• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Tingkat Kebisingan Pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru Dan Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Tingkat Kebisingan Pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru Dan Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

WINDA LIDIA WATI SIHITE NIM. 091000159

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

WINDA LIDIA WATI SIHITE NIM. 091000159

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

Kebisingan merupakan suatu unsur lingkungan fisik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan hidup karena mengganggu konsentrasi dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan transportasi di perkotaan merupakan salah satu hal yang berpotensi tinggi sebagai sumber kebisingan. Untuk menghindari dampak kebisingan ditetapkan batas tingat kebisingan yang bisa diterima oleh pendengaran, untuk lingkungan sekolah yakni sebesar 55 dB (A).

Penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan ruangan kelas dan perpustakaan, tingkat kebisingan jalan raya, jarak sekolah dengan jalan raya dan kondisi fisik bangunan Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013.

Populasi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah seluruhnya dijadikan sampel yakni 23 sekolah. Pengumpulan data dari pengukuran langsung tingkat kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter dan pengamatan langsung dengan menggunakan lembar observasi tentang kondisi fisik bangunan sekolah. Hasil pengukuran dan pengamatan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan seluruh ruang belajar dan ruang perpustakaan 23 Sekolah Dasar Negeri adalah 55,9-71,5 dBA. tidak ada yang memenuhi syarat kesehatan yang ditetapkan yaitu semuanya > 55 dB (A). Untuk kondisi fisik bangunan, semua sekolah memenuhi persyaratan teknis pembangunan sekolah dasar, namun tidak ada satupun sekolah yang memiliki pengendalian kebisingan baik dari luar maupun dalam ruangan.

Berdasarkan hasil tersebut perlu dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat kebisingan dengan memasang peredam kebisingan di dalam ruangan sekolah, penggunaan jalur hijau sepanjang jalan raya, penanaman pohon-pohon serta pembuatan penghalang atau rintangan (pagar) yang tidak terputus, padat dan tidak berlubang antara sekolah dan jalan raya. Untuk waktu dekat ini kebisingan dapat dikurangi dengan menutup dinding kelas dengan tirai tebal dan menutup pintu pada saat proses belajar-mengajar.

(5)

Noise is an element of the physical environment that can interfere with human health and the environment because of convenience distraction in daily activities. Activities in urban transportation is one thing that has high potential as a source of noise. To avoid noise impact stipulated limit their level of noise that can be accepted by hearing, for a school environment which is equal to 55 dB (A).

This study is an descriptive survey study, that aims to determine the noise level classrooms and libraries, highway noise levels, the distance of school to the highway, the physical condition of the public elementary school at the Medan Baru and Medan Petisah Sub District in 2013.

Population elementary school in Medan Baru and Medan Petisah Sub District entirely sampled is 23 schools. Data collected by direct measurements of noise levels by using a Sound Level Meter and direct observation using the observation sheet about the physical condition of school buildings. Measurement results and observations are presented descriptively in tabular form.

The results showed that the noise level around the class room and library room 23 Public Elementary School is 55,9-71,5 dBA, no qualified health determined that all of > 55 dB (A). For the physical condition of the building, all the school has met the requirements of the noise, but none of the schools that have control of noise from both outside and inside the room.

According to the results of the research, it is suggested should be made efforts to reduce the noise level by installing noise barriers in school room, the use green belt along the highway, planting trees and creating a barrier or obstacle (fance) that not disconnected, solid, and not hollow between schools and roads highway. For the near future, the noise can be reduced by covering the walls of the classroom with thick curtains and close the door during the learning procces.

(6)

Nama : Winda Lidia Wati Sihite Tempat/Tanggal Lahir : Medan/03 November 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Belum menikah

Anak Ke : 2 (dua) dari 4 (empat) bersaudara

Alamat Rumah : Jalan M Nawi Harahap Gg Pardamean III no 2 Medan

Riwayat Pendidikan

(7)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul“Analisa Tingkat Kebisingan Pada Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Medan Baru Dan Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji III penulis yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

3. Ir. Indra Chahaya S, Msi selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan bimbingan, arahan, ilmu, motivasi, serta dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

6. Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan perhatian dan saran dalam membimbing kegiatan akademik penulis sampai dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Dosen-dosen Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti studi di FKM USU serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu selama penulis selama mengikuti studi di FKM USU.

9. Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Kabid Program dan Pengembangan Mutu Pendidikan yang telah memberi izin pada penulis untuk melaksanakan penelitian. 10.Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, Antony Sihite dan Togina Hutahaean,

SPd serta saudara/i penulis Wempi, Wirna, Wella yang mendoakan, mendukung, memberi semangat, dan perhatian sampai skripsi ini dapat selesai.

11.Sahabat-sahabat penulis: Devi, Sarah, Fitri, Sulina, Maria, Putri. Terimakasih atas doa, bantuan, dukungan, dan semangat yang diberikan selama ini.

(9)

Medan, Desember 2013 Penulis,

(10)

Halaman Pengesahan ... i

2.1.2 Bunyi dan Mekanisme Kebisingan ... 9

2.1.3 Sumber-sumber Bising ... 11

2.1.4 Bunyi yang timbul di Udara dan di Stuktur Bangunan ... 12

2.1.5 Transmisi Bising di Dalam Bangunan ... 12

2.1.5.1 Transmisi Bising di Udara ... 13

2.1.5.2 Transmisi Bising Struktur dan Getaran ... 13

2.1.6 NilaiAmbang Batas (NAB) Kebisingan ... 13

2.2 Pengaruh Bising terhadap Manusia ... 15

2.2.1 Respon Manusia pada Bising (Subjektif) ... 17

2.2.2 Pengaruh Fisik (Objektif) Bising pada Manusia ... 18

2.3 Beberapa cara Pengendalian Kebisingan ... 20

2.3.1 Pengendalian Suara dari Industri... 21

2.3.2 Pengendalian Kebisingan dari Lalu Lintas... 21

2.3.3 Pengandalian Kebisingan di Sekolah ... 22

2.3.4 Penyerapan Bunyi ... 28

2.3.5 Penanganan Kebisingan pada Titik Penerimaan ... 34

2.4 Metode Pengukuran... 36

2.4.1 Metode Sederhana ... 36

2.4.2 Metode Langsung ... 38

(11)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 41

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 41

3.2.2 Waktu Penelitian ... 41

3.3 Objek Penelitian dan Sampel ... 42

3.3.1 Objek Penelitian ... 42

3.3.2 Sampel ... 42

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4.1 Data Primer ... 43

3.4.2 Data Sekunder ... 43

3.5 Defenisi Operasional ... 43

3.6 Prosedur Kerja ... 44

3.7 Teknik Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.2 Tingkat Kebisingan Pada Setiap Ruang Belajar Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru ... 47

4.3 Tingkat Kebisingan pada Ruang Belajar Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Petisah ... 47

4.4 Tingkat Kebisingan Setiap Ruang Perpustakaan ... 48

4.5 Tingkat Kebisingan Jalan Raya ... 49

4.6 Jarak Kelas dengan Jalan Raya ... 50

4.7 Kondisi Fisik Bangunan Sekolah ... 52

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Kebisingan Ruang Belajar ... 54

5.2 Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan ... 57

5.3 Tingkat Kebisingan Jalan Raya ... 59

5.4 Jarak Kelas Dengan Jalan Raya ... 59

5.5 Kondisi Fisik Bangunan Sekolah ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 64

6.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(12)

Halaman

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas kebisingan Berdasarkan Waktu Pemaparan ... 13

Tabel 2.2 Baku Mutu Kebisingan... 15

Tabel 2.3 Efektifitas Pengurangan Kebisingan oleh berbagai macam Tanaman ... 26

Tabel 2.4 Pengurangan Perambatan Suara pada bagian muka Gedung ... 35

Tabel 4.1 Gambaran Umum Lokasi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru Tahun 2013 ... 46

