• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

a. Ketersediaan thermometer pada lemari pendingin diperlukan untuk memonitor suhu lemari pendingin, sehingga stabilitas suhu sediaan termolabil dapat terjaga. b. Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, diperlukan edukasi kepada

petugas peracikan akan pentingnya menjaga kesehatan selama dalam waktu bekerja misalnya selama proses peracikan hendaknya petugas menggunakan masker.

c. Untuk meningkatkan kebersihan pada ruang peracikan dan mencegah kemungkinan interaksi obat akan lebih baik bila blender dibersihkan dengan air terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan alkohol atau hair dryer. Untuk menangani hal tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan tambahan blender dan hair dryer, yang dapat digunakan sebagai pengganti blender yang baru saja dicuci.

d. Untuk meningkatkan kenyamanan dan kepuasan pelanggan serta menjaga privasi pasien saat konseling, sebaiknya ruang konseling dibuat terpisah.

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek (SK NOMOR

1027/MENKES/SK/IX/2004). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.922/MenKes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan

Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat

Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan

Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas PP No.26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas PP No.26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Undang Undang Nomor 5 Tahun

1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No.39 Tahun

2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2010). Buku Pedoman Pengelolaan

Narkotika dan Psikotropika di Apotek. Jawa Timur: Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Timur.

Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika

dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF Regional I, II dan III Tahun 2010. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 4 Maret 2012. http://binfar.depkes.go.id/index.php/berita/view/178

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution,

and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed. Revised and Expanded. Kumarian Press.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press.

59

59

Lampiran 3. Contoh Formulir APT-3 (Lanjutan)

Lampiran 8. Struktur Organisasi PT Kimia Farma Apotek

Direktur Utama

Direktorat Operasional dan Pengembangan Direktorat SDM dan Keuangan Pengembangan Pelayanan dan Logistik Pengembangan pasar

Unit Bisnis Evaluasi

Operasional Keuangan dan Akuntansi Binabang SDM & Umum 75

Lampiran 9. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma 50 Admin AA Kasir Juru Resep Kebersi han APA/Pimpinan Apotek

Layanan Famasi Swalayan Farmasi

Kasir Petugas

Swalayan/HV

Lampiran 13. Formulir Layanan Informasi Obat untuk Pasien dengan Resep Dokter

Lampiran 14. Formulir Layanan Informasi Obat Untuk Pasien Swamedikasi

Lampiran 15. Formulir Informasi Pasien Tentang Apoteker

Lampiran 18. Laporan Penggunaan Narkotika

Rekapitulasi Laporan Narkotika Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor

Kab/Kota: Bogor Propinsi: Jawa Barat

Bulan: Tahun : No Nama Barang Sediaan Satuan Saldo Awal

Pemasukan Penggunaan Saldo Akhir Dari Jumlah Untuk Jumlah

Lampiran 19. Laporan Penggunaan Psikotropika

Rekapitulasi Laporan Psikotropika Apotek Kimia Farma No. 50 Bogor Kab/Kota: Bogor Propinsi: Jawa Barat

Bulan: Tahun : No Nama Barang Sediaan Satuan Saldo Awal

Pemasukan Penggunaan Saldo Akhir Dari Jumlah Untuk Jumlah

ANALISA 5 (LIMA) RESEP PENGOBATAN TUBERKULOSIS

PADA PASIEN ANAK DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50

BOGOR

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ANNISA RAHMA HENDARSULA, S. Farm

1106046692

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

ii

HALAMAN JUDUL... ... i DAFTAR ISI... ... ii DAFTAR GAMBAR... ... iii DAFTAR TABEL... ... iv DAFTAR LAMPIRAN... ... v BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Patogenesis TB ... 3 2.2 Diagnosis ... 8 2.3 Penatalaksanaan ... 12

BAB 3. PEMBAHASAN ... 14

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32 5.2 Saran ... 32

DAFTAR ACUAN ... 33

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan patogenesis tuberkulosis... ... 7

Gambar 2.2 Alur diagnosis dan tatalaksana TB anak di puskesmas.. ... 11

Gambar 3.3 Resep 1... ... 15 Gambar 3.4 Resep 2... ... 17 Gambar 3.5 Resep 3... ... 17 Gambar 3.6 Resep 4... ... 18 Gambar 3.7 Resep 5... ... 18

iv

Tabel 2.1 Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB...10 Tabel 2.2 Obat anti tuberkulosis yang biasa dipakai ...13

v

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) terutama TB paru merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian baik di negara berkembang maupun di negara maju. Terdapat 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat. Berdasarkan data WHO terbaru terdapat setengah juta anak-anak di dunia terkena TB setiap tahunnya dan lebih kurang 70.000 anak-anak meninggal karena TB setiap tahunnya. Sekitar 70-80% anak-anak terkena TB paru. Diperkirakan terdapat 10 juta yatim piatu di dunia dikarenakan orang tua yang meninggal karena TB di tahun 2010 (World

Health Organization, 2012). Menurut WHO Indonesia menduduki peringkat

ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India(2,1 juta kasus) dan Cina(1,1 juta kasus). Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia dibawah 15 tahun (Kelompok Kerja TB Anak , 2008).

Tuberkulosis (TB) anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa yaitu masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV. Berbeda dengan TB dewas, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologi mikroorganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto rontgen paru yang masih kurang , diagnosis TB anak menjadi lebih sulit (Kelompok Kerja TB Anak , 2008).

