• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG ‘URF DAN AKAD

B. Konsep Tentang Akad Pemberian

1. Pengertian Akad

3

masayarakat daerah tertentu, dan terus menerus dijalani oleh mreka, baik hal

demikian terjadi sepanjang masa atau pada masa tertentu saja.3

Dengan melihat permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk

meneliti tentang analisis ‘urf terhadap pemberian hadiah yang dirangkum

dalam judul “Analisis ‘Urf terhadap akad pemberian bingkisan walimah bagi

guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka timbul persoalan yang harus dipelajari oleh penulis untuk dijadikan acuan penelitian, yakni:

1. Pengertian Akad Pemberian.

2. Pengertian bingkisan walimah.

3. Pemberian bingkisan walimah bagi guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

4. Analisis ‘Urf terhadap akad pemberian bingkisan bagi guru di Kecamatan

Prambon Sidoarjo.

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

a. Praktek akad pemberian bingkisan walimah bagi guru di Kecamatan

Prambon Sidoarjo.

b. Analisis ‘Urf terhadap akad pemberian bingkisan bagi guru di Kecamatan

Prambon Sidoarjo.

3

4

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik akad pemberian bingkisan walimah bagi guru di

Kecamatan Prambon Sidoarjo?

2. Bagaimana analisis ‘Urf terhadap akad pemberian bingkisan walimah bagi

guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo?

D. Kajian Pustaka

Pada dasarnya studi kepustakaan diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang penelitian yang sejenis dan berkaitan dengan permasalahan

yang diteliti.4 Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah sudah ada

penelitian yang sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat menghindari adanya pengulangan kembali.

Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya antara lain:

Pertama, Skripsi Nurisma Sawitri lulus tahun 2000/S1 (Universitas

Islam Indonesia), yang berjudul “Penegakan Hukum Korupsi Dalam Bentuk

Gratifikasi di Indonesia Dalam Tujuan Sosiologi Hukum”. Dimana dalam

penelitian disini menfokuskan terhadap penegakan hukum korupsi dan budaya, dalam arti penelitian disini ingin mengetahui bagaimana penegakan hukum korupsi di Indinesia dan apakan budaya yang menyebabkan pnegakan hukum

4

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 112.

5

korupsi dalam bentuk Gratifikasi tersebut. Penegakan korupsi di Indonesia sangatlah kurang adil dan bijaksana dikarenakan korupsi sudah menjadi

kebiasaan yang dilakukan, jadi sangatlah sulit untuk dihindari.5

Kedua, Skripsi Fawari, yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Sumbangan Dalam Hajatan Pada Pelaksanaan Walimah Dalam Perkawinan di Desa Rima Balai Kec. Banyuasin III Kab. Banyuasin Sumatera

Selatan”. Ketentuan hukum perkawinan dalam ajaran Islam telah dibahas secara rinci dan jelas mulai dari memilih pasangan sampai dengan terlaksananya perkawinan hingga akibat perkawinan tersebut. Dan ternyata

masalah walimah ‘aqdi dan walimah perkawinan juga telah mendapatkan

ketentuan-ketentuan dalam hukum Islam. Pada prakteknya sumbangan dalam hajatan memakai sistem lelang yaitu melalui penawar dengan tawaran tertinggi adalah pemenangnya dan perbuatan ini merupakan manifestasi tradisi saling tolong menolong dalam masyarakat. Sumbangan dalam hajatan ini baru dan belum ada hukum yang pasti karena pada hukum walimah tidak ada penjelasan. Ada perakteknya setiap pelaksanaan sumbangan dalam hajatan

terdapat pewaris, dan mengembalikan uang sumbangan adalah kewajiban.6

Ketiga, Skripsi Mukarromah, yang berjudul “Pemberian Hadiah

Kepada Kepala Negara Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif”.

Disimpulkan bahwa hukum Islam dan hukum positif sepakat dalam

5

Nurisma Sawitri, “Penegakan Hukum Korupsi Dalam Bentuk Gratifikasi di Indonesia Dalam

Tinjauan Sosiologi Hukum”, (Skripsi—Universitas Islam Indonesia, Jakarta, 2000).

6

Fawari, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sumbangan Dalam Hajatan Pada Pelaksanaan

Walimah Dalam Perkawinan di Desa Rima Kec. Banyuasin III Kab. Banyuasin Sumatera Selatan” (Skripsi—Universitas Islam Kalijaga Yogyakarta, 2010).

