• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU PEMBUATAN CHICKEN NUGGET PADA PROSES PEMBEKUAN MENGGUNAKAN IQF (INDIVIDUAL QUICK FREEZING) DAN PENGEMASAN PT CHAROEN POKPHAND INDONESIA Food Division Unit Salatiga LAPORAN KERJA PRAKTEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU PEMBUATAN CHICKEN NUGGET PADA PROSES PEMBEKUAN MENGGUNAKAN IQF (INDIVIDUAL QUICK FREEZING) DAN PENGEMASAN PT CHAROEN POKPHAND INDONESIA Food Division Unit Salatiga LAPORAN KERJA PRAKTEK"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU

PEMBUATAN

CHICKEN NUGGET

PADA PROSES

PEMBEKUAN MENGGUNAKAN

IQF

(INDIVIDUAL

QUICK FREEZING)

DAN PENGEMASAN

PT CHAROEN POKPHAND INDONESIA

Food Division Unit

Salatiga

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh:

TJAN, IVANA CHANDRA PURNAMA

12.70.0057

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

(2)

PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU

PEMBUATAN

CHICKEN NUGGET

PADA PROSES

PEMBEKUAN MENGGUNAKAN

IQF

(INDIVIDUAL

QUICK FREEZING)

DAN PENGEMASAN

PT CHAROEN POKPHAND INDONESIA

Food Division Unit

Salatiga

Oleh:

TJAN, IVANA CHANDRA PURNAMA NIM : 12.70.0057

Program Studi: Teknologi Pangan

Laporan Kerja Praktek ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan sidang penguji pada tanggal : 5 Juni 2015

Semarang, 8 Juli 2015

Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata

Pembimbing Lapangan Dekan

Asmoro Hendriyadi Dr. Victoria Kristina Ananingsih, S.T., M.Sc.

Dosen Pembimbing

Ir. Sumardi, M.Sc.

(3)

KATA PENGANTAR

Syukur serta terima kasih kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan anugerah-Nya sehingga laporan kerja praktek dengan judul “Pengawasan dan Pengendalian Mutu Pembuatan Chicken Nugget pada Proses Pembekuan Menggunakan IQF (Individual Quick Freezing) dan Pengemasan PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga” dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Laporan kerja praktek ini dapat terselesaikan juga tak lepas dari doa, arahan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang diberikan kepada penulis. Penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Victoria Kristina Ananingsih, S.T., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan kerja praktek.

2. Bapak Ir. Sumardi, M.Sc., selaku dosen pembimbing kerja praktek yang telah membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam melakukan serta menyelesaikan kerja praktek ini.

3. Seluruh staff Tata Usaha Teknologi Pangan yang telah membantu dalam hal administrasi mulai dari awal kerja praktek hingga terselesaikannya laporan kerja praktek ini.

4. Bapak Asmoro Hendriyadi selaku Kepala Bagian Quality Control yang telah membimbing penulis selama melakukan kerja praktek di PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga.

5. Bapak Yosi Pratama dan Ibu Theresia Sri Atun selaku pembimbing lapangan yang telah membimbing penulis selama melakukan kerja praktek di PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga.

6. Seluruh QC lapangan, staff, karyawan dan security PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga yang telah memberikan informasi-informasi dan bantuan yang dibutuhkan oleh penulis.

7. Orang tua, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan dan semangat baik tenaga maupun materi, untuk keberhasilan penulis selama Kerja Praktek dan dalam penyusunan laporan kerja praktek ini.

(4)

8. Sherly Putri Santoso dan Graytta Intannia sebagai teman satu kelompok kerja praktek yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan kerja praktek.

9. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan kerja praktek.

Masih banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang dengan berkenan hati membantu penulis dalam menyelesaikan kerja praktek. Harapan penulis dengan adanya laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat serta dapat memberikan pengetahuan kepada para pembaca serta berbagai pihak yang sekiranya membutuhkan. Terima kasih.

Semarang, 8 Juli 2015

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

1.4. Tempat Waktu Pelaksanaan ... 3

1.5. Metode Kerja Praktek ... 3

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 5

2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 5

2.2. Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan ... 6

2.3. Visi Misi Perusahaan ... 6

2.4. Lokasi Tata Letak Perusahaan ... 6

2.5. Struktur Organisasi ... 7

2.6. Ketenagakerjaan ... 9

3. SPESIFIKASI PRODUK ... 11

3.1. Jenis Produk ... 11

3.2. Produk yang Dihasilkan ... 11

4. ALUR PRODUKSI ... 13

4.1 Kedatangan Bahan Baku dan Bahan Penunjang ... 14

4.2. Meat Preparation ... 16

4.3. Cooking ... 18

4.4. Freezing ... 19

4.5. Packaging & Cartoning ... 20

(6)

5.PENGENDALIAN MUTU ... 22

5.1. Pengendalian Mutu pada Proses Freezing ... 23

5.2. Pengendalian Mutu pada Proses Packaging dan Cartoning ... 27

5.2.1. Pengendalian Mutu pada Jenis Kemasan ... 33

5.3. Pelaksanaan dan Pengawasan Pengendalian Mutu Oleh Quality Control ... 35

6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 36

7. DAFTAR PUSTAKA ... 37

8. LAMPIRAN ... 39

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengaturan Jam Kerja Karyawan PT Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga ... 9 Tabel 2. Jenis Produk Nugget yang Dihasilkan oleh Departement Further di PT

Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga ... 11 Tabel 3. Temperatur Minimal Pertumbuhan dari Beberapa Foodborne Microbia

Species and Strains ... 25 Tabel 4. Rumusan CCP ... 30

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi PT Charoen Pokphand – Food Division Unit

Salatiga ... 7

Gambar 2. Produk Futher Processing PT Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga ... 12

Gambar 3. Alur Produksi Pembuatan Chicken Nugget PT Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga ... 16

Gambar 4. Alur Produksi yang Dijadikan Fokus Pengendalian Mutu ... 23

Gambar 5. Alat Individual Quick Freezing ... 23

Gambar 6. Alat Multi Head Weigher ... 28

Gambar 7. Alat Bag Former – Bag Sealer ... 28

Gambar 8. Alat Metal Detector ... 31

Gambar 9. Alat Checkweigher Bag ... 32

Gambar 10. Alat Sealer Box ... 33

Gambar 11. Alat Checkweigher Box ... 33

Gambar 12. Polyroll ... 35

Gambar 13. Corrugated Box Doube Wall ... 35

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Presensi Kerja Praktek………39

(10)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan adalah segala produk yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah atau tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, serta bahan lain yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Produk pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari rumah tangga atau industri pangan. Oleh karena itu, industri pangan merupakan salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan pemerintah.

Pengawasan mutu produk pangan merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan mutu dari bahan yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi produk yang ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Sebuah perusahaan makanan atau minuman dituntut untuk menghasilkan produk yang berkualitas sehingga perlu adanya pengendalian mutu produk pangan. Untuk menunjang dan memperlancar proses mutu produk pangan diperlukan karyawan yang ditempatkan pada bagian Quality Control (QC). Tahapan ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi suatu aspek teknis pengujian seperti monitoring, pengendalian, pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan bahwa suatu sistem mutu berjalan dengan benar.

