• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. PENGENDALIAN MUTU

5.2. Pengendalian Mutu pada Proses Packaging dan Cartoning

Badan Standarisasi Nasional (2002) menjelaskan bahwa pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas. Biasanya produk yang dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Selain itu, menurut teori Syarief dan Halid (1993) pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan pangan (barrier) dari penyebab-penyebab kerusakan baik karena kerusakan fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis sehingga, kemasan diharapkan dapat menjaga kualitas dari produk pangan dan sampai ke tangan konsumen dalam keadaan yang baik dan menarik.

Setelah keluar dari mesin IQF, nugget akan disortir kembali untuk mengantisipasi adanya nugget yang tidak sesuai dengan bentuknya. Setelah disortir, nugget akan dibawa ke mesin penimbang MHW melalui bucket elevator. Pada mesin MHW, produk akan ditransfer ke dalam head. Terdapat sejumlah 16 head pada mesin ini yang bekerja secara bergantian untuk menimbang produk. Jika beratnya sudah sesuai, maka head

akan membuka dan produk akan jatuh ke hopper yang ada dibawahnya. Kemudian produk akan dijatuhkan ke plastik yang sudah dibentuk di bag former. Sensor pada mesin akan bekerja secara otomatis membaca eyemark pada polyroll, sehingga kemasan plastik dapat terpotong dengan tepat pada gambarnya. Kemudian plastik yang sudah berisi produk di seal secara otomatis. Pada pembentukan plastik juga dilakukan pencetakkan kode produksi dan expired date pada kemasan polyroll. Expired date nugget yaitu selama 1 tahun.

Gambar 6. Alat Multi Head Weigher (Sewoyo, 2006)

Dalam proses sealing sangat dibutuhkan panas agar kemasan yang dihasilkan tertutup dengan rapat. Adapun prosesnya disebut heat sealing. Berdasarkan teori Sampurno (2006) heat sealing merupakan proses menyambung atau menyatukan dua film

termoplastik dengan cara memanaskan area yang saling bersentuhan sampai mencapai suhu di mana terjadi fusi atau penyatuan, biasanya dibantu dengan tekanan.

Gambar 7. Alat Bag Former – Bag Sealer (Sewoyo, 2006)

Adapun proses pengecekan QC dilakukan setiap pergantian batch dan polyroll. Dalam hal ini yang perlu dicek adalah ketepatan penulisan kode produksi dan expired date, kelengkapan atribut kemasan (No MD, barcode, label halal, ketepatan potongan kemasan, kekuatan seal, dan setting netto MHW. Pengecekan cartoning meliputi

29

pengecekan ketepatan penulisan kode produksi dan expired date (sama atau tidaknya yang tertera pada kemasan plastik), serta kondisi karton (sesuai spesifikasi).

Dalam setiap kemasan hendaknya diberi penomoran batch dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap batch produk mentah dan produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan dan menjamin bahwa nomor batch yang sama tidak dipakai secara berulang. Penomoran batch dicatat dalam suatu Form Verifikasi yang mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk, serta expired date yang bersangkutan. Berikut adalah contoh penulisan kode produksi pada kemasan dan box:

FA 20 3 01 CC 0

Keterangan:

F = Tahun produksi (2015) A = Bulan produksi (Januari) 20 = Tanggal produksi

3 = Lokasi Produksi (Salatiga) 01 = Batch

C = Grup Produksi/Shift C = Grup Packing 0 = Tipe Proses (Fresh)

Dan berikut adalah contoh penulisan best before pada kemasan dan box:

20 01 2016

Keterangan:

20 = Tanggal produksi 01 = Bulan Produksi 2016 = Tahun Expired

Proses selanjutnya yaitu produk yang sudah dikemas dilewatkan ke metal detector

untuk mengetahui ada tidaknya kontaminasi logam. Pada proses ini merupakan bagian dari CCP (Critical Control Point) dalam proses produksi chicken nugget, karena tidak ada lagi proses berikutnya yang dapat menghilangkan kontaminan. Bahaya yang mungkin terjadi adalah adanya kontaminasi logam dalam produk. Penggunaan alat

metal detector pada bagian produksi further ini yaitu dengan tipe ISD2-3012-WP. Menurut Fellows (2000), prinsip metal detector adalah terdiri dari 2 komponen yaitu

coil reception dan coil transmission; adanya metal atau logam akan mengganggu medan magnet yang ada. Faktor yang mempengaruhi metal detector yaitu spesifikasi produk

meliputi kadar air produk, jenis produk (padat atau cair), dan kandungan gula dan garam, serta faktor eksternal yang meliputi vibrasi (getaran rantai/keseimbangan kaki

