• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOVLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOLTEMPE BERBAHAN BAKU KEDELAI HITAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF ISOVLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK ETANOLTEMPE BERBAHAN BAKU KEDELAI HITAM"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SENYAWA BIOAKTIF

ISOVLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

DARI EKSTRAK ETANOLTEMPE BERBAHAN BAKU

KEDELAI HITAM

(Glycine soja), KORO HITAM (Lablab purpureus. L.), DAN

KORO KRATOK (Phaseolus lunatus. L.)

TESIS

Oleh :

Heny Rahma S.

NIM : S 900208011

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak

disintesa oleh tanaman. Namun, tidak sebagai layaknya senyawa metabolit

sekunder karena senyawa ini tidak disintesis oleh mikroorganisme. Dengan

demikian, mikroorganisme tidak mempunyai kandungan senyawa ini. Oleh

karena itu, tanaman merupakan sumber utama senyawa isoflavon di alam. Dari

beberapa jenis tanaman, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada

tanaman Leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai (Pradana, 2008).

Isoflavon yang terdapat dalam biji kedelai dorman adalah dalam bentuk

isoflavon glikosida yaitu daidzin, genistin dan glisitin. Isoflavon glikosida tersebut

mempunyai aktivitas fisiologis yang rendah. Pawiroharsono (1995) dalam

Restuhadi (2001), menyatakan bahwa 99% isoflavon glikosida yang terdapat

pada biji kedelai, selama proses perendaman (dalam pembuatan tempe) dapat

terhidrolisis menjadi isoflavon aglukan dan glukosa. Isoflavon aglukan yang

mempunyai aktivitas fisiologis tinggi tersebut adalah genistein, daidzein, dan

glisitein, selanjutnya pada proses fermentasi kedelai rendam dengan kapang

Rhizopus oligosporus, daidzein dapat mengalami proses hidroksilasi sehingga menjadi senyawa faktor-2. Faktor-2 mempunyai aktivitas antioksidan dan

(3)

Salah satu aktivitas fisiologis yang menonjol dari isoflavon daidzein,

genestein, glisitein dan faktor-2 adalah aktivitas antioksidan. Antioksidan

didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan

mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang

dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas

(Kochhar dan Rossell, 1990).

Antioksidan pada isoflavon sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan

reaksi pembentukan radikal bebas, sehingga dapat menghambat proses

penuaan dini, mencegah penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, jantung

koroner, diabetes melitus,dan kanker (Horwit, 1980 dalam Sukib, et al., 2002 ). Selama ini kita ketahui antioksidan yang digunakan sebagai pengawet

pada bahan makanan adalah antioksidan sintetik seperti Butylated

Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG) dan

Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA). Pemanfaatan zat antioksidan sintetik

dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi konsumen antara lain gangguan

fungsi hati, paru, mukosa usus, dan keracunan (Suryo dan Tohari, 1995). Untuk

itu perlu dicari alternatif lain untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu

cara adalah dengan mengganti pemanfaatan antioksidan sintetik dengan

antioksidan alami. Mengingat adanya kandungan isoflavon dalam kedelai yang

dapat berfungsi sebagai antioksidan, maka tempe kedelai dapat direferensikan

sebagai bahan baku sumber antioksidan alami. Disamping sebagai antioksidan,

isoflavon daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 juga mempunyai khasiat lain

diantaranya sebagai estrogenik (zat yang mirip estrogen), anti inflamasi, anti

tumor atau anti kanker, anti hemolisis, anti kontriksi (penyempitan) pembuluh

darah, anti kolesterol, menurunkan kadar trigliserida VLDL dan LDL serta

meningkatkan HDL (Pawiroharsono, 2001). Dengan demikian isoflavon dari

tempe kedelai selain berkhasiat sebagai antioksidan juga mempunyai khasiat

(4)

Pada saat ini tengah terjadi dilema dalam memproduksi bahan pangan

berbahan baku kedelai (termasuk tempe), karena harganya yang melambung

yaitu, dari Rp 2.500,00 ( tahun 2004) menjadi Rp 8.000,00 (tahun 2009) / kg.

Penurunan harga kedelai sudah tidak memungkinkan lagi karena saat ini kedelai

selain diperebutkan sebagai bahan pangan (food ), juga untuk pakan (feed).

Untuk itu perlu dicari alternatif lain, yaitu dengan menggali potensi bahan lokal

yang murah dan melimpah di Indonesia sebagai alternatif pengganti kedelai

sebagai sumber antioksidan alami khususnya isoflavon ( Retno, 2001)

Handayani dkk. (1996) menyatakan bahwa Indonesia mempunyai banyak

jenis legume yang beberapa diantaranya belum dimanfaatkan secara optimal.

Salah satu jenis legume yang cocok dibudidayakan di Indonesia dan dapat

berfungsi sebagai bahan pangan tetapi produk olahannya masih jarang

dikonsumsi yaitu koro hitam (Lablab purpureus), koro kratok (Phaseolus lunatus), dan kedelai hitam (Glycine soja).

Dalam rangka pengembangan senyawa antioksidan alami khususnya

isoflavon maka perlu dilakukan penelitian tentang optimasi produksi senyawa

antioksidan dari koro hitam, koro kratok, dan kedelai hitam dan produk tempenya

serta karakterisasi kandungan isoflavonnya. Dipilihnya koro hitam, koro kratok

dan kedelai hitam sebagai alternatif obyek penelitian sumber isoflavon karena

isoflavon merupakan metabolit sekunder yang banyak disintesis oleh tanaman

namun tidak disintesis oleh mikroorganisme. Koro hitam, koro kratok, dan kedelai

hitam merupakan spesies dari familia leguminoceae sehingga dimungkinkan

juga mengandung isoflavon seperti yang dijumpai pada kedelai.

Selama ini tempe kedelai yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah

tempe hasil fermentasi kedelai selama 48 jam. Lama waktu fermentasi tersebut

merupakan lama waktu fermentasi kedelai untuk menghasilkan tempe yang

paling optimum dari sisi cita rasa untuk dikonsumsi, tetapi lama waktu fermentasi

(5)

optimum belum diketahui. Kedelai hitam, koro hitam, dan koro kratok mempunyai

ukuran biji yang hampir sama dari ukuran biji kedelai, untuk itu perlu diteliti lama

waktu fermentasi untuk menghasilkan ekstrak antioksidan khususnya isoflavon

yang optimum. Penelitian ini akan difokuskan pada optimasi produksi senyawa

antioksidan khususnya isoflavon dengan variasi lama waktu fermentasi baik

pada biji kedelai dan produk tempenya maupun pada biji koro hitam, koro kratok

serta kedelai hitam dan produk tempenya.

Untuk memperoleh zat antioksidan alami, dapat dilakukan dengan cara

ekstraksi tanaman menggunakan pelarut organik seperti, heksana, benzena, etil

eter, kloroform, etanol atau metanol. Metanol 90 % merupakan pelarut optimum

untuk mengekstrak isoflavon dari kedelai, namun penggunaannya untuk skala

komersial masih perlu dikaji lebih lanjut karena bersifat toksik. Penelitian dengan

menggunakan pelarut etanol untuk ekstraksi diharapkan dapat mengganti

metanol untuk menghasilkan ekstrak antioksidan alami secara komersial, karena

kepolaran etanol mendekati metanol dan relatif tidak beracun (Ariani dan Hastuti,

2009). Untuk selanjutnya pada penelitian ini juga akan difokuskan pada ekstraksi

dengan menggunakan pelarut etanol.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Berapa lama waktu fermentasi yang optimum untuk menghasilkan ekstrak

etanol tempe berbahan baku Kedelai Hitam, Koro hitam dan Koro kratok

dengan aktivitas antioksidan yang optimum pada perlakuan fermentasi (0,

1, 2, 3, 4 hari) ?

2. Isoflavon jenis apa sajakah yang terkandung dalam tempe berbahan baku

koro hitam, koro kratok serta kedelai hitam dan produk tempenya

(6)

3. Bagaimana aktivitas antioksidan tempe berbahan baku koro hitam, koro

kratok serta kedelai hitam dan produk tempenya bila dibandingkan

dengan ekstrak etanol dari kedelai dan produk tempenya serta beberapa

antioksidan alami ( α-tokoferol, β-karoten, dan asam askorbat) maupun

antioksidan sintetis (BHT) ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Mengetahui lama waktu fermentasi yang optimum untuk menghasilkan

ekstrak etanol tempe berbahan baku kedelai hitam, koro hitam dan koro

kratok dengan aktivitas antioksidan yang optimum pada perlakuan fermentasi

(0, 1, 2, 3, 4 hari).