Tabel 4.2 Gambaran Umum Lokasi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013 ... 46

Tabel 4.3 Tingkat Kebisingan Ruang BelajarSekolahDasarNegeri di Kecamatan Medan Baru Tahun 2013 ... 47

Tabel 4.4 Tingkat Kebisingan Ruang Belajar Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013 ... 48

Tabel 4.5 Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan SD Negeri di Kecamatan Medan Baru Tahun 2013 ... 48

Tabel 4.6 Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan SD Negeri di Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013 ... 49

(13)

Tabel 4.9 Jarak Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan

Kecamatan Medan Petisah dengan Jalan RayaTahun 2013 ... 51 Tabel 4.10 Distribusi Sekolah berdasarkan Kondisi Fisik Bangunan Sekolah

Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah

(14)

Gambar 2.1 Garpu Tala yang dipukul menghasilkan perubahan tekanan

di udara karena getarannya dan menghhasilkan bunyi ... 9

Gambar 2.2 Beberapa frekwensi yang berkaitan dengan pendengaran manusia ... 11

Gambar 2.3 Pengendukan tanah untuk mengurangi kebisingan ... 24

(15)

Lampiran 1 : Lembar Observasi Kondisi fisik Bangunan Sekolah Dasar Negeri Negeri Di Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah Tahun 2013 Lampiran 2 : Keputusan MENLH No. 48 tahun 1996: Baku Tingkat Kebisingan Lampiran 3 : Peraturan Mendiknas No.3 tahun 2009: Standar Teknis Pembangunan

Gedung Sekolah Dasar Lampiran 4 : Master Data Penelitian

(16)

Kebisingan merupakan suatu unsur lingkungan fisik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan hidup karena mengganggu konsentrasi dalam kegiatan sehari-hari. Kegiatan transportasi di perkotaan merupakan salah satu hal yang berpotensi tinggi sebagai sumber kebisingan. Untuk menghindari dampak kebisingan ditetapkan batas tingat kebisingan yang bisa diterima oleh pendengaran, untuk lingkungan sekolah yakni sebesar 55 dB (A).

Penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan ruangan kelas dan perpustakaan, tingkat kebisingan jalan raya, jarak sekolah dengan jalan raya dan kondisi fisik bangunan Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013.

Populasi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah seluruhnya dijadikan sampel yakni 23 sekolah. Pengumpulan data dari pengukuran langsung tingkat kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter dan pengamatan langsung dengan menggunakan lembar observasi tentang kondisi fisik bangunan sekolah. Hasil pengukuran dan pengamatan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebisingan seluruh ruang belajar dan ruang perpustakaan 23 Sekolah Dasar Negeri adalah 55,9-71,5 dBA. tidak ada yang memenuhi syarat kesehatan yang ditetapkan yaitu semuanya > 55 dB (A). Untuk kondisi fisik bangunan, semua sekolah memenuhi persyaratan teknis pembangunan sekolah dasar, namun tidak ada satupun sekolah yang memiliki pengendalian kebisingan baik dari luar maupun dalam ruangan.

Berdasarkan hasil tersebut perlu dilakukan upaya untuk mengurangi tingkat kebisingan dengan memasang peredam kebisingan di dalam ruangan sekolah, penggunaan jalur hijau sepanjang jalan raya, penanaman pohon-pohon serta pembuatan penghalang atau rintangan (pagar) yang tidak terputus, padat dan tidak berlubang antara sekolah dan jalan raya. Untuk waktu dekat ini kebisingan dapat dikurangi dengan menutup dinding kelas dengan tirai tebal dan menutup pintu pada saat proses belajar-mengajar.

(17)

Noise is an element of the physical environment that can interfere with human health and the environment because of convenience distraction in daily activities. Activities in urban transportation is one thing that has high potential as a source of noise. To avoid noise impact stipulated limit their level of noise that can be accepted by hearing, for a school environment which is equal to 55 dB (A).

This study is an descriptive survey study, that aims to determine the noise level classrooms and libraries, highway noise levels, the distance of school to the highway, the physical condition of the public elementary school at the Medan Baru and Medan Petisah Sub District in 2013.

Population elementary school in Medan Baru and Medan Petisah Sub District entirely sampled is 23 schools. Data collected by direct measurements of noise levels by using a Sound Level Meter and direct observation using the observation sheet about the physical condition of school buildings. Measurement results and observations are presented descriptively in tabular form.

The results showed that the noise level around the class room and library room 23 Public Elementary School is 55,9-71,5 dBA, no qualified health determined that all of > 55 dB (A). For the physical condition of the building, all the school has met the requirements of the noise, but none of the schools that have control of noise from both outside and inside the room.

According to the results of the research, it is suggested should be made efforts to reduce the noise level by installing noise barriers in school room, the use green belt along the highway, planting trees and creating a barrier or obstacle (fance) that not disconnected, solid, and not hollow between schools and roads highway. For the near future, the noise can be reduced by covering the walls of the classroom with thick curtains and close the door during the learning procces.

(18)

Dalam Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan memelihara nilai-nilai budaya bangsa.

Sejalan dengan itu, pemerintah menetapkan pembangunan berwawasan lingkungan yang pada hakekatnya adalah pembangunan yang tetap menjaga keserasian hubungan dinamis antar berbagai kegiatan pembangunan dengan fungsi lingkungan hidup (Depkes RI, 1993).

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

(19)

Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa. Dalam mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar. Proses belajar dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi perubahan, dari yang tidak tahu menjadi tahu atau dari tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakannya.

Seorang ahli pendidikan Gulbert yang dikutip dari Syahrial (2001) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ke dalam empat besar, yaitu faktor materi, lingkungan, instrumental dan faktor individu subyek belajar. Faktor materi meliputi hal yang dipelajari. Faktor lingkungan dikelompokkan pada dua kelompok yaitu, Lingkungan fisik yang meliputi suhu, kelembaban udara, pencahayaan dan kebisingan sedangkan faktor lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial.

Menurut Depkes RI (1991), faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan meliputi keadan pemukiman dan perumahan, tempat kerja, sekolah, tempat-tempat umum, air dan udara serta teknologi, pendidikan, sosial dan ekonomi.

(20)

negara yang mengabdikan pengetahuannya, keterampilan didasari oleh pribadi Pancasila di tengah-tengah masyarakat.

Mengingat besarnya populasi anak sekolah, maka besar arti dari kesehatan lingkungan bagi mereka khususnya dalam hal ini adalah kebisingan. Dari hasil penelitian Evan (2002), menyatakan bahwa bunyi rendah tapi kronik dari lalu lalang kendaraan sehari-hari dapat menyebabkan stress pada anak. Selain itu juga dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, kadar hormon stress (Adrenalin) mereka dan secara khusus, anak-anak yang tinggal di daerah yang lebih berisik, kurang termotivasi mengerjakan puzzles (kuis). Walaupun kadar desibel bunyi dalam hasil studi tersebut jauh di bawah ambang yang dapat merusak pendengaran akan tetapi bunyi kronik tetap beresiko tehadap kesehatan anak, proses belajar mengajar dan motivasi belajar mereka (Nirmala, 2003).

Aktivitas kegiatan yang berpotensi tinggi sebagai sumber kebisingan adalah bandara udara, stasiun-stasiun dan terminal-terminal bus Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang giat membangun, tingkat kebisingan dalam kota-kota besar (termasuk kota Medan) terus meningkat dimana sumber terbesar berasal dari daerah industri dan jalur pengangkutan (Soemirat, 1994).

(21)

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men 48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam.