6

menetapkan keharaman atau tidak dibolehkannya pemberian hadiah kepada Kepala Negara. Tindakan penerimaan dan pemberian hadiah kepada pejabat dikategorikan sebagai tindakan haram sedangkan suap dikategorikan sebagai

tindakan kufur.7

Akan tetapi penelitian tersebut di atas, berbeda dengan penelitian yang sedang disusun oleh penulis. Dalam penelitian ini penulis membahas tentang gratifikasi terhadap pemberian bingkisan walimah bagi guru yang terangkum dalam sebuah judul:”Analisis ‘Urf terhadap akad pemberian bingkisan

walimah bagi guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo”.

E. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui praktik akad pemberian bingkisan walimah bagi guru

di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui analisis ‘Urf terhadap akad pemberian bingkisan bagi

guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

F. Kegunaan Penelitian

Dari permasalahan di atas, penelitian ini di harapkan mempunyai nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca, paling tidak untuk dua aspek yaitu:

7 Mukarromah, “Pemberian Hadiah Kepada Kepala Negara dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif” (Skripsi—IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2002), 14.

7

1. Secara Teoritis

a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman

studi hukum Islam mahasiswa fakultas Syariah pada umumnya dan mahasiswa jurusan muamalah pada khususnya.

2. Secara Praktis

a. Dapat memberikan informasi tambahan maupun pembanding bagi

peneliti berikutnya untuk membuat karya tulis ilmiah yang lebih sempurna.

b. Dapat menjadi bahan pertimbangan mengenai pelaksanaan terhadap

pemberian bingkisan walimah bagi guru.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalah fahaman pembaca dalam memahami

terhadap istilah yang dimaksud dalam judul Analisis ‘Urf terhadap akad

pemberian bingkisan walimah bagi guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo. Maka perlu dijelaskan istilah pokok yang menjadi pokok bahasan yang terdapat dalam judul penelitian ini, sebagai berikut:

‘Urf : Suatu kegiatan yang biasa dilakukan

berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan dalam skripsi ini berkaitan dengan pemberian bingkisan kepada guru pada acara walimah.

8

Guru : Seorang pengajar di sekolah Negeri ataupun Swasta

yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal bersetatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia. Guru disini dibatasi pada guru di Kecamatan Prambon.

Bingkisan Walimah : Barang bawaan milik pihak yang punya hajatan

untuk diberikan kepada tamu yang hadir dalam acara walimah.

H. Metode Penelitian

Pengertian dari metode penelitian adalah suatu cara yang ditempuh dalam mencari, menggali, mengolah dan membahas data dalam suatu

penelitian.8 Dalam menguraian permasalahan tentang Analisis ‘Urf terhadap

akad pemberian bingkisan walimah bagi guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, berupa kata-kata baru yang menggambarkan subyek penelitian dalam keadaan sebagaimana

mestinya. Supaya dapat memperoleh hasil yang dapat

dipertanggungjawabkan, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut:

8

Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 20-32

9

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang objeknya mengenai gejala-gejala, peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena yang terjadi pada lingkungan sekitar baik masyarakat, organisasi, lembaga/negara yang bersifat non

pustaka.9 Maka dalam hal ini obyek penelitiannya adalah mengenai akad

pemberian bingkisan walimah bagi guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

2. Sumber Data

Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek dari

mana data diperoleh.10 Untuk memudahkan mengidentifikasikan data

maka penulis mengklasifikasikan menjadi dua sumber data, antara lain:

a. Sumber Primer

Sumber data primer yaitu subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara langsung atau yang dikenal

dengan istilah interview (wawancara).11 Wawancara tersebut

dilakukan kepada guru yang bersangkutan: Ibu Suhartini, Bapak Khoiruddin, Bapak Khoirul Anam. Tetangga dari guru tersebut diatas: Ibu Santi dan Ibu Anjar.

9

Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), 19. 10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 114.

11

10

b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber-sumber data yang menjadi rujukan (penunjang) dan melengkapi dalam melakukan suatu analisa, seperti:

1. Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh.