Kemajuan industri pangan di Indonesia sudah berkembang begitu pesat. Dalam perkembangannya, apabila hanya berdasarkan teori di dalam kelas saja tidak cukup untuk mengetahui gambaran kegiatan industri yang ada di luar. Maka dari itu, diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak terutama dibidang pangan serta harus terus mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang semakin canggih dan modern. Menyadari hal itu, diperlukan terjun langsung ke lapangan untuk melihat situasi riil di lapangan, menambah wawasan dan pengalaman mengenai dunia kerja. Kerja praktek (KP) merupakan salah satu mata

(11)

kuliah dalam Program Studi Teknologi Pangan yang dilakukan selama minimal 20 hari. Dengan kerja praktek ini, diharapkan segala teori dasar yang sudah didapatkan selama kuliah mampu diterapkan oleh penulis secara nyata dan dapat mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja. Oleh karena itu kami memilih PT. Charoen Pokphand Indonesia sebagai tempat KP, hal ini mengingat perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan besar dan terkemuka di Indonesia yang menerapkan teknologi serta proses yang berkualitas tinggi untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu tinggi, sehat, halal, dan aman bagi konsumen, dengan harga yang terjangkau bagi konsumen.

PT Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga, merupakan salah satu perusahaan terbesar yang mengembangkan bisnisnya di bidang industri pengolahan makanan berbahan baku ayam. Dalam proses pengolahan chicken nugget perlu adanya pengawasan mutu yang diterapkan, karena bahan baku yang digunakan adalah daging ayam yang mengandung protein tinggi, sehingga sangat rentan oleh kontaminasi mikroorganisme. Oleh karena itu, semua karyawan ataupun alat yang kontak langsung dengan pengolahan chicken nugget harus diperhatikan pengawasan mutunya dari penerimaan bahan baku sampai produk jadi. Maka dari itu, penulis ingin mengamati secara langsung bagaimana pelaksanaan kegiatan QC pada proses freezing, packaging, dan cartoning dalam pembuatan chicken nugget oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga.

1.2. Tujuan

Tujuan dari Kerja Praktek ini, antara lain :

a. Mendapat gambaran yang nyata mengenai dunia kerja.

b. Menerapkan dasar-dasar teori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan. c. Menambah wawasan dan pengetahuan terutama mengenai hal-hal yang

(12)

3

d. Mengetahui masalah-masalah yang terkait di bidang pangan yang muncul pada saat di lapangan serta berusaha mencari solusi yang akan digunakan untuk memecahkan beberapa masalah yang terjadi.

e. Menambah dan mengevaluasi proses pengemasan yang ada pada suatu perusahaan.

1.3. Manfaat

Manfaat dilakukannya Kerja Praktek di PT. Charoen Pokphand Salatiga - Food Division Unit adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui proses produksi chicken nugget.

b. Mengetahui proses pengawasan dan pengendalian mutu pada produksi chicken nugget.

c. Mendapatkan berbagai wawasan pada ndustri pengolahan daging ayam khususnya pembuatan chicken nugget.

d. Mengetahui kondisi dunia kerja secara nyata dan dapat turut berpartisipasi aktif dalam sebagian proses produksi chicken nugget terutama bidang pengawasan dan pengendalian mutu.

1.4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kerja praktek ini dilaksanakan selama selama 22 hari dan 1 hari untuk presentasi, terhitung mulai dari tanggal 5 Januari 2015 hingga 30 Januari 2015 di PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga.

1.5. Metode Kerja Praktek

Kerja Praktek ini dilakukan dengan metode pengamatan secara langsung, wawancara, diskusi, dan kerja secara langsung di tempat praktek lapangan selama 23 hari serta melalui studi pustaka yang berkaitan dengan praktek kerja lapangan. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan selama ini, antara lain :

(13)

pembuatan chicken nugget dan masalah – masalah terkait proses pengendalian mutu.

b. Pengamatan kegiatan pengontrolan mutu oleh QC dan diskusi dengan masing – masing pihak QC pada proses produksi, serta praktek langsung pada kegiatan pengontrolan mutu proses produksi chicken nugget.

c. Diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai proses produksi dan quality qontrol dalam produksi chicken nugget.

d. Studi pustaka berupa pengumpulan data berdasarkan literatur sebagai pembanding dan pelengkap data yang didapat di lapangan.

(14)

2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga adalah salah satu perusahaan yang tergabung dalam Charoen Pokphand Group Indonesia (CP Group). Perusahaan ini telah berdiri sejak tanggal 22 September 2007. PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit merupakan industri pemotongan dan pengolahan daging ayam yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia yang terbaik. PT. Charoen Pokphand Indonesia telah membuktikan dirinya sebagai perusahaan pengolahan daging ayam yang bermutu di Indonesia demi kepuasan seluruh rakyat Indonesia. Produk PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit merupakan produk dengan kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenuhi standart ayam yang sehat, dan bebas dari segala penyakit. Proses pemotongan dan pembersihan ayam dilakukan dengan halal dan hygienis, juga proses pengolahanya yang diawasi secara ketat dan sesuai dengan standart makanan yang bermutu tinggi. Proses pengemasan dan kualitas kontrol, serta distribusi dilakukan oleh sumber daya manusia yang terbaik, dan didukung oleh mesin mesin yang modern dan berteknologi tinggi.

PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit telah membuktikan dirinya sebagai perusahaan pengolahan daging ayam yang bermutu di Indonesia demi kepuasan seluruh rakyat Indonesia dengan mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, untuk itu masalah sanitasi dan higenis serta jaminan halal sangat diutamakan untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi harapan serta kebutuhan pelanggan. Selain itu, proses pengolahan diawasi secara ketat sesuai dengan standar makanan sampai pada proses pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. PT Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit sangat mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, sehingga program GMP (Good Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), HACCP dan ISO 9001, serta jaminan halal sangat diutamakan untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi kepuasan pelanggan. PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit

(15)

telah memproduksi dan mensuplai produk yang bermutu tinggi untuk keperluan industri makanan di Indonesia seperti KFC, CFC, Wendy’s dan restaurant restaurant lain.

2.2. Kebijakan Mutu dan Keamanan Pangan

Kebijakan mutu dan keamanan pangan PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga yaitu dengan senantiasa menghasilkan produk yang bermutu tinggi, halal, dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi dan misi perusahaan sehingga dapat memberikan jaminan kepuasan kepada pelanggan dan juga meningkatkan kerjasama, partisipasi aktif dan positif semua karyawan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu kerja secara terus menerus, sesuai dengan moto “ A Tradition of Quality”.

2.3. Visi dan Misi Perusahaan

Visi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga antara lain : • Menjadi produsen kelas dunia dalam bidang makanan olahan daging ayam

khususnya dan bahan lain umumnya.

• Menjadi perusahaan yang bertanggung jawab, peduli terhadap dampak sosial dan lingkungan di dalam menjalankan kegiatan kami.

Dan misi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga antara lain :

• Membantu meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dan dunia serta memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan bermutu tinggi, halal, dan aman untuk dikonsumsi dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standart Operating Procedure), Sistem Jaminan Halal, HACCP, dan ISO 9001 : 2008.

