• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Transmisi Bising Struktur dan Getaran ( struktural noise )

2.3. Beberapa Cara Pengendalian Kebisingan

2.3.3 Pengendalian Kebisingan di Sekolah

Dengan perubahan sebagai elemen penting dalam proses pendidikan, perencana sedang menggabungkan konsep dapat diubah (changeeability) atau keluwesan (flexibility) ke dalam bangunan-bangunan pendidikan baru.Ini terutama jelas dalam arah perkembangan yang mendorong atau menganjurkan kebebasan yang seluas-luasnya dalam pengaturan ruang kelas.

Sedangkan Menurut Leslie (1985), metoda pengendalian bising lingkungan dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar bangunan antara lain dengan:

1. Penekanan bising di sumbernya, dengan memilih mesin-mesin dan peralatan yang relatif tenang dan memakai proses-proses pabrik atau metode kerja yang tidak menyebabkan tingkat bising yang mengganggu, contohnya bising yang disebabkan bantingan pintu yang dapat dihindari dengan menggunakan penahan pintu karet-busa.

2. Perencanaan kota. Ada sejumlah cara pengendalian bising kota, yaitu dengan mengikuti cara-cara perencanaan kota dan penataan masyarakat dengan suatu pemikiran pengurangan bising dalam derajat yang diinginkan, dengan membentuk dan memaksakan peraturan penetapan wilayah dan anti bising lewat hukum, mengharuskan pengusaha pabrik yang menggunakan peralatan mekanik dan elektrik yang bising untuk mencoba produksi mereka dan memberikan penilaian bising bagi mereka, mendidik anggota pengurus untuk mengamati dasar-dasar pengendalian bising, mendorong masyarakat untuk melaporkan bising yang tak

dapat diterima lewat semua jalur komunikasi yang mungkin, mendidik masyarakat untuk sadar bahwa sejumlah sumber bising dapat menyebabkan gangguan dan tekanan yang hebat dapat ditiadakan dengan perencanaan dan peramalan yang diteliti dan secara manusiawi dengan sopan dan menghargai.

Jalur lalu lintas kereta api harus dilindungi dengan bukit, pengendukan tanah (cuttings) atau tanggul sepanjang tepi jalur dan harus ditempatkan sejauh mungkin dari jalan yang berpenduduk, seperti terlihat pada gambar 2.3. Tanggul sepanjang sisi yang menghadap jalan raya harus dibuat semiring mungkin. Jala-jala jalan raya harus direncanakan untuk memungkinkan koordinasinya dengan daerah pemukiman baru bila kebutuhan itu timbul dengan kemungkinan pengembangan di masa yang akan datang sehingga jalur-jalur yang baru dapat ditambahkan pada jalan raya tersebut bila keadaan membutuhkan. Jalan-jalan di permukaan tidak boleh menjadi jalan pintas bagi lalu-lintas yang bising. Kereta api harus memasuki pusat kota metropolitan yang besar lewat jalur bawah tanah.

Gambar 2.3 Pengendukan tanah untuk mengurangi kebisingan

Pengurangan bising dapat juga dilakukan dengan menaruh tumbuh-tumbuhan. Namun pohon dan tumbuhan biasanya tidak efektif sebagai penghalang bising. Pengurangan bising dari pohon bergantung kepada dahan dan daun sehingga bising yang berada dekat tanah tidak tereduksi secara signifikan. Pohon yang ditanam berdekatan dan searah dengan arah datang gelombang bunyi lebih efektif daripada pohon yang berdiri sendiri. Tanaman yang digunakan untuk penghalang kebisingan diharuskan memiliki kerimbunan dan kerapatan daun merata mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Maka perlu diatur kombinasi antara tanaman penutup tanah, perdu, dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang menjadi optimum.

Tingkat kebisingan dapat dikontrol oleh vegetasi tergantung pada 1) jenis spesies, tinggi tanaman, berat, dan jarak tumbuh. 2) faktor-faktor iklim, yaitu kecepatan angin, suhu, dan kelembaban, dan 3) jenis suara, asal dan tingkat desibel

(tingkat intensitas). Gelombang suara yang diserap oleh daun, cabang, ranting pohon dan semak-semak. Telah dilaporkan bahwa tanaman yang paling efektif untuk penyerapan suara adalah bagian yang memiliki daun tebal, berdaging dengan banyak tangkai daun (daun tangkai). Kombinasi ini memberikan tingkat fleksibilitas yang tinggi dan getaran. Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorbsi gelombang oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dan daun yang rindang. Dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95%. (Grey dan Deneke, 1978). Kemampuan tanaman mereduksi kebisingan dipengaruhi oleh ketebalan dan kelenturan daun, hal ini berkaitan dengan kemudahan daun untuk bergerak karena angin dan energi suara (Widagdo, 1998)

