Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga
molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron
dari molekul atom sel lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme
tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran UV, zat kimiawi
dalam makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas
bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut
menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas
adalah serangan jatung dan kanker ( Anonimb, 2008).
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan
adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal
bebas dalam oksidasi lipid (Pratt, 1992, dalam Ardiansyah, 2007 ) .
Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari : (Pratt, 1992, dalam
Ardiansyah, 2007 ).
a. Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen
makanan.
b. Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses
pengolahan.
c. senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
dalam makanan sebagai bahan tambahan pangan.
Berbagai nutrisi yang mengandung antioksidan di antaranya adalah
semua biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran, hati, tiram, unggas,
kerang, ikan, susu dan daging (Destiutami, 2007 ).
Kumalaningsih (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga macam
antioksidan yaitu :
a. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara
lain superoksida dismutase, glutathione peroksidase, perxidasi dan katalase.
b. Antioksidan alami yang diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol,
vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik.
c. Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated
Hroxyanisole (BHA), BHT, PG dan EDTA yang ditambahkan dalam makanan
untuk mencegah kerusakan lemak.
Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi lima yaitu :
(Kumalaningsih, 2007)
a. Antioksidan Primer
Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas
baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang
berkurang dampak negatifnya sebelum sempat bereaksi.
Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap
radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi
kerusakan yang lebih besar. Contoh yang popular, antioksidan sekunder adalah
vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.
c. Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk
kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang
dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk
perbaikan DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA
pada penderita kanker.
d. Oxygen scavenger
Antioksidan yang termasuk Oxygen scavenger mengikat oksigen sehingga
tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.
e. Chelators / sequestrants
Mengikat logam yang mampu mengkatalis reaski oksidasi misalnya
asam sitrat dan asam amino.
Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama
merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.
Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai
antioksidan primer. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu
memperlambat laju autooksidasi dengan mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,
1990 dalam Ardiansyah, 2007).
Reaksi oksidasi lemak yang terjadi pada makanan atau bahan makanan
berlemak dapat dihambat dengan pemberian zat antioksidan. Pada umumnya zat
Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG) dan
Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA). Sementara itu penggunaan zat
antioksidan sintetik tertentu misalnya BHT dapat menimbulkan akibat buruk
terhadap kesehatan konsumen seperti gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus
dan keracunan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah
mengganti zat antioksidan sintetik dengan zat antioksidan alami. Zat antioksidan
alami dapat diperoleh dari ekstrak bagian-bagian tanaman tertentu terutama yang
banyak mengandung senyawa-senyawa flavonoid yang tersusun dari
gugus-gugus fenol (Suryo dan Tohari, 1995).
Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh antara lain adalah :
1. Superoksida Dismutase
Antioksidan ini merupakan enzim yang bekerja bila ada pembantunya
yaitu berupa mineral-mineral seperti tembaga, mangan yang bersumber pada
kacang-kacangan, padi-padian. Dengan demikian sangat diperlukan sekali
mengkonsumsi bahan tersebut di atas. Sayangnya kita lebih senang
mengkonsumsi bahan yang enak dimakan. Bagi orang yang mampu, kekurangan
mineral dapat dilakukan dengan meminum multivitamin dan suplemen mineral
tetapi bagi orang yang hidupnya sedang-sedang saja lebih baik mengkonsumsi
mineral dari tanaman karena banyak juga tanaman yang dapat menghasilkan
SOD antara lain brokoli, bayam, sawi dan juga hasil-hasil olahan seperti tempe.
2. Glutathione Peroksidase
Adalah enzim yang berperan aktif dalam menghilangkan H2O2 dalam
tubuh dan mempergunakannya untuk merubah glutathione (GSH) menjadi
glutathine teroksidasi (GSSG). Makanan yang kaya glutahione adalah kubis,
melindungi selaput-selaput sel. Senyawa ini merupakan tripeptida yang terdiri
dari asam amino glisin, asam glutamat dan sistein.
3. Katalase
Enzim katalase di samping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat
mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi
oksigen dan air. Enzim-enzim tersebut di atas dalam bekerjanya sengat
membutuhkan mineral-mineral penyusun sebagai berikut : Copper (Cu), Zinc
(Zn), Selenium (Se), Manganese (Mn), Besi (Fe) .
Jenis penggolongan antioksidan yang lain adalah berdasarkan sumber
diperoleh senyawa tersebut. Penggolongan ini ada dua yaitu antioksidan sintetik
dan antioksidan alami.
1. Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik efektif dalam mencegah ketengikan pada minyak dan
bahan pangan berlemak (Kikuzaki dan Nakatani, 1993). Contoh antioksidan
sintetik adalah BHA, BHT, propil galat dan lain-lain. Namun menurut Chang et al.
(1977), penggunaan BHT pada tikus percobaan dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh seperti paru-paru dan organ pencernaan. Oleh karena itu
penggunaan food additive (bahan tambahan makanan) lebih baik dibatasi
(Osawa dan Namiki, 1981 dalam Ariani dan Hastuti, 2008).
Penggunaan antioksidan tidak boleh berlebihan karena aktivitas
antioksidan akan hilang pada konsentrasi yang tinggi dan mungkin akan menjadi
prooksidan. Penggunaan antioksidan berlebihan akan menyebabkan senyawa
lebih bersifat sebagai akselerator daripada inhibitor dalam oksidasi lemak. Dalam
keadaan berlebih, antioksidan akan meningkatkan dekomposisi oksidasi lemak
dan pembentukan produk radikal.
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c)
senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
makanan sebagai bahan tambahan pangan
Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami
adalah berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari
tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat
dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada
kayu, kulit kayu, akar, daun, bunga, biji, dan serbuk sari.
Kira-kira 2 % dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan
diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya,
sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar.
Sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah
ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Golongan flavonoid dan
senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan baik
didalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida.
Di samping itu ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber
antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian,
serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini
mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti
asam-asam amino, asam-asam askorbat, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin,
produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain.