• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Adab Berpakaian

Dalam dokumen BS Akhlak (Minat) XII K13 (2016) (Halaman 118-121)

PRILAKU TERPUJI

1. Pengertian Adab Berpakaian

………. ……….. 2. ………. ………. ………. 3. ……… ……….. ………..

Ayo Mendalami Materi

1. Pengertian Adab Berpakaian

a. Pengertian

Menurut bahasa pakaian berasal dari kata “libaasun­tsiyaabun”. Sedangkan arti lain pakaian adalah sebagai “barang apa yang biasa dipakai oleh seorang baik berupa baju, jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban dan lain sebagainya”. Sedangkan menurut istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseorang dalam berbagai ukuran dan modenya berupa baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lain, yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum. Tujuan bersifat khusus artinya pakaian yang dikenakan lebih berorientasi pada nilai keindahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.

Tujuan bersifat umum lebih berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan adat ataupun agama. Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode ataupun batasan ukuran untuk mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum adat yang berlaku. Sedangkan menurut ketentuan agama lebih mengarah pada keperluan menutup aurat sesuai ketentuan hukum syari’at dengan tujuan untuk beribadah dan mencari ridho Allah.

b. bentuk Akhlak Berpakaian

Dalam pandangan Islam pakaian dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk

yaitu; pertama, pakaian untuk menutupi aurat tubuh sebagai realisasi dari perintah Allah bagi wanita seluruh tubuhnya kecuali tangan dan wajah, dan bagi pria menutup badan sampai di bawah lutut dan di atas pusar. Standar berpakian seperti ini dalam perkembangannya telah melahirkan kebudayaan berpakian bersahaja, sopan dan santun serta menghindarkan manusia dari gangguan dan eksploitasi aurat. Kedua,

pakaian merupakan perhiasan yang menyatakan identitas diri sebagai konsekuensi perkembangan peradaban manusia.

Berpakaian dalam pengertian untuk menutup aurat, dalam Syari’at Islam mempunyai ketentuan yang jelas, baik ukuran, aurat yang harus ditutup atau pun jenis pakaian yang digunakan untuk menutupnya. Berpakaian yang menutup aurat juga menjadi bagian integral dalam menjalankan ibadah, terutama ibadah shalat atau pun haji dan umrah. Karena itu setiap orang beriman baik pria atau pun wanita memiliki kewajiban untuk berpakaian yang menutup aurat.

Sedangkan pakaian yang berfungsi sebagai perhiasan yang menyatakan identitas diri, sesuai dengan adaptasi dan tradisi dalam berpakian, merupakan kebutuhan manusia untuk menjaga dan mengaktualisasikan dirinya menurut tuntutan perkembangan zaman. Nilai keindahan dan kekhasan berpakaian menjadi tuntutan yang terus dikembangkan seiring dengan perkembangan zaman. Dalam kaitannya dengan pakaian sebagai perhiasan, maka setiap manusia memiliki kebebasan nuntuk mengekspresikan keinginan mengembangkan berbagai mode pakaian menurut fungsi dan momentumnya namun dalam agama harus tetap pada nilai-nilai dan koridor yang telah digariskan dalam Islam..

Pakaian yang berfungsi menutup aurat pada wanita dikenal dengan istilah jilbab, dalam bahasa sehari-hari jilbab menyangkut segala macam jenis selendang atau kerudung yang menutupi kepala (kecuali muka), leher, punggung dan dada wanita.

Dengan pengertian seperti itu selendang yang masih memperlihatkan sebagian rambut atau leher tidaklah dinamai jilbab.

Jilbab di samping dipahami dalam arti di atas juga digunakan secara umum untuk segala jenis pakaian yang dalam (gamis, long dress, kebaya) dan pakaian wanita bagian luar yang menutupi semua tubuhnya seperti halnya mantel, jas panjang. Dengan pengertian seperti itu jilbab bisa diartikan dengan busana muslimah dalam hal ini secara khusus berarti selendang atau kerudung yang berfungsi menutupi aurat.

Karena itu hanya muka dan telapak tangan yang boleh diperlihatkan kepada umum. Selain itu haram diperlihatkan kecuali kepada beberapa orang yang masuk kategori mahram atau maharim dan tentu saja kepada suaminya. Antara suami isteri

tidak ada batasan aurat sama sekali secara fiqih. Tetapi dengan maharim yang boleh

terlihat hanyalah aurat kecil (leher ke atas, tangan dan lutut ke bawah). Busana muslimah haruslah memenuhi kriteria berikut ini:

1) Tidak transparan dan ketat:

2) Tidak menyerupai pakaian laki-laki:

3) Tidak menyerupai busana khusus non-muslim 4) Pantas dan sederhana

c. Nilai Positif Akhlak Berpakaian

Setiap muslim diwajibkan untuk memakai pakaian, yang tidak hanya berfungsi sebagai menutup aurat dan hiasan, akan tetapi harus dapat menjaga kesehatan lapisan terluar dari tubuh kita. Kulit berfungsi sebagai pelindung dari

kerusakan-kerusakan fisik karena gesekan, penyinaran, kuman-kuman, panas zat kimia dan

lain-lain. Di daerah tropis dimana pancaran sinar ultra violet begitu kuat, maka pakaian ini menjadi sangat penting. Pancaran radiasi sinar ultra violet akan dapat menimbulkan terbakarnya kulit, penyakit kanker kulit dan lain-lain.

Dalam kaitannya dengan penggunaan bahan, hendaknya pakaian terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, karena memudahkan terjadinya penguapan keringat, dan untuk menjaga suhu kestabilan tubuh agar tetap normal. Pakaian harus bersih dan secara rutin dicuci setelah dipakai supaya terbebas dari kuman, bakteri ataupun semua unsur yang merugikan bagi kesehatan tubuh manusia.

Agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar berpakaian yang baik, indah dan bagus, sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dalam pengertian bahwa

pakaian tersebut dapat memenuhi hajat tujuan berpakaian, yaitu menutupi aurat dan keindahan. Sehingga bila hendak menjalankan shalat pakian tersebut langsung dapat memenuhi syarat digunakan untuk menjalankan shalat dan seyogyanya pakaian yang kita pakai itu adalah pakaian yang baik dan bersih (bukan berarti

mewah). Hal ini sesuai firman Allah dalam Surat al-A’raf/7:31.

ُبِ ُي ل ۥُهَنِإ َۚ ْآوُفِ ۡسُت َلَو ْاوُبَ ۡشٱَو ْاوُُكَو ٖدِجۡسَم ِّ ُل َدنِع ۡمُكَتَنيِز ْاوُذُخ َمَداَء ٓ ِنَبَٰي۞

١ َنِفِ ۡسُمۡلٱ

Artinya: “ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid makan, minumlah, dan janganlah berlebih­lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih­lebihan. (Q.S.al­A’raf/ 7: 31 ).

Ketentuan dan kriteria busana muslimah menurut Al-Qur’an dan Sunnah memang lebih ketat dibanding ketentuan berbusana untuk kaum pria. Hal-hal yang tidak diatur oleh Al-Qur’an dan Sunnah diserahkan kepada pilihan masing-masing, misalnya masalah warna dan mode. Keduanya menyangkut selera dan budaya, pilihan warna dan mode akan selalu berubah sesuai dengan perkembangan peradaban umat manusia. Karena itu apapun model busananya, maka haruslah dapat mengantarkan menjadi hamba Allah yang bertaqwa.

Dalam dokumen BS Akhlak (Minat) XII K13 (2016) (Halaman 118-121)