• Menjaga dan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

2.4.Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

(16)

7

lokasi pabrik yaitu lokasi pabrik atas dan pabrik bawah. Lokasi pabrik atas terdiri dari rumah pemotongan ayam slaughter house (evisceration dan cut up), gudang premix, gudang chemical, cold storage, dan office. Sedangkan untuk lokasi pabrik bagian bawah terdiri dari area produksi chicken nugget dan sosis, gudang seasoning, cold storage, dan lokasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Pabrik PT. Charoen Pokphand - Food Division Unit Salatiga memiliki kemampuan produksi sebesar 4.000 ekor per jam.

2.5. Struktur Organisasi

Struktur organisasi dalam perusahaan merupakan tatanan kerangka dalam menjalankan semua aktivitas perusahaan dan sebagai pedoman pimpinan dalam mengatur posisi karyawan dengan kemampuan, pengalaman, dan kecakapannya. Struktur organisasi perusahaan dapat menunjukan bagaimana perusahaan itu dikelola yaitu bagaimana pendelegasian, kekuasaan dan tingkat pengawasannya.

Struktur organisasi pada PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit

Salatiga berbentuk linier yaitu wewenang pimpinan tertinggi secara langsung mengalir kepala kepala bagian yang berada di bawahnya dengan pembagian kerja yang sesuai dengan bidang-bidang yang telah terstruktur dan masing-masing bertanggung jawab pada bidangnya. Struktur organisasinya terdiri dari :

Catatan : Bagian yang diarsir adalah bagian dimana kerja praktek dilakukan

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit

(17)

Head Production

Merupakan pimpinan produksi puncak dari PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit dimana bertugas dalam memimpin, mengkoordinir dan mengawasi pelaksanaan tugas terhadap bagian – bagian dibawahnya, merencanakan dan menerapkan kebijaksanaan mengenai perbaikan, serta untuk perkembangan umum perusahaan.

Sausage Production

Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam yaitu sosis. • Further Production

Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam yaitu chicken nugget forming dan non-forming.

Premix Production

Bagian yang bertugas untuk memproduksi bahan sebagai premix.

Breadcrumb Production

Bagian yang bertugas untuk memproduksi breadcrumb.

Slaughter house

Bagian yang bertugas untuk menyediakan bahan baku proses produksi yang bergerak dalam bidang pemotongan ayam dan penghasil produk-produk sampingan selain daging.

PPIC (Planning Production Inventory Control)

Bagian yang bertugas untuk menyiapkan planning atau rencana produksi tia minggu untuk ketiga produksi dan juga bertugas mengontrol jumlah barang yang ada di gudang yang nantinya berkoordinasi dengan bagian warehouse.

Warehouse

Bagian yang bertugas untuk menyimpan produk olahan jadi setelah diproduksi dan material atau bahan mentah yang akan digunakan dalam proses produksi.

QC (Quality Control) dan Laboratory

Bagian yang bertugas untuk mengontrol kualitas produk agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang diberikan oleh perusahaan. Bagian QC ini mencakup dalam QC produksi dan QC laboratory untuk menguji kandungan-kandungan dalam produk makanan dan bahan bakunya.

(18)

9

Bagian yang bertugas dalam hal pemasaran produk olahan baik further maupun

sausage. Dalam hal penjualan dan pemasaran dilakukan oleh PT. Prima Food Internasional yang merupakan distributor dari Charoen Pokphand Group.

• Logistik

Bagian yang bertugas untuk mengatur proses transportasi dalam pengiriman barang. • Purchasing

Bagian yang bertugas untuk pembelian bahan baku produksi dan pengadaan barang. • P&GA (Personal And General Affair)

Bagian personal (kepersonaliaan) baik mulai recruitment hingga pengadaan training

untuk karyawan. Sedangakan General Affair merupakan bagian umum yang akan melayani dan memenuhi kebutuhan produksi.

Utility and Maintenance

Bagian yang bertugas dalam mensupport alat mesin.

2.6. Ketenagakerjaan

PT. Charoen Pokphand - Food Division Unit Salatiga memiliki jumlah karyawan sekitar 1200 orang. Adapun pembagian jam kerja untuk karyawan staff dan produksi. Untuk karyawan staff tidak ada sistem shift, sedangkan untuk karyawan produksi terdapat 3

shift antara lain :

Tabel 1. Pengaturan Jam Kerja Karyawan PT Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga

Tipe Karyawan Hari Jam Kerja

Office Senin – Jumat 08.00 – 16.00

Keterangan : 1 jam waktu untuk istirahat

Di sisi lain, karyawan harus mengikuti peraturan-peraturan yang ada di dalam pabrik. Selain itu, diterapkan sistem reward and punishment. Karyawan berhak menerima

(19)

naik pangkat, misalnya dari karyawan harian menjadi karyawan bulanan. Sedangkan untuk punishment atau sanksinya yaitu berupa SP 1, SP 2, dan SP 3. Pemberian SP (Surat Peringatan) didasarkan pada pelanggaran kerja antara lain kelalaian kerja, pelanggaran peraturan kerja, dan tidak dapat mengontrol bagiannya.

(20)

3. SPESIFIKASI PRODUK

3.1. Jenis Produk

Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Pengolahan daging menjadi produk jadi seperti nugget dapat memperbaiki sifat organoleptik, penurunan penyusutan lemak, serta dapat meningkatkan variasi produk daging (Marliyati et al., 1992). Masa simpan dari produk olahan daging ayam ini cukup lama karena diperoleh dari bahan baku, sarana, dan proses yang terkendali sehingga membuat chicken nugget bertahan sekitar satu tahun pada suhu penyimpanan minimal -18oC.

3.2. Produk yang Dihasilkan

Departemen further atau yang biasa disebut bagian yang memproduksi chicken nugget

di PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga memproduksi 5 macam merk dagang, yaitu Golden Fiesta, Fiesta, Champ, Okey, dan Akumo yang memiliki ciri khas tersendiri dari tiap produk yang dihasilkan, seperti perbedaan komposisi bahan, perlakuan selama produksi, dan target pemasaran. Produk yang diunggulkan yaitu Golden Fiesta dan Fiesta, sedangkan untuk merk Champ dan Okey memiliki harga jual yang lebih terjangkau sehingga target pemasarannya untuk kalangan menengah ke bawah. Namun kelima jenis merk produk itu tetap diberi tindakan pengontrolan dan pengendalian mutu yang sama untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan oleh perusahaan.

Tabel 2. Jenis Produk Nugget yang Dihasilkan oleh Departement Further di PT Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga

(21)

Merk Produk

Champ Chicken Nugget

Chicken Stick Chicken Nugget Coin Chicken Nugget ABC Okey

Akumo

Stik Okey Nugget Okey Nugget Akumo

(22)

4. ALUR PRODUKSI

Proses pembuatan chicken nugget di PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga adalah sebagai berikut :

Penerimaan bahan baku produksi

(23)

Packing karton (Cartoning)

Sealer box

Cartoning Area Checkweigher box

Palleting

Penyimpanan (Coldstorage)

Pre-Loading (Ante Room)

Loading

Gambar 3. Alur Produksi Pembuatan chicken nugget PT. Charoen Pokphand Indonesia -

Food Division Unit Salatiga

4.1.Kedatangan Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Proses pembuatan chicken nugget diawali dengan kedatangan bahan baku dan bahan penunjang. Bahan baku berupa daging ayam berasal dari slaughterhouse yang kemudian disimpan di chillroom dengan suhu berkisar 0°C-5°C. Selain itu ada pula beberapa bahan penunjang seperti tepung, seasoning, premix, dan lainnya berasal dari supplier

terpilih yang akan disimpan sementara di dalam gudang seasoning dengan kondisi RH 50%-60%.

