• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PELAKSANAAN PENYERAHAN ANAK ASUH PADA

A. Pengertian Anak dan Anak Asuh

Masalah anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian dari berbagai elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dengan kata lain anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua dimana kata “anak’’ merujuk dari lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.

Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu29Pengertian ini memberikan gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan pertama. Jadi anak adalah suatu kondisi akibat adanya perkawinan antara kedua orang tuanya. Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam kaca mata hukum. Ia tetap dinamakan anak,

29WJS. Poerdarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1992), hlm.

sehingga pada definisi ini tidak dibatasi dengan usia. Hassan juga mengartikan anak sebagai muda-mudi/remaja yang masih dianggap anak-anak, yang masih memerlukan bimbingan dari orang tua/keluarga serta masih harus belajar banyak baik melalui pendidikan orang tua maupun menimba pengalaman-pengalaman dalam kehidupan bermasyarakat.30

Haditono mengutip pendapat Sumadi Suryabrata, menyatakan bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.31

Pengertian di atas menjelaskan bahwa anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin aktual dalam lingkungan sosial.

Kedudukan anak dalam lingkungan hukum sebagai subjek hukum, ditentukan dari bentuk sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu atau di bawah umur. Maksud tidak mampu karena kedudukan akal dan pertumbuhan fisik yang sedang berkembang

30Hassan, Kumpulan Soal Tanya Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama. (Bandung :

Diponegoro), 1983, hlm. 518.

31Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis. (Yogyakarta : Andi), 2000,

dalam diri anak yang bersangkutan. Meletakkan anak sebagai subjek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilai ke dalam peristiwa hukum secara substansial meliputi peristiwa hukum pidana maupun hubungan kontrak yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.32

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan sumber insan bagi pembangunan nasional, maka harus diperhatikan dan dibina sedini mungkin agar menjadi insan yang berkualitas dan berguna bagi bangsa. Walaupun anak dilahirkan oleh orang tua, namun pada hakekatnya anak merupakan individu yang berbeda dengan siapapun, termasuk dengan kedua orang tuanya. Bahkan anak memiliki takdirnya sendiri yang belum tentu sama dengan orang tuanya.33Dengan demikian maka jelaslah anak merupakan mahluk independen. Hal ini perlu disadari sehingga orang tua tidak berhak untuk memaksakan kehendaknya pada anak, biarkan anak tumbuh dewasa dengan suara hati nuraninya. Orang tua hanya memantau dan mengarahkan agar jangan sampai menyusuri jalan yang sesat.34Orang tua hanya berkewajiban berusaha, yaitu agar anak tumbuh dewasa menjadi kepribadian yang shaleh dengan merawat, mengasuh, dan mendidiknya dengan pendidikan yag benar.

32Maulana Hasan Wadong, Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum

Perlindungan Anak, (Jakarta : Grasindo), 2000,hlm. 3.

33M. Nipan Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mitra Pustaka), 2001,

hlm. 21.

Apabila ditelaah ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.35Ketentuan dalam Undang-undang di atas menerangkan bahwa anak yang masih dalam kandungan pun dikategorikan anak sampai dengan anak berusia 18 tahun.

Pengertian anak dalam konteks hukum perdata erat kaitannya dengan pengertian mengenai kedewasaan. Hukum Indonesia mengenai anak masih digolongkan sebagai anak terdapat perbedaan penentuan. Menurut ketentuan hukum terdapat perbedaan tolok ukur dimaksud antara lain:36

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Pasal 330 Ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa batas antara belum dewasa (minderjerigheid) dengan telah dewasa (Meerderjarigheid), yaitu 21 tahun kecuali Anak itu sudah kawin sebelum berumur 21 tahun dan Pendewasaan (venia aetetisPasal 419).37

b. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 47 ayat (1) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya. Pasal 50 ayat (1)

35Undang-undang RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang RI

Nomor 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anak ,(Surabaya : Media Centre), 2006, hlm. 119.

36Irma Setyowati,Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : Bumi Aksara), 1990,hlm. 17. 37Ibid., hlm 17.

menentukan bahwa “anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali”. Dari ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut di muka dapat disimpulkan bahwa dalam Undang- undang tersebut menentukan batas belum dewasa atau sudah dewasa adalah 16 tahun ada 19 tahun.

c. Hukum kebiasaan (hukum adat)

Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dapat dianggap dewasa dan wewenang bertindak. Hasil penelitian Mr. R. Soepomo tentang hukum perdata Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan seseorang diukur dari segi: (1) Dapat bekerja sendiri (mandiri), (2) Cakap untuk melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab; dan 3) Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri.38

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa dalam hukum adat ukuran kedewasaan tidak berdasarkan hitungan usia tapi pada ciri tertentu yang nyata.39 Dengan demikian setelah melihat ketentuan yang berlainan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak berlaku bagi seseorang yang berusia di bawah 21 tahun.