Kenyamanan terhadap kebisingan adalah keadaan dengan tingkat kebisingan yang tidak menimbulkan gangguan pendengaran, kesehatan, dan kenyamanan bagi seseorang dalam melakukan kegiatan. Gangguan kebisingan pada bangunan gedung dapat berisiko cacat pendengaran. Untuk memproteksi gangguan tersebut perlu dirancang lingkungan akustik di tempat kegiatan dalam bangunan yang sudah ada dan bangunan baru. Pertimbangan perancangan harus memasukkan seleksi dan penilaian terhadap: bahan bangunan dan pelayanan yang digunakan di tempat ini, komponen bangunan yang dapat menahan kebisingan eksternal ke dalam bangunan, komponen bangunan yang dapat mencegah kebisingan di dalam bangunan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 29/PRT/M/2006)

(22)

persyaratan insulasi bunyi dalam ruang bangunan, serta perencanaan akustik. (Knudden, 1978)

Sekolah Dasar (SD) Negeri yang ada di Kota Medan Baru dan Medan Petisah ada yang berlokasi di tepi jalan raya perkotaan dan di jalan pemukiman. Hal ini memungkinkan terjadinya gangguan kebisingan terutama untuk Sekolah Dasar yang berada di jalan raya perkotaan. Beberapa siswa-siswi dari sekolah yang berada di tepi Jalan. Jamin Ginting misalnya, sering mengeluhkan suara bising dari jalan raya. Maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kebisingan pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah Kota Medan tahun 2013.

1.2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah lokasi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan ada yang terletak di tepi jalan raya dan beberapa siswa di sekolah mengeluhkan bising pada saat proses belajar berlangsung. Berdasarkan rumusan masalah peneliti ingin menganalisa tingkat kebisingan pada Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(23)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tingkat kebisingan di setiap lokasi ruang belajar Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat kesehatan.

2. Untuk mengetahui tingkat kebisingan di setiap lokasi ruang perpustakaan Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah apakah memenuhi atau tidak memenuhi syarat kesehatan. 3. Untuk mengetahui tingkat kebisingan jalan raya di sekitar Sekolah Dasar

Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah. 4. Untuk mengetahui jarak sekolah dengan jalan raya di sekitar Sekolah Dasar

Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah. 5. Untuk mengetahui kondisi fisik bangunan Sekolah Dasar Negeri yang ada di

Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah 1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan informasi kepada sekolah-sekolah yang diteliti tentang keadaan kebisingan di sekolahnya.

(24)

3. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dalam hal lingkungan fisik sekolah seperti tingkat kebisingan.

(25)

2.1. Kebisingan

2.1.1. Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dari kenyamanan lingkungan (Kep MENLH No: KEP-48/MENLH/II/1996).

Menurut Leslie (1993), kebisingan adalah tiap bunyi yang tidak diinginkan oleh penerima. Sehingga tiap bunyi yang mengalihkan perhatian mengganggu, atau berbahaya bagi kesehatan sehari-hari (kerja, istirahat, hiburan, atau belajar) dianggap sebagai bising.

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan yang bersumber dari alat produksi dan atau alat yang pada tingkat tertentu akan menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan (Noise) dapat juga diartikan sebagai sebuah bentuk getaran yang dapat berpindah melalui medium padat, cair dan gas (Harris, 1979).

Sedangkan menurut Permenkes No. 781/MENKES/Per/IX/1987 kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki sehingga menggangu atau membahayakan kesehatan.

(26)

2.1.2. Bunyi dan Mekanisme Kebisingan

Bunyi dikatakan sebagai sensasi pendengaran yang lewat telinga dan timbul karena penyimpangan tekanan udara. Penyimpangan ini biasanya disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar, misalnya dawai gitar yang dipetik atau garpu tala yang dipukul. Sewaktu fluktuasi tekanan udara ini membentur gendang pendengaran (membrane Tympani) dari telinga kita maka membran ini akan bergetar sebagai jawaban pada fluktuasi tekanan udara. Getaran ini melalui saluran dan proses tertentu akan sampai di otak kita dimana hal ini diinterpretasikan sebagai suara.

Suara bising akan dapat terjadi apabila ada tiga hal yaitu: sumber bising, media, atau udara dan penerima. Dari sumber bising, suara akan merambat melalui udara dan penerima. Dari sumber bising, suara akan merambat melalui udara dalam bentuk gelombang sampai suara tersebut diterima oleh pendengar/penerima. Kebisingan tidak akan terjadi tanpa adanya media/udara. Pengurangan kebisingan dapat dilakukan dengan jalan penggunaan isolasi/isolator antara sumber dan penerima.

(27)

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga disebut ambang kemampuan didengar. Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras akhirnya ia mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Intensitas suara terendah yang masih dapat didengar oleh manusia (ambang pendengaran ideal) adalah 20 Pa (micro paskal). Intensitas suara inilah yang dianggap sebagai referensi artinya setiap tekanan suara tertentu harus dibandingkan dengan tekanan suara ini.

Perbandingan di antara tekanan suara tertentu dengan tekanan suara referensi disebut tingkat tekanan suara (sound presure level). Hubungan ini secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

Tingkat tekanan suara 10 log (P/P0)2 dB P = tekanan suara tertentu dalam pascal (Pb) P0 = tekanan suara tertentu dalam pascal (Pb) dB = decibel (satuan tingkat tekanan udara)

Berarti ambang pendengaran ideal tekanan suara sebesar 20 Pa dan inilah yang sama dengan 0 dB, dengan demikian 0 dB tidak berarti ada suara.

Untuk menentukan tingkat tekanan bunyi di titik berjarak r dari sumber bunyi yaitu: L1– L2 = 10 log

dB.

(28)

Gambar 2.2: Beberapa frekwensi yang berkaitan dengan pendengaran manusia (Sumber: Depkes RI, 1991)

Lebar respon telinga manusia di antara 0 dB – 140 dB dimana untuk mendengar suara itu sudah timbul perasaaan sakit pada alat pendengaran. Hal inilah yang kemudian menimbulkan masalah kesehatan akibat tekanan suara yang tinggi. Namun jangkauan frekwensi audio orang berbeda menurut umur orang tersebut. dengan bertambahnya umur batas atas jangkauan frekuensi audio orang akan turun atau berkurang (Leslie, 1993).

2.1.3. Sumber-sumber bising

Sumber bising adalah suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi sebagai asal atau aktivitas yang menghasilkan suara bising yang merusak pendengaran baik sementara ataupun permanen. Sumber bising utama dalam pengendalian bising lingkungan diklasifikasikan dalam kelompok:

(29)

2. Bising luar yaitu bising yang dikategorikan berasal dari aktivitas di luar ruangan seperti transportasi udara, bus mobil, sepeda motor, transportasi air, kereta api dan bising yang berasal dari industri. Untuk bising transportasi yang terpenting adalah makin cepat kendaraan akan semakin keras bising yang dihasilkan (Leslie, 1993).

Sumber bising ditentukan dari bentuk suara atau bunyinya, yaitu: pertama, titik (point source) yang artinya sumber bunyi statis, akan menyebar melalui udara dengan kecepatan suara (344 m/s) dengan pola penyebaran berbentuk bola, contohnya suara mobil yang diam. Kedua, garis (line source) artinya sumber bunyi bergerak, akan menyebar melalui udara dengan pola yang berbentuk silinder, contohnya suara kereta api yang sedang berjalan, dan bidang. (Wilson, 1989). Sumber kebisingan garis umumnya berasal dari kegiatan transportasi.

2.1.4. Bunyi yang timbul di Udara dan di Struktur Bangunan

Bunyi dapat dihasilkan di udara, misalnya suara manusia/musik (airborne), karena tumbukan/benturan dan karena getaran mesin. Bunyi struktur/bunyi benturan adalah bunyi yang tidak hanya dipancarkan lewat udara tetapi juga secara serentak mengakibatkan kerangka bangunan yang padat bergetar.