(24)

15

Micrococcus, dan jamur yang dapat menimbulkan noda atau lendir pada permukaan daging.

Daging ayam yang digunakan diantaranya adalah bagian dada dan paha yang biasa disebut Boneless Skinless Breast (BSB) untuk bagian dada dan Boneless Skinless Leg

(BSL) untuk bagian paha. Menurut Owens (2001), Boneless Skinless Breast (BSB) adalah daging dada ayam yang telah dipisahkan dari tulang dan kulitnya dipilih pada pembuatan chicken nugget karena memiliki tekstur yang lembut, seragam, dan memiliki warna yang terang. Bahan-bahan yang digunakan khususnya daging harus disimpan dalam chillroom dengan suhu 0-5oC dan penyimpanan tersebut dapat bertahan selama 3 hari untuk mendapatkan kualitas daging yang baik. Menurut Buckle (1987), penyimpanan dingin merupakan penyimpanan yang dilakukan pada suhu antara 1-3,5oC, tetapi masih dalam suhu optimal –2oC dan 7oC yang dapat bertahan dalam waktu 3-5 hari. Suhu dan kebersihan ruangan harus dipantau setiap hari untuk menjaga kesegaran daging dan menghindarkan daging dari kontaminasi serta selalu didokumentasikan dalam form kondisi chillroom.

Pengeluaran bahan baku dilakukan secara FIFO (First In First Out) dan juga selalu dilakukan pencatatan bahan baku yang keluar dan masuk dalam chillroom. Salah satu cara untuk mempermudah sistem FIFO dengan memberi warna kemasan yang berbeda pada setiap harinya, contoh didalam penerapan dari PT. Charoen Pokphand Indonesia –

Food Division Unit Salatiga untuk kemasan hari pertama yaitu plastik berwarna merah dan kedua berwarna putih, untuk produk frozen dikemas dengan plastik berwarna kuning, dan produk siap olah dikemas dengan plastik warna biru.

Bahan penunjang seperti tepung terigu, profarm (isolate kedelai), pati jagung, premix (campuran bumbu-bumbu), tepung roti (bread crumb), minyak goreng, tepung batter. Semua bahan penunjang berasal dari supplier yang sudah terpilih, sedangkan premix berasal

dari PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga yang terletak di Cikande. Bahan penunjang yang datang akan dicek oleh QC incoming dengan melihat CoA

(Certificate of Analysis) dan dokumen halal yang berlaku serta penampakan secara fisik dan

(25)

biologi dan kimia. Pemeriksaan kualitas secara kimia yaitu pemeriksaan kualitas kadar air dan kadar garam sedangkan pemeriksaan kualitas secara biologi pada bahan penunjang seperti terigu meliputi pemeriksaan mould dan yeast dengan batas maksimum 1 x 104 koloni/gram. Hal ini sesuai dengan SNI 7338 : 2009 yang menjadi acuan laboratorium di PT. Charoen Pokphand Indonesia. Setelah memenuhi standar yang ditetapkan, bahan penunjang tersebut baru boleh disimpan ke dalam gudang seasoning

dengan suhu 20-300C dan kelembaban 50-60%.

Penerimaan minyak goreng ditentukan pengecekan secara sensori dan FFA untuk menentukan kualitas. Pemeriksaan % FFA ini dilakukan dilaboratorium PT. Charoen Pokphand - Food Division Unit Salatiga. Asam lemak bebas adalah indikator dalam penentuan kualitas minyak yang baik. Asam lemak bebas terbentuk dari proses hidrolisis lemak dan akan bereaksi membentuk komponen volatile yang menjadi penyebab ketengikan dan polimer (Ketaren, 1986).

Bahan penunjang juga harus diperhatikan tata letaknya seperti harus diletakkan pada rak atau pallet (non kayu) sehingga tidak bersentuhan dengan dinding dan langit-langit. Jarak pallet dengan dinding kurang lebih 45 cm yang bertujuan agar mudah untuk pembersihan dan pemantauan kebersihan ruang penyimpanan. Rak yang digunakan untuk menyimpan barang tidak boleh kontak langsung dengan permukaan tanah. Hal ini untuk mempermudah pembersihan lantai dan mencegah kontaminan biologis seperti serangga dan binatang pengerat untuk memakan produk. Kebersihan ruangan tempat penyimpanan juga harus diperiksa secara rutin dan didokumentasikan.

4.2. Meat Preparation

(26)

17

adonan ke bawah, sedangkan ulir di bagian bawah berfungsi untuk membawa adonan ke

pre cutter, cutter dan hole plate. Penggilingan ini bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan daging yang dapat membantu ekstraksi protein. Proses ini sangatlah penting karena dengan itu daging akan saling berikatan dan membentuk tekstur yang kuat (Owens, 2001).

Kemudian dicampur menggunakan alat unimix dan dengan ditambahkan senyawa gas nitrogen. Nitrogen memiliki karakteristik tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan tidak berwarna sehingga penggunaannya tetap aman dalam teknik membekukan makanan. Pada tekanan atmosfer, nitrogen cair mendidih pada temperatur 77 K. Penggunaaan nitrogen tersebut berfungsi untuk membantu pembekuan dan membentuk struktur adonan agar mudah dicetak, membantu pengawetan adonan, dan mempertahankan bahan dari kehilangan flavor dan aroma (Anonymous, 2010).

Saat pencampuran ini juga ditambahkan bahan lain selain daging yaitu tepung, bawang putih, es, dan emulsi oil. Penambahan bahan emulsi ini merupakan pencampuran dari air, es, isolat soy protein, dan minyak yang berguna untuk menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi dalam air (Winarno, 2002).Sedangkan fungsi dari es bertujuan untuk menjaga suhu emulsi agar tetap rendah sehingga terjadipembentukan gel yang baik dan mencegah pecahnya emulsi akibat denaturasi protein.

Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih, dan merica (Anwar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penguat cita rasa dan bahan pengawet tetapi dalam penggunaannya harus sesuai takaran yaitu berkisar 2-3% dari berat daging yang digunakan agar tidak terjadi salting out. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al.,

(27)

Sedangkan merica berguna sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan (Rismunandar, 2003).

Pada unimix, terdapat 2 ulir yang berputar berlawanan arah untuk mencampur adonan. Pemeriksaan kualitas adonan yang keluar dari unimix meliputi suhu adonan dan sensori (bau dan warna). Standar dari suhu adonan berkisar antara (-6)-(-3)0C. Jika suhu terlalu tinggi dapat terjadi denaturasi protein. Selain itu adonan chicken nugget menjadi terlalu lembek dan akan sulit dicetak serta mengakibatkan adonan menjadi lengket dengan mesin pencetak. Sebaliknya bila suhu terlalu rendah, chicken nugget akan sulit dicetak dan dapat merusak mesin pencetak (Owens, 2001).

