• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur karantina sangat mutlak diperlukan dalam kegiatan ekspor-impor komoditas pertanian karena hal ini merupakan aturan perdagangan untuk menghambat penyebarluasan hama dan penyakit pascapanen. Perlakukan karantina bertujuan untuk mematikan semua fase serangga, mulai dari telur sampai serangga dewasa yang mengkin ada dalam komoditas pertanian. Berdasarkan media yang digunakan untuk mengendalikan investasi serangga, khususnya lalat buah, perlakuan karantina dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu: perlakuan kimia menggunakan fumigan seperti insektisida, perlakuan fisik seperti penggunaan temperatur, baik temperatur tinggi maupun temperatur rendah, dan kombinasi antara perlakuan kimia dan fisik.

Metode-metote tersebut dapat diaplikasikan dalam mengendalikan berbagai jenis hama komoditas pertanian berdasarkan standar dan aturan dari

setiap negara yang menggunakannya. Metode-metode yang selama ini digunakan diantaranya fumigasi, iradiasi, perlakuan dingin (cold treatment), perlakuan panas (heat treatment) termasuk di dalamnya perlakuan Vapor Heat Treatment (VHT).

2.5.1 Fumigasi

Teknologi fumigasi telah diaplikasikan secara luas oleh berbagai negara. Fumigan yang sering digunakan diantaranya metil bromida, aluminium pospin, hidrogen sianida, karbondioksida dan lain sebagainya. Fumigasi dilakukan pada ruang tertutup dengan dosis dan aturan tertentu, komoditas di tempatkan dalam ruang tertutup tersebut. Keunggulan fumigasi dalam mengendalikan hama pasca panen adalah dapat diaplikasikan dalam komoditas yang jumlahnya besar pada waktu yang bersamaan sehingga dapat menghemat waktu.

Metil bromida adalah salah satu fumigan yang sudah umum dipergunakan, karena dapat mengendalikan berbagai serangga secara efektif, tidak mudah meledak dan relatif aman digunakan serta dapat diaplikasikan pada suhu yang rendah. Namun metil bromida terbukti dapat merusak lapisan ozon dan residu yang ditinggalkan pada komoditas pertanian yang difumigasi disinyalir berbahaya bagi kesehatan manusia.

Aluminium pospin umumnya digunakan untuk memfumigasi serangga di ruang penyimpan biji-bijian. Bentuk aluminium pospin ini berupa tablet atau tepung. Sementara hidrogen sianida adalah gas fumigan yang biasa digunakan pada komoditas perishable seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga potong. Sedangkan gas karbondioksida yang digunakan sebagai fumigan tidak meningalkan residu pada komoditas yang difumigasi dan cukup efektif untuk mengendalikan beberapa hama pada gudang penyimpan biji-bijian dengan waktu aplikasi yang tidak terlalu lama. Namun dilaporkan bahwa fumigan karbondioksida ini tidak dapat mengendalikan pupa serangga yang ada pada beras secara efektif.

2.5.2 Iradiasi

Iradiasi dosis rendah dapat mengendalikan cendawan dan memperlambat pematangan buah-buahan sehingga dapat memperlambat umur simpan komoditas tersebut. Pematangan pisang, pepaya dan mangga dapat ditunda dengan

13

mengiradiasi dengan 0.25-1 kGy. Stroberi yang biasanya diserang oleh cendawan jenis Botritis dapat diperpanjang umur simpannya selama 14 hari dengan meradiasinya dengan 2-3 kGy dan kemudian disimpan pada suhu 100C. Selain itu iradiasi 0.15-0.3 kGy pada jeruk, pepaya dan mangga dapat mengontrol serangan lalat buah.

Penerapan iradiasi hingga 1 kGy (100 krad) pada buah-buahan dan sayuran pada awalnya diijinkan, dimana tujuannya adalah untuk memperpanjang umur simpan dan memperlambat proses pembusukan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa dosis 0.75 kGy dapat mensterilkan serangga dan dosis yang lebih besar dari 1 kGy mengendalikan pembusukan, namun pada penggunaan dosis 0.80 kGy pada buah-buahan akan menurunkan kualitasnya. Selain itu proses iradiasi dikhawatirkan akan menyebabkan mutagen pada komoditas yang diiradiasi sehingga membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Oleh karena itu iradiasi hanya diijinkan di beberapa negara tertentu.

Perlakuan iradiasi menyebabkan ionisasi, sementara ionisasi menyebabkan perubahan kimia pada komponen dinding sel seperti selulosa, hemi selulosa dan pektin sehingga dinding sel menjadi lunak karena kehilangan kalsium. Hal ini umumnya terjadi pada perlakuan iradiasi 6 kGy atau lebih, bahkan pada level yang lebih tinggi kehilangan kalsium mencapai 80% atau lebih. Akibat kehilangan kalsium ini, buah menjadi bermasalah ketika dalam proses transportasi karena daging buah menjadi cepat sekali lunak. Komoditas pertanian yang mengalami proses iradiasi sensitif terhadap suhu dingin, sehingga mudah terjadi chiling injury, seperti pada buah pisang, jeruk, lemon dan tomat. Karel (2007) menambahkan bahwa pengaruh iradiasi yang tidak diinginkan diantaranya menurunnya citarasa, rusaknya tekstur dan penampilan fisik bahan makanan.