2. Mengetahui Isoflavon jenis apa saja yang terkandung dalam tempe berbahan

baku koro hitam, koro kratok serta kedelai hitam dan produk tempenya

berdasarkan variasi lama waktu fermentasi (0, 1, 2, 3, dan 4 hari)

3. Mengetahui aktivitas antioksidan tempe berbahan baku koro hitam, koro

kratok serta kedelai hitam dan produk tempenya bila dibandingkan dengan

ekstrak etanol dari kedelai dan produk tempenya serta beberapa antioksidan

alami (α-tokoferol, β-karoten, dan asam askorbat) maupun antioksidan

sintetis (BHT).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Secara teoritis :

a. Mengetahui jenis-jenis kandungan senyawa isoflavon yang terdapat

dalam koro hitam, koro kratok serta kedelai hitam dan produk tempenya

(7)

b. Mengetahui sejauh mana manfaat koro hitam, koro kratok serta kedelai

hitam dan produk tempenya sebagai sumber antioksidan alami.

c. Diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya

mengenai aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa isoflavon dari

jenis legum lainnya.

2. Secara praktis :

a. Dapat memberikan informasi pada masyarakat mengenai kandungan

isoflavon dan aktivitas antioksidan dalam biji dan tempe koro hitam, koro

kratok serta kedelai hitam yang berguna bagi kesehatan

b. Sebagai bahan alternatif pengganti kedelai dan pengembangan produk

(8)

BAB

II

TINJAUAN PUSTAKA A. LEGUMINOCEAE

Legume adalah tanaman dikotyl setahun dan tahunan; sebagian besar

legume sayuran dan legume bijian yang dibudidayakan adalah tanaman setahun.

Legum bijian, sering dikenal sebagai tanaman kacang bijian, adalah tanaman

serealia bijian terpenting kedua sebagai sumber pangan utama dunia (Rubatski

dan Yamaguchi, 1997).

1. Kedelai Hitam (Glycine soja)

Berdasarkan warna bijinya dikenal kedelai putih (Glycine max.) dan kedelai hitam (Glycine soja). Kedelai putih membutuhkan tanah yang lebih subur, serta memerlukan pengairan dan pemeliharaan lebih baik dari pada kedelai

hitam. Kedelai hitam umunya hanya digunakan untuk bahan baku kecap,

sedangkan kedelai putih untuk bahan baku tempe dan tahu serta makanan

lainnya (tauco dan lain-lain). Biji kedelai adalah hasil yang paling utama untuk

diambil dan dimanfaatkan (Yamaguchi dan Rubatski, 1997).

Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua

spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). Glycine max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang selatan, sementara Glycine soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia

(9)

tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara dan

Indonesia.

Menurut Tjitrosoepomo, G. (1996) kedudukan tanaman kedelai dalam

sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae Filum : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Glycine

Spesies : Glycine soja (L.)

( Martin dan Leonardo, 1962 dalam Tjitrosoepomo. G., 1996).

Kedelai termasuk keluarga kacang-kacangan yang berasal dari asia.

Kedelai ditanam lebih dari 5000 ribu tahun yang lalu dinegeri Cina. Dunia barat

baru mengenal kedelai pada tahun 1737. Namun, pada tahun 1905 dunia

mengenal kedelai berbentuk bulat panjang atau pipih dengan tinggi pohon sekitar

30-100cm. Amerika, Brazil, Cina dan Argentina adalah negara terbesar di dunia

penghasil kedelai. Indonesia sudah melakukan penanaman kedelai sejak tahun

1750 terutama di pulau Jawa dan Bali (Lamina, 1989).

Biji kedelai kaya akan protein dan lemak serta beberapa bahan gizi

penting lain, misalnya vitamin dan lesitin. Karena ini jugalah, kedelai banyak

dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan, seperti tahu, tempe,

kecap, susu kedelai hingga tepung kedelai .

Secara morfologi kedelai hitam merupakan tanaman dikotil semusim

(10)

berkambium. Kedelai dapat berubah penampilan menjadi tumbuhan setengah

merambat dalam keadaan pencahayaan rendah. Kedelai, khususnya kedelai

putih dari daerah subtropik, juga merupakan tanaman hari-pendek dengan waktu

kritis rata-rata 13 jam. Ia akan segera berbunga apabila pada masa siap

berbunga panjang hari kurang dari 13 jam. Ini menjelaskan rendahnya produksi

di daerah tropika, karena tanaman terlalu dini berbunga.

Perilaku pembungaan berbeda-beda, mulai dari sangat tidak terbatas

hingga sangat terbatas. Saat berbunga bergantung pada kultivar dan dapat

beragam dari 80 hari hingga mencapai 150 hari setelah tanam. Bunga berwarna

putih agak ungu pucat, dan dapat menyerbuk sendiri. Polongnya, yang

berkembang dalam kelompok, biasanya mengandung 2-3 biji yang berbentuk

bundar atau pipih, dan sangat kaya akan protein dan minyak. Warna biji

berbeda-beda menurut kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Gambar 1. Tanaman kedelai hitam (www.wikipedia.org.com)

Kegunaan pangan umumnya berkorelasi dengan warna biji. Biji berwarna

hijau dan kuning diproduksi terutama untuk sayuran (biji yang dapat dimakan).

Kultivar berbiji besar warna kuning digunakan untuk membuat tahu. Umumnya,

kultivar berbiji kuning kecil kaya akan minyak dan memiliki kandungan protein

rendah, sedangkan kultivar berbiji hitam memiliki kandungan protein tinggi dan

(11)

dapat berkisar 15-25%, protein mencapai 50% dan kultivar tertentu mengandung

minyak hingga 25%. Polong kultivar minyak biji umumnya mengandung 1-2 biji,

sedangkan kultivar sayuran biasanya 2-3 biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Gambar 2. Biji Kedelai Kuning mentah

Kedelai yang berkulit hitam saat ini sedang menjadi incaran peneliti gizi

dan kesehatan. Karena ternyata, di dalam kedelai hitam mengandung antosianin.

Antosianin tersebut sangat potensial mencegah proses oksidasi yang terjadi

secara dini dan menimbulkan penyakit degeneratif. Oksidasi LDL akan memicu

berkembangnya penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya penyakit

jantung koroner, stroke dan beragam penyakit berbahaya lainnya (Astuti, 1995). Gambar 3. Biji Kedelai hitam mentah

(12)

Antosianin dari kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL kolesterol,

dengan rajin mengonsumsi tempe dan produk olahan kedelai hitam sebanyak

150 gram/ hari mampu menurunkan kadar kolesterol. Alangkah sayangnya jika

selama ini masyarakat hanya mendengar manfaat antosianin di dalam buah

blueberry. Padahal kenyataannya, kandungan antosianin di dalam kedelai hitam

lebih besar dibandingkan blueberry.

Selain mampu menghambat oksidasi LDL, kandungan flavonoid yang

dimiliki kedelai hitam dapat berfungsi sebagai antikanker. Kandungan

flavonoid,banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian.

Tidak hanya berfungsi sebagai antioksidan, kedelai hitam mampu mengurangi

gejala- gejala menopause pada wanita. Karena struktur kedelai mirip dengan

struktur hormon estrogen. Salah satu senyawa yang menyerupai estrogen yang

terdapat di dalam tanaman adalah isoflavon. Di samping itu, kedelai hitam dapat

menghambat penuaan dini pada wanita jika dikonsumsi secara rutin. Olahan

kedelai hitam memang tidak semenarik kedelai kuning. Misalnya, olahan kedelai

hitam menjadi tahu akan berwarna abu-abu. Sehingga tidak jarang produk olahan

kedelai hitam malah dihindari konsumen (http://wikipedia.org)

2. Koro Hitam (Lablab purpureus)

Tanaman yang hampir mirip dengan kedelai hitam ini sering disebut

dengan kacang India atau kacang Mesir. Warna yang mirip dengan kedelai hitam

tetapi lebih legam daripada kedelai hitam dan bentuk yang sedikit lebih besar,

kurang banyak dimanfaatkan oleh para pengguna jenis legume, karena tekstur

yang keras dan berkulit tebal.