Adonan yang telah dimixing kemudian dimasukkan ke dalam revoformer untuk dicetak dan setelah itu melewati proses battering yang dibuat dengan mesin batter mixer dengan mencampurkan tepung batter, air, dan es yang berfungsi sebagai perekat breadcrumb

dengan adonan. Batter merupakan campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih, dan tidak mengandung benda–benda asing (Fellows, 2000). Kemudian dilakukan proses breadering dimana merupakan proses penambahan pelapis atau coating dengan menggunakan breadcrumb. Proses ini berguna untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan (Fellows, 2000). Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002). Batter dan breader

dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu produk pangan dan menambah kenikmatan ketika konsumen mengonsumsi produk tersebut. Selain itu, batter dan breader

bertindak dalam menjaga kelembaban produk pangan (Suderman & Cunningham, 1983).

4.3. Cooking

(28)

19

proses pengawetan bahan pangan karena adanya proses penghancuran mikroorganisme oleh panas serta karena adanya reduksi kandungan Aw pada permukaan bahan pangan dan berguna untuk meningkatkan eating quality dari suatu bahan pangan (Ketaren, 1986). Proses penggorengan menggunakan metode continuous deep fat frying secara kontinyu yang dilakukan dengan cara menjalankan produk diatas conveyor yang secara langsung terendam di dalam medium minyak panas. Dengan metode ini, diharapkan suhu dan karakteristik yang diinginkan dapat tercapai dan suhu permukaan produk meningkat sehingga diperoleh warna coklat dan produk akan memiliki tekstur yang renyah (crispy). Setelah nugget melewati proses penggorengan, dilakukan proses penyortiran nugget (Fellows, 2000). Setelah melewati fryer 2, dilakukan penyortiran

nugget yang bentuk dan ukurannya tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan untuk kemudian dilakukan proses rework.

4.4.Freezing

Setelah nugget terseleksi kemudian dilakukan proses pembekuan dengan menggunakan alat IQF (Individual Quick Freezing), dimana suhu ruangan dari IQF berkisar -40°C sampai dengan -35°C.Lama pembekuan di dalam IQF selama ±30 menit hingga 1 jam. Bahan pangan yang telah digoreng akan memiliki suhu yang tinggi sehingga dengan proses pembekuan menggunakan IQF ini diharapkan suhu bahan pangan menurun hingga mencapai suhu -18°C.

Mesin IQF memiliki prinsip dasar yaitu membekukan produk dengan bantuan cairan pendingin dalam waktu yang singkat dan hasil dari pembekuannya terpisah-pisah. Di dalam mesin terdapat conveyor belt yang berisi produk yang nantinya akan diberi hembusan udara dingin. Gas masuk ke dalam blower yang akan diubah menjadi gas pendingin dengan suhu -24oC. Jika bahan pendingin dimasukkan ke dalam ruang tertutup yang titik didihnya sudah diatur dengan cara menurunkan tekanan, maka

(29)

Mesin IQF ini dapat bekerja dengan menyerap panas dari produk yang didinginkan dan memindahkan panas ke tempat lain dengan perantara bahan pendingin (refrigerant) yaitu amonia. Bahan pendingin cair dari tangki penampung dimasukkan ke dalam evaporator melalui sebuah katup ekspansi. Bahan pendingin cair di evaporator menguap dengan jalan menurunkan tekanannya dengan kompresor. Uap bahan pendingin yang terhisap oleh kompresor kemudian dimampatkan dan dimasukkan ke dalam kondesor untuk diembunkan (didinginkan dengan udara atau air). Bahan pendingin yang telah menjadi cairan kembali ditampung di dalam sebuah tangki penampung untuk kemudian diuapkan kembali di dalam evaporator. Setelah produk keluar dari IQF, dilakukan sortir kembali supaya nugget yang tidak sesuai spesifikasi tidak ikut dikemas. Dalam hal ini, tugas QC sangatlah diperlukan untuk mengawasi dan mengamati produk yang dihasilkan.

4.5. Packaging dan Cartoning

Produk nugget yang sudah beku, dimana telah mengalami pembekuan di IQF selanjutnya dibawa ke bucket elevator menggunakan conveyor yang kemudian ditimbang pada mesin MHW (Multi Head Weigher). Di mesin kawashima ini, produk juga langsung di seal dimana produk dijatuhkan ke dalam plastik yang sudah dibentuk di bag former dan bag sealer. Pada proses pembentukan kemasan plastik terdapat sensor yang bekerja secara otomatis membaca eyemark sehingga kemasan plastik tersebut dapat terpotong dengan tepat. Pada saat pembentukan kemasan plastik tersebut juga dilakukan printing kode produksi dan expired date. Expired date dari produk

nugget adalah 1 tahun.

Setelah proses pengemasan, produk akan dilewatkan ke metal detector untuk mengetahui ada atau tidaknya kontaminasi logam. Verifikasi metal detector dengan menggunakan spesimen Fe 1,5 mm, non Fe 2,0 mm, dan SUS 316 2,5 mm. Produk yang terdeteksi metal akan dipisahkan oleh rejector untuk dicari sumber kontaminannya.

Proses selanjutnya yaitu pengecekan berat produk menggunakan checkweigher bag.

(30)

21

proses cartoning yang dilakukan secara manual dan setelah itu dilakukan proses sealing box menggunakan mesin lakban. Proses selanjutnya adalah proses pengecekan berat produk dalam box menggunakan mesin checkweigher box. Apabila berat box tidak sesuai dengan standar yang ditentukan maka box tersebut akan dipisahkan oleh rejector.

(31)

5. PENGENDALIAN MUTU

(32)

23

Palleting

Penyimpanan (Coldstorage)

Pre-Loading (Ante Room)

Loading

Gambar 4. Alur Produksi yang Dijadikan Fokus Pengendalian Mutu

5.1. Pengendalian Mutu pada Proses Pembekuan dengan IQF

Gambar 5. Alat Individual Quick Freezing (Desrosier, N. W, and J. N. Desrosier, 1978)

(33)

mikroba yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas bahan pangan masuk dalam fase tidak aktif. Jay (2000) menambahkan bahwa ada beberapa hal yang terjadi pada mikroorganisme selama freezing antara lain :

1. terjadi kematian mikroba secara tiba-tiba dengan cepat, tetapi bervariasi untuk setiap spesies mikroorganisme.

2. bagian sel yang berfungsi untuk bertahan hidup secara bertahap rusak.

3. penurunan ini terjadi secara cepat pada suhu freezing point, yaitu sekitar -2oC, dan lebih lambat pada suhu yang lebih rendah lagi.

Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Dengan proses pembekuan

(34)

25

Tabel 3. Temperatur Minimal Pertumbuhan dari Beberapa Foodborne Microbial Species and Strains (Frazier and Westhoff, 1988).

Proses pembekuan produk setelah cooking dilakukan dalam IQF (Individual Quick Freezing) dengan suhu ruangan -400-(-300) C selama ±30 menit untuk mencapai suhu pusat produk -180C. Hal tersebut sesuai dengan teori Fellows (2000) bahwa quick freezing adalah proses pembekuan secara cepat dimana dibutuhkan waktu ±30 menit. Pada suhu -180C dapat menginaktifasi reaksi enzimatis, menghindari aktivitas mikroba dan pembusukan pada produk. Pada kondisi ini sering terjadi kesalahan suhu akhir produk yang tidak sesuai dengan yang ditentukan. Hal itu terjadi karena holding time

(lamanya produk di dalam mesin tersebut) yang terlalu cepat sehingga suhu produk tidak bisa mencapai standart (-18°C), selain itu akan menyebabkan tekstur produk menjadi lembek.

