Narapidana Anak/Anak Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
1. Pengertian dan Batas Usia Anak
Anak dengan segala pengertian dan difinisinya memiliki perbedaan karakteristik dengan orang dewasa.
Hal ini merupakan titik tolak dalam memandang hak dan kewajiban bagi seorang yang akan mempengaruhi pula
kedudukannya dihadapan hukum. Dalam hukum positif di Indonesia anak diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person under age), orang yang dibawah umur atau keadaan dibawah umur (minderjarigheid/
infernority) atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali (minderjarige ondervoordiij).19 Hal ini menunjukan hukum positif (ius constitutum/
ius operatum) tidak mengatur ada unifikasi hukum yang berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan usia bagi seorang anak.20 Dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa peraturan hukum yang berlaku, yaitu:
e. Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21(dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin, dalam penjelasan pasal dijelaskan bahwa, “Batas umur 21 (dua puluh satu) tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada umur tersebut. Batas umur 21 (dua puluh satu) tahun tidak mengurangi ketentuan batas umur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak pula mengurangi kemungkinan
19 Lilik Mulyadi, “Pengadilan Anak di Indonesia Teori Pratek dan Permasalahannya”, Bandung: CV. Mandar Maju, 2005, hlm.3-4.
20 Ibid., hlm.1.
anak melakukan perbuatan sejauh ia mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.”
f. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah termasuk anak yang masih dalam kandungan.
g. Pasal 1 angka 1 Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
h. Pasal 1 Konvensi Hak-Hak Anak atau Convention On The Rights of The Child (KHA) sebagaimana yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990, yang disebut dengan anak adalah setiap orang dibawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya.
Batas usia anak sangat penting berkaitan dengan upaya perumusan batasan upaya pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) terhadap seorang anak yang melakukan tindak kriminal, dalam tingkat usia berapakah seorang anak yang berlaku kriminal dapat dipertanggung
jawabkan secara pidana.21 Sebelum berlakunya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak pengertian anak yang dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana mengacu pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 angka 1 dari undang-undang ini menyebutkan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Dalam Pasal 1 angka 2 undang-undang tersebut bahwa yang dimaksud dengan anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana; atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pengertian Anak dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diperluas dan mempersempit batasan usia anak yang dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana, serta cenderung pada penggunaan anak pada sistem peradilan, yaitu anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
Pada Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa pengertian dan batas usia anak yaitu:
21 Paulus Hadisuprapto, “Delinkuensi Anak, Pemahaman dan Penanggulangannya”, Malang: Selaras, 2010, hal. 1
1) Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan yang menjadi saksi tindak pidana (Pasal 1 angka 2 UU SPPA).
2) Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas ) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA).
3) Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak korban adalah Anak yang belum berumur 18 (delapan belas)tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (Pasal 1 angka 4 UU SPPA).
4) Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan atau dialaminya sendiri.
Anak yang berkonflik dengan hukum dapat dikatakan anak yang harus mengikuti prosedur hukum akibat kenakalan yang telah dilakukannya. Kata konflik menunjukkan adanya suatu peristiwa yang tidak selaras atau terdapat pertentangan dalam suatu peristiwa, sehingga dapat dikatakan sebagai permasalahan. Oleh
karena itu pengertian anak yang berkonflik dengan hukum dapat juga diartikan dengan anak yang mempunyai permasalahan karena suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.22
Mengacu pada peraturan Internasional, Majelis Umum PBB dalam United Nations Standard Minimum Rules For the Adminstration of juvenile Justice(SMRJJ) atau The Beijing Rules membedakan mengenai istilah a juvenile, an offence, dan a juvenile offence, dan a juvenile offender: Di jelaskan dalam The Beijing Rules bahwa:
“Ajuvenile is a child or young person who, under the respective legal systems, may be dealt with for an offence in a manner which is different from an adult (Terjemahan bebas: Anak nakal adalah seorang anak atau orang muda yang menurut sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing, dapat diperlakukan atas suatu pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dengan perlakuan orang dewasa).23 An offence is any behaviour (act or omission) that is punishable by law under the respective legal syistem. (terjemahan bebas:
suatu pelanggran hukum adalah perilaku apapun (tindakan atau kelalaian yang dapat di hukum oleh hukum menurut sistem hukum
masing-22 Herlin Herawatiningsih & Putri Sartika Preme natura, “Model Reintegrasi Anak Yang Berkonflik dengan Hukum” Jakarta: Center for Detention Studies, 2015, hal. 23.
23 Ibid, hal. 23, lihat article 2.2 (a) The Beijing Rules.
masing).24Ajuvenile offender is achild or young person who is alleged to have committed or who has been found to have committed an offence.
(Terjemahan Bebas: seorang pelanggar hukum berusia remaja adalah seorang anak atau orang muda yang diduga telah melakukan atau yang telah ditemukan telah melakukan suatu pelanggaran hukum).”25
Menurut Romli Atmasasmita, juvenile deliquency adalah setiap perbuatan tingkah laku seorang anak dibawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi sianak yang bersangkutan.26 Tindakan atau perbuatan pelanggaran norma, baik norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak di usia muda, tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kejahatan anak melainkan kenakalan yang ditimbulkan akibat dari kondisi psikologis yang tidak seimbang dan sipelaku belum sadar dan mengerti atas tindakan yang telah dilakukannya.27
24 Lihat article 2.2 (b) The Beijing Rules.
25 Lihat article 2.2 (c) The Beijing Rules.
26 Romli Atmasasmita, “Problem Kenakalan Anak-anak Remaja”, Bandung:
Armico, 1983, hal .40.
27 Wagiati Soetodjo, “Hukum Pidana Anak”, Bandung: Refika Aditama, 2010, hal.
12.