Kedudukan tanaman Koro hitam dalam sistematik tumbuhan (taksonomi)

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(13)

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Family : Fabaceae

Genus : Lablab

Species : Lablab purpureus ( Martin dan Leonardo, 1962 dalam Tjitrosoepomo, 1996).

Secara morfologi tanaman ini adalah tanaman tahunan berumur pendek,

tetapi terutama ditanam sebagai tanaman setahun untuk menghasilkan polong

yang dapat dimakan. Tanaman ini tumbuh baik mulai dari ketinggian permukaan

laut hingga dataran tinggi (2200 m) dan di wilayah dengan curah hujan rendah

dan suhu tinggi, serta toleran terhadap genangan. Tanaman koro hitam memiliki

pola pertumbuhan merambat dengan panjang batang jalar mencapai 6-10 cm jika

dilanjari. Daun trifoliatnya besar (15 cm), berbentuk mirip belah ketupat dan

berperan dalam memproduksi biomassa dalam jumlah besar.

Bunga berwarna putih, merah jambu, atau ungu kebanyakan menyerbuk

sendiri. Polong berwarna hijau atau ungu berbentuk rampin pipih, oblong dan

sering melengkung. Panen dilakukan ketika polong mencapai panjang 5-10 cm,

dan sebelum biji matang. Polong mengandung tiga hingga enam biji kecil bundar

matang sempurna dalam waktu 3-5 bulan.

(14)

Warna biji biasanya putih atau hitam tetapi kadang-kadang ditemukan

juga warna coklat kemerahan dan berbintik-bintik, semuanya memiliki hilum

(pusar biji)putih, panjang dan terlihat jelas. Kultivar berbiji putih mengandung

glukosida sianogenik dan penghambat tripsin dalam jumlah kecil sehingga tidak

beracun sedangkan kultivar berbiji gelap mengandung kedua senyawa tersebut

dalam jumlah besar. Polong tanaman koro hitam mengandung 4-5% protein. Biji

kering memiliki kandungan karbohidrat 50-60% dan protein 20-25% (Rubatzky

dan Yamaguchi, 1997).

Gambar 5. Koro hitam mentah

Tanaman dan biji koro hitam belum begitu banyak ditemukan kegunaan

dan manfaatnya, karena tanaman dan biji koro hitam hanya digunakan sebagai

campuran sayur bagi masyarakat pedesaan.

3. Koro Kratok (Phaseolus lunatus)

Budidaya tanaman ini tersebar luas, mulai dari wilayah utara Brazil hingga

menjadi tanaman kacang pangan pokok penting di beberapa wilayah afrika dan

asia Tenggara. Peninggalan koro kratok berbiji kecil yang ditemukan di Amerika

Tengah telah berumur sekitar 2000 tahun. Tipe liar tanaman ini selanjutnya

ditemukan di Meksiko, Amerika Tengah dan seluruh wilayah Andes.

Kedudukan tanaman Koro hitam dalam sistematik tumbuhan (taksonomi)

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(15)

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Family : Fabaceae

Genus : Phaseolus

Species : Phaseolus lunatus (Tjitrosoepomo, 1996).

Secara morfologi tanaman ini mempunyai biji agak berbentuk bulan,

panjang polong oblong yang agak melengkung berkisar antara 5 hingga 15 cm

dengan lebar 2-3 cm. Sebagian besar kultivar biasanya mengandung 2-4 biji,

walaupun ada yang berisi hingga 6 biji. Polong kultivar tertentu gemuk; yang lain

agak ramping. Biji besar pipih dan oblong pada tipe tanaman tertentu memiliki

panjang hingga 3 cm. Tipe biji yang lain juga pipih, tetapi agak bundar dan

panjangnya sekitar 1 cm; permukaan biji kedua tipe ini rata.

Kultivar yang umum ditanam memilki warna kulit biji hijau muda atau

putih; yang lain dapat berwarna merah, ungu, coklat, atau hitam. Dua kotiledon

daun biji besar merupakan bagia terbesar dari volume biji. Biji tipe liar memiliki

kandungan glukosida sianogenik tinggi dan harus direndam sebelum atau selama

pemasakan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

(16)

Lima

Gambar 7. Biji koro kratok yang masih muda (www.wikipedia.org.com)

Kandungan gizi biji koro kratok dalam 100 gram adalah protein 14,66g;

serat fiber 13,16g; folate 156,23g; zat besi 4,49mg; phosphor 208,68mg;

magnesium 80,84mg dan vitamin B1 (thiamin) 0,30mg ( Larco, 2001).

Kandungan gizi koro kratok dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kandungan beberapa zat biji koro kratok per 100 gram Zat Gizi Kandungan

Protein 14.66 g Serat pangan 13.16 g Vitamin B1 (thiamin) 0.30 mg Zat besi 4.49 mg Copper 0.44 mg Phosphor 208.68 mg Magnesium 80.84 mg Mangan 0.97 mg Potassium 955.04 mg Folate 156.23 mcg Tryptophan 0.17 g

Sumber : Larco Hoyle, Rafael 2001.

B. TEMPE

Tempe secara luas dikenal sebagai makanan khas Indonesia, dan sangat

digemari oleh masyarakat Jawa. Ada berbagai macam tempe di Indonesia seperti

misalnya tempe gembus dibuat dari ampas tahu, tempe lamtoro dibuat dari biji

lamtoro, tempe benguk dibuat dari biji koro benguk, tempe koro dibuat dari koro,

tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa, tempe gude dibuat dari kacang gude

(17)

paling banyak digemari masyarakat adalah tempe kedelai. Tempe dibuat dengan

proses fermentasi kedelai dengan kapang jenis Rhizopus.

Tempe merupakan makanan bergizi tinggi sehingga makanan ini

mempunyai arti strategis dan sangat penting untuk pemenuhan gizi. Lebih dari

itu, tempe mempunyai keunggulan-keunggulan lain, yaitu mempunyai kandungan

senyawa aktif; teknologi pembuatannya sederhana; harganya murah; mempunyai

citarasa yang enak; dan mudah dimasak

Tempe bermutu tinggi bila kacang terlekat dengan jalinan miselium putih.

Jika proses fermentasi dibiarkan terlalu lama, spora hitam mungkin terbentuk di

permukaan. Spora tersebut tidak berbahaya namun mempengaruhi kenampakan

dan penerimaan konsumen ( Anonima, 2008).

Tempe mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavour

spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada

permukaan biji-bijian. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia

jamur yang menghubungkan antara biji-biji. Sedangkan flavour yang spesifik

disebabkan oleh terjadinya degradasi komponen-komponen dalam kedelai

selama fermentasi ( Kasmidjo, 1990 dalam Supriyadi, 1998).

1. Tempe Kedelai

Tempe tergolong sebagai makanan hasil fermentasi oleh jamur Rhizopus s.p. Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Tetapi yang biasanya

dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat

dari kedelai (Astuti, 1995).

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga

dapat menghambat proses penuaan dan mencegah terjadinya penyakit

degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kanker, dan

lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun

(18)

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak

banyak berubah dibandingkan dengan kedelai. Namun, karena adanya enzim

pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan

karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh

dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik

untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia),

sehingga bisa disebut sebagai makanan semua umur. Dibandingkan dengan

kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe.

2. Tempe Non Kedelai

Selain tempe berbahan dasar kacang kedelai, terdapat pula berbagai

jenis makanan berbahan bukan kedelai yang juga disebut tempe. Terdapat 2

golongan besar tempe menurut bahan bahan dasarnya, yaitu tempe berbahan

dasar Legume dan tempe berbahan dasar non-legume (Astawan M, 2003).

Tempe bukan kedelai yang berbahan dasar legume mencakup tempe

koro benguk (dari biji koro benguk (Mucuna pruriens, L.) berasal dari sekitar Waduk Kedungombo (Handayani, 1992), tempe gude (dari kacang gude/Cajanus cajan), tempe gembus dari ampas tahu/ampas gude (populer didaerah Lombok dan Bali), tempe kacang hijau (dari kacang hijau terkenal didaerah Yogyakarta),

tempe kacang kecipir (dari biji kecipir (Psopocaarpus tetragonolobus), tempe koro pedang (dari biji koro pedang Canavalia ensiformis, tempe lupin dari lupin,

Lupinus Angustifolius), tempe kacang merah (dari kacang merah, Phaseolus vulgaris), tempe kacang tunggak (dari kacang tunggak, Vigna unguiculata), tempe koro wedhus (dari biji koro wedhus, Lablab purpureus), tempe koro (dari koro kratok, Phaseolus lunatus banyak ditemukan di Amerika utara), dan tempe menjes (dari kacang tanah dan kelapa terkenal disekitar Malang).