2. A. Masykur Anhari, Ushul Fiqh.

3. Narun Haroen, Ushul Fiqh.

4. Chaerudin, Tindak Pidana Korupsi.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu upaya pengumpulan data-data yang relevan dengan kajian penelitian, yang diperoleh dengan cara:

a. Observasi, Metode observasi yaitu usaha-usaha mengumpulkan data

dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

fenomena-fenomena yang diselidiki.12 Metode ini dilakukan dalam

rangka memperoleh data tentang pelaksanaan pemberian bingkisan walimah bagi guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo yaitu dengan cara melihat langsung.

b. Interview, Metode interview atau wawancara yaitu teknik

pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan informasi

secara langsung kepada para responden,13 atau mencari keterangan

dengan cara berbincang-bicang dengan para pihak atau tokoh yang terlibat langsung dalam kajian penelitian. Untuk mendapatkan data

12

Ibid., 46. 13

11

dari responden, maka penulis mengadakan wawancara dengan tiga guru.

c. Dokumentasi, Pengertian dokumentasi yaitu kumpulan koleksi bahan

pustaka (dokumen) yang mengandung informasi yang berkaitan dan relevan dengan bidang-bidang pengetahuan maupun kegiatan yang menjadi kepentingan instansi atau korporasi yang membina unit kerja

dokumentasi tersebut.14 Macam-macam dokumentasi antara lain:

wawancara, dan lain sebagainya.

4. Teknik pengolahan data

Setelah seluruh data terkumpul perlu adanya pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh

dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,

keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.15 Teknik

ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan data-data yang sudah penulis dapatkan dari informan, wawancara dan akan digunakan sebagai sumber-sumber studi dokumentasi.

b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi

sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta mengelompokan data yang

14

Soejono Trima, Pengamatan Ilmu Dokumentasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), 7. 15

12

diperoleh.16 Dengan teknik ini, diharapkan penulis dapat memperoleh

gambaran tentang pelaksanaan pemberian bingkisan walimah bagi guru dan di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap hasil

editing dan organizing data yang telah diperoleh dari sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-dalil lainnya,

sehingga diperoleh kesimpulan.17

5. Teknik analisis data

Hasil dari penggumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan.18

a. Analisis Deskriptif

Analisis Deskriptif yaitu dengan cara menuturkan dan menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul. Tujuan dari metode ini adalah untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti.19

Metode ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang

16 Ibid.., 154. 17 Ibid.., 195. 18

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,

(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143. 19

13

pelaksanaan pemberian bingkisan walimah bagi guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

b. Pola Pikir Deduktif

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pola pikir deduktif yang berarti menggunakan pola pikir yang berpijak pada teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan, kemudian dikemukakan

berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus.20 Pola pikir ini berpijak

pada teori-teori ‘Urf kemudian dikaitkan dengan fakta di lapangan

tentang pelaksanaan pemberian bingkisan walimah bagi Guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo yang bersifat khusus.

I. Sistematika pembahasan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama, berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab dua, membahas tentang landasan teori yang meliputi: membahas

tinjauan umum tentang ‘Urf: pengertian, landasan hukum, macam-macam dan

kehujjahan, dan tentang Akad pemberian: pengertian, macam-macam, hukum akad pemberian, rukun dan syaarat akad pemberian.

20

14

Bab tiga, merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis pada bagi Guru dan pihak-pihak lain yang dirasa bisa membantu untuk menyempurnakan hasil penelitian kali ini di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

Bab empat, merupakan analisi dari aplikasi praktek pemberian

bingkisan walimah bagi Guru dan Analisis ‘Urf terhadap akad pemberian

bingkisan walimah bagi Guru di Kecamatan Prambon Sidoarjo.

Bab lima, membahas tentang kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan saran-saran.

15

BAB II

LANDASAN TEORI TENTANG ‘URF DAN AKAD PEMBERIAN

A. ‘URF

1. Pengertian ‘Urf

Kata ‘Urf secara etimologi berarti ‚ sesuatu yang di pandang baik dan diterima oleh akal sehat‛ sedangkan secara terminology, seperti yang

dikemukakan oleh Abdul -karim Zaidah, istilah ‘Urf berarti : Sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan.1

Menurut istilah ahli syara’, tidak ada perbedaan antara ‘Urf dengan adat. Adat perbuatan seperti kebiasaan umat manusia berjual beli dengan tukar menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan akad. Adat ucapan, seperti kebiasaan manusia menyebut al-walad secara mutlak berarti anak laki-laki, bukan anak perempuan dan kebiasaan mereka juga kebiasaan

mereka tidak mengucapkan kata ‚daging‛ sebagai ‚ikan‛. Adat terbentuk

dari kebiasaan manusia menurut derajat mereka, secara umum maupun tertentu.2

Menurut bahasa, berasal dari kata ‘arofa-ya’rufu-ma’rufan yang

berarti ‚yang baik‛. Sedangkan menurut istilah adalah apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya; baik ucapan, perbuatan ataupun