2.1.5. Transmisi Bising di Dalam Bangunan

(30)

1. Transmisi Bising di Udara di dalam Bangunan

Bunyi di udara melemah intensitasnya oleh karena penyerapan udara dan juga oleh permukaan-permukaan yang menghalangi (tembok dan lantai). Transmisi bising ini merambat melalui bukaan seperti pintu, jendela, lubang ventilasi.

2. Transmisi Bising Struktur dan Getaran (struktural noise)

Transmisi ini meradiasikan dari sumber bising yang bersentuhan dengan struktur bangunan atau karena benturan yang menyebabkan bising merambat di dalam bahan bangunan. Sumber bising struktur misalnya getaran mesin, palu yang dipukul pada dinding.

2.1.6 Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Pengawasan kebisingan berpedoman pada Nilai Ambang Batas (NAB) seperti pada tabel di bawah ini:

(31)

Tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan ataupun diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang hari, petang hari, dan malam hari. Siang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk bekerja dan berpergian. Petang hari adalah waktu yang digunakan oleh kebanyakan orang untuk istirahat di rumah tetapi belum tidur. Malam hari adalah waktu yang digunakan kebanyakan orang untuk tidur atau istirahat.

Pembagian waktu siang, petang dan malam hari disesuaikan dengan kegiatan kehidupan masyarakat setempat. Biasanya siang hari adalah pukul 06.00-19.00, petang hari adalah pukul 19.00-22.00 dan malam hari adalah 22.00-06.00 (Depkes RI, 1993).

(32)

Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan

2. Perdagangan dan Jasa 70

3. Perkantoran dan Perdagangan 65

4. Ruang Terbuka Hijau 50

5. Industri 70

6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60

7. Rekreasi 70

1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55

2. Sekolah atau sejenisnya 55

3. Tempat Ibadah atau sejenisnya 55

(Sumber: Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48/MENLH/11/1996) 2.2. Pengaruh Bising pada Kesehatan Manusia

(33)

Untuk mengetahui pengaruh bising pada manusia harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis kebisingan yang ditemukan di lingkungan yaitu:

1. Kebisingan yang kontiniu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state. wide band noise) misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain.

2. Kebisingan yang kontiniu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band noise) misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.

3. Kebisingan terputus-putus (Intermitten) misalnya lalu-lintas, suara kapal terbang di lapangan udara.

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam dan ledakan.

5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.

Pengaruh utama pada kesehatan adalah kerusakan pada indera-indera pendengar, dan akibat ini telah diterima dan diketahui umum untuk berabad-abad lamanya. Umumnya gangguan pada indera pendengaran yang disebabkan timbul setelah bertahun-taun terkena paparan. Kecepatan dan kemunduran tingkat pendengaran tergantung kepada tingkat kebisingan, lamanya paparan, sifat bising, dan kepekaan individual tersebut terhadap kehilangan pendengaran akibat bising. Tetapi kerja terus menerus di tempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali, biasanya dimulai pada frekuensi-frekuensi sekitar 4000 Hz dan kemudian meluas ke frekuensi-frekuensi sekitarnya yang membahayakan (Suma'mur, 1991).

(34)

untuk melindungi dirinya sendiri dari efek kebisingan yang merugikan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen. Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. (Harrington dan Gill, 2005).

2.2.1. Respon Manusia pada Bising (Subjektif)

Respon manusia yang ditimbulkan oleh bising terjadi dari:

1. Kerasnya suara (loudness), merupakan besaran subjektif dari suara/bising yang dialami manusia.

2. Tingkatan sejauh mana suara itu tidak disukai (noiseness), yaitu bising itu dirasakan dan menimbulkan reksi yang tidak disukai.

3. Gangguan yang ditimbulkan dalam keadaan alamiah yang sebenarnya (annoyance), yaitu respon ini sudah termasuk noiseness ditambah dengan berbagai variabel yang berasal dari sumber bising dan keadaan sewaktu bising itu dirasakan, sebagai contoh:

(35)

b. Bising yang terjadi pada malam hari menimbulkan gangguan yang lebih besar dibandingkan dengan bising yang sama dan terjadi pada siang hari. c. Bising yang sudah pernah dialami dan mengganggu, jika dialami kembali

akan mengalami gangguan yang lebih besar.

4. Gangguan pembicaraan (speech interference), yaitu bising sangat mengganggu pembicaraan sesama yang berbicara. Dalam hal ini perkataan-perkataan yang diucapkan tidak dapat didengar dengan jelas sehingga tidak dapat dimengerti dengan baik, sehingga menimbulkan kejengkelan.

5. Keluhan-keluhan (complaints) akibat kebisingan

Dari berbagai respon subjekif yang dikemukakan di atas dapat menimbulkan keluhan-keluhan, berbagai keluhan ini pada gilirannya akan menimbulkan protes baik secara perorangan maupun secara kelompok.

2.2.2. Pengaruh Fisik (Objektif) Bising pada Manusia

Menurut Suma'mur (1991), bising yang dialami manusia, terutama bising yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan:

1. Pendengaran yang berkurang (hearing-loss)

Pendengaran yang berkurang dapat didefenisikan sebagai berkurangnya kemampuan mendengar dibandingkan dengan orang yang normal.

Ada 2 (dua) kategori dari pendengaran yang berkurang yaitu:

(36)

b. Pendengaraan yang berkurang secara permanen (Permanent Hearing Loss) Keadaan ini dapat timbul sebagai akibat dari proses ketuaan (aging process), penyakit, trauma atau seseorang mengalami bising yang keras untuk jangka waktu yang lama. Bising yang keras akan merusakkan Organ of Corti sebagai reseptor pendengaran sehingga pendengaran berkurang secara permanen.

2. Gangguan Kardiovaskuler dan gangguan sistem organ fungsional lainnya. Bising dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah, perubahan pada curah jantung semenit dan aliran darah (blood flow). Dapat dijumpai pada pekerja yang bekerja di lingkungan bising untuk waktu yang lama (bertahun-tahun) mempunyai tekanan darah rata-rata dari para pekerja yang bekerja dalam lingkungan yang kurang bising. Insidens hipertensi lebih tinggi pada kelompok pekerja yang bekerja di lingkungan bising dibandingkan dengan kelompok pekerja di lingkungan yang tidak bising. sistem respirasi, pencernaan, susunan saraf pusat,

endokrin dan reproduksi juga mengalami gangguan. 3. Gangguan tidur

Tidur yang normal sangat diperlukan untuk memberi istirahat mental dan fisik kepada seseorang. Setelah bangun seseorang merasa segar kembali, kemampuan mental dan fisiknya sudah pulih untuk bekerja kembali.

(37)

4. Gangguan efisiensi kerja

Gangguan ini jelas dapat dilihat pada kegiatan mental yang memerlukan perhatian (konsentrasi pikiran) seperti proses belajar/mengajar.

2.3. Beberapa Cara Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan secara umum harus merujuk pada penataan bunyi akan melibatkan empat elemen, yaitu sumber suara, media, penerima bunyi, dan gelombang bunyi (Satwiko, 2004). Sejalan dengan itu pengurangan kebisingan dapat dilakukan pada tiga aspek, yaitu sumber (source), media (sound path) dan penerima (receiver) (Egan, M.D, 1976).