Perilaku Anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum ada 2 (dua) kategori, yaitu:
a. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah.28
b. Junevile Deliquency adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa dianggap kejahatan atau pelanggaran hukum.29
2. Anak yang Berkonflik dengan Hukum/
Narapidana Anak/Anak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Pemakaian istilah Anak didik Pemasyarakatan (Andik Pas) terdapat dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan peraturan pelaksanaannya.
Istilah Andik Pas pada saat ini sudah tidak digunakan dalam UU SPPA. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang SPPA yaitu pada pasal 1 huruf 3 yang berbunyi, “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
28 Harry e. Allen dan Clifford E. Simmonsen, “Correction In America: An Introduction”, dalam:Purnianti(et.al.), “Analisa situasi Sistem Peradilan Pidana Anak(Juvenile Justice System) di Indonesia”, Jakarta: UNICEF Indonesia, 2003, hal. 3
29 Ibid.
pidana”. Sehingga sesuai dengan ketentuan tersebut istilah Anak yang Berkonflik dengan hukum yang menjalani pembinaan yang biasanya disebut dengan Anak yang berkonflik dengan hukum, dengan berlakunya Undang-Undang SPPA disebut sebagai Anak (diawali dengan huruf Kapital).
Dalam pasal 1 butir ke 8 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Andik Pas adalah:
a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;
c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Anak Negara dan Anak Sipil sebagaimana yang dimaksud dalam huruf b dan c tersebut diatas berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak mereka dikembalikan ke orang tua dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LPKS).
Menurut Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Andi Pas atau Anak yang berkonflik dengan hukum sebagai Anak Pidana yang ditempatkan di Lapas (Pasal 18 ayat
(1) ayat (1) wajib didaftar. Dalam Pasal 19 nya dikatakan bahwa pendaftaran sebagaimana dimaksud Pasal18 ayat (2) meliputi:
a. pencatatan:
1). putusan pengadilan;
2). jati diri; dan
3). barang dan uang yang dibawa;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. pembuatan pasfoto;
d. pengambilan sidik jari; dan
e. pembuatan berita acara serah terima Anak Pidana.
Dalam Pasal 22 UU Pemasyarakatan disebutkan bahwa Anak Pidana memperoleh hak-hak-nya sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 14 kecuali huruf g, yaitu
“mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan”.
Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Anak Pidana sebagaimana dimaksud diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan pada Pasal 23 disebutkan bahwa Anak Pidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.
Ketentuan mengenai program pembinaan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah. Anak Pidana dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS Anak lain untuk kepentingan:
a. pembinaan;
b. keamanan dan ketertiban;
c. pendidikan;
d. proses peradilan; dan
e. lainnya yang dianggap perlu.
Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak Pidana diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kemudian mengenai Anak Negara diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 dikatakan bahwa anak negara ditempatkan di Lapas Anak. Anak Negara yang ditempatkan di LAPAS Anak wajib didaftarkan.
Pendaftaran dimaksud meliputi:
a. pencatatan:
1. putusan pengadilan;
2. jati diri; dan
3. barang dan uang yang dibawa;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. pembuatan pasfoto;
d. pengambilan sidik jari; dan
e. pembuatan berita acara serah terima Anak Negara.
Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Negara di LAPAS Anak dilakukan penggolongan atas dasar:
a. umur;
b. jenis kelamin;
c. lamanya pembinaan; dan
d. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau per-kembangan pembinaan.
Ketentuan mengenai pendaftaran dan penggolongan Anak Negara diatur dengan Keputusan Menteri. Dalam Pasal 29 ditegaskan bahwa: Anak Negara memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, kecuali huruf g dan i. Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Anak Negara diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Anak Negara wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu. Ketentuan mengenai program pembinaan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Anak Negara dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS Anak lain untuk kepentingan:
a. pembinaan;
b. keamanan dan ketertiban;
c. pendidikan; dan
d. lainnya yang dianggap perlu.
Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak Negara diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Mengenai Anak Sipil diatur dalam Pasal 32 disebutkan bahwa Anak Sipil ditempatkan di LAPAS Anak. Anak Sipil yang ditempatkan di LAPAS Anak dimaksud wajib didaftar.
Penempatan Anak Sipil di LAPAS Anak paling lama 6 (enam) bulan bagi mereka yang belum berumur 14 (empat belas) tahun, dan paling lama 1 (satu) tahun bagi mereka
yang pada saat penetapan pengadilan berumur 14 (empat belas) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang 1 (satu) tahun dengan ketentuan paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.
Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) meliputi:
a. pencatatan:
1. penetapan pengadilan;
2. jati diri; dan
3. barang dan uang yang dibawa;
b. pemeriksaan kesehatan;
c. pembuatan pasfoto;
d. pengambilan sidik jari; dan
e. pembuatan berita acara serah terima Anak Sipil.
Dalam rangka pembinaan terhadap Anak Sipil di LAPAS Anak dilakukan penggolongan atas dasar:
a. umur;
b. jenis kelamin;
c. lamanya pembinaan; dan
d. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.
Ketentuan mengenai pendaftaran dan penggolongan Anak Sipil diatur dalam Keputusan Menteri. Anak Sipil memperoleh hak-hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, kecuali huruf g, i, k, dan huruf l.
Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak Anak Sipil dimaksud diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Anak Sipil wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu.
Anak Sipil dapat dipindahkan dari satu LAPAS Anak ke LAPAS Anak lain untuk kepentingan:
a. pembinaan;
b. keamanan dan ketertiban;
c. pendidikan; dan
d. lainnya yang dianggap perlu.
Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan Anak Sipil diatur Peraturan Pemerintah.