BAB 2. TINJAUAN UMUM
2.15 Pengendalian Persediaan Apotek
Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaan hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Parameter – parameter dalam pengendalian persediaan adalah konsumsi rata-rata, lead time,
safety stock, persediaan minimum, persediaan maksimum, dan perputaran
a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick, 1997).
b. Lead Time (Waktu Tunggu)
Lead time merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari
pemesanan sampai dengan penerimaan barang dari suplier yang telah ditentukan.
Lead time ini berbeda-beda untuk setiap suplier. Faktor-faktor yang dapat
berpengaruh pada lead time adalah jarak antara suplier dengan apotek, jumlah pesanan, dan kondisi suplier (Quick, 1997).
c. Safety stock (Persediaan Pengaman)
Safety stock merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan
selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit) (Quick, 1997).
Safety stock dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997):
SS = LT x CA Keterangan : SS= Safety stock LT = Lead Time CA = konsumsi rata-rata d. Persediaan minimum
Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka pemesanan harus langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong (Quick, 1997).
e. Persediaan maksimum
Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Jika jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan kerugian (Quick, 1997). Rumus perhitungan persediaan maksimum adalah (Quick, 1997):
Smax = Smin + (PP x CA) Keterangan :
Smax = Persediaan maksimum Smin = Persediaan minimum PP = Periode pengadaan CA = Konsumsi rata-rata
f. Perputaran persediaan
Perputaran persediaan menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving (Quick, 1997).
Perputaran persediaan dihitung dengan cara :
Perputaran persediaan = So+P-Sn Sr
Keterangan :
So = Persediaan awal Sr = Persediaan rata-rata P = Jumlah pembelian
g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity / Economic Lot Size)
Di apotek, jumlah persediaan yang harus ada adalah persediaan untuk jangka waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola kebutuhan. Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal, dan sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan berkaitan dengan biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya pemeliharaan (Quick, 1997). Merancang jumlah persediaan dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah pesanan yang ekonomis atau dikenal dengan rumus Economic Order
Quality (EOQ) (Quick, 1997) :
EOQ =
Keterangan :
R = Jumlah kebutuhan dalam setahun P = Harga barang / unit
S = Biaya memesan tiap kali pemesanan I = % Harga persediaan rata-rata
h. ReOrder Point (ROP / Titik pemesanan)
Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu, dimana persediaan di atas persediaan pengaman (safety stock) sama dengan nol atau saat mencapai nilai persediaan minimum. Pada keadaan khusus (mendesak), dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antar apotek dan
Rumus perhitungan ROP adalah (Quick, 1997) : ROP = SS + LT Keterangan :
ROP = Recoder point SS = Safety stock LT = Lead time
Gambar 2.5 Diagram Model Pengendalian Persediaan (Quick, 1997)
2.15.2 Penentuan Prioritas Pengadaan
Dalam melakukan pengadaan dibutuhkan penentuan prioritas barang yang akan dipesan. Pemilihan prioritas pengadaan dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997):
a. Analisa VEN (Vital, Esensial, Non-esensial)
Metode ini mengelompokan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan.
1) V (Vital)
Obat yang tergolong dalam kategori vital adalah obat untuk menyelamatkan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan.
2) E (Esensial)
Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving. 3) N (Non-esensial)
Kategori non-esensial untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyakit terbanyak, contohnya suplemen vitamin.
b. Analisa Pareto (ABC)
Analisa pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah: 1) Kelas A
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 20% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap biaya pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif (Seto, Yunita&Lily, 2004).
2) Kelas B
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20 % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30 % dari seluruh item (Seto, Yunita&Lily, 2004).
3) Kelas C
Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item (Seto, Yunita&Lily, 2004).
Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara :
1) Menghitung total investasi tiap jenis obat.
2) Pengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil.
3) Syarat pengelompokan adalah sebagai berikut:
Kelompok A dengan nilai investasi 70% dari total investasi obat keseluruhan;
Kelompok B dengan nilai investasi 20% dari total investasi obat keseluruhan;
Kelompok C dengan nilai investasi 10% dari total investasi obat keseluruhan.
c. Analisa VEN-ABC
Metode analisa ini mengkombinasi kedua metode sebelumnya. Dalam metode ini pengelompokan barang berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Analisa VEN-ABC menggabungkan analisa pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisa menjadi lebih tajam (Quick, 1997). Matriks dapat dibuat sebagai berikut :
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC
Matriks tersebut dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus tersedia. Tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non-esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan (Quick, 1997).