Ada beberapa cara pengendalian kebisingan yaitu:

1. Mengurangi vibrasi sumber kebisingan, berarti mengurangi tingkat kebisingan yang dikeluarkan sumbernya.

2. Menutupi sumber suara

3. Melemahkan kebisingan dengan bahan penyerap suara atau peredam suara. 4. Menghalangi merambatnya suara

5. Melindungi ruang tempat manusia atau makhluk lain yang dari suara. 6. Melindungi telinga dari suara (Leslie, 1993).

(38)

meningkatkan jarak antara sumber suara dengan penerima atau dengan menggunakan penghalang. Penghalang dapat terbuat secara alami maupun buatan, contohnya dinding, pagar yang kokoh, bangunan, pohon, dan semak. Untuk melindungi pendengar dari sumber bunyi dapat menggunakan pelindung telinga.

Menurut Knuden, Vern O dan Cyril M. Haris (1978), pengendalian kebisingan dengan pagar tanaman setebal 2 feet (0,610 m) mampu mengurangi kebisingan sebesar 4 dB. Kecilnya pengurangan kebisingan yang bisa dihasilkan dibandingkan dengan ketebalan pagar tanaman, menjadikan pengolahan ini jarang dilakukan.

2.3.1. Pengendalian Suara dari industri

Pengendalian suara dari industri dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Menggunakan alat-alat yang lebih rendah kebisingan yang dikeluarkan 2. Menggunakan cara processing yang kurang bising

3. Pemilihan bahan-bahan yang mengurangi kebisingan

4. Penanaman pagar dari tanaman peredam suara (Slamet, 1996) 2.3.2 Pengendalian Kebisingan dari Lalu Lintas

Pengendalian kebisingan dari lalu lintas jalan raya dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Penggunaan peredam suara mesin mobil (knalpot). 2. Mengurangi kepadatan lalu lintas

(39)

4. Membuat badan jalan yang meredam getaran dan permukaan jalan yang halus ( Depkes RI, 1993)

2.3.3 Pengendalian Kebisingan di Sekolah

Dengan perubahan sebagai elemen penting dalam proses pendidikan, perencana sedang menggabungkan konsep dapat diubah (changeeability) atau keluwesan (flexibility) ke dalam bangunan-bangunan pendidikan baru.Ini terutama jelas dalam arah perkembangan yang mendorong atau menganjurkan kebebasan yang seluas-luasnya dalam pengaturan ruang kelas.

Sedangkan Menurut Leslie (1985), metoda pengendalian bising lingkungan dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar bangunan antara lain dengan:

1. Penekanan bising di sumbernya, dengan memilih mesin-mesin dan peralatan yang relatif tenang dan memakai proses-proses pabrik atau metode kerja yang tidak menyebabkan tingkat bising yang mengganggu, contohnya bising yang disebabkan bantingan pintu yang dapat dihindari dengan menggunakan penahan pintu karet-busa.

(40)

dapat diterima lewat semua jalur komunikasi yang mungkin, mendidik masyarakat untuk sadar bahwa sejumlah sumber bising dapat menyebabkan gangguan dan tekanan yang hebat dapat ditiadakan dengan perencanaan dan peramalan yang diteliti dan secara manusiawi dengan sopan dan menghargai.

(41)

Gambar 2.3 Pengendukan tanah untuk mengurangi kebisingan

Pengurangan bising dapat juga dilakukan dengan menaruh tumbuh-tumbuhan. Namun pohon dan tumbuhan biasanya tidak efektif sebagai penghalang bising. Pengurangan bising dari pohon bergantung kepada dahan dan daun sehingga bising yang berada dekat tanah tidak tereduksi secara signifikan. Pohon yang ditanam berdekatan dan searah dengan arah datang gelombang bunyi lebih efektif daripada pohon yang berdiri sendiri. Tanaman yang digunakan untuk penghalang kebisingan diharuskan memiliki kerimbunan dan kerapatan daun merata mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Maka perlu diatur kombinasi antara tanaman penutup tanah, perdu, dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang menjadi optimum.

(42)
(43)

Tabel 2.3 Efektifitas pengurangan kebisingan oleh berbagai macam tanaman

(Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

(44)

jalur jalan dan deretan bangunan. Bila jarak yang cukup antara bangunan dengan lalu lintas yang bising tak dapat disediakan, maka ruang-ruang yang membutuhkan jendela atau tembok ruang yang dapat dihuni tanpa jendela harus menghadap jalan yang bising.

4. Rancangan arsitektur. Rancangan arsitektur yang baik dengan memperhatikan kebutuhan akan pengendalian bunyi adalah pendekatan yang paling ekonomis dalam mengendalikan bising yang efektif dalam bangunan.

5. Rancangan struktural/bangunan. Teknisi bangunan harus menggabungkan langkah-langkah pengendalian bising bangunan karena insulasi bunyi lantai atau dinding tergantung terutama pada tebal struktur, maka kapasitas daya tahan/kekuatan bahan tidak boleh diangggap sebagai kriteria satu-satunya dalam menentukan ukuran bangunan.

6. Penyerapan bunyi. Tingkat bising bunyi dapat direduksi sampai batas tertentu lewat usaha penyerapan bunyi. Penggunaan bahan penyerap bunyi yang cocok dalam ruang mempunyai keunungan-keuntungan antara lain: ruang menjadi tenang, tingkat bunyi keseluruhan akan dikurangi, lapisan penyerap cenderung melokalisir bising di daerah asalnya.

7. Penyelimutan (masking) bising, dapat dipecahkan dengan menenggelamkan (menyelimuti) bising yang tak diinginkan lewat bising latar belakang yang dibuat secara elektronik. Proses ini menekan pembesaran kecil yang dapat mengganggu

(45)

karena beberapa grup belajar dan tersebar ke berbagai arah saling meniadakan sampai suatu batas tertentu dan menghasilkan tipe bising selimut tertentu yang nampaknya dapat diterima pemakai ruang.

8. Konstruksi bangunan penginsulasi bunyi. Bila metode pengendalian bising yang di atas sejauh ini tidak dapat diikuti untuk mengadakan lingkungan akustik yang disukai dalam bangunan, maka masih ada satu pemecahan, yaitu transmisi bising lewat struktur bangunan atau getaran harus dicegah, artinya privacy akustik yang diinginkan harus dicapai dengan menggunakan dinding, lantai, pintu atau jendela penginsulasi bunyi.

Secara sederhana pengendalian bunyi tiap bangunan pendidikan membutuhkan pertimbangan sebagai berikut:

1. Pemilihan dan perencanaan tempat (site).

2. Perancangan akustik ruang dari ruang-ruang kelas, ruang kuliah, auditorium, ruang olahraga, ruang musik, ruang pandang-dengar dan lain-lain.

3. Pengendalian bising eksterior dan interior dalam seluruh bangunan. 2.3.4. Penyerapan Bunyi

(46)

gelombang bunyi yang datang lebih dari 80% (koefisien penyerapan di atas 0,8). (Doelle, 1986)

Dalam kepustakaan akustik arsitektur dan pada lembaran informasi yang diterbitkan oleh pabrik-pabrik dan penyalur, bahan akustik komersial kadang-kadang dicirikan oleh koefisien reduksi bising, yang merupakan rata-rata dari koefisien penyerapan bunyi pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz yang dinyatakan dalam kelipatan terdekat dari 0,05. Nilai ini berguna dalam membandingkan penyerapan bunyi bahan-bahan akustik komersial secara menyeluruh bila digunakan untuk tujuan reduksi bising (Doelle, 1986).

