Cerita pendek adalah suatu jenis karya sastra yang memaparkan kisah atau cerita mengenai seseorang beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek dan singkat, dan terbentuk dalam prosa fiksi yang cenderung singkat, padat, dan langsung pada tujuan ceritanya. Adapun beberapa menurut para ahli sebagai berikut:
Menurut Tarigan (2015) cerita pendek adalah bentuk yang paling banyak digemari dalam dunia kesusastraan Indonesia sesudah perang Dunia Kedua. Yang ingin menikmati hasil sastra dengan tidak usah mengorbangkan terlalu banyak tempo. Ellery Sedgwick mengatakan bahwa cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca. Cerita pendek tidak boleh dipenuhi dengan hal-hal yang tidak perlu atau “a short-story not be cluttered up with irrelevance”
(h.178).
Menurut Nurgiyantoro (2015) “Cerita pendek disingkat cerpen dalam bahasa inggris: short story adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam atau suatu hal yang kiranya tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel” (h.12).
15
Menurut Kosasih (2012) “Cerita pendek (cerpen) merupakan cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Ukuran panjang pendeknya suatu cerita relative. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata” (h.34).
Dari pengertian cerita pendek menurut ketiga para ahli di atas, saya simpulkan bahwa cerita pendek adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek. Pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam dan jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata.
a. Ciri-ciri khas cerita pendek
Menurut Tarigan (2015) Setelah kita membaca uraian-uraian terdahulu, maka dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri khas sebuah cerita pendek adalah sebagai berikut:
1) Ciri-ciri utama cerita pendek adalah: singkat, padu, dan intensif (brevity, unity, and intensity).
2) Unsur-unsur utama cerita pendek adalah: adegan, tokoh, dan gerak (scene, character, and action).
3) Bahasa cerita pendek haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian (incisive, suggestive, and alert).
16
4) Cerita pendek haruslah mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5) Sebuah cerita pendek haruslah menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca.
6) Cerita pendek haruslah menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama menarik perasaan, dan baru kemudian menarik pikiran.
7) Cerita pendek mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca.
8) Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita.
9) Cerita pendek harus mempunyai seorang pelaku utama.
10) Cerita pendek harus mempunyai satu efek atau kesan yang menarik.
11) Cerita pendek yang bergantung pada (satu) situasi.
12) Cerita pendek memberikan impresi tunggal.
13) Cerita pendek memberikan suatu kebulatan efek.
14) Cerita pendek menyajikan satu emosi.
15) Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerita pendek biasanya di bawah 10.000 kata, tidak boleh lebih dari 10.000 kata atau kira-kira 33 halaman kuarto spasi rangkap (h.180).
17 b. Jenis-jenis cerita pendek.
Menurut Tarigan (2015) mengemukakan jenis-jenis cerpen yaitu:
(1) Berdasarkan jumlah kata
Berdasarkan jumlah kata yang dikandung oleh cerita pendek, maka dapatlah dibedakan menjadi dua jenis cerita pendek, yaitu:
(a) Cerpen yang pendek (short short story).
Short short story adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya pada umumnya di bawah 5.000 kata, maksimum 5.000 kata, atau kira-kira 16 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca dalam waktu kira-kira seperempat jam.
(b) Cerpen yang panjang (long short story).
Long short story adalah cerita pendek yang jumlah kata-katanya diantara 5.000 kata sampai 10.000 kata, atau kira-kira 33 halaman kuarto spasi rangkap, yang dapat dibaca kira-kira setengah jam.
(c) Berdasarkan nilai sastra
Apabila kita banyak membaca cerita pendek, maka kita tahu bahwa ada di antaranya yang benar-benar bernilai sastra, yaitu memenuhi norma-norma yang dituntut oleh seni sastra. Disamping itu, ada pula beberapa yang tidak bernilai sastra, tetapi lebih ditunjukan untuk menghibur saja.
18
Klasifikasi tersebut masing-masing disebut dengan istilah.
a) Cerpen sastra
Cerpen sastra adalah cerita pendek yang mengandung nilai-nilai kesusastraan yang menuntut penafsiran dari penikmat cerpen dan dapat dijadikan wawasan.
b) Cerpen hiburan
Cerpen hiburan adalah cerita pendek yang bersifat menghibur pembaca atau untuk melarikan diri sejenak dari rutinitas dan masalah yang sukar diselesaikan (h.181).
c. Unsur intrinsik cerita pendek.
Menurut Nurgiyantoro (2015) Unsur intrinsik adalah unsur pembangun cerpen yang asalnya dari dalam cerpen itu sendiri.
Unsur inilah yang menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra (h.30).
1) Tema
Menurut Kosasih (2012) Tema adalah gagasan yang menjalin struktur isi cerita. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan, baik itu berupa masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih saying, kecemburuan, dan sebagainya (h.40).