metal detector), induksi medan magnet (HP atau motor). Dalam pengecekan menggunakan metal detector dapat dilakukan verifikasi dengan 2 tahapan yaitu sebelum produk jalan (hanya menggunakan ketiga spesimen saja) dan setelah produk jalan (menggunakan spesimen dan produk). Verifikasi metal detector menggunakan spesimen logam Fe (besi) = 1,5 mm, Non Fe (aluminium, tembaga, dan kuningan) = 2 mm, dan SUS 316 (stainless steel) = 2,5 mm. Apabila metal detector mendeteksi adanya logam di dalam produk, maka alarm metal detector akan berbunyi dan produk akan dipisahkan oleh rejector ke wadah penampung dan dicari kontaminan yang terdeteksi. Jika ditemukan banyak kontaminan maka segera dicari sumber kontaminan dan segera ditindaklanjuti. Pemilihan spesimen terutama SUS 316 sudah sesuai dengan Mulyaningsih et al., (2012) karena merupakan spesimen yang tetapi kekerasan dan ketahanan korosinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan stainless steel 304.

Perlu juga diadakan pengenalan produk berdasarkan kadar air dalam produk untuk mensetting metal detector secara manual. Adapun kriterianya antara lain :

Dry H = dry high (produk kering dengan kadar air tinggi)

Dry L = dry low (produk kering dengan kadar air rendah)

Wet H = wet high (produk basah dengan kadar air tinggi)

Wet L = wet low (produk basah dengan kadar air rendah) PH = phase high (kadar air tinggi)

PL = phase low (kadar air rendah)

Untuk produk chicken nugget sendiri tergolong dalam wet H. Tabel 4. Rumusan CCP

CCP Bahaya Potensial Tindakan Pencegahan

Pengecekan Kandungan Metal

Kontaminasi metal pada produk karena Metal Detector tidak berfungsi maksimal

Pengecekan Metal Detector dengan menggunakan spesimen Fe, Non Fe, dan Stainless setiap 1 jam sekali.

Apabila ada kemasan yang direject maka akan dicek ulang oleh petugas QC dimana produk akan dilewatkan kembali kurang lebih sebanyak 2-3 kali, jika alarm tetap

31

berbunyi maka dilakukan pengecekan lebih lanjut yaitu terhadap tiap piecesnya produk pada metal detector. Selanjutnya akan dilakukan telusur lebih lanjut tentang sumber kontaminan untuk mencegah agar kontaminasi tidak berlanjut. Setiap kontaminan yang didapatkan harus didokumentasikan sebagai bukti. Namun, apabila terjadi masalah pada alat metal detector dimana secara tiba-tiba alat tersebut tidak bisa digunakan. Petugas

QC harus memberitahukan kepada teknisi agar dapat segera dilakukan tindakan perbaikan dan produk harus dihold hingga metal detector bisa dioperasikan. Sensor adanya logam pada produk adalah dengan buzzer (bunyi alarm yang lama), display lamp (waktu error), dan NG signal (delay operating sekitar 1 detik).

Gambar 8. Alat Metal Detector (North,1972)

Tahapan pengecekan selanjutnya yaitu menggunakan checkweigher bag untuk mengecek kesesuaian berat produk. Apabila berat tidak sesuai dengan standart yaitu apabila underweight atau overweight, maka produk akan dipisahkan oleh rejector. Dan untuk produk yang sesuai dengan standart akan terkumpul dalam rotary table. Verifikasi checkweigher dilakukan dengan melakukan span adjustment (batu timbang). Untuk checkweigher bag menggunakan span dengan berat 1 kg. Apabila produk sudah direject dapat ditimbang secara manual, jika masih dalam batas toleransi tersebut maka masih dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Namun apabila kurang atau melebihi batas standar maka produk yang sudah dikemas dirework kembali dan jika terjadi beberapa kemasan berisi produk yang memiliki berat kurang ataupun melebihi batas standar maka dilakukan pengecekan terhadap alat MHW. Dalam hal ini, petugas QC

juga melakukan verifikasi berat produk per bag secara sampling dan didokumentasikan dalam Form Verifikasi Proses Pengemasan. Petugas QC pun harus melakukan

pengambilan sampel pada tiap batch berupa lab sample dan retain sample.Lab sample

digunakan untuk pengecekan kimia dan mikrobiologi, dan retain sample yang akan digunakan sebagai acuan produk jika ada complain customer.

