tebu tinggi sehingga gula yang didapatkan pun akan semakin banyak. Selain itu plantation juga dapat meminimalkan kotoran yang terbawa dari areal.

Setelah penimbangan tebu ditampung di emplasmen (cane yard). Kapasitascane yardsekitar 20 –30 % dari kapasitas giling. Tebu dimasukkan ke dalam meja tebu (feeding table) dengan menggunakan beberapa metode sesuai dengan kondisi tebu yang datang ke pabrik, yaitu cane lifter, cane stacker, truktippler, danexcavator + grab loader.

51

Cane lifter adalah cara pembongkaran tebu hidrolik pada proses pengangkutan tebu urai (loose cane) yang diangkut menggunakan head truck. Cara kerjanya yaitu dengan mengaitkan plat besi (apron) yang terdapat beberapa rantai berada di bawah tebu.

Cane stacker berguna untuk menyusun tumpukan tebu yang tercecer di

cane yarddengan cara membawa dan mendorong tebu ikat (bundle cane) yang diangkut menggunakan truk tanpa bak untuk masuk ke dalamfeeding table.

Cane lifter Cane stacker Truck tippler

Gambar 34. Metode pembongkaran tebu ke dalamfeeding table

Truck tippler adalah cara pembongkaran tebu dengan cara mengaitkan kerangka depan bagian bawah truk tanpa bak dengan rantai dan diangkat dengan bantuantippler hydraulicsehingga muatan keluar dan langsung masuk ke feeding table. Cane gravel berguna untuk mengeluarkan tebu dengan cara mendorong dan menjepit tebu hingga terjatuh dan kemudian dikumpulkan pada

cane yard.

Tebu yang telah masuk ke dalam feeding table kemudian melewati krepyek (intermediate cane carrier) menuju pisau pencacah (cane cutterI dan

cane cutter II) sehingga tebu akan menjadi bagian cacahan yang lebih kecil. Kemudian masuk ke dalam mesin penghancur (cane hammer shredder) sehingga menjadi serpihan-serpihan halus dan siap dilakukan pemerahan selanjutnya. Selama tahap persiapan ini belum terdapat nira tebu (juice) yang terperah.

2. Tahap pemerahan/penggilingan (cane milling)

Tebu yang telah menjadi serpihan halus dengan menggunakan krepyak menuju pemerahan/penggiligan yang berulang-ulang sehingga diperoleh nira

mentah (mixed juice). Jumlah tandem gilingan di pabrik PT GPM berjumlah 5 tandem/mill dan masing-masing memiliki 4 roll. Selain menghasilkan nira mentah, proses penggilingan juga menghasilkan ampas tebu (bagasse). Ampas tebu yang dihasilkan digunakan untuk bahan bakar boiler sebagai penghasil uap (steam) yang berfungsi untuk penggerak turbin, memasak nira tebu, dan pembangkit listrik.

3. Tahap pemurnian dan penguapan (clarification and evaporation)

Pemurnian bertujuan untuk memisahkan kotoran dan menjadikan nira mentah menjadi nira jernih. Nira tebu (mixed juice) hasil pemerahan ditampung dalam mixed juice tank, selanjutnyamixed juicedialirkan dalamprimary juice heater (pemanas nira tahap 1). Mixed juice yang dihasilkan dari gilingan mempunyai kekentalan 12.5–13.5 brix dengan pH 5.3–5.5. Setelah itu,mixed juiceakan melewatiflowmeter untuk mengetahui jumlah juiceyang diperoleh, kemudian menuju alat pemanas (juice heater) yang akan dipanasi dengan suhu ± 75 ºC untuk membunuh mikroorganisme.

Setelah dariprimary juice heater, kemudianjuicemasuk kepre limingdan dilakukan penambahan larutan Ca untuk mempermudah pengendapan kotoran nira yang tersulfitasi serta susu kapur untuk menetralisir asam hingga pH 8.9–9.2 (limed juice). Selanjutnya daripre limingmasukreaction tankdengan penambahan gas SO2 sehingga pH menjadi 6.8 – 7.2 (sulphured juice). Kemudian dipanaskan kembali ke juice heater pada suhu 105 ºC. Pemanasan bertujuan untuk memberikan kesempatan gas dalam juice keluar sehingga reaksi sempurna dengan cara diflash.

Juiceditampung ke dalamflashtank berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam juice karena gas tersebut dapat menghambat proses pengendapan (clarifier). Selanjutnya ditambahkan bahan pembantu penggumpal yaitu floculant dan diendapkan (clarification). Hasil akhir dari proses tersebut yaitu nira jernih (clear juice) dan lumpurjuice(mud).