Tempe berbahan dasar non-legume mencakup tempe mungur (dari biji

(19)

kelapa yang terkenal didaerah Banyumas, tempe jamur merang (dari jamur

merang) (Astawan, 2003)

Kacang gude, komak, dan koro benguk, dan koro pedang biji

putih/biji merah dapat dibuat tempe. Masyarakat Trenggalek (Jawa Timur)

biasa mengkonsumsi tempe koro pedang. Biji kacang-kacangan tersebut

memiliki kulit yang keras sehingga sebelum dibuat tempe perlu pengupasan kulit

biji secara mekanis.

Komak, koro benguk dan koro pedang mengandung senyawa beracun,

sehingga dalam pembuatan tempe, setelah kulit biji dikupas, direbus dengan

air yang dicampur abu kapus dan selanjutnya biji direndam dalam air dua kali

selama selama dua hari dua malam agar kandungan racun dapat dinetralkan.

Perendaman terbaik bila dilakukan pada air yang mengalir, bila hal tersebut tidak

dapat dilakukan (air tetap), maka air perlu sering diganti agar terhindar dari

aroma kurang sedap. Proses selanjutnya, termasuk jenis ragi yang digunakan

relatif sama dengan pembuatan tempe kedelai (http://id.wikipedia.org).

3. Fermentasi Tempe

Fermentasi adalah proses kimiawi yang komplek sebagai akibat

pertumbuhan maupun metabolisme mikroba yang merubah bahan-bahan mentah

yang murah bahkan tidak berharga menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi

tinggi. Proses kimiawi yang terjadi disebabkan oleh enzim dan enzim yang

berperan dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan.

Fermentasi bahan makanan menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang

menguntungkan seperti flavour, aroma, tekstur, daya cerna dan daya simpan

(Astuti, 1995).

Fermentasi merupakan suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob

(Samson et al., 1988) dan merupakan hasil kegiatan beberapa jenis organisme, yaitu beribu-ribu jenis bakteri, khamir, dan kapang yang telah dikenal. Jadi

(20)

terhadap berhasil atau tidaknya proses fermentasi bersangkutan.

Hasil fermentasi merupakan bagian penting dalam menu makanan dunia.

Fermentasi mengakibatkan perubahan karbohidrat dari bahan pangan, tetapi

kerugian ini dapat tertutup oleh keuntungan yang diperoleh. Protein, lemak, dan

polisakarida dapat dihidrolisis sehingga bahan pangan hasil fermentasi dapat

lebih mudah dicerna. Fermentasi menyebabkan perubahan flavour yang

dipertimbangkan lebih disukai daripada bahan bakunya (Sutardi and Bucle,

1985).

Sifat-sifat bahan pangan hasil fermentasi ditentukan oleh mutu dan sifat-sifat asal

bahan pangan, perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi mikroorganisme

dan interaksi yang terjadi diantara kegiatan-kegiatan tersebut dan zat-zat yang

merupakan pembentuk bahan pangan tersebut (Sutardi and Bucle, 1985).

Proses pengolahan tempe pada umumnya meliputi tahap pencucian,

perendaman bahan mentah, perebusan, pengulitan, pengukusan, penirisan dan

pendinginan, inokulasi, pemanasan, kemudian pemeraman 2-3 hari. Perendaman

mengakibatkan ukuran biji menjadi lebih besar dan stuktur kulit mengalami

perubahan sehingga lebih mudah dikupas. Perebusan dan pengukusan selain

menaikkan biji dimaksud untuk membunuh bakteri kontaminan dan mengurangi

zat antigizi. Penirisan dan pendinginan bertujuan mengurangi kadar air dalam biji

dan menurunkan suhu biji sampai sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur

(Samson, 1987).

Fujimaki (1968) melaporkan selama fermentasi terjadi perubahan

enzimatik yaitu bau dan rasa karena adanya aktivitas enzim protease. Selama

fermentasi miselia jamur yang berwarna putih akan menyelubungi permukaan

tempe. Jamur akan mengeluarkan enzim-enzim yang dapat memecah komponen

dalam bahan yaitu lemak, protein dan karbohidrat menjadi bahan yang lebih

(21)

Aktivitas mikroorganisme didalam proses pembuatan tempe secara

tradisional terutama terdapat 2 tahapan proses yaitu pada :

1) Proses Fermentasi Awal (Fermentasi I)

Proses perendaman dilakukan terhadap kedelai yang telah

direbus dan atau dikuliti selama semalaman (12 jam), pada temperatur

kamar (25-300C), dengan menggunakan air tanah atu air kran. Pada

proses ini terjadi proses fermentasi awal oleh bakteri pembentuk

asam-asam organik. Tujuan utama proses ini adalah untuk pengasam-asaman

kedelai. Untuk maksud pengasaman ini, maka pada proses perendaman

dilakukan inokulasi bakteri pembentuk asam yaitu dengan menambahkan

air ke dalam rendaman dari proses perendaman sebelumnya, sehingga

tahapan ini disebut merupakan proses fermentasi I. Dengan kondisi

demikian (12 jam perendaman) terjadi proses pembentukan asam-asam

organik oleh bakteri pembentuk asam/pengasaman. Sedangkan pada

koro proses perendamannya 3 x 24 jam untuk menghilangkan senyawa

sianida (HCN) (Handayani, 1992).

2) Proses Fermentasi Utama (pemeraman)

Mikroorganisme yang berperan utama didalam pembuatan tempe adalah

kapang Rhizopus oligosporus. Aktivitas fisiologis kapang pada proses fermentasi tempe dimulai sejak diinokulasinya inokulum (ragi tempe) pada

kedelai yang telah siap difermentasikan yaitu kedelai dan berbagai jenis

koro masak yang telah yang telah dikuliti dan ditiriskan. Spora kapang

tersebut mulai tumbuh berkecambah dengan membentuk benang-benang

hifa yang makin tumbuh memanjang membalut dan menembus biji

koteledon kedelai. Apabila benang-benang tersebut telah sedemikian

padat, maka terbentuklah tempe yang kompak, putih dan dengan aroma

khas tempe. Secara keseluruhan tahapan ini disebut sebagai proses

(22)

4. Kapang Tempe

Mikroorganisme yang berperan utama di dalam pembuatan tempe adalah

kapang Rhizopus sp. Didalam klasifikasi, kapang ini digolongkan ke dalam genus

Rhizopus, familia Mucoraceae, ordo Mucorales, subklass Zygomicotina, dan klass zygomycetes (Hesseltine, 1985).

Kapang yang tergolong dalam genus Rhizopus sp. ditandai dalam sel vegetatif yang berupa benang yang disebut hifa/misellium yang membentuk

stolon-stolon (semacam ruas/buku) yang dilengkapi dengan rhizoid (mirip akar)

yang tumbuh bercabang-cabang masuk kedalam substrat. Pada tempat

tumbuhnya rhizoid terdapat sporangiospora yang tumbuh mengarah keudara

(berlawanan arah dengan rhizoid) dan dari tempat inilah terbentuk spora didalam

spora didalam suatu sporangium. Kapang jenis Rhizopus sp. mempunyai sifat tumbuh cepat dan membentuk koloni yang terdiri dari benang-benang misellia.

Hesseltin (1966 dalam Pawiroharsono, 1995), menambahkan bahwa

aktivitas fisiologis kapang pada proses fermentasi tempe dimulai sejak

diinokulasikanya inokulum (ragi tempe) pada kedelai yang telah siap

difermentasikan yaitu kedelai masak yang telah dikuliti dan ditiriskan. Spora

kapang tersebut mulai tumbuh berkecambah dengan membentuk

benang-benang hifa yang makin tumbuh memanjang membalut dan menembus biji

kotiledone kedelai. Apabila benang-benang tersebut telah sedemikian padat

(23)

Rhizopus sebagai kapang pemeran utama dalam proses pembuatan tempe, jenis kapang ini telah terbukti dapat memfermentasikan kedelai dan

membentuk tempe secara sempurna. Waktu yang dibutuhkan sampai terbentuk

tempe secara sempurna 24-36 jam (Samson et al., dalam Sutardi, 1988)

Selama proses fermentasi berlangsung, kedelai berubah menjadi tempe

dan perubahan tersebut pada dasarnya dapat dibedakan sebagai perubahan

secara fisik dan secara kimia. Perubahan sifat fisik tempe dibandingkan dengan

kedelai antara lain, bertekstur kompak, warna putih dengan aroma khas tempe.