Gambar 9. Alat Checkweigher Bag (Sewoyo, 2006)

Proses berikutnya adalah cartoning yang dilakukan secara manual sesuai spesifikasi tiap jenis produk. Produk chicken nugget yang sudah dikemas plastik selanjutnya melalui tahapan cartoning yaitu memasukkan produk finish good ke dalam karton.Selanjutnya

box akan mengalami proses sealing di tape auto sealer dan dilewatkan checkweigher box. Apabila ada produk yang underweight atau overweight, maka box akan dicek kembali. Verifikasi checkweigher box dilakukan dengan menggunakan span (batu timbang) ukuran 10 kg sebanyak 2 buah. Pengendalian mutu pada proses cartoning

meliputi ketepatan penulisan kode produksi baik di kemasan plastik maupun di karton (benar, jelas dan mudah dibaca), karton tidak robek, karton tidak basah, lakban yang benar-benar lengket, tertutup rapat, isi di dalam karton sesuai dengan standar. Petugas

QC melakukan verifikasi berat produk per karton secara sampling, memeriksa identitas produk pada karton seperti nama produk, kode produksi, expired date, kode produk dan kesesuaian isi produk per karton box serta didokumentasikan dalam Form Verifikasi Proses Pengemasan. Setelah produk dimasukkan ke karton, produk harus segera disimpan dalam cold storage -20oC ± 1oC untuk menjaga suhu produk tetap -180C.

33

Gambar 10. Alat Sealer Box (Sewoyo, 2006)

Gambar 11. Alat Checkweigher Box (Sewoyo, 2006)

5.2.1. Pengendalian Mutu pada Jenis Kemasan

Produk chicken nugget yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand pengemasan dengan kemasan primer dan sekunder. Untuk jenis kemasan primer yaitu menggunakan

polyroll dengan 2 tipe bahan yang berbeda yaitu dengan nilon 15 (bagian yang diprint

kode produksi) dan plastik LLDPE 60 (bagian yang diseal) dimana kedua bahan tersebut disatukan dengan laminasi (dilem). Berdasarkan Sampurno (2006) dalam proses cetak atau printing diperlukan material dengan sifat - sifat yaitu mudah menyerap tinta, permukaan cukup halus dan rata, serta tahan terhadap perlakuan pada mesin cetak. Pada bagian polyroll terdapat eyemark dimana posisi eyemark harus sama lebar antara bagian kanan dan kiri, karena jika tidak dapat menyebabkan pemotongan meleset. Syarief et al., (1988) mengatakan bahwa bahan plastik nilon memiliki karakteristik tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dan tahan terhadap suhu tinggi. Sedangkan

untuk jenis plastik LLDPE (Linier- Low Density Polyethylene) 60 berdasarkan teori dari Fellows (2000), dimana plastik jenis ini memiliki daya seal yang baik untuk melaminasi film lainnya, dan tahan uap air. Kemudian untuk memperoleh sifat kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah terhadap gas dan uap air, nilon dapat dilapisi dengan LLDPE yang memiliki sifat kedap air dan uap air. Jenis pengemas ini telah banyak digunakan di industri pangan. Dalam proses pengemasan ada beberapa masalah yang sering terjadi pada polyrol yang dihold QC yaitu dikarenakan polyroll kasar atau terlalu tebal, delaminasi, adanya bercak noda, luntur, bergaris, core bengkok, dan tulisan samar.

Untuk jenis kemasan sekunder menggunakan karton atau corrugated box dengan jenis

double wall dimana jenis ini terdiri dari 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute) yang mana karton ini memang tepat dan sesuai untuk pengiriman jarak jauh. Penggunaan karton double wall didukung oleh Fellows (2000) mengatakan bahwa karton atau corrugated box terdiri dari dua macam corrugated sheet, yaitu kertas kraft (kraft liner) untuk lapisan luar dan dalam dan kertas medium untuk bagian tengah yang bergelombang. Adapun beberapa macam jenis corrugated sheet, antara lain :

- Single wall = satu lapis dengan ketebalan ± 3 mm (B/Flute) dan 4 mm (C/Flute) - Double wall = 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute)

- Triple wall = 3 lapis

Penggunaan jenis corrugated box yang dipakai sangat ditentukan oleh beberapa faktor utama yaitu meliputi berat bahan, sifat bahan (self stacking atau tidak), fragile atau tidak, dan menggunakan inner karton atau tidak. Untuk kemasan karton sendiri akan diseal menggunakan tape auto sealer yang ada dibagian cartoning. Lakban yang digunakan adalah OPP packaging tape dengan adanya print bertuliskan CP Food.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi daya rekat lakban menurut Syarief dan Halid (1993) yaitu daya rekat lakban pada dasarnya tergantung dari media yang akan digunakan, jika karton bersih dan tidak mengandung zat lilin (licin) pasti daya tempelnya akan kuat, sebaliknya jika medianya licin dan berdebu pasti lakban tidak akan maksimal daya rekatnya.

35

Gambar 1. Polyroll (Syarief dan Halid, 1993)

Gambar 13. Corrugated Box Double Wall (Syarief dan Halid, 1993)

Dokumen terkait