Mudakan dialirkan kerotary drum vaccum filtersehingga akan diperoleh blotong (filter cake) dan nira tapis (filtrate juice, yang akan dikembalikan ke tangki pengapuran untuk diolah lagi). Sedangkan clear juice dialirkan untuk

53

diuapkan ke badan penguapan (evaporator) sehingga akan diperoleh nira kental (raw syrup).

4. Tahap pengkristalan dan pemisahan (crystallization/boiling and centrifugal) Tahapan ini bertujuan untuk menghasilkan kristal gula dan molasses. Dalam memasak gula di GPM dikenal sistem 3 tingkat yaitu tingkat A, B, dan C. Tujuan tingkat masak ini untuk menekan kehilangan gula yang terikut dalam tetes tebu (final molasses). Sedangkan jumlah tingkatnya didasarkan atas kualitas bahan baku (tebu), jika kualitas bahan baku rendah cukup memakai sistem 3 tingkat dan jika kualitas bahan baku tinggi memakai sistem 4 tingkat.

5. Tahap pengeringan dan pendinginan

Tahap pengeringan dilakukan dengan cara memberikan uap panas pada suhu 80 – 90 ºC, setelah itu pada tahap pendinginan diberikan udara dingin pada suhu 18–20 ºC. Kemudian olehSugar Bucket Elevatordibawa ke ayakan gula (vibrating screen).

6. Tahap penimbangan dan pengarungan

Tahap penimbangan dan pengarungan merupakan tahap akhir dari pengolahan gula. Penimbangan dilakukan secara otomatis dengan berat netto 50 kg per karung. Begitu juga dengan pengarungan dilakukan dengan menggunakan mesin yang bekerja secara otomatis. Setelah itu gula disimpan di gudang untuk dipasarkan.

Aspek Manajerial

Manajer Pertanian (Plantation) bertanggung jawab dalam mengelola seluruh kegiatan budidaya yaitu dari kegiatan penanaman, perawatan, sampai pengangkutan tebu ke cane yard. Keberadaan divisi ini sangat penting karena menentukan produktivitas kebun dan kualitas tebu yang diharapkan. Manajer

Plantation dibantu oleh Kepala Divisi (Divisi I, II, III, IV, V, administrasi, dan pemanenan), Asisten kepala divisi (officer), pengawas, dan pekerja kebun.

Kepala divisi sebagai pimpinan pelaksanaan pengelolaan tingkat staf bertanggung jawab menyusun rencana kerja bulanan dan tahunan mengawasi dan

mengevaluasi pelaksanaan rencana tersebut di lapang. Kepala divisi dibantu oleh

officer, supervisor, pengawas dan mandor. Setiap hari officer membuat perencanaan kegiatan yang akan dilaksanakan di lapang, kemudian memberi instruksi kepada supervisor dan pengawas/mandor untuk dikerjakan oleh tenaga harian. Supervisor bertanggung jawab memberikan pengarahan program kerja harian kepada pengawas/mandor, mengawasi, mengevaluasi kegiatan dan melaporkannya kepada officer setiap hari. Pengawas/mandor bertanggung jawab melakukan absensi dan memberikan pengarahan kepada tenaga kerja di lapang, kemudian melaporkan hasilnya kepadasupervisor.

Tenaga kerja yang digunakan pada setiap kegiatan budidaya tanaman tebu di PT GPM terdiri atas tenaga harian musiman dan kontraktual. Tenaga kerja musiman dibutuhkan pada kegiatan tanam dan tebang, sedangkan kegiatan budidaya lainnya dikerjakan oleh tenaga kerja harian kontraktual. Tenaga kerja bekerja selama tujuh jam/hari atau 40 jam/minggu.

Pengumpulan Data, Pelaporan, dan Sistem Pembayaran

Pengumpulan data kegiatan di lapang meliputi jenis kegiatan, lokasi kegiatan, hasil pekerjaan, jumlah dan nama tenaga kerja, jam kerja, dan penggunaan material. Data tersebut disiapkan oleh pengawas/mandor setiap hari dan diperiksa oleh supervisor dan officer, kemudian diserahkan ke bagian administrasi divisi.

Sistem pembayaran tenaga kerja harian dilakukan satu minggu sekali berdasarkan upah menurut jumlah hari kerja dan jam lembur. Hasil pekerjaan tenaga harian dibukukan setiap hari dan dibuat check roll. Check roll tersebut diperiksa olehofficedan kepala divisi, kemudian diserahkan ke bagian keuangan.

Pembayaran tenaga kerja borongan dihitung berdasarkan pada laporan komulatif hasil kerja yaitu berdasarkan tarif per ha atau per ton setiap minggu. Pembayaran tenaga kerja borongan berupa pengajuan klaim yang dibuat oleh mador/supervisordan kemudian diperiksa olehofficerdan kepala divisi setelah itu diserahkan ke bagianMIS Plantation.