Kesulitan mendiagnosis pada TB anak sering menyebabkan overdiagnosis yang diikuti overtreatment atau underdiagnosis diikuti dengan undertreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa

dengan sputum basil tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa akibatnya penanganan TB kurang diperhatikan.

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu diagnosis yang tidak tepat, pengobatan yang tidak adekuat, program penaggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, infeksi endemik HIV, meningkatnya kemiskinan, dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai (Kelompok Kerja TB Anak , 2008). Tugas khusus analisa resep pada pasien TB anak dan bayi merupakan salah satu peran apoteker untuk menurunkan jumlah kasus TB pada anak. Dengan menganalisa resep tersebut seorang apoteker dapat membantu pasien untuk mendapatkan obat yang sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan dan sesuai dengan kondisi fisik pasien, dapat memantau kepatuhan pasien meminum obat TB dikarenakan obat ini diminum untuk jangka waktu yang lama, memberikan informasi dan edukasi pasien mengenai penyakit TB dan penggunaan obatnya.

1.2 Tujuan

Analisa resep yang dilakukan bertujuan untuk: 1. Menganilisa kelengkapan resep

2. Melihat kesesuaian dosis obat yang diresepkan 3. Melihat interaksi obat yang diresepkan

4. Mengetahui fase pengobatan pasien tuberkulosis pada anak-anak

5. Mengetahui peran apoteker yang dapat dilakukan dalam pengobatan terapi tuberkulosis pada anak

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia , 2007)

2.1 Patogenesis TB (Kelompok Kerja TB Anak , 2008)

Paru-paru merupakan organ yang sering mengalami infeksi TB, lebih dari 98% kasus infeksi TB terdapat di paru-paru. Ukuran kuman TB dalam percikan dahak (droplet nuclei)yang sangat kecil (< 5 mikron), akan mudah terhirup dan mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diataasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Pada kondisi tertentu makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag terus menerus berkembang-biak sehingga pada akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB akan membentuk koloni di tempat tersebut. Tempat pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.

Tahap selanjutnya setelah fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional,yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini

berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang repon imunitas seluler.

Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positifterhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Selama kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetaphidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer juga dapat mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus diparu atau di kelenjar limfe regionsl. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis lokal. Jika terjadi nekrosis perkijauan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena rekasi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis.

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan penumotitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kkelenjar limfe regionalmembentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjasi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenis spread). Melaalui cara ini, kumat TB menyebar secara sporadikdan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru-paru, terutama apeks paru atau lobus atas pasru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.

D dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apeks paru disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahunkemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenis spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut,yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu

2-6 bulan setelahterjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya enyebaran.tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dai acute generilizedhematogenic

spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui

cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir pdsi-padian ataujeawut (mille sead). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted

hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus menyebar ke

saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe initidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenicspread. Hal ini dapat erjadi secara berulang.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Terdapat tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial yaitu lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional, dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama sekitar 3-9 bulan. Terjadinta TB paru krinik sangat bervariasi, bergantung pada usis terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30 anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10 anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian, TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.

Gambar 2.1. Bagan patogenesis tuberkulosis Keterangan :

1* Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenis spread) dapat juga secara akut danmenyeluruh. Kuman TB kemudian

membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2* Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan

limfadenitis regional (3).

3* TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.

4* Sakit TB pada keadan ini disebut TB pasca primer karena mekanismenya bisa

melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) biasanya pada orang dewasa, TB dewasa juga dapat karena infeksi baru.

2.2 Diagnosis (Kelompok Kerja TB Anak , 2008)

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu setidaknya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya mengambil spesimen (sputum). Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam 1 ml dahak.

Kesulitan kedua, pengambilan spesimen atau sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman. Cara ini tidak menyenangkan bagi pasien. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml.

Berbagai alasan diatas menyebabkan diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya sering kali tidak spesifik. Kadang-kadang, TB anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjangseperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium, dan foto rontgen dada.

Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB.

2.2.1 Sistem skoring TB anak

Sulitnya mendiagnosis TB pada anak karena gejalanya yang tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penganggulan TB anak oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini dibuat untuk memudahkan penanganan TB anak secara luas, terutama di daerah perifer atau padafasilitas kesehatan yang kurang memadai. Unit kerja koordinasi respirologi PP IDAI telah membuat pedoman nasional tuberkulosis anak yang diadopsi oleh Departemen Kesehatan menjadi program pemberantasan TB Nasional. Nmaun, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kekurangan sehingga memerlukan revisi. Revisi yang diajukan menggunakan sistem skor yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai yang dapat dilihat pada tabel 1.

Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif. Uji tuberkulin ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai uji tapis dan menunjang diagnosis. Demikian pula adanya kontak dengan penderita TB dewasa dengan BTA positif. Adanya kontak dengan BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkanpenelitian akan menularkan sekitar65% orang disekitarnya.

Penurunan berat badan merupakan gejala umun yang sering dijumpai pada TB anak. Umumnya, penderita TB anak mempunyai berat badan di bawah garis merah atau bahkan gizi buruk. Dengan alasan tersebut, kriteria penurunan berat badan menjadi penting. Yang dimaksud penurunan berat badan dalam hal ini adalah apabila terjadi penurunan dalam dua bulan berturut-turut.

Tabel 2.1. Sistem skoring gejala dan pemeriksaan penunjang TB

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas Laporan

keluarga,BTA (-), tidak tahu atau tidak jelas.

BTA (-)

Uji tuberkulin Negatif Positif (≥10 mm

atau ≤ 5 mm pada keadaan imunosuresi) Berat badan/ keadaan gizi

Dokumen terkait