1

Prof. Dr. Effendi Satria, M. Zein, MA, Ushulfiqih, (Jakarta: Kencana, 2005), 21. 2

16

pantangan-pantangan. Atau dalam istilah lain biasa disebut adat

(kebiasaan). Sebenarnya, para ulama’ Ushul Fiqh membedakan antara adat dengan ‘Urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil

untuk menetapkan hukum syara’. Adat didefinisikan dengan: ‚sesuatu

yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan yang

rasional.‛3

Berdasarkan definisi tersebut, Mushthofa Ahmad al-Zarqo’ (guru besar Fiqh Islam di Universitas ‘Amman, Jordania), mengatakan bahwa ‘Urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum. Menurutnya, suatu ‘Urf harus berlaku pada kebanyakan orang didaerah tertentu bukan dari pribadi ataupun kelompok tertentu dan ‘urf bukanlah kebiasaan alami sebagaimana yang berlaku dalam kabanyakan adat, tetapi muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman.Dan yang dibahas oleh kaum Ushul Fiqh

dalam kaitannya dengan salah satu hukum syar’i adalah ‘Urf, bukan adat.4 Arti ‘Urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuata atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat

‘Urf ini sering disebut sebagai adat. Diantara contoh ‘Urf yang bersifat perbuatan adalah adanya saling pengertian diantara manusia tentang jual beli tanpa mengucapkan shigat. Sedangkan contoh ‘Urf yang bersifat ucapan adalah adanya pengertian tentang kemutlakan lafal walad atas

3

Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh 1,(Jakarta: Logos, 1996), 98. 4

17

anak laki-laki bukan perempuan dan juga tentang meng-itlak-kan lafazh al-lahm yang bermakna daging atas as-samak yang bermakna ikan tawar.5

Al-‘Urf berasal dari kata yang terdiri dari huruf ‘ain, ra’, dan fa’

yang berarti kenal. Dari kata ini muncul kata ma’rifah (yang terkenal),

ta’rif (definisi), kata ma’ruf (yang dikenal sebagai kebaikan), dan kata

‘Urf (kebiasaan yang baik).

Di dalam Risalah al-‘Urf, Ibnu Abidin menerengkan bahwa : ‚Adat

(kebiasaan) itu diambil dari kata mua’awadah, yaitu : mengulang-ngulangi. Maka karena telah berulang-ulang sekali demi sekali, jadilah ia terkenal dan dipandang baik oleh diri dan akal, padahal tak ada hubungan apa-apa dan tak ada pula karinahnya, adat dan ‘Urf searti walaupun berlainan mafhum.6

Menurut bahasa ‘Urf adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh manusia. Sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh manusia baik berupa ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal oleh manusia dan menjadi tradisi untuk melaksanakannya ataupun meninggalkannya. Terkadang ‘Urf juga disebut dengan adat (kebiasaan).7

‘Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya, baik ucapan, perbuatan, atau pantangan-pantangan, dan disebut juga adat.

Menurut istilah ahli syara’, tidak ada perbedaan antara ‘Urf dengan adat. Adat perbuatan seperti kebiasaan umat manusia berjual beli dengan

5

A.Hanafie, M.A. Ushul Fiqih, (Jakarta: Wijaya, 1957), 115. 6

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), 67.

18

menukar secara langsung, tanpa bentuk ucapan akad. Adat ucapan, seperti kebiasaan manuasia menyebut al-walad /secara mutlak berarti laki-laki, bukan anak perempuan dan kebiasaan mereka, juga kebiasaan mereka tidak mengucapkan ‚daging‛ bukan ‚ikan‛. Adat terbentuk dari kebiasaan

manusia menurut derajat manusia, secara umum atau tertentu. Berbeda

dengan ijma’, yang terbentuk dari kesepakatan para mujtahit saja, tidak

termasuk manusia secara umum.8

‘Urf menurut penyelidikan bukan merupakan dalil syara’ tersendiri.