Tabel 2.3 Efektifitas pengurangan kebisingan oleh berbagai macam tanaman Jenis tanaman Volume

kerimbunan daun (m3) Jarak dari Sumber ke Tanaman (d)(m) Ketinggian Pengukuran (m) Rata-rata Reduksi kebisingan IL (dBA) Akasia (Acasia Mangium) 114.39 18.2 1.2 2.5 30.2 4 4.1 118.23 18.2 1.2 2.7 24.6 4 4.4 Bambu Pringgodani (Bambuga Sp) 122.03 7 1.2 1.1 16.4 2.5 4.9 366.08 35.4 1.2 14.7 Johar (Casia siamea) 60.74 9.8 1.2 0.3 17 3.6 3.2 83.24 9.6 1.2 0.2 Likuan – Yu (Vemenia obtusifolia) 2.464 8.2 1.2 2.3 Anak Nakal (Durant repens) 1.68 9.8 1.2 0.8 Soka 1.35 11.2 1.2 0.9 Kekaretan 1.105 4.6 1.2 0.9 Sebe (Heliconia Sp) 1.792 3.2 1.2 3.4 Teh-tehan 11.1 6 1.2 2.1 Disisipkan a.Teh-tehan 13.88 6 1.2 2.7 b. Heliconia Sp 2.75 9 1.2 3.8 16.65 6 1.2 4.2 33.3 9 1.2 5

(Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

3. Perencanaan tempat. Gedung-gedung yang membutuhkan lingkungan bunyi yang tenang (sekolah, rumah sakit, lembaga penelitian, dan lain-lain) di letakkan pada tempat-tempat yang tenang, jauh dari jalan raya, daerah industri dan bandar udara. Bila memungkinkan maka dianjurkan untuk membelakangi (back form) jalan untuk memanfaatkan pengaruh reduksi bising karena jarak yang bertambah antara

jalur jalan dan deretan bangunan. Bila jarak yang cukup antara bangunan dengan lalu lintas yang bising tak dapat disediakan, maka ruang-ruang yang membutuhkan jendela atau tembok ruang yang dapat dihuni tanpa jendela harus menghadap jalan yang bising.

4. Rancangan arsitektur. Rancangan arsitektur yang baik dengan memperhatikan kebutuhan akan pengendalian bunyi adalah pendekatan yang paling ekonomis dalam mengendalikan bising yang efektif dalam bangunan.

5. Rancangan struktural/bangunan. Teknisi bangunan harus menggabungkan langkah-langkah pengendalian bising bangunan karena insulasi bunyi lantai atau dinding tergantung terutama pada tebal struktur, maka kapasitas daya tahan/kekuatan bahan tidak boleh diangggap sebagai kriteria satu-satunya dalam menentukan ukuran bangunan.

6. Penyerapan bunyi. Tingkat bising bunyi dapat direduksi sampai batas tertentu lewat usaha penyerapan bunyi. Penggunaan bahan penyerap bunyi yang cocok dalam ruang mempunyai keunungan-keuntungan antara lain: ruang menjadi tenang, tingkat bunyi keseluruhan akan dikurangi, lapisan penyerap cenderung melokalisir bising di daerah asalnya.

7. Penyelimutan (masking) bising, dapat dipecahkan dengan menenggelamkan (menyelimuti) bising yang tak diinginkan lewat bising latar belakang yang dibuat secara elektronik. Proses ini menekan pembesaran kecil yang dapat mengganggu

pripacy penerima. Bising dari sistem ventilasi, dari arus lalu lintas yang serba sama atau dari kegiatan-kegiatan kantor pada umumnya membantu bising penyelimut buatan. Dalam ruangan kelas dengan pengajaran tim, bunyi diproduksi

karena beberapa grup belajar dan tersebar ke berbagai arah saling meniadakan sampai suatu batas tertentu dan menghasilkan tipe bising selimut tertentu yang nampaknya dapat diterima pemakai ruang.

8. Konstruksi bangunan penginsulasi bunyi. Bila metode pengendalian bising yang di atas sejauh ini tidak dapat diikuti untuk mengadakan lingkungan akustik yang disukai dalam bangunan, maka masih ada satu pemecahan, yaitu transmisi bising lewat struktur bangunan atau getaran harus dicegah, artinya privacy akustik yang diinginkan harus dicapai dengan menggunakan dinding, lantai, pintu atau jendela penginsulasi bunyi.