(35)

menggunakan bahan baku berupa amonia. Amonia merupakan gas yang tidak mempunyai warna dan lebih ringan daripada udara. Menurut Jennie & Rahayu (1993) amonia digunakan sebagai bahan baku dalam IQF karena amonia memiliki titik lebur -75oC dan titik didihnya -33,7oC. Sistem pembekuan IQF tertutup dan tidak kontak dengan bahan makanan karena sumber pendingin berada dalam pipa-pipa evaporator. Panjang rel saat memendek 450 m saat memanjang dapat mencapai 650 m. Rel ini berputar ke atas dan nugget berada dalam IQF selama 30 menit.

Dalam hal ini, conveyor pada mesin IQF jangan sampai berhenti karena akan menimbulkan flake ice yang dapat menyebabkan conveyor menjadi susah untuk bergerak. Dalam penerapan seharusnya berdasarkan teori Fellows (2000) bahwa mesin IQF tidak terus-menerus beroperasi, tiap 8 jam sekali mengalami defrost (masa istirahat) yaitu mesin dimatikan selama 30 menit untuk mencairkan blok es yang menempel pada bagian depan evaporator. Setelah proses freezing produk selesai, petugas QC akan selalu melakukan pemeriksaan suhu adonan setelah keluar. Kemudian dilihat apakah sudah sesuai dengan standar atau tidak.Pemeriksaan kualitas mutu pada proses freezing

meliputi pemeriksaan kualitas kondisi IQF yaitu antara lain air temperature, evaporating temperature, rail temperature, holding time, dan suhu pusat produk setelah

IQF. Petugas QC juga melakukan verifikasi terhadap pencapaian suhu pusat produk setelah proses pembekuan pada setiap batch dan didokumentasikan dalam Form

Verifikasi Proses Pengemasan. Jika suhu produk setelah pembekuan tidak tercapai, petugas QC segera memberitahukan kepada petugas produksi untuk dilakukan tindakan perbaikan dengan cara mengecek kondisi IQF atau melakukan pembekuan ulang.

(36)

27

kepada petugas produksi untuk dilakukan tindakan perbaikan dengan cara mengecek kondisi IQF atau melakukan pembekuan ulang.

5.2. Pengendalian Mutu pada Proses Packaging dan Cartoning

Badan Standarisasi Nasional (2002) menjelaskan bahwa pengemasan adalah wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan pada bahan yang dikemas. Biasanya produk yang dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Selain itu, menurut teori Syarief dan Halid (1993) pengemasan bertujuan untuk melindungi bahan pangan (barrier) dari penyebab-penyebab kerusakan baik karena kerusakan fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis sehingga, kemasan diharapkan dapat menjaga kualitas dari produk pangan dan sampai ke tangan konsumen dalam keadaan yang baik dan menarik.

Setelah keluar dari mesin IQF, nugget akan disortir kembali untuk mengantisipasi adanya nugget yang tidak sesuai dengan bentuknya. Setelah disortir, nugget akan dibawa ke mesin penimbang MHW melalui bucket elevator. Pada mesin MHW, produk akan ditransfer ke dalam head. Terdapat sejumlah 16 head pada mesin ini yang bekerja secara bergantian untuk menimbang produk. Jika beratnya sudah sesuai, maka head

(37)

Gambar 6. Alat Multi Head Weigher (Sewoyo, 2006)

Dalam proses sealing sangat dibutuhkan panas agar kemasan yang dihasilkan tertutup dengan rapat. Adapun prosesnya disebut heat sealing. Berdasarkan teori Sampurno (2006) heat sealing merupakan proses menyambung atau menyatukan dua film

termoplastik dengan cara memanaskan area yang saling bersentuhan sampai mencapai suhu di mana terjadi fusi atau penyatuan, biasanya dibantu dengan tekanan.

Gambar 7. Alat Bag Former – Bag Sealer (Sewoyo, 2006)

(38)

29

pengecekan ketepatan penulisan kode produksi dan expired date (sama atau tidaknya yang tertera pada kemasan plastik), serta kondisi karton (sesuai spesifikasi).

Dalam setiap kemasan hendaknya diberi penomoran batch dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap batch produk mentah dan produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan dan menjamin bahwa nomor batch yang sama tidak dipakai secara berulang. Penomoran batch dicatat dalam suatu Form Verifikasi yang mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk, serta expired date yang bersangkutan.

Berikut adalah contoh penulisan kode produksi pada kemasan dan box:

FA 20 3 01 CC 0

Dan berikut adalah contoh penulisan best before pada kemasan dan box:

20 01 2016

Keterangan:

20 = Tanggal produksi 01 = Bulan Produksi 2016 = Tahun Expired

Proses selanjutnya yaitu produk yang sudah dikemas dilewatkan ke metal detector

untuk mengetahui ada tidaknya kontaminasi logam. Pada proses ini merupakan bagian dari CCP (Critical Control Point) dalam proses produksi chicken nugget, karena tidak ada lagi proses berikutnya yang dapat menghilangkan kontaminan. Bahaya yang mungkin terjadi adalah adanya kontaminasi logam dalam produk. Penggunaan alat

metal detector pada bagian produksi further ini yaitu dengan tipe ISD2-3012-WP. Menurut Fellows (2000), prinsip metal detector adalah terdiri dari 2 komponen yaitu

(39)

meliputi kadar air produk, jenis produk (padat atau cair), dan kandungan gula dan garam, serta faktor eksternal yang meliputi vibrasi (getaran rantai/keseimbangan kaki

metal detector), induksi medan magnet (HP atau motor). Dalam pengecekan menggunakan metal detector dapat dilakukan verifikasi dengan 2 tahapan yaitu sebelum produk jalan (hanya menggunakan ketiga spesimen saja) dan setelah produk jalan (menggunakan spesimen dan produk). Verifikasi metal detector menggunakan spesimen logam Fe (besi) = 1,5 mm, Non Fe (aluminium, tembaga, dan kuningan) = 2 mm, dan SUS 316 (stainless steel) = 2,5 mm. Apabila metal detector mendeteksi adanya logam di dalam produk, maka alarm metal detector akan berbunyi dan produk akan dipisahkan oleh rejector ke wadah penampung dan dicari kontaminan yang terdeteksi. Jika ditemukan banyak kontaminan maka segera dicari sumber kontaminan dan segera ditindaklanjuti. Pemilihan spesimen terutama SUS 316 sudah sesuai dengan Mulyaningsih et al., (2012) karena merupakan spesimen yang tetapi kekerasan dan ketahanan korosinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan stainless steel 304.