Perubahan secara kimia ditandai dengan terjadinya hidrolisis senyawa-senyawa

komplek (protein, karbohidrat, lemak) menjadi senyawa yang lebih sederhana

dan mudah dicerna.

Disamping itu masih terdapat berbagai senyawa baru yang disintesis

selama fermentasi yang bermanfaat untuk kesehatan seperti asam lemak tidak

jenuh, isoflavon faktor II (Hesseltin, 1966 dalam Pawiroharsono, 1995).

C. ISOFLAVON

Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak

disintesis oleh tanaman. Namun, tidak sebagai layaknya senyawa metabolit

sekunder karena senyawa ini tidak disintesa oleh mikroorganisme. Dengan

demikian, mikroorganisma tidak mempunyai kandungan senyawa ini. Oleh

karena itu, tanaman merupakan sumber utama senyawa isoflavon di alam. Dari

beberapa jenis tanaman, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada

tanaman Leguminoceae, khususnya pada tanaman kedelai. Pada tanaman

kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji kedelai,

khususnya pada bagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi tanaman.

Sebagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun pertama dari

tanaman (Pradana, 2008).

(24)

Mengingat berbagai potensi kedelai sebagai sumber gizi dan senyawa

aktif serta prospeknya untuk dikembangkannya produk-produk baru, kedelai

banyak disebut sebagai “The golden bean, the miracle bean, food for the future”.

(Pradana, 2008).

Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2--4 mg/g kedelai. Senyawa

isoflavon ini pada umumnya berupa senyawa kompleks atau konjugasi dengan

senyawa gula melalui ikatan glukosida. Jenis senyawa isoflavon ini terutama

adalah genistin, daidzin, dan glisitin (Pradana, 2008).

Sebanyak 99% isoflavon pada kedelai dalam bentuk glikosida (yang

berikatan dengan glikosa), yang terdiri dari 64% genistin, 23% daidzin, dan 13%

glisitin (Naim et al., (1974). Genestein dan deidzin serta konjugat glukosidanya berada dalam konsentrasi diatas tiga milligram per 1 biji kedelai (Walter, 1941).

Isoflavon yang dominan pada kedelai terdapat dalam bentuk glikosida,

sedangkan yang dominan pada produk kedelai yang mengalami fermentasi

adalah aglikon (Coward et al., 1993). Bentuk glikosida dipertahankan oleh tanaman sebagai bentuk inaktif sehingga dibutuhkan sebagai antioksidan.

Bentuk aktif glikosida adalah aglukon, yang dihasilkan dari pelepasan glukosa

dan glikosida (Anderson et al., 1998).

Isoflavon kedelai dapat menurunkan resiko penyakit jantung

dengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Protein kedelai

telah terbukti mempunyai efek menurunkan kolesterol, yang di percaya

karena adanya isoflavon di dalam protein tersebut. Studi epidemologi juga

telah membuktikan bahwa masyarakat yang secara teratur mengkonsumsi

makanan dari kedelai, memiliki kasus kanker payudara, kolon dan prostat

yang lebih rendah. Isoflavon kedelai juga terbukti, melalui penelitian in

vitro dapat menghambat enzim tirosin kinase, oleh karena itu dapat

menghambat perkembangan sel-sel kanker dan angiogenesis. Hal ini

(25)

tidak dapat tumbuh (Koswara, 2006).

Peranan isoflavon dalam membantu menurunkan osteoporosis juga

telah diteliti. Konsumsi protein kedelai dengan isoflavon telah terbukti dapat

mencegah kerapuhan tulang pada tikus yang digunakan sebagai model

untuk penelitian osteoporosis. Studi yang lain menunjukkan hasil yang

sama pada saat menggunakan genistein saja. Ipriflavone, obat yang

dimetabolisme menjadi daidzein telah terbukti dapat menghambat kehilangan

kalsium melalui urine pada wanita post monopouse (Koswara, 2006).

Produk kedelai yang mengandung isoflavon dapat membantu

pengobatan simptom monopouse. Pada wanita yang memproduksi

sedikit estrogen, isoflavon (phitoestrogen) dapat menghasilkan cukup

aktivitas estrogen untuk mengatasi symptom akibat monopouse, misalnya

hot flashes. Suatu penelitian menunjukkan bahwa wanita yang

mengkonsumsi 48 gram tepung kedelai per hari mengalami gejala hot flashes 40

% lebih rendah (Koswara, 2006).

Makanan yang terbuat dari kedelai mempunyai jumlah isoflavon yang

bervariasi, tergantung bagaimana mereka diproses. Makanan dari kedelai seperti

tahu, susu kedelai, tepung kedelai dan kedelai utuh mempunyai kandungan

isoflavon berkisar antara 130 –380 mg/100 gram. Kecap dan minyak kedelai

tidak mengandung isoflavon. Produk kedelai yang digunakan sebagai bahan

tambahan pangan, seperti isolat dan konsentrat protein kedelai mempunyai

kandungan isoflavon yang bervariasi, tergantung bagaimana proses

pengolahannya. Misalnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa

penggunaan alkohol dalam proses ekstraksi menghasilkan kadar isoflavon yang

(26)

Tabel 2. Struktur Daidzin, Genistin dan Glisitin

Nama Senyawa Struktur

Genistin

Glisitin

Daidzin

2. Isoflavon Pada Tempe Kedelai

Pada kedelai mengalami berbagai perubahan pada proses pembuatan

tempe baik oleh proses fisik maupun proses enzimatik oleh adanya aktivitas

mikroorganisme. Keterlibatan mikroorganisme pada proses pembuatan tempe

O OH OH O O

O

OH

H

OH

H

OH

H

CH

2

OH

H

OH O H3CO O

O

O H

H

O H

H

H

O H

H

CH

2

OH

O HOH2C H H OH H O H OH

O

O OH O O

H

(27)

terutama terjadi pada proses perendaman oleh bakteri-bakteri pembentuk asam

dan proses fermentasi oleh kapang khususnya Rhizopus oligosporus.

Sebagai akibat perubahan-perubahan tersebut tempe menjadi lebih enak,

lebih bergizi, dan lebih mudah dicerna. Salah satu factor penting dalam

perubahan tersebut adalah terbebasnya senyawa-senyawa isoflavon dalam

bentuk bebas (aglukon), dan teristimewa hadirnya Faktor-II, yang terdapat pada

tempe tetapi tidak terdapat pada kedelai, ternyata berpotensi tinggi (dibanding

dengan jenis isoflavon yang lainnya) sebagai antioksidan (Gyorgy dkk., 1964),

antihemolitik (Murata, 1985), penurun tekanan darah, anti kanker (Zilleken,

1986), dan sebagainya

Selama proses pengolahan, baik melaui fermentasi maupun proses

non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami biokonversi, terutama melalui

proses hidrolisis sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut

aglukan yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglukan tersebut adalah

genistein, daidzein dan glisitein (Pawiroharsono, 2001). Struktur dan sifat kimia

daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 ditampilkan pada Gambar 8, 9, 10, dan

11.

Nama Kimia : Daidzein, 7,4’-dihidroksi isoflavon

Rumus Molekul : C15H10O4

Kelarutan : Tidak larut dalam air

Gambar 8. Struktur dan Sifat Kimia Daidzein (Ariani, 2009)

OH O O H O Daidzein

(28)

Nama Kimia : Genistein, 5,7,4’-trihidroksi isoflavon

Rumus Molekul : C15H10O5

Kelarutan : Larut dalam metanol dan etanol

Gambar 9. Struktur dan Sifat Kimia Genistein (Ariani, 2009)

Nama Kimia : Glisitein, 6-metoksi-7,4’-trihidroksi isoflavon

Rumus Molekul : C16H12O5

Kelarutan : Tidak larut dalam air

Gambar 10. Struktur dan Sifat Kimia Glisitein (Ariani, 2009)

Nama Kimia : Faktor-2 , 6,7,4’-trihidroksi isoflavon

Rumus Molekul : C15H10O5 OH OH O O H O Genistein OH O H O H3CO O Glisitein OH O H O H O O Faktor II

(29)

Kelarutan : Tidak larut dalam air

Gambar 11. Struktur dan Sifat Kimia faktor-2 (Ariani, 2009)

3. Metabolisme Isoflavon pada Proses Pengolahan Kedelai menjadi Tempe

Senyawa isoflavon merupakan salah satu komponen yang juga

mengalami metabolisme. Senyawa isoflavon ini pada kedelai berbentuk senyawa

konjugat dengan senyawa gula melalui ikatan -O- glikosidik. Senyawa isoflavon

aglukon ini dapat mengalami transformasi lebih lanjut membentuk senyawa

transforman baru. Hasil transformasi lebih lanjut dari senyawa aglukon ini justru

menghasilkan senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas biologi lebih tinggi.