Bila bunyi menumbuk suatu permukaan, maka ia dipantulkan atau diserap. Energi bunyi yang diserap oleh oleh lapisan penyerap sebagian diubah menjadi panas, tetapi sebagian besar ditransmisikan ke sisi lain lapisan tersebut, kecuali bila transmisi tadi dihalangi oleh penghalang yang berat dan kedap. Dengan perkataan lain penyerap bunyi yang baik adalah pentransmisi bunyi yang efisien dan arena itu adalah insulator bunyi yang tidak baik. Sebaliknya dinding insulasi bunyi yang efektif akan menghalangi transmisi bunyi dari satu sisi ke sisi lain. Bahan-bahan dan kontruksi penyerap bunyi dapat dipasang pada dinding ruang ataupun digantung di udara (Doelle, 1986). Bahan-bahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(47)

sel yang tertutup dan tidak saling berhubungan seperti damar busa, karet selular, dan gelas busa, adalah penyerap bunyi yang buruk. Penyerap berpori mempunyai karakteristik penyerapan bunyinya lebih efisien pada frekuensi tinggi dibandingkan pada frekuensi rendah dan efisiensi akustiknya membaik pada jangkauan frekuensi rendah dengan bertambahnya tebal lapisan penahan yang padat dan dengan bertambahnya jarak dari lapisan penahan ini. Bahan berpori ini antara lain ubin selulosa, serat mineral, serat-serat karang (rock wool), serat-serat gelas (glass wool), serat-serat kayu, lakan (felt), rambut, karpet, kain dan sebagainya.

(48)

3. Resonator rongga (Helmholtz) merupakan penyerap bunyi yang terdiri dari sejumlah udara tertutup yang dibatasi dinding-dinding tegar dan dihubungkan oleh celah sempit ke ruang sekitarnya, di mana gelombang bunyi merapat.

1. Pemasangan dan Distribusi Bahan-Bahan Penyerap

Karakteristik penyerapan bunyi tidak boleh dianggap seperti sifat intrinsik bahan-bahan akustik, tetapi sebagai suatu segi yang sangat tergantung pada sifat-sifat fisik, detail pemasangan dan kondisi lokal. Tidak ada tipe cara pemasangan tertentu yang dapat dikatakan sebagai pemasangan optimum untuk setiap pemasangan. Bermacam-macam perincian yang harus diperhatikan secara serentak yaitu tentang sifat-sifat bahan akustik, kekuatan, susunan (texture) permukaan, dan lokasi dinding-dinding ruang di mana bahan akustik akan dipasang, ruang yang tersedia untuk lapisan permukaan tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan itu, kemungkinan penggantian di waktu yang akan datang, biaya dan lain-lain (Doelle,1986).

2. Pemilihan Bahan Penyerap Bunyi

(49)

dan goresan), pemantulan cahaya, ketebalan dan berat, nilai insulasi termis, daya tarik terhadap kutu, kutu busuk, jamur, kemungkinan penggantiannya dan kebutuhan serentak akan insulasi bunyi yang cukup (Doelle,1986).

Jenis bahan peredam suara yang sudah ada yaitu bahan berpori, resonator dan panel (Lee, 2003). Dari ketiga jenis bahan tersebut, bahan berporilah yang sering digunakan. Khususnya untuk mengurangi kebisingan pada ruang-ruang yang sempit seperti perumahan dan perkantoran. Hal ini karena bahan berpori relatif lebih murah dan ringan dibanding jenis peredam lain (Lee, 2003). Material yang telah lama digunakan pada peredam suara jenis ini adalah glasswool dan rockwool.

Desain akustik ruangan tertutup pada intinya adalah mengendalikan komponen suara langsung dan pantul ini, dengan cara menentukan karakteristik akustik permukaan dalam ruangan (lantai, dinding dan langit-langit) sesuai dengan fungsi ruangannya. Ada ruangan yang karena fungsinya memerlukan lebih banyak karakteristik serap (studio, home theater, dll) dan ada yang memerlukan gabungan antara serap dan pantul yang berimbang (auditorium, ruang kelas, dsb). Dengan mengkombinasikan beberapa karakter permukaan ruangan, seorang desainer akustik dapat menciptakan berbagai macam kondisi mendengar sesuai dengan fungsi ruangannya, yang diwujudkan dalam bentuk parameter akustik ruangan (Sarwono, 2008).

Karakteristik akustik permukaan ruangan pada umumnya dibedakan atas (Sarwono, 2008):

(50)

padanya. Misalnya glasswool, mineralwool, foam. Bisa berwujud sebagai material yang berdiri sendiri atau digabungkan menjadi sistem absorber (fabric covered absorber, panel absorber, grid absorber, resonator absorber, perforated panel absorber, acoustic tiles, dsb).

Bahan Pemantul Suara (reflektor) yaitu permukaan yang terbuat dari material yang bersifat memantulkan sebagian besar energi suara yang datang kepadanya. Pantulan yang dihasilkan bersifat spekular (mengikuti kaidah Snelius yaitu sudut datang = sudut pantul). Contoh bahan ini misalnya keramik, marmer, logam, aluminium, gypsum board, beton, dsb.

Bahan pendifuse/penyebar suara (diffusor) yaitu permukaan yang dibuat tidak merata secara akustik yang menyebarkan energi suara yang datang kepadanya. Misalnya QRD diffuser, BAD panel, diffsorber dsb.

(51)

2.3.5. Penanganan Kebisingan pada Titik Penerimaan 1. Pengubahan Posisi Bangunan

Tingkat kebisingan pada titik penerimaan dapat dikurangi dengan mengubah orientasi/posisi/letak bangunan yang semula menghadap sumber kebisingan menjadi menyamping terhadap sumber kebisingan atau membelakangi sumber kebisingan. Untuk dapat menerapkan metoda ini, perencana perlu memperhatikan fleksibilitas ruang, akses bangunan, dan keasrian arsitektur bangunan. Apabila lahan yang tersedia mencukupi, ruang yang berdekatan dengan sumber bising dapat dibangun garasi, gudang, atau fasilitas gedung yang sekaligus menjadi penghalang perambatan suara. Perubahan orientasi bangunan dapat mengurangi jarak efektif sumber ke penerima hingga 64%.

2. Insulasi pada sisi luar bangunan

Penggunaan insulasi (material yang berguna untuk mengurangi intensitas suara) ini dilakukan apabila upaya lain untuk mengurangi kebisingan tidak memungkinkan. Metoda ini diterapkan pada daerah-daerah dengan kepadatan tinggi, seperti pusat kota, baik untuk bangunan permukiman maupun bangunan perkantoran.

Metoda mitigasi terhadap dampak kebisingan yang berasal dari peningkatan volume lalu lintas di sepanjang jalan meliputi beberapa pekerjaan antara lain:

a) penggantian jendela,misalnya dengan kaca jendela ganda. b) pemasangan dinding peredam;

(52)

Efektifitas Penggunaan bahan kaca sebagai jendela untuk penghalang kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mempertahankan nilai estetika lingkungan dengan mengupayakan tetap terlihatnya pemandangan di seberang jalan dari sisi yang lain dan sebaliknya. Penerapan penghalang kaca perlu memperhitungkan upaya-upaya perawatan dan pembersihan,karenanya komitmen antara pihak pengelola jalan dengan pengelola lingkungan untuk pemeliharaan penghalang ini perlu diatur secara jelas.

Efektifitas insulasi pada sisi luar bangunan dengan penggantian jendela menggunakan jendela berkaca ganda atau triple dapat mengurangi kebisingan 15 s.d 25 dB(A), secara umum, penggunaan metoda ini dapat diharapkan menghasilkan tingkat kebisingan dalam ruangan 38 s.d. 44 dB (A). (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)

Tabel 2.4 Pengurangan perambatan suara pada bagian muka gedung, dengan ketebalan kaca minimal adalah 6 mm.

Jenis Bangunan Jendela Pengurangan

kebisingan internal

Semua jenis Terbuka 10 dB(A)

Tembok Kaca tunggal (tertutup) 25 dB(A) Tembok Kaca dobel (tertutup) 35 dB(A)

(53)

2.4. Metode Pengukuran

Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 2.4.1. Metode Sederhana

Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dapat dilakukan setiap 5 (lima) detik.