PEMBAHASAN

Aspek Teknis

Irigasi dilakukan untuk mencegah terjadinya pengeringan bibit. Irigasi diberikan sebelum peletakan bibit dan setelah penutupan bibit. Masalah yang terjadi yaitu irigasi tetap diberikan meskipun hujan. Hal ini dilakukan karena sesuai Standar Operasional Practice (SOP) yang berlaku di perusahaan. Selain itu, untuk menjaga agar tenaga yang bekerja tidak pindah ke tempat lain. Tenaga yang bekerja merupakan tenaga borongan sehingga tidak memiliki ikatan kerja dengan perusahaan. Masalah yang terjadi adalah adanya pemborosan biaya, karena meskipun lahan tidak diberikan irigasi lahan telah mencapai pada kapasitas jenuh air. Sebaiknya jika hujan turun dan lahan sudah cukup air, maka tidak perlu dilakukan kegiatan irigasi. Untuk mencegah tenaga kerja berpindah ketempat lain, maka diharapkan PT GPM dapat memberikan uang tambahan kepada tenaga kerja selain uang untuk menjaga mesin dan pipa irigasi.

Aplikasi Blotong

Blotong merupakan limbah padat hasil pemurnian nira dari pengolahan tebu. Blotong berbentuk seperti tanah, berwarna hitam, mengandung kadar air tinggi, dan memiliki bau yang tidak sedap. Blotong yang dihasilkan PT GPM diaplikasikan langsung ke lahan tanpa melalui proses pengomposan dengan cara ditabur sebelum pengolahan tanah. Hal ini dilakukan karena PT GPM membutuhkan penanganan yang cepat dalam mengatasi limbah blotong tersebut.

Blotong dibutuhkan dalam usaha meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan produktivitas tanaman. Luas areal produksi PT GPM sekitar 22 249.67 ha. Produktivitas tebu PT GPM tahun 2009 sebesar 77.83 ton/ha dan menghasilkan 5.01 ton/ha blotong. Kebutuhan blotong di lahan adalah 40 ton/ha, sehingga blotong yang dihasilkan tidak dapat diberikan ke seluruh wilayah PT GPM. Oleh karena itu, diperlukan manajemen aplikasi blotong untuk menentukan prioritas penentuan lahan yang akan diberikan blotong.

Aplikasi blotong diprioritaskan untuk lahan replanting cane (RPC) yang memiliki kandungan bahan organik rendah, daerah miring (perimeter). Namun, aplikasi blotong di PT GPM juga diberikan pada lahan yang datar. Apabila terjadi hujan, maka air akan tertampung di lahan lebih lama. Hal ini disebabkan karena blotong dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air. Akibatnya, dapat menghambat proses kegiatan pengolahan tanah selanjutnya. Selain itu, prioritas penentuan aplikasi blotong berdasarkan jarak yang dapat ditempuh oleh

dumptruckyaitu kurang dari 10 km dari pabrik.

Pada musim tanam tahun 2009 luas lahan RPC yaitu 9 241.29 ha dan dibutuhkan blotong sebanyak 369 651.6 ton. Namun, jumlah blotong yang dihasilkan pabrik adalah 6.44 % dari jumlah tebu yang digiling. Pada musim giling tahun 2009 produksi tebu PT GPM sebesar 1 738 592. 08 ton dan menghasilkan 111 965.33 ton blotong, sehingga hanya dapat diberikan pada 2 799.13 ha lahan saja. Apabila dalam satu musim giling terdapat 180 hari, maka rata-rata jumlah blotong yang dihasilkan yaitu 622.03 ton/hari sehingga jumlah

dumptruck yang dibutuhkan sebanyak 16 unit (asumsi kapasitas dumptruck8 ton dan mampu mengangkut sebanyak 5 rit blotong). Akan tetapi, dumptruck yang tersedia di PT GPM sebanyak 6 unit, sehingga perlu penambahan unit dumptruck

agar blotong tidak dibuang diemergency.

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa aplikasi blotong belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tebu berupa tinggi batang, diameter batang, dan jumlah batang per meter, serta produktivitas tebu. Hal ini disebabkan oleh aplikasi blotong di PT GPM bertujuan untuk mengatasi limbah pabrik gula, sehingga jumlah blotong yang diberikan dan teknik aplikasi blotong di lahan kurang diperhatikan. Aplikasi blotong secara langsung di lahan menyebabkan blotong mengalami proses pengomposan secara alami. Berdasarkan analisis tanah di PT GPM, nisbah C/N ratio blotong yaitu 43.32. Toharisman (1991) menyatakan bahwa nisbah C/N ratio yang optimal antara 20 – 30 dan Deptan menyarankan nisbah C/N ratio maksimal adalah 25. Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik.

Dokumen terkait