Perlu juga diadakan pengenalan produk berdasarkan kadar air dalam produk untuk mensetting metal detector secara manual. Adapun kriterianya antara lain :

Dry H = dry high (produk kering dengan kadar air tinggi)

Untuk produk chicken nugget sendiri tergolong dalam wet H. Tabel 4. Rumusan CCP

CCP Bahaya Potensial Tindakan Pencegahan

Pengecekan Kandungan

(40)

31

berbunyi maka dilakukan pengecekan lebih lanjut yaitu terhadap tiap piecesnya produk pada metal detector. Selanjutnya akan dilakukan telusur lebih lanjut tentang sumber kontaminan untuk mencegah agar kontaminasi tidak berlanjut. Setiap kontaminan yang didapatkan harus didokumentasikan sebagai bukti. Namun, apabila terjadi masalah pada alat metal detector dimana secara tiba-tiba alat tersebut tidak bisa digunakan. Petugas

QC harus memberitahukan kepada teknisi agar dapat segera dilakukan tindakan perbaikan dan produk harus dihold hingga metal detector bisa dioperasikan. Sensor adanya logam pada produk adalah dengan buzzer (bunyi alarm yang lama), display lamp (waktu error), dan NG signal (delay operating sekitar 1 detik).

Gambar 8. Alat Metal Detector (North,1972)

Tahapan pengecekan selanjutnya yaitu menggunakan checkweigher bag untuk mengecek kesesuaian berat produk. Apabila berat tidak sesuai dengan standart yaitu apabila underweight atau overweight, maka produk akan dipisahkan oleh rejector. Dan untuk produk yang sesuai dengan standart akan terkumpul dalam rotary table. Verifikasi checkweigher dilakukan dengan melakukan span adjustment (batu timbang). Untuk checkweigher bag menggunakan span dengan berat 1 kg. Apabila produk sudah direject dapat ditimbang secara manual, jika masih dalam batas toleransi tersebut maka masih dapat dilakukan untuk proses selanjutnya. Namun apabila kurang atau melebihi batas standar maka produk yang sudah dikemas dirework kembali dan jika terjadi beberapa kemasan berisi produk yang memiliki berat kurang ataupun melebihi batas standar maka dilakukan pengecekan terhadap alat MHW. Dalam hal ini, petugas QC

(41)

pengambilan sampel pada tiap batch berupa lab sample dan retain sample.Lab sample

digunakan untuk pengecekan kimia dan mikrobiologi, dan retain sample yang akan digunakan sebagai acuan produk jika ada complain customer.

Gambar 9. Alat Checkweigher Bag (Sewoyo, 2006)

Proses berikutnya adalah cartoning yang dilakukan secara manual sesuai spesifikasi tiap jenis produk. Produk chicken nugget yang sudah dikemas plastik selanjutnya melalui tahapan cartoning yaitu memasukkan produk finish good ke dalam karton.Selanjutnya

box akan mengalami proses sealing di tape auto sealer dan dilewatkan checkweigher box. Apabila ada produk yang underweight atau overweight, maka box akan dicek kembali. Verifikasi checkweigher box dilakukan dengan menggunakan span (batu timbang) ukuran 10 kg sebanyak 2 buah. Pengendalian mutu pada proses cartoning

meliputi ketepatan penulisan kode produksi baik di kemasan plastik maupun di karton (benar, jelas dan mudah dibaca), karton tidak robek, karton tidak basah, lakban yang benar-benar lengket, tertutup rapat, isi di dalam karton sesuai dengan standar. Petugas

(42)

33

Gambar 10. Alat Sealer Box (Sewoyo, 2006)

Gambar 11. Alat Checkweigher Box (Sewoyo, 2006)

5.2.1. Pengendalian Mutu pada Jenis Kemasan

Produk chicken nugget yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand pengemasan dengan kemasan primer dan sekunder. Untuk jenis kemasan primer yaitu menggunakan

polyroll dengan 2 tipe bahan yang berbeda yaitu dengan nilon 15 (bagian yang diprint

kode produksi) dan plastik LLDPE 60 (bagian yang diseal) dimana kedua bahan tersebut disatukan dengan laminasi (dilem). Berdasarkan Sampurno (2006) dalam proses cetak atau printing diperlukan material dengan sifat - sifat yaitu mudah menyerap tinta, permukaan cukup halus dan rata, serta tahan terhadap perlakuan pada mesin cetak. Pada bagian polyroll terdapat eyemark dimana posisi eyemark harus sama lebar antara bagian kanan dan kiri, karena jika tidak dapat menyebabkan pemotongan meleset.

(43)

untuk jenis plastik LLDPE (Linier- Low Density Polyethylene) 60 berdasarkan teori dari Fellows (2000), dimana plastik jenis ini memiliki daya seal yang baik untuk melaminasi film lainnya, dan tahan uap air. Kemudian untuk memperoleh sifat kemasan yang mempunyai permeabilitas rendah terhadap gas dan uap air, nilon dapat dilapisi dengan LLDPE yang memiliki sifat kedap air dan uap air. Jenis pengemas ini telah banyak digunakan di industri pangan. Dalam proses pengemasan ada beberapa masalah yang sering terjadi pada polyrol yang dihold QC yaitu dikarenakan polyroll kasar atau terlalu tebal, delaminasi, adanya bercak noda, luntur, bergaris, core bengkok, dan tulisan samar.

Untuk jenis kemasan sekunder menggunakan karton atau corrugated box dengan jenis

double wall dimana jenis ini terdiri dari 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute) yang mana karton ini memang tepat dan sesuai untuk pengiriman jarak jauh. Penggunaan karton double wall didukung oleh Fellows (2000) mengatakan bahwa karton atau corrugated box terdiri dari dua macam corrugated sheet, yaitu kertas kraft (kraft liner) untuk lapisan luar dan dalam dan kertas medium untuk bagian tengah yang bergelombang. Adapun beberapa macam jenis corrugated sheet, antara lain :

- Single wall = satu lapis dengan ketebalan ± 3 mm (B/Flute) dan 4 mm (C/Flute) - Double wall = 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute)

- Triple wall = 3 lapis

Penggunaan jenis corrugated box yang dipakai sangat ditentukan oleh beberapa faktor utama yaitu meliputi berat bahan, sifat bahan (self stacking atau tidak), fragile atau tidak, dan menggunakan inner karton atau tidak. Untuk kemasan karton sendiri akan diseal menggunakan tape auto sealer yang ada dibagian cartoning. Lakban yang digunakan adalah OPP packaging tape dengan adanya print bertuliskan CP Food.

(44)

35

Gambar 1. Polyroll (Syarief dan Halid, 1993)

Gambar 13. Corrugated Box Double Wall (Syarief dan Halid, 1993)

5.3. Pelaksanaan dan Pengawasan Pengendalian Mutu oleh Quality Control

Pengendalian mutu merupakan salah satu fungsi manajemen dalam memelihara kualitas dari produk sebagai dasar kebijakan perusahaan. Manajemen quality control pada proses produksi chicken nugget meliputi quality standar, operation standar, dan control process. Quality standar merupakan standar kualitas yang ditentukan oleh perusahaan terhadap produk chicken nugget yang digunakan sebagai pedoman bagi setiap spesifikasi produk. Operation standar merupakan langkah – langkah yang digunakan untuk menetapkan produk di dalam suatu proses desain, sedangkan control process

berhubungan dengan pengecekan pada tahapan proses produksi pada waktu tertentu dan menggunakan cara serta peralatan yang telah ditetapkan.