Masa kanak-kanak dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu masa bayi umur 0 menjelang dua tahun, masa kanak-kanak pertama umur 2-5 tahun dan masa kanak-

38Ibid, hlm. 18. 39Ibid, hlm. 19.

kanak terakhir antara umur 5-12 tahun.40Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang dapat digolongkan atau berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak.

Penggolongan tersebut dibagi ke dalam tiga fase, yaitu:

1) Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, perkembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan emosional, bahaya bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (tro zalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak;

2) Fase kedua adalah dimulainya pada usia 7 sampai dengan 14 tahun disebut sebagai masa kanak-kanak;41

3) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai dengan 21 tahun yang dinamakan masa remaja, dalam arti yang sebenarnya, yaitu fase fubertas dan adolescant, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi dewasa.42

Fase-fase yang disebutkan di atas masing-masing menjelaskan, fase pertama antara 0-7 tahun disebut sebagai masa anak kecil, perkembangan kemampuan mental dan lain sebagainya, lebih dari 7 tahun maka anak tersebut digolongkan dalam fase kedua yaitu masa kanak-kanak dengan ketentuan batas usianya adalah 14 tahun. Sementara untuk fase terakhir adalah 14 sampai dengan 21 tahun dikategorikan remaja dan ketentuan pada usia 21 inilah akhir fase disebut anak.

Pada pengertian anak di atas, meskipun dikutip dari beberapa sumber akan tetapi yang menjadi acuan utama di sini adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang spesifik menjelaskan tentang perlindungan

40Gatot Supramono,Hukum Acara Peradilan Anak,(Jakarta : Djambatan), 2005, hlm. 1. 41Wagiati Soetodjo,Hukum Pidana Anak, (Jakarta : Refika Adiatama), 2006, hlm. 7. 42Ibid., hlm 8.

anak. Jadi dengan demikian dari semua pengertian anak di atas hanya sebagai komparasi dari undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang ada, baik dari Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ataupun hukum adat.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah anak merupakan “buah hati sibiran tulang”, sebagaimana diungkapkan masyarakat melayu dalam mengekspresikan begitu pentingnya eksistensi seorang anak bagi kelangsungan hidup mereka. Anak seyogyanya dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan negara di masa mendatang yang harus dijaga dan dilindungi hak-haknya. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di tangan anak-anaklah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan.43 Semakin modern suatu negara, seharusnya semakin besar perhatiannya dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan. Perlindungan yang diberikan negara terhadap anak meliputi berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan keamanan maupun aspek hukum.

Dalam kehidupan bermasyarakat juga dikenal adanya macam-macam anak beberapa sarjanamenggolongkan anak kedalam beberapa bagian, diantaranya adalah : 1. Anak Angkat

43Rumilawati Windari, Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan

Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anakangkat adalah anak orang lain yang diambil dandisamakan dengan anaknya sendiri.44Mahmud Syaltut, mengemukakan bahwa setidaknya adadua pengertian anak angkat.“Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dandididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpadiberikan status “anak kandung” kepadanya, Cuma iadiperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anaksendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anaksendiri dan ia diberi status sebagai “anak kandung”,sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab)orang tua angkatnya dan saling mewarisi hartapeninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat hukumantara anak angkat dan orang tua angkatnya itu”.45 2. Anak Tiri, adalah anak kepada isteri atau suami seseorangdaripada perkawinan

yang terdahulu.46

3. Anak Susuan, adalah anak yang disusui dengan cara masuknya airsusu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarattertentu.

4. Anak Laqith, adalah anak yang dipungut di jalanan, sama dengananak yatim, bahwa anak seperti ini lebih patut dinamakan Ibnu Sabil, yang dalam Islam dianjurkan untukmemeliharanya.47

5. Anak Asuh

44W.J.S. Poerwadarminta,Op.Cit.,hlm 120.

45A. Aziz Dahlan, Ensiklopedi hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), 1996,

hlm 29-30

46Ibid. 47Ibid.