Alat sound level meter dapat digunakan untuk pengukuran: 1. kebisingan industri dan lingkungan

2. Analisa frekuensi dari sumber suara.

3. Range dB yang dapat dipilih: 40-110 dB, 50-120 dB, dan 60-130 dB. Cara penggunaan alat:

a. Sebelum menggunakan alat, periksalah terlebih dahulu baterai apakah masih berfungsi atau tidak.

b. Hidupkan Sound Level Meter dengan cara menggeser tombol dari posisi off ke posisi on.

c. Kalibrasi Sound Level Meter dengan menggeser tombol cal atau pengaturan kalibrasi.

d. Stel tombol pengaturan pengukuran kebisingan ke posisi A (desibel A) e. Baca angka pada Sound Level Meter

f. Cara pengukuran tingkat kebisingan:

- Pada lokasi dengan tingkat kebisingan kontiniu

(54)

- Pada lokasi kebisingan yang berubah-ubah (intermittent)

Pengukuran tingkat kebisingan pada satu titik dilakukan selama 5 (lima) menit dengan periode waktu pengukuran setiap 4 (empat) detik untuk satu angka atau tingkat kebisingan. Angka rata-rata hasil pengukuran ditetapkan sebagai tingkat kebisingan yang diukur.

Decibel atau dBA adalah besaran akustik yang umum digunakan dalam praktek sehari-hari untuk menunjukkan besarnya L. Beberapa skala dB yang disesuaikan dengan karakteristik tanggapan telinga manusia terhadap suara antara lain sebagai berikut.

1. Skala dBA

Untuk menilai tanggapan manusia terhadap tingkat bising lingkungan luar dan dalam bangunan, seperti misalnya bising lalu lintas, bising lingkungan perumahan, bising ruangan kantor, dsb.

2. Skala dBB

Untuk tingkat bising yang lebih tinggi, seperti misalnya bising dilingkungan kerja industri.

3. Skala dBC

Untuk tingkat bising industri yang tinggi dari mesin-mesin sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan fisiologis telinga manusia.

4. Skala dBD

(55)

dianggap paling sesuai dengan tanggapan manusia terhadap suara (terutama bising), sedangkan ketiga pembebanan yang lain (B, C, dan D) tidak populer dalam praktek sehari-hari. Walaupun demikian, banyak alat ukur akustik yang telah dilengkapi dengan ke-empat jenis filter tersebut, paling tidak dilengkapi dengan filter Linier dan dBA.

Dengan menggunakan skala dBA dalam pengukuran, maka tingkat bising yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dipakai dasar untuk menggambarkan tingkat kebisingan (atau ketergangguan) manusia terhadap sumber tersebut.

2.4.2. Metode Langsung

Dengan sebuah intergrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukur LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 (lima) detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh) menit.

Waktu pengukuran dilakukan selama 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat aktivitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada selang waktu 06.00-22.00 dan aktifitas malam hari selama 8 jam (LM) pada selang waktu 06.00-22.00-06.00. Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh:

(56)

5. L5 diambil pada jam 23.00, mewakili jam 22.00-24.00 6. L6 diambil pada jam 01.00, mewakili jam 24.00-03.00 7. L7 diambil pada jam 04.00, mewakili jam 03.00-06.00 Keterangan

-Leq : Equivalent Continous Noise Level atau Tingkat Kebisingan sinambung Setara ialah tingkat kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan yang (steady) pada selang waktu yang sama.

-LTMS : Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik -LS : Leq selama siang hari

-LM : Leq selama malam hari

-LSM : Leq selama siang dan malam hari.

Selain menggunakan Sound Level Meter, pengukuran kebisingan juga dapat dilakukan dengan alat antara lain seperti Noise Logging Dosimeter (Kementrian Lingkungan Hidup, 2002).

2.5. Sarana Pendidikan

(57)

2.5.1. Pengertian Sekolah Dasar (SD)

Sekolah Dasar adalah sekolah untuk anak-anak usia antara 6-12 tahun yang terdiri dari 6 kelas masing-masing untuk 40 murid dan dilengkapi dengan ruang-ruang lain (Sanropie, 1989).

2.5.2. Penetapan lokasi dan kebutuhan ruang belajar untuk Sekolah Dasar Bila diperlukan penghematan area, fasilitas Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) dapat digabung dalam satu komplek dengan Sekolah lanjutan tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Untuk menentukan kebutuhan ruang belajar SD perlu dihitung: a. Berapa jumlah anak usia SD pada 5 tahun yang akan datang. b. Berapa anak usia SD yang ada dalam lingkungan pemukiman.

c. Berapa unit ruang belajar yang sudah tersedia dan berapa daya tampungnya 2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Lokasi Gedung

(58)

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survai yang bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan ruangan kelas dan perpustakaan, kondisi fisik bangunan, tingkat kebisingan jalan raya, jarak kelas dengan jalan raya di sekitar Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah karena:

1. Sekolah Dasar Negeri yang berada di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan belum memenuhi syarat dari segi lokasi karena satu komplek terdapat 2 sekolah atau lebih.

2. Banyaknya kendaraan berlalu-lalang sehingga memungkinkan tingkat kebisingan yang tinggi di sekitar lokasi Sekolah Dasar Negeri yang berada di Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah Kota Medan.

3. Belum pernah dilakukan penelitian tingkat kebisingan setiap Sekolah Dasar Negeri di kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah Kota Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

(59)

3.3. Objek Penelitian dan Sampel 3.3.1 Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian ini adalah tingkat kebisingan kelas dan perpustakaan, kondisi fisik bangunan, tingkat kebisingan jalan raya, dan jarak kelas dengan jalan raya di sekitar Sekolah Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan.

3.3.2. Sampel

Sampel keseluruhan populasi dijadikan sampel yaitu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan dan jumlah sampel sebanyak 23 Sekolah Dasar Negeri:

1. Gedung Sekolah Dasar Negeri yang berada di Kecamatan Medan Baru sebanyak 10 Sekolah yaitu:

SDN NO 060882, SDN NO 060884, SDN NO 060885, SDN NO 060886, SDN NO 060889, SDN NO 060891, SDN NO 060892, SDN NO 060894, SDN NO 060895, SDN Percobaan.

2. Gedung Sekolah Dasar Negeri yang berada di Kecamatan Medan Petisah sebanyak 13 Sekolah yaitu:

SDN NO 060830, SDN NO 060833, SDN NO 060834, SDN NO 060838, SDN NO 060841, SDN NO 060842, SDN NO 060847, SDN NO 060848, SDN NO 060883, SDN NO 060893, SDN NO 064012, SDN NO 064014, SDN NO 067954.

(60)

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan posisi sampel dengan cara sebagai berikut:

a. Di dalam ruangan dengan jarak 2-3 meter dari dinding tembok yakni pada 1 titik karena rata-rata ruangan Sekolah Dasar berukuran 7x7 meter. Bising sering dirasakan pada pukul 08.00 WIB. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari pada setiap ruangan kelas saat jam belajar berlangsung yakni pada pukul 07.30-08.30, pukul 10.00-11.00, dan pukul 12.00-13.00 WIB. b. Di luar ruangan titik sampling diambil di tepi jalan raya Sekolah Dasar Negeri

Kecamatan Medan Baru dan di Kecamatan Medan Petisah Kota Medan. 3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari : 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung tingkat kebisingan dengan menggunakan alat Sound Level Meter dan pengamatan dengan menggunakan lembar observasi tentang media peredam Kebisingan dan kondisi fisik setiap Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan.

3.4.2 Data Sekunder

Diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Medan Sumatera Utara tahun 2013.