(45)

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Nugget dibekukan dengan menggunakan IQF (Individual Quick Freezing) dengan suhu ruangan dari IQF adalah -40°C selama 30 menit untuk menghasilkan suhu akhir produk menjadi minimal -18°C agar tekstur produk tidak lembek dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

• Fungsi dari pengemasan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab kerusakan baik karena kerusakan fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis yang menggunakan polyroll terdiri atas Nilon 15 (bagian yang di-print) dan LLDPE 60 (bagian yang di-seal), serta karton box double wall board sebagai pengemas sekunder.

• Proses pengecekan menggunakan metal detector merupakan bagian CCP (Critical Control Point).

• Pengendalian mutu yang dilakukan PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga pada proses freezing meliputi pemeriksaan kondisi IQF (air temperature, evaporating temperature, rail temperature, holding time) dan suhu pusat produk setelah IQF.

• Pengendalian mutu yang dilakukan PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga dalam proses packaging adalah pengecekan kelengkapan

label pada kemasan, pengecekan berat, dan pengecekan logam.

• Pengendalian mutu yang dilakukan PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga pada proses cartoning adalah pengecekan kelengkapan kemasan karton dan pengecekan berat.

6.2. Saran

• Perlu adanya evaluasi supplier untuk menjaga kualitas bahan pengemas yang digunakan.

• Mengevaluasi proses penanganan produk setelah keluar dari IQF, apakah dapat menimbulkan kontaminasi atau tidak pada produk.

• Perlu ditingkatkan pengecekan wiremesh fryer secara berkala untuk meminimalisasi kontaminasi potongan wiremesh dalam produk

(46)

7. DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E. D et al. (2001). Principles of Meat Science. 4th Ed. Kendall/Hunt Publishing Co., USA.

Badan Standarisasi Nasional. (2002). SNI. 01-6683. Nugget Ayam. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Desrosier, N. W, and J. N. Desrosier. (1978). The Technology of Food Preservation. AVI Publishing Co. Inc., Westoirt, Connecticut.

Fellows, P. (2000). Food Processing Technology Principles and Practice, Second Edition. Woodhead Publishing Limited. England.

Frazier, William C & Westhoff, Dennis. 1988. Food Microbiology. McGraw-Hill Compenies. English.

Hubeis, M. (1999). Sistem Jaminan Mutu Pangan. Kerjasama Pusat Studi Pangan Pangan & Gizi ± IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.

Jay, J. M. (2000). Modern food microbiology . 6th Ed. Asphen publishers, Inc. Gaithersburg.

Ketaren, S. (1986).Minyak dan Lemak Pangan.Universitas Indonesia perss. Jakarta. Lukman et al. (2009). Higiene Pangan. Bogor: FKH IPB.

Marliyati, S. A., A. Sulaeman dan F. Anwar. (1992). Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga.Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

North, M. O. (1972). Commercial Chicken Production Manual. 3rd Ed. AVI Publishing.Connecticut.

Owens, C. M. (2001). Coated poultryproducts. Didalam : Sam, A. R. Poultry meat processing. CRC Press. London.

Sampurno R. B. (2006). Aplikasi Polimer Dalam Industri Kemasan. Jurnal Sains Materi Indonesia Indonesian Journal of Mku (terials Science. ISSN : 1411-1098.

(47)

Saputro, J.E. (2005). Penerapan sistem hazard analisis critical control point HACCP pada produksi chicken nugget di PT. Japfa santori ind., tangerang. Laporan magang. Program studi supervisor jaminan mutu pangan. Departemen ITP. Fateta – ipb. Bogor.

Sewoyo H, (2006). Pengembangan Produk Chicken Nugget Vegetable Berbahan Dasar Daging Sbb (Skinless Boneless Breast) Dengan Penambahan Flakes Wortel Di PT. Charoen Pokphand Indonesia Chicken Processing Unit. Cikande-Serang Suderman, D. R. Dan F. E. Cunninghan. (1983). Batter and Breading Technology. AVI

Publishing Company. Connecticut.

Syarief et al. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. MSP, Jakarta Syarief, R. dan H. Halid. (1993). Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta. USDA. 2010. Standard for Frankfurters and Similar Cooked Sausage. Fed. Reg. 53

(50) 8425-8428.

(48)

8. LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Presensi Kerja Praktek

Tanggal Waktu Kegiatan

5 Januari 2015 08.00 - Orientasi, kelengkapan data pendukung laporan

6 Januari 2015 08.30 – 16.00 Pengenalan QC, produksi 7 Januari 2015 08.00 – 16.00 Produksi nugget (all)

8 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (all)

9 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (all)

10 Januari 2015 07.00 – 12.00 Cleaning

12 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (pembekuan IQF) 13 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (pembekuan IQF) 14 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (pengemasan plastik) 15 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (pengemasan plastik) 16 Januari 2015 - - (ijin)

17 Januari 2015 - - (ijin)

19 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi dan cartooning

20 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (metal detector) 21 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (metal detector) 22 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi nugget (checkweigher) 23 Januari 2015 07.00 – 15.00 Produksi dan QC cut up

24 Januari 2015 07.00 – 12.00 Produksi nugget (printing plastik dan box) 26 Januari 2015 07.00 – 15.00 QC Warehouse dan QC batter

27 Januari 2015 22.00 – 05.00 QC evisceration dan QC cut up

28 Januari 2015 10.00 – 16.00 QC lab

29 Januari 2015 14.00 – 16.00 Presentasi

Gambar

Tabel 3. Temperatur Minimal Pertumbuhan dari Beberapa Foodborne Microbia
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit
Tabel 1. Pengaturan Jam Kerja Karyawan PT Charoen Pokphand Indonesia – Food
Tabel 2. Jenis Produk Nugget yang Dihasilkan oleh Departement Further di PT
+7

Referensi

Dokumen terkait

SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DAN CAIR PADA PABRIK FOOD DIVISION PT.CHAROEN POKPHAND INDONESIA KAWASAN.. INDUSTRI MEDAN (KIM) MABAR, KECAMATAN MEDAN DELI SUMATERA UTARA

Charoen Pokphand Indonesia – Food Division dari setiap Supplier telah diproyeksikan dengan jelas bahwa pemesanan kebutuhan sesuai dengan perhitungan order quantity untuk

PT.Charoen Pokphand Indonesia (Food Division) mengeluarkan kebijakan mutu yang merupakan kebijakan perusahaan yaitu senantiasa menghasilkan produk yang bermutu

Proses stuffing menjadi sangat penting karena apabila tidak terulir dengan sempurna (uliran mudah lepas) maka saat proses pemasakan uliran dapat lepas dikarenakan berat

Charoen Pokphand Indonesia – Food Division dalam hal pendistribusian produk kepada setiap customer dimana perusahaan menetapkan urutan perjalanan pada setiap tur

Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Medan menerima bahan baku tepung untuk pembuatan sosis dari 4 supplier utama yaitu dari Thailand, Vietnam, Malaysia dan

PABRIK FOOD DIVISION PT.CHAROEN POKPHAND INDONESIA KAWASAN INDUSTRI MEDAN (KIM) MABAR, KECAMATAN MEDAN DELI SUMATERA UTARA TAHUN 2014 ”.. Skripsi ini merupakan

Charoen Pokphand Indonesia Unit Mojokerto yang bergerak dibidang industri pembuatan dan penjualan produk olahan daging ayam yang pemasarannya disebagian kota besar