2.5.3 Perlakuan Dingin

Perlakuan dingin pada dasarnya diaplikasikan ketika dilakukan penyimpanan dengan temperatur yang rendah untuk mengendalikan serangga. Perlakuan dingin ini sudah lama diaplikasikan dalam mengendalikan hama lalat buah. Keunggulan metode ini adalah dapat diselaraskan dengan peyimpanan, dan metode ini menyebabkan kerusakan atau penurunan mutu buah yang lebih rendah

dibandingkan dengan metode heat treatment. Selain itu, metode ini prosedurnya lebih mudah dan lebih sederhana dalam pengontrolannya. Penyimpanan dingin biasanya dilakukan pada suhu 100C sampai -20 C. Penyimpanan dibawah suhu - 180 C dikenal dengan penyimpanan beku, sementara penyimpanan pada suhu di atas 100 C disebut penyimpanan biasa.

Perlakuan dingin sebagai metode disinfektan pada komoditas pertanian harus menyesuaikan dengan toleransi komoditas pertanian tersebut terhadap temperatur rendah agar komoditas tersebut tidak beku, perlu diketahui bahwa titik beku untuk buah-buahan sekitar -10C sampai -20C sementara untuk sayuran -0.50 C sampai -10 C. Aplikasi perlakukan dingan untuk mengendalikan serangan serangga biasanya menggunakan suhu 00 C. Perlakuan dingin (cold treatment) tidak dapat diterapkan pada keseluruhan sayuran dan buah-buahan, misalnya buah mangga. Perlakuan dingin tidak dapat diterapkan pada buah mangga karena buah mangga tidak toleran terhadap temperatur yang rendah, sementara proses cold tratment menggunakan suhu yang rendah.

2.5.4 Perlakuan Panas

Penggunaan metode perlakuan panas (heat treatment) sebagai salah salah satu metode karantina mengalami peningkatan setalah adanya pelarangan penggunaan senyawa kimia sebagai fumigan. Perlakuan panas pada komoditas pertanian dimaksudkan untuk membunuh serangga, khususnya lalat buah dan cendawan antraknosa tanpa menyebabkan kerusakan komoditas tersebut. Perlakuan panas dalam mengendalikan serangga telah diaplikasikan pada buah mangga, seperti di Filipina dan Thailand.

Metode perlakuan panas dalam mengendalikan hama pascapanen meliputi perlakuan air panas (hot water treatment), perlaluan uap panas (vapor heat treatment), dan perlakuan udara panas (hot air treatment). Proses perlakuan panas ini dilakukan dengan memanaskan buah pada suhu tertentu selam periode waktu tertentu yang bertujuan untuk membunuh lalat buah atau mengendalikan hama lain seperti antraknosa tanpa merusak buah. Marlina (2007) melaporkan bahwa mortalitas lalat buah spesies Bactrosera dorsalis mencapai 100% pada perlakuan

15

panas dengan temperatur di atas 430 C selama 30 menit dan mortalitas yang sama pada perlakuan panas pada suhu 460 C selama minimal 10 menit.

Sementara Shellie (2000) menyatakan bahwa tekanan uap air atmosfer defisit pada tingkat O2 dan CO2 tertentu dapat mempercepat proses disinfeksi berdasarkan perlakuan panas, bahkan Jacobi (2001) telah menggunakan heat treatment untuk disinfektan buah mangga. Fahmi (2004) melaporkan bahwa waktu pendugaan perlakuan panas pada apel manalagi adalah 94 menit pada hot water treatment (HWT) dan 120 menit pada vapor heat treatment (VHT) dengan suhu 46 0C mencapai pusat buah dan hasil perhitungan dengan model metode Ball didapat 54 menit pada HWT dan 115 menit pada VHT. Sedangkan hasil pengukuran didapat 52 menit pada HWT dan 110 menit pada VHT. Sementara Marsudi (2005) melaporkan bahwa secara keseluruhan, unit HVT efektif digunakan untuk disinfeksi hama penyakit pascapanen buah apel, ditunjukkan dengan tercapainya kondisi optimal perlakuan ini, yakni suhu media dalam ruang bahan ± 48 0C dengan RH ≥ 90% dan efektifitas penurunan populasi cendawan yang mencapai 95.8 – 100%. Larasati (2003) melaporkan bahwa penerapan hot water treatment (HWT) berpengaruh nyata terhadap penurunan populasi cendawan, total asam (HWT 20 dan 30 menit), total padatan terlarut, vitamin C dan kekerasan.

Perlakuan panas sebagai salah satu teknologi karantina cukup efektif untuk mengatasi masalah hama penyakit pascapanen. Tetapi penggunaan suhu yang tinggi dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan penurunan mutu komoditas pertanian yang mengalami perlakuan panas. Pengaruh perlakuan panas terhadap suatu produk berbeda-beda tergantung pada kultivar, ukuran, bentuk, kematangan dan metode yang digunakan. Oleh karena itu faktor suhu dan lama pelakuan sangat menetukan agar tujuan untuk mebunuh lalat buah pada berbagai stadia tercapai tanpa merusak mutu komoditas pertanian tersebut.

Kerusakan komoditas pertanian karena kelebihan panas disebut heat injury. Gejala umum yang tampak adalah pencoklatan (browning) pada kulit dan terjadi penguningan pada sayuran hijau seperti ketimun. Kerusakan internal yang terjadi diantaranya adalah pelunakan abnormal dan penghitaman daging buah. Umumnya buah-buahan dan sayuran umumnya masih toleran terhadap terhadap

perlakuan air panas yang temperaturnya 500 C sampai 600 C selama 10 menit, tetapi dengan waktu yang lebih singkat dari 10 menit biasanya telah mampu membunuh larva serangga yang menyerang komoditas pertanian. Pencelupan buah-buahan pada suhu 460 C membutuhkan waktu selama 90 menit untuk dapat membunuh telur serangga yang terinvestasi dalam buah atau sayuran. Sementara untuk pencegahan kebusukan akibat cendawan diperlukan perlakuan suhu di atas 500 C selama beberapa menit.

Baca selengkapnya

Dokumen terkait