Pada umumnya, ‘Urf ditunjukan untuk memelihara kemaslahatan umat serta menjunjung pembentukan hukum dan penafsiran beberapa Nash. Dengan ‘Urf dikhususkan lafal yang ‘amm (umum) dan dibatasi yang

mutlak. Karena ‘Urf pula terkadang qiyas itu ditingalkan. Karena itu, sah mengadakan kontrak borongan apabila ‘Urf sudah terbiasa dalam hal ini, sekalipun tidak sah menurut qiyas, karena kontrak tersebut adalah

kontrak atas perkara yang ma’dum (tiada).9

Kata’Urf dalam bahasa Indonesia sering disinonimkan dengan ‘adat

kebiasaan namun para ulama membahas kedua kata ini dengan panjang lebar, ringkasnya: ‘Urf adalah sesuatu yang diterima oleh tabiat dan akal sehat manusia. Meskipun arti kedua kata ini agak berbeda namun kalau kita lihat dengan jeli, sebenarnya keduanya adalah dua kalimat yang

8

Abdul wahab khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003,) 129. 9

19

apabila bergabung akan berbeda arti namun bila berpisah maka artinya sama.10

2. Landasan Hukum ‘Urf

Adat yang benar wajib diperhatikan dalam pembentukan hukum

syara’ dan putusan perkara. Seorang Mujtahid harus memperhatikan hal ini dalam pembentukan hukumnya dan bagi hakim juga harus memperhatikan hal itu dalam setiap mengambil keputusan. Karena apa yang sudah diketahui oleh manusia adalah menjadi kebutuhan mereka, disepakati dan ada kemaslahatannya. Selama ia tidak bertentangan

dengan syara’ maka harus dijaga. Syar’i telah menjaga adat yang benar

diantara adat orang Arab dalam pembentukan hukumnya. Seperti menetapkan kewajiban denda atas perempuan berakal, mensyaratkan adanya keseimbangan dalam perkawinan dan pembagian ahli waris.

Oleh karena itu para ulama’ berkata: Adat adalah syari’at yang

dikuatkan oleh hukum. Imam Malik membentuk banyak hukum berdasarkan perbuatan penduduk Madinah. Abu Hanifah dan para muridnya berbeda dalam menetapkan hukum, tergantung pada adat mereka. Sedangkan Imam Syafi’i ketika di Mesir, mengubah sebagian hukum yang ditetapkan ketika berada di Baghdad karena perbedaan adat, oleh karena itu beliau memiliki 2 pendapat (Qaul Qodim dan Qaul Jadid).

20

Adapun adat yang rusak, maka tidak boleh diperhatikan, karena

memperhatikan adat yang rusak berarti menentang dalil syara’ atau membatalkan hukum syara’. Bila manusia sudah biasa melakukan akad

yang rusak seperti akad pada barang yang riba, atau akad yang mengandung unsur penipuan, maka kebiasaan ini sudah jelas buruk dan akan menjadi adat yang buruk apabila kita masih mengikutinya.

Hukum yang didasarkan pada adat akan berubah seiring perubahan waktu dan tempat, karena masalah baru bisa berubah sebab perubahan masalah asal. Oleh karena itu dalam hal perbedaan pendapat ini para

ulama’ fiqh berkata: Perbedaan itu adalah pada waktu dan masa, bukan

pada dalil dan alasan.11

Para ulama sepakat bahwa 'Urf shahih dapat dijadikan dasar hujjah selama tidak bertentangan dengan syara'. Ulama Malikiyah terkenal dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah, demikian pula ulama Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan dasar hujjah. Imam Syafi'i terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda pada waktu beliau masih berada di Mekkah (qaul qadim) dengan setelah beliau berada di Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga madzhab itu berhujjah dengan 'Urf. Tentu saja 'Urf Fasid tidak mereka jadikan sebagai dasar hujjah.12

11 Drs. Moch Rifa’i, Ushul Fiqh, (Bandung: Al-Ma’arif, 1974), 97. 12

21

3. Macam –macam ‘Urf

Para Ulama Ushul fiqh membagi ‘Urf kepada tiga macam :

1) Dari segi objeknya ‘Urf dibagi kepada : al-‘Urf al-lafzhi (kebiasaan yang menyangkut ungkapan) dan al-‘Urf al-amali (kebiasaan yang berbentuk perbuatan).

a) Al-‘Urf al-Lafzhi

Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan

lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran

masyarakat. Misalnya ungkapan ‚daging‛ yang berarti daging sapi; padahal kata-kata ‚daging‛ mencakup seluruh daging yang

ada. Apabila seseorang mendatangi penjual daging, sedangkan penjual daging itu memiliki bermacam-macam daging, lalu

pembeli mengatakan ‚ saya beli daging 1 kg‛ pedagang itu

Dokumen terkait