Secara sederhana pengendalian bunyi tiap bangunan pendidikan membutuhkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Pemilihan dan perencanaan tempat (site).

2. Perancangan akustik ruang dari ruang-ruang kelas, ruang kuliah, auditorium, ruang olahraga, ruang musik, ruang pandang-dengar dan lain-lain.

3. Pengendalian bising eksterior dan interior dalam seluruh bangunan. 2.3.4. Penyerapan Bunyi

Efisiensi penyerapan suatu bunyi suatu bahan pada suatu frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisien penyerapan bunyi. Koefisien penyerapan bunyi suatu permukaan adalah bagian energi bunyi datang yang diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan. Permukaan interior yang keras, yang tak dapat ditembus (kedap), seperti bata, bahan bangunan batu, dan beton, biasanya menyerap energi gelombang bunyi datang kurang dari 5% (0,05). Di lain pihak, isolasi tebal menyerap energi

gelombang bunyi yang datang lebih dari 80% (koefisien penyerapan di atas 0,8). (Doelle, 1986)

Dalam kepustakaan akustik arsitektur dan pada lembaran informasi yang diterbitkan oleh pabrik-pabrik dan penyalur, bahan akustik komersial kadang-kadang dicirikan oleh koefisien reduksi bising, yang merupakan rata-rata dari koefisien penyerapan bunyi pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz yang dinyatakan dalam kelipatan terdekat dari 0,05. Nilai ini berguna dalam membandingkan penyerapan bunyi bahan-bahan akustik komersial secara menyeluruh bila digunakan untuk tujuan reduksi bising (Doelle, 1986).

Bila bunyi menumbuk suatu permukaan, maka ia dipantulkan atau diserap. Energi bunyi yang diserap oleh oleh lapisan penyerap sebagian diubah menjadi panas, tetapi sebagian besar ditransmisikan ke sisi lain lapisan tersebut, kecuali bila transmisi tadi dihalangi oleh penghalang yang berat dan kedap. Dengan perkataan lain penyerap bunyi yang baik adalah pentransmisi bunyi yang efisien dan arena itu adalah insulator bunyi yang tidak baik. Sebaliknya dinding insulasi bunyi yang efektif akan menghalangi transmisi bunyi dari satu sisi ke sisi lain. Bahan-bahan dan kontruksi penyerap bunyi dapat dipasang pada dinding ruang ataupun digantung di udara (Doelle, 1986). Bahan-bahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Bahan berpori, seperti papan serat (fiberboard), plesteran lembut, mineral wools, dan selimut isolasi, memiliki karakteristik dasar suatu jaringan seluler dengan pori-pori yang saling berhubungan. Energi bunyi datang di ubah menjadi energi panas dalam pori-pori ini. Bahan-bahan selular, dengan

sel yang tertutup dan tidak saling berhubungan seperti damar busa, karet selular, dan gelas busa, adalah penyerap bunyi yang buruk. Penyerap berpori mempunyai karakteristik penyerapan bunyinya lebih efisien pada frekuensi tinggi dibandingkan pada frekuensi rendah dan efisiensi akustiknya membaik pada jangkauan frekuensi rendah dengan bertambahnya tebal lapisan penahan yang padat dan dengan bertambahnya jarak dari lapisan penahan ini. Bahan berpori ini antara lain ubin selulosa, serat mineral, serat-serat karang (rock wool), serat-serat gelas (glass wool), serat-serat kayu, lakan (felt), rambut, karpet, kain dan sebagainya.

2. Penyerap panel atau selaput merupakan penyerap frekuensi rendah yang efisien. Bila dipilih dengan benar, penyerap panel mengimbangi penyerapan frekuensi sedang dan tinggi yang agak berlebihan oleh penyerap-penyerap berpori dan isi ruang. Jadi penyerap ruang menyebabkan karakteristik dengung yang serba sama pada seluruh jangkauan frekuensi audio. Penyerap-penyerap panel yang berperan pada Penyerap-penyerapan frekuensi rendah antara lain panel kayu dan hardboard, gypsum boards, langit-langit plesteran yang digantung, plesteran berbulu, jendela, kaca, dan pintu. Bahan-bahan yang berpori yang diberi jarak dari lapisan penunjangnya yang padat juga berfungsi sebagai penyerap panel yang bergetar dan menunjang penyerapan pada frekuensi rendah.

3. Resonator rongga (Helmholtz) merupakan penyerap bunyi yang terdiri dari sejumlah udara tertutup yang dibatasi dinding-dinding tegar dan dihubungkan oleh celah sempit ke ruang sekitarnya, di mana gelombang bunyi merapat.

Dokumen terkait