3.5. Defenisi Operasional

(61)

2. Baku Tingkat Kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan yaitu 55 dB (A) sesuai dengan keputusan MENLH No: KEP-48/MENLH/II/1996. Memenuhi syarat apabila baku tingkat kebisingan adalah 55 dB, dan tidak memenuhi syarat apabila baku tingkat kebisingan adalah diatas 55 dB

3. Lokasi adalah seluruh Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan.

4. Ruang Belajar adalah semua ruangan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan proses belajar-mengajar di setiap Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Petisah Kota Medan.

5. Ruang Perpustakaan adalah suatu ruangan yang berisi buku-buku bacaan yang dipajangkan di setiap rak buku yang dilengkapi dengan kursi dan meja sebagai tempat membaca para siswa Sekolah Dasar Negeri yang berada di tepi jalan dan yang tidak berada di tepi jalan di Kecamatan Medan Baru dan di Kecamatan Medan Petisah Kota Medan.

6. Gedung Sekolah adalah bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat berlangsungnya belajar-mengajar bagi pendidikan.

7. Kondisi Fisik Bangunan Sekolah adalah suatu kondisi yang menggambarkan keadaan di sekitar lingkungan sekolah meliputi dinding sekolah, plafon, lantai, pintu, jendela.

3.6. Prosedur Kerja Cara penggunaan alat:

(62)

2. Hidupkan Sound Level Mater dengan cara menggeser tombol dari posisi off ke posisi on.

3. Kalibrasi Sound Level Mater dengan cara menggeser tombol cal atau pengaturan kalibrasi.

4. Stel tombol pengaturan pengukuran kebisingan ke posisi A (desibel A) 5. Baca angka pada Sound Level Meter

6. Cara pengukuran tingkat kebisingan

Pada lokasi kebisingan yang berubah-ubah (intermitten)

1. Pengukuran tingkat kebisingan pada satu titik dilakukan selama 1 (satu) menit dengan periode waktu pengukuran setiap 4 detik untuk satu angka atau tingkat kebisingan.

2. Untuk 1 titik dilakukan sebanyak 15 kali pengukuran.

3. Masing-masing diambil 1 titik untuk mewakili ruangan dan 1 titik di tepi jalan raya.

4. Angka rata-rata hasil pengukuran ditetapkan sebagai tingkat kebisingan yang diukur.

3.7. Teknik Analisa Data

(63)

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Dasar (SD) Negeri yang diteliti terletak di Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah di mana terdapat dua puluh tiga (23) SD Negeri yang dapat di lihat pada tabel 4.1 dan 4.2 berikut ini:

Tabel 4.1 Gambaran Umum Lokasi Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru tahun 2013 Kecamatan Medan Baru ada 6 sekolah yang berada di tepi jalan raya perkotaan dan 4 sekolah berada di tepi jalan pemukiman.

(64)

4.2 Tingkat Kebisingan Ruang Belajar Sekolah Dasar (SD) Negeri di Kecamatan Medan Baru tahun 2013

Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada saat siswa dan siswi berada dalam ruang belajar dalam keadaan tenang dan guru sedang menerangkan pelajaran di depan kelas. Adapun tingkat kebisingan ruangan belajar di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

Tabel 4.3 Tingkat Kebisingan Ruang Belajar Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru tahun 2013

No Lokasi Sekolah Tingkat Kebisingan Ruang Belajar (dBA) Pukul Rata-rata Tingkat Kebisingan Ruang Belajar 66,5 Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan pada ruang belajar Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru tidak ada yang memenuhi syarat kesehatan sesuai Baku Tingkat Kebisingan untuk tempat pendidikan maksimum yang diperbolehkan (55 dbA). Nilai tingkat kebisingan semua ruangan belajar dari pukul 07.30-08.30, 10.00-11.00, sampai pukul 12.00-13.00 semakin menurun.

4.3 Tingkat Kebisingan pada Ruang Belajar Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Petisah tahun 2013

Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada saat siswa berada dalam ruang belajar dalam keadaan tenang dan terdengar guru sedang menerangkan pelajaran

di

(65)

Tabel 4.4 Tingkat Kebisingan Ruang Belajar Sekolah Dasar Negeri di Rata-rata Tingkat Kebisingan Ruang Belajar 63,2 Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan pada ruang belajar Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Petisah tidak ada yang memenuhi syarat kesehatan sesuai Baku Tingkat Kebisingan untuk tempat pendidikan maksimum yang diperbolehkan (55 dbA). Nilai tingkat kebisingan semua ruangan belajar dari pukul 07.30-08.30, 10.00-11.00, sampai pukul 12.00-13.00 semakin menurun.

4.4 Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan

Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada saat siswa berada dalam ruang perpustakaan dalam keadaan tenang. Adapun tingkat kebisingan setiap ruang perpustakaan di SD Negeri di Kecamatan Medan Baru dapat dilihat pada tabel 4.5 dan di Kecamatan Medan Petisah dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.5 Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan SD Negeri di Kecamatan Medan Baru kota Medan Tahun 2013

No Lokasi Sekolah

Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan dB (A) Pukul

(66)

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan pada ruang Perpustakaan Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Baru tidak ada yang memenuhi syarat kesehatan sesuai Baku Tingkat Kebisingan untuk tempat pendidikan maksimum yang diperbolehkan (55 dbA). Nilai tingkat kebisingan semua ruangan belajar dari pukul 07.30-08.30, 10.00-11.00, sampai pukul 12.00-13.00 semakin menurun.

Tabel 4.6 Tingkat Kebisingan Setiap Ruang Perpustakaan SD Negeri di Kecamatan Medan Petisah kota Medan Tahun 2013

N o

Lokasi Sekolah Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan dB (A) Pukul

Rata-rata Tingkat Kebisingan Ruang Perpustakaan 59,0 Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan pada ruang Perpustakaan Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Medan Petisah tidak ada yang memenuhi syarat kesehatan sesuai Baku Tingkat Kebisingan untuk tempat pendidikan maksimum yang diperbolehkan (55 dbA). Nilai tingkat kebisingan semua ruangan belajar dari pukul 07.30-08.30, 10.00-11.00, sampai pukul 12.00-13.00 semakin menurun.

4.5 Tingkat Kebisingan Jalan Raya

(67)

Tabel 4.7 Tingkat Kebisingan Jalan Raya di dekat Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Medan Baru dan Medan Petisah Kota Medan

Tahun 2013 Petisah dari pukul 07.30-08.30, 10.00-11.00, sampai pukul 12.00-13.00 semakin menurun.

4.6 Jarak Ruang Belajar dengan Jalan Raya

Gambar

Gambar 2.1: Garpu tala yang dipukul menghasilkan perubahan tekanan di udara
Gambar 2.2: Beberapa frekwensi yang berkaitan dengan pendengaran manusia
Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan Berdasarkan Waktu Pemaparan
Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif dan sebagai populasi adalah seluruh rental game online yang terdapat di pinggiran jalan Kelurahan Padang Bulan dan

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat partisipasi siswa dalam Permainan Kasti pada siswa kelas IV dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebisingan akibat lalu lintas pada ruas jalan Jenderal Ahmad Yani kawasan Sekolah Dasar Katolik Santa Maria,

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 718 Tahun 1987 Tentang Kebisingan

Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan tingkat kebisingan akibat lalulintas pada jalan tol Surabaya-Gempol ruas Waru-Sidoarjo, dengan variabel jarak dan beberapa variabel

Desain penelitian cross sectional dan bersifat deskriptif analitik dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi ibu balita dalam

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model matematis tingkat kebisingan akibat lalu lintas pada jalan tol dengan memperhitungkan variabel volume lalu lintas, komposisi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan yang terjadi pada ruas Jalan Ahmad Yani dengan pengambilan data langsung di lapangan berupa data kebisingan serta beberapa