Anak asuh erat kaitannya dengan program wajib belajaryang dicanangkan Presiden RI pada tanggal 2 Mei 1984bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Hubunganantara orang tua asuh dengan anak asuh sebatasberkaitan dengan bantuan biaya pendidikan agar anakasuh dapat mengikuti pendidikan pada lembagapendidikan tingkat dasar sampai selesai. Oleh sebab itu,lembaga anak asuh berbeda dengan lembaga anakangkat.48

6. Anak Piara

Di dalam hukum adat mengenal suatu lembaga yang dinamakanlembaga anak piara, yaitu seseorang menitipkan seoranganak kepada orang lain untuk dipelihara. Lembaga iniberbeda dengan lembaga pengangkatan anak, karenaorang tua yang dititipi tersebut hanya melakukan tugassebagai pemelihara. Demikian pula akibat hukumnyaberbeda dengan pengangkatan anak.49

7. Anak Pungut

Selain itu, ada pula yang membedakan antara anak pungut dengananak angkat. Kedudukan anak angkat telah bernilaibahkan seperti mengambil kedudukan anak kandung,sedangkan anak pungut tidak mendapat kedudukanistimewa tetapi hanya mendapat pemeliharaan dari orangyang memungutnya. Pada anak angkat terdapat cinta, sedangkan pada anak pungut hanya terdapat belaskasihan. Kata

48Huzaemah T Yanggo, Pengangkatan Anak Dalam hukum Islam, (Jakarta : Dalam Suara

Uldilag, Vol 3, No. X, Mahkamah Agung RI), 2007, hlm 25-27 .

49Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta : Pradnya Paramita), 2006,

“dipungut” menunjukkan makna mengambilsesuatu yang tidak atau kurang berarti, sedangkan“diangkat” bermakna meninggikan dari keadaansemula.50

Kenyataan yang terjadinya pemeliharaan terhadapseorang anak oleh orang tua atau pihak lainnya yang bukan orang tuakandungnya sendiri tidak serta merta dapat disimpulkanbahwa telah terjadi pengangkatan anak tetapi dapat saja hanya sebatas pemeliharaan dan pengasuhan (anak asuh) sebatas memenuhi kebutuhan untuk pendidikan.

Dalam upaya pemberian perlindungan terhadap anak saat ini dikenal pula adanya calon anak asuh, yaituanak usia sekolah dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan bantuan dari orang lain agar dapat menyelesaikan Pendidikan Dasar 9 Tahun secara berkesinambunga.51Kemudian setelah ada pihak lain yang memberikan bantuan untuk biaya pendidikannya, maka disebut sebagai anak asuh yaitu calon anak asuh yang telah mendapatkan bantuan dari orang tua asuh untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun.52

Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa anak asuh adalah anak yang berasal dari keluarga kurang mampu atau keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk membiayaan kehidupan anak khususnya di bidang pendidikan yang kemudian diserahkan kepada pihak lain baik secara perorangan maupun

50Mohd Fuad dan Fachruddin,Masalah Anak Dalam Hukum Islam,(Jakarta : Pedoman Ilmu

Jaya), 1991, hlm 47.

51Yayasan Satu Benih, Definisi Anak Asuh, http://satubenih.blogspot.com.html., Diakses 20

Agustus 2013 Pukul 20.30 Wib.

lembaga atau yayasan untuk mengikuti pendidikan wajib bagi seorang anak seperti halnya Pendidikan Dasar 9 Tahun yang diprogramkan pemerintah.

Anak dalam pertumbuhan dan perkembangan memerlukan perhatian dan perlindungan khusus baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, maka tidaklah cukup hanya diberikan hak-hak dan kebebasan asasi yang sama dengan orang dewasa. Sesuai dengan Konvensi tentang Hak Anak yang telah diterima secara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, yang mengakui perlunya jaminan dan perawatan khusus, termasuk perlindungan hukum yang tepat bagi anak sebelum dan sesudah kelahirannya. Demikian juga dengan anak-anak terlantar yang membutuhkan perlindungan dalam hal pemenuhan hak di bidang pendidikan, kesehatan, sehingga apabila orang tua kandung merasa tidak mampu untuk mencukupinya, anak dapat diasuh oleh orang lain yang lebih mampun baik secara perorangan atau melalui yayasan atau panti asuhan yang mampu dalam hal pembiayaan/material.

Dokumen terkait