Hal ini terlihat pada Faktor-II, yang mempunyai aktivitas antioksidan dan

antihemolisis lebih baik dari daidzein dan genistein. Selain itu, telah ditemukan

bahwa senyawa isoflavon lebih aktif 10 kali dari senyawa karboksikroman.

Faktor-II merupakan senyawa yang sangat menarik perhatian, karena

senyawa ini tidak terdapat pada kedelai dan hanya terdapat pada tempe.

Senyawa ini terbentuk selama proses fermentasi oleh aktivitas mikroorganisme.

Senyawa ini mula-mula ditemukan kembali oleh Gyorgy (1964) pada ekstrak

tepung tempe. Perkembangan selanjutnya terbukti bahwa Faktor-II tersebut pada

kedelai jumlahnya sangat kecil.

Setelah fermentasi, Faktor-II akan dibebaskan walaupun jumlahnya

sangat kecil. Faktor-II dipandang sebagai senyawa yang sangat prospektif

sebagai senyawa antioksidan (10 kali aktivitas dari vitamin A atau karboksi

kroman dan sekitar 3 kali dari senyawa isoflavon aglukon lainnya pada tempe)

serta antihemolitik. Dengan demikian, karakterisasi mikroorganisme transforman

Faktor-II perlu diteliti. Menurut penelitian Barz et al. (1993) biosintesis Faktor-II dihasilkan melalui demetilasi glisitein oleh bakteri Brevibacterium epidermis dan Micrococcus luteus atau melalui reaksi hidroksilasi daidzein.

Selama proses pengolahan, baik melaui fermentasi maupun proses

(30)

proses hidrolisis sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut

aglukan yang lebih tinggi aktivitasnya.

Senyawa isoflavon aglukan daidzein dan genistein dapat mengalami

transformasi lebih lanjut membentuk senyawa baru, yaitu faktor-2

(Pawiroharsono, 2001 ). Senyawa faktor-2 ini tidak dijumpai pada kedelai yang

tidak difermentasi (Ariani, 2001).

4. Manfaat Senyawa Isoflavon Pada Tempe Kedelai

Isoflavon pada tempe dapat mencegah aktivitas sel menjadi sel kanker,

tetapi juga dapat memperbaiki metabolisme hormon steroid, menurunkan

kolesterol dan trigleserida, serta melindungi sel-sel hati dari paparan senyawa

beracun. Selain itu Isoflavon juga dapat berfungsi untuk memperlancar sirkulasi

darah. Isoflavon mempunyai beberapa efek positif dari isoflavon adalah

antiadrenalin, yang membuat jantung bekerja lebih santai, di samping

antiperadangan serta mencegah ketidak teraturan denyut jantung

Khususnya isoflavon pada tempe yang aktif sebagai antioksidan, yaitu

Faktor-2, terbukti berpotensi sebagai anti-kontriksi (penyempitan) pembuluh

darah dan juga berpotensi menghambat pembentukan LDL (low density

lipoprotein). Dengan demikian, isoflavon dapat mengurangi terjadinya

arteriosclerosis pada pembuluh darah.

Zat yang terkandung dalam hasil olahan kedelai ini dapat berfungsi pula

untuk mencegah terjadinya kerusakan permukaan dinding pembuluh darah

jantung (koroner), tetapi sekaligus memperbaikinya. Termasuk pula mengikis

endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah koroner. Hasil olahan kedelai

lain seperti minyak kedelai, juga dapat menangkal kolesterol. Menurut Zilliken

(1987), Faktor-II merupakan senyawa isoflavon yang paling besar pengaruhnya,

karena itulah isoflavon menumbuhkan harapan cerah pada pencegahan dan

(31)

Antitumor atau Antikanker, Antivirus, Antikolesterol, Antialergi, berpengaruh pada

sistem Sirkulasi dan Mencegah Jantung Koroner, Membantu Produksi Hormon

Estrogen dan Mencegah Osteoporosis (Pawiroharsono, 1995)

D. ANTIOKSIDAN

Antioksidan dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Didalam

tubuh kita memiliki sistem enzym antioksidan yang bekerja secara simultan

mematabolisme radikal bebas sehingga tidak meninggalkan kerusakan pada

jaringan (Hodgson and Levi, 2000). Sementara itu jenis antioksidan yang lainnya

berasal dari luar tubuh, yaitu yang berasal dari makanan, atau komponen bahan

makanan (fitokimia) seperti fenol (Yang, et al dalam Sri Retno DA dan Wiji Astuti, 2009), karotenoid (Nara, et al, 2001), atau alkaloid (Schultz, et al, 1984).

1. Pengertian Tentang Antioksidan

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga

molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron

dari molekul atom sel lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme

tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran UV, zat kimiawi

dalam makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas

bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut

menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas

adalah serangan jatung dan kanker ( Anonimb, 2008).

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,

memperlambat, mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan

adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal

bebas dalam oksidasi lipid (Pratt, 1992, dalam Ardiansyah, 2007 ) .

Sumber-sumber antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa

(32)

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari : (Pratt, 1992, dalam

Ardiansyah, 2007 ).

a. Senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen

makanan.

b. Senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses

pengolahan.

c. senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

dalam makanan sebagai bahan tambahan pangan.

Berbagai nutrisi yang mengandung antioksidan di antaranya adalah

semua biji-bijian, kacang-kacangan, buah-buahan, sayuran, hati, tiram, unggas,

kerang, ikan, susu dan daging (Destiutami, 2007 ).

Kumalaningsih (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga macam

antioksidan yaitu :

a. Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara

lain superoksida dismutase, glutathione peroksidase, perxidasi dan katalase.

b. Antioksidan alami yang diperoleh dari tanaman atau hewan yaitu tokoferol,

vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik.

c. Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated

Hroxyanisole (BHA), BHT, PG dan EDTA yang ditambahkan dalam makanan

untuk mencegah kerusakan lemak.

Atas dasar fungsinya antioksidan dapat dibedakan menjadi lima yaitu :

(Kumalaningsih, 2007)

a. Antioksidan Primer

Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas

baru karena ia dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang

berkurang dampak negatifnya sebelum sempat bereaksi.

(33)

Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap

radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi

kerusakan yang lebih besar. Contoh yang popular, antioksidan sekunder adalah

vitamin E, vitamin C, dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.

c. Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan

jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk

kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang

dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk

perbaikan DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA

pada penderita kanker.

d. Oxygen scavenger

Antioksidan yang termasuk Oxygen scavenger mengikat oksigen sehingga

tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.

e. Chelators / sequestrants

Mengikat logam yang mampu mengkatalis reaski oksidasi misalnya

asam sitrat dan asam amino.

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama

merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.

Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai

antioksidan primer. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu

memperlambat laju autooksidasi dengan mekanisme pemutusan rantai

autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon,

1990 dalam Ardiansyah, 2007).

Reaksi oksidasi lemak yang terjadi pada makanan atau bahan makanan

berlemak dapat dihambat dengan pemberian zat antioksidan. Pada umumnya zat

(34)

Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG) dan

Etylene Diamine Tetra Acetic Acid (EDTA). Sementara itu penggunaan zat

antioksidan sintetik tertentu misalnya BHT dapat menimbulkan akibat buruk

terhadap kesehatan konsumen seperti gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus

dan keracunan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah

mengganti zat antioksidan sintetik dengan zat antioksidan alami. Zat antioksidan

alami dapat diperoleh dari ekstrak bagian-bagian tanaman tertentu terutama yang

banyak mengandung senyawa-senyawa flavonoid yang tersusun dari

gugus-gugus fenol (Suryo dan Tohari, 1995).

Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh antara lain adalah :

1. Superoksida Dismutase

Antioksidan ini merupakan enzim yang bekerja bila ada pembantunya

yaitu berupa mineral-mineral seperti tembaga, mangan yang bersumber pada

kacang-kacangan, padi-padian. Dengan demikian sangat diperlukan sekali

mengkonsumsi bahan tersebut di atas. Sayangnya kita lebih senang

mengkonsumsi bahan yang enak dimakan. Bagi orang yang mampu, kekurangan

mineral dapat dilakukan dengan meminum multivitamin dan suplemen mineral

tetapi bagi orang yang hidupnya sedang-sedang saja lebih baik mengkonsumsi

mineral dari tanaman karena banyak juga tanaman yang dapat menghasilkan

SOD antara lain brokoli, bayam, sawi dan juga hasil-hasil olahan seperti tempe.

2. Glutathione Peroksidase

Adalah enzim yang berperan aktif dalam menghilangkan H2O2 dalam

tubuh dan mempergunakannya untuk merubah glutathione (GSH) menjadi

glutathine teroksidasi (GSSG). Makanan yang kaya glutahione adalah kubis,

(35)

melindungi selaput-selaput sel. Senyawa ini merupakan tripeptida yang terdiri

dari asam amino glisin, asam glutamat dan sistein.

3. Katalase

Enzim katalase di samping mendukung aktivitas enzim SOD juga dapat

mengkatalisa perubahan berbagai macam peroksida dan radikal bebas menjadi

oksigen dan air. Enzim-enzim tersebut di atas dalam bekerjanya sengat

membutuhkan mineral-mineral penyusun sebagai berikut : Copper (Cu), Zinc

(Zn), Selenium (Se), Manganese (Mn), Besi (Fe) .

Jenis penggolongan antioksidan yang lain adalah berdasarkan sumber

diperoleh senyawa tersebut. Penggolongan ini ada dua yaitu antioksidan sintetik

dan antioksidan alami.

1. Antioksidan sintetik

Antioksidan sintetik efektif dalam mencegah ketengikan pada minyak dan

bahan pangan berlemak (Kikuzaki dan Nakatani, 1993). Contoh antioksidan

sintetik adalah BHA, BHT, propil galat dan lain-lain. Namun menurut Chang et al. (1977), penggunaan BHT pada tikus percobaan dapat menyebabkan kerusakan

organ tubuh seperti paru-paru dan organ pencernaan. Oleh karena itu

penggunaan food additive (bahan tambahan makanan) lebih baik dibatasi

(Osawa dan Namiki, 1981 dalam Ariani dan Hastuti, 2008).

Penggunaan antioksidan tidak boleh berlebihan karena aktivitas

antioksidan akan hilang pada konsentrasi yang tinggi dan mungkin akan menjadi

prooksidan. Penggunaan antioksidan berlebihan akan menyebabkan senyawa

lebih bersifat sebagai akselerator daripada inhibitor dalam oksidasi lemak. Dalam

keadaan berlebih, antioksidan akan meningkatkan dekomposisi oksidasi lemak

dan pembentukan produk radikal.

(36)

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa

antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c)

senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan sebagai bahan tambahan pangan

Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami

adalah berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari

tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat

dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada

kayu, kulit kayu, akar, daun, bunga, biji, dan serbuk sari.

Kira-kira 2 % dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan

diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya,

sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar.

Sebenarnya flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau, sehingga pastilah

ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Golongan flavonoid dan

senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan baik

didalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida.

Di samping itu ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber

antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian,

serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini

mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti

asam-asam amino, asam-asam askorbat, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin,

produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain.

2. Antioksidan Pada Kedelai

Dalam suatu sistem biologis terdapat sistem pertahanan tubuh untuk

melawan atau meredam radikal bebas. Sistem pertahanan tubuh tersebut

(37)

senyawa yang dapat meredam dampak negatif radikal bebas maupun oksidan.

Dikenal ada empat tipe perlindungan (Mills, 1989), yaitu :

1. Senyawa yang berperanan dalam pencegahan radikal bebas, meliputi peranannya dalam mempertahankan struktur sel, pencegahan terhadap

terhimpunnya subtansi-subtansi yang kemungkinan membentuk radikal

bebas; pengendalian terhadap distribusi zat besi. Antioksidan yang

termasuk dalam kategori ini adalah katalase dan glutathion peroksidase.

2. senyawa yang berperan sebagai pembersih radikal bebas. Termasuk dalam golongan ini adalah vitamin E, vitamin C, betha karotin, glutathion

dan enzim superoksida dismutase.

3. Senyawa yang berperan dalam memperbaiki radikal bebas, terutama

dalam mempertahankan efektivitas glutathion.

4. Senyawa yang berperan dalam perbaikan asam nukleat seperti enzim

polimerase.

Kedelai, terkenal sebagai makanan antikanker. Dalam kedelai terdapat

sejumlah zat yang secara bersama-sama saling menguatkan dalam menghabisi

benih kanker. Senyawa inhibitor protease kedelai, yang punya nama khusus

inhibitor Browman-Birk, ampuh melumpuhkan berbagai jenis kanker. Daya bunuh

kanker tersebut dibantu serat kasar kedelai, yang kadarnya lumayan tinggi (2

gram per 100 gram)

Itulah sebabnya mengapa kedelai dipastikan mampu mencegah dan

membantu penyembuhan segala jenis kanker. Dari kanker usus besar, kanker

paru-paru, kanker kulit, kanker payudara, kanker prostat, hingga kanker darah

(leukimia). Namun kemampuannya menumpas kanker akibat membanjirnya

hormon adalah paling top, seperti kanker payudara pada wanita dan kanker

prostat pada pria. Sebab genistein kedelai memiliki khasiat antihormon, terutama

antiestrogen, yang merupakan hormon seks pada wanita (Depkes 2004).

(38)

Di dalam tempe juga ditemukan suatu zat antioksidan dalam bentuk

isoflavon. Seperti halnya vitamin C, E, dan karotenoid, isoflavon juga merupakan

antioksidan yang sangat dibutuhkan tubuh untuk menghentikan reaksi

pembentukan radikal bebas (Pawiroharsono, 1996).

Dalam kedelai terdapat tiga jenis isoflavon, yaitu daidzein, glisitein, dan

genistein. Pada tempe, di samping ketiga jenis isoflavon tersebut juga terdapat

antioksidan faktor II yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan

dengan isoflavon dalam kedelai. Antioksidan ini disintesis pada saat terjadinya

proses fermentasi kedelai menjadi tempe oleh bakteri Micrococcus luteus dan

Brevisbacterium epidermis. (Pawiroharsono, 1996).

Penuaan (aging) dapat dihambat bila dalam makanan yang dikonsumsi

sehari-hari mengandung antioksidan yang cukup. Karena tempe merupakan

sumber antioksidan yang baik, konsumsinya dalam jumlah cukup secara teratur

dapat mencegah terjadinya proses penuaan dini (Pawiroharsono, 1996).

Murata et.al., 1985 menemukan bahwa kadar ribovlavin, asam nikotinat, asam pantotenat dan piridoksin dalam tempe jauh lebih tinggi daripada dalam

kedelai yang tidak difermentasikan seperti terlihat dalam tabel 3 (Sumaatmojo,

1985).

Liu et.al, 1997 menemukan peningkatan kadar vitamin B12 , dihasiikan oleh bakteri clebsiela peneumonae , yang merupakan cemaran selama proses pembuatan tempe. Kadar vitamin B12 dalam tempe 3,9mcg per 100 gram tempe,

2600 kali kadar dalam kedelai. Vitamin lain yang meningkat jumlahnya adalah

asam folat (300%) dan biotin (50%) , sedangkan jumlah thiamin turun menjadi

58% (Sumaatmojo, 1985).

Fermentasi ternyata dapat menurunkan kadar asam phitat dalam biji

kedelai (54%).asam phitat adalah senyawa fosfor yg dapat mengikat mineral

(kalsium, besi, fosfor, magnesium, seng) sehingga tidak dapat diserap tubuh.

(39)

dihasilkan cendawan Rhizophus oligosporus, fosfornya dapat dimanfaatkan tubuh dan penyerapan mineral lainpun tidak terganggu (Sumaatmojo, 1985).

Tabel 3. kadar vitamin ( mg / g bahan kering) dalam biji kedelai dan tempe

VITAMIN KEDELAI TEMPE

Riboflavin 0,06 0,49

Asam nikotianat 0,90 4,39

Asam pantothenat 0,50 1,00

Piridoksin 0,08 0,35

Sumber : Sumaatmojo, 1985.

Berdasarkan dari tabel diatas, Sumaatmaja (1985) menegaskan bahwa riboflavin

meningkat 8 kali lipat pada tempe dibanding pada kedelai, juga pada asam

nikotianat meningkat 5 kali lipat , sedangkan asam pantothenat meningkat 2 kali

lipat, selain itu juga ditemukan peningkatan hampir 5 kali pada piridoksin.

E. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

Berbagai metode uji aktivitas antioksidan telah digunakan untuk

mengetahui dan membandingkan aktivitas antioksidan pada makanan. Beberapa

tahun terakhir, pengujian kapasitas absorbansi radikal oksigen telah digunakan

untuk menguji aktivitas antioksidan pada makanan, serum dan cairan biologis.

Metode ini memerlukan peralatan khusus dan keahlian teknis untuk analisanya.

Beberapa metode untuk uji aktivitas antioksidan antara lain Thiobarbituric

acid-reactive-substances (TBARS), 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH),

2,2’-azinobis-3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid ( ABTS), Oxygen Radical Absorbance

Capacity (ORAC), 2,2;-azobis-amidinopropane-dihydrochloride (AAPH) serta

reagen Folin-Ciocalteau. Berbagai metode yang digunakan untuk mengukur

aktivitas antioksidan pada bahan makanan dapat memberikan hasil yang

berbeda-beda tergantung pada jenis radikal bebas yang digunakan sebagai

(40)

Metode yang cepat, mudah dan tidah mahal untuk mengukur aktivitas

antioksidan pada makanan dan bahan makanan menggunakan senyawa radikal

bebas DPPH. DPPH secara luas digunakan untuk menguji kemampuan

senyawa-senyawa penyerang radikal bebas atau donor hidrogen dan untuk

menilai besarnya aktivitas antioksidan pada makanan. Metode DPPH dapat

digunakan untuk sampel padat ataupun cair dan tidak spesifik untuk senyawa

antioksidan tertentu tetapi pada keseluruhan senyawa antioksidan yang ada

dalam sampel. Uji aktivitas antioksidan secara keseluruhan membantu dalam

memahami fungsi zat-zat yang terkandung dalam makanan (Prakash, 2001 ).

Uji antioksidan dengan metode DPPH telah dikembangkan dalam

memaparkan aktivitas antioksidan menggunakan radikal bebas stabil DPPH.

Elektron bebas dalam radikal bebas DPPH memberikan panjang gelombang

maksimum 517 nm dan berwarna ungu. Peredaman warna ungu menjadi kuning

sebagai absorpsivitas molar radikal bebas DPPH berkurang dari 9660 menjadi

1640 ketika elektron bebas radikal bebas menjadi berpasangan dengan hidrogen

dari antioksidan yang menyerang radikal bebas membentuk DPPH-H tereduksi.

Sehingga peredaman warna DPPH sebanding dengan banyaknya elektron yang

tertangkap (Prakash, 2001 ).

DPPH (difenil pikril hidrazil hidrat) menghasilkan radikal bebas aktif bila

dilarutkan dalam alkohol. Radikal bebas tersebut stabil dengan absorpsi

maksimum pada panjang gelombang 517 nm dan dapat direduksi oleh senyawa

antioksidan (Prakash, 2001). Dalam metode ini larutan sampel ditambah larutan

0,2 mM DPPH (sebagai kontrol) dalam metanol, dibiarkan selama 30 menit pada

suhu kamar dalam keadaan gelap dan diukur absorbansinya pada

spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antiradikal dapat

diperlihatkan pada sistem yang warnanya berubah dari ungu menjadi

(41)

Perubahan warna larutan menunjukkan aktivitas penangkapan radikal

bebas DPPH dan dapat diukur dengan perbedaan absorbansi yang dihasilkan

pada sampel dibandingkan dengan kontrol. Aktivitas antiradikal dinyatakan dalam

bentuk persen penangkapan radikal DPPH dan dihitung dengan persamaan

(Yen dan Chen, 1995).

%

100

x

)

kontrol

absorbansi

sampel

absorbansi

1

(

n

antioksida

aktivitas

%

Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas antiradikal bebas atau

antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu

dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi

aktivitasnya.

F. KERANGKA BERPIKIR

Tempe kedelai merupakan salah satu bahan makanan berbahan dasar

kedelai yang merupakan hasil fermentasi dengan Rhizopus oligosporus.

Isoflavon yang terkandung dalam kedelai dan hasil olahannya berada dalam

bentuk glukosida isoflavon (daidzin, genistin dan glisitin) dan dalam bentuk

aglukan isoflavon (daizein, genistein, glisitein dan faktor-2). Selama proses

pengolahan dan fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi biokonversi isoflavon

dari glukosida isoflavon menjadi aglukan isoflavon. Kandungan isoflavon dalam

tempe kedelai mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan dapat dimanfaatkan

sebagai antioksidan alami.

Salah satu manfaat isoflavon adalah sebagai antioksidan. Kandungan

isoflavon dalam kedelai dan hasil olahannya memiliki aktivitas antioksidan yang

(42)

disebabkan terhidrolisanya isoflavon glikosida menjadi aglukan isoflavon.

Aktivitas antioksidatif aglukan isoflavon lebih tinggi karena gugus hidroksi lebih

banyak dijumpai pada aglukan isoflavon. Analisis kandungan daizein, genistein,

glisitein dan faktor-2 dalam tempe kedelai dapat dilakukan dengan metode

HPLC.

Selain Kedelai, jenis legume yang dapat diolah menjadi tempe adalah

kedelai hitam, koro hitam dan koro kratok. Meski kandungan gizi tidak lebih dari

kedelai kuning, ketiga jenis legume tersebut dapat diolah menjadi tempe yang

mempunyai cita rasa seperti halnya tempe dari kedelai kuning.

Kedelai yang berkulit hitam saat ini sedang menjadi incaran peneliti gizi

dan kesehatan. Karena ternyata, di dalam kedelai hitam mengandung antosianin.

Antosianin tersebut sangat potensial mencegah proses oksidasi yang terjadi

secara dini dan menimbulkan penyakit degeneratif, penyakit jantung koroner,

stroke dan beragam penyakit berbahaya lainnya (Astuti , 1995).

Pada koro kratok kultivar yang umum ditanam memilki warna kulit biji

hijau muda atau putih; yang lain dapat berwarna merah, ungu, coklat, atau hitam.

Dua kotiledon daun biji besar merupakan bagia terbesar dari volume biji. Biji tipe

liar memiliki kandungan glukosida sianogenik tinggi dan harus dilindikan

sebelum atau selama pemasakan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Pada koro hitam kultivar berbiji putih mengandung glukosida sianogenik

dan penghambat tripsin dalam jumlah kecil sehingga tidak beracun sedangkan

kultivar berbiji gelap mengandung kedua senyawa tersebut dalam jumlah besar.

Polong tanaman koro hitam mengandung 4-5% protein. Biji kering memiliki

kandungan karbohidrat 50-60% dan protein 20-25% (Rubatzky dan Yamaguchi,

Gambar

Gambar 3. Biji Kedelai hitam mentah
Gambar 6. Koro kratok mentah
Tabel 2. Struktur Daidzin, Genistin dan Glisitin
Tabel 3. kadar vitamin ( mg / g bahan kering) dalam biji kedelai dan tempe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Caranya cukup dengan membuka Windows Explorer dan pilih folder atau file yang akan dihapus dan kemudian klik tombol DEL dan akan muncul jendela Delete File kemudian pilih YES

Hasil analisis kandungan nutrien BK, BO, PK dari berbagai jenis bahan penyusun pakan lengkap (PL) berupa bahan konsentrat yang dianalisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai untuk siswa kelas XI pada pelajaran kimia, khususnya penerapan metode

terhadap 184 responden pengguna ruko di Kota Pekanbaru, semua faktor pemilihan lokasi ruko yang terdapat dalam tinjauan pustaka tersebut memang merupakan faktor

Bahtiar dan Hidayat (2005) yang meneliti pengaruh penggunaan limbah kulit kerang sebagai penggantian semen terhadap kuat tekan beton menyatakan bahwa kadar

Masing-masing kelompok mengelompokkan benda yang berasal dari tumbuhan yang meliputi dari bahan pangan (nasi, roti, terigu, kecap), bahan sandang (pakaian, kasur,

Substansi larangan penggunaan kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga menurut UU No.23 Tahun 2004 adalah memberikan perlindungan yang bersifat

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian dari mahasiswa calon guru yang berkemampuan rendah di atas dapat disimpulkan bahwa pengajuan soal tidak sekedar