2) Tokoh dan Penokohan
Menurut Nurgiyantoro (2015) Unsur intrinsik yang ke dua adalah tokoh (pelaku), tokoh atau pelaku ini akan selalu
19
dihadirkan oleh penulis di dalam ceritanya. Tokoh adalah unsur penting yang harus ada dan sangat penting untuk unsur-unsur yang lain. Di dalam cerita tokoh akan digolongkan menjadi dua golongan yaitu tokoh yang memiliki sifat baik dan tokoh yang memiliki sifat jahat. Kedua tokoh ini menjadi sorotan utama dalam konflik yag terjadi. Setiap golongan tokoh biasanya akan terdiri dari masing-masing satu tokoh untuk setiap karakter.
a) Terdapat Terdapat 4 jenis tokoh yang digambarkan dalam cerita pendek, yaitu:
1. Tokoh protagonis yaitu tokoh yang dikagumi yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero-tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma nilai-nilai yang ideal atau karakter utamanya memiliki perilaku yang baik dan tujuan yang baik.
2. Tokoh antagonis yaitu tokoh yang berposisi dengan tokoh protagonist, secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fiksi ataupun batin.
3. Tokoh tritagonis yaitu tokoh sebagai mediator atau penengah dari tokoh protagonis dan antagonis karakter tokoh tritagonis memiliki sifat yang bijak sebagai penengah.
20
4. Tokoh figuran yaitu tokoh yang merupakan karakter pendukung untuk memberikan warna dan nuansa isi cerpen agar lebih hidup (h.260).
b) Karakterisasi atau penokohan
Menurut Kosasih (2012) karakterisasi atau penokohan yaitu:
1) Metode analitik
Metode analitik adalah suatu upaya atau metode yang digunakan untuk menjelaskan secara langsung oleh penulis tentang karakter atau sifat dari tokoh dalam cerita.
Metode analitik dapat diketahui secara langsung karena penulis cerita sudah memaparkan atau menyebutkan secara langsung seperti yang dijelaskan oleh penulis dalam ceritanya, seperti keras kepala, pemalu, pemarah, pemberani, penakut, dan lain sebagainya.
2) Metode dramatik
Metode dramatik adalah metode yang digunakan untuk menentukan karakter tokoh dengan cara tidak langsung untuk menggambarkan sifat dari tokoh dalam cerita. Penggambaran tokoh dilakukan dengan melalui ucapan atau percakapan yang dilakukan oleh tokoh lain, sikap atau perbuatan yang dilakukannya. Metode ini disebut juga sebagai metode reaksi tokoh lain (berupa
21
pandangan, pemikiran, pendapat, sikap, dan lain sebagainya) yang menggambarkan bagaimana karakter dari tokoh tersebut (h.36).
3) Alur (Plot)
Menurut Kosasih (2012) Alur (plot) merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Pola pengembangan cerita suatu cerpen atau novel tidaklah seragam. Pola-pola pengembangan cerita dapatdijumpai antara lain, jalan cerita suatu novel kadang-kadang berbelit-belit dan penuh kejutan, juga kadang-kadang sederhana. Hanya saja bagaimanapun sederhana alur suatu novel tidak akan sesederhana jalan cerita dalam cerpen. Secara umum, alur terbagi ke dalam bagian-bagian berikut.
a. Pengenalan situasi cerita (exposition)
Dalam bagian ini pengarang memperlkenalkan para tokoh, menata adegan, dan hubungan antar tokoh.
b. Pengungkapan peristiwa (complication)
Dalam bagian ini, disajikan bagian awal yang menimbulkan berbagai masalah pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokoh.
22
c. Menuju pada adanya konflik (rising action)
Terjadi peningkatan perhatian kegembiraan, keheboan, ataupun keterlibatan berbagai situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran tokoh.
d. Puncak konflik
Bagian ini disebut pula sebagai klimaks. Inilah bagian cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula, ditentukannya perubahan nasib beberapa tokoh.
Misalnya, apakah dia berhasil menyelesaikan masalah atau gagal.
e. Penyelesaian (ending)
Sebagai akhir cerita, pada bagian ini penjelasan tentang nasib-nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu. Namun ada pula cerpen yang penyelesaian akhir ceritanya itu diserahkan kepada imajinasi pembaca. Jadi, akhir ceritanya itu dibiarkan menggantung, tanpa ada penyelesaian. Berdasarkan periode pengembangannya, alur cerpen dapat dikelompokan sebagai berikut, alur normal: (1)-(2)-(3)-(4)-(5), alur sorot balik: (5)-(4)-(3)-(2)-(1), alur maju-mundur: (4)-(5)-(1)-(2)-(3).
Pada periode tersebut meliputi dari (1) pengenalan situasi babak awal, (2) pengungkapan peristiwa, (3) menuju pada adanya konflik, (4) pumcak konflik dan (5) penyelesaian.
23
Meskipun demikian, kelima unsur alur tidak selamanya hadir dalam sebuah cerpen. Mengingat rentang dan jumlah peristiwa di dalamnya yang terbatas, biasanya unsur-unsur yang hadir itu hanya 2-4 saja, misalnya unsur pengungkapan peristiwa (2), menuju konflik (3), dan puncak konflik (4) (h.35-36).
4) Setting (Latar)
Menurut Kosasih (2012) Latar atau setting merupakan tempat atau waktu berlangsungnya kejadian dalam cerita. Latar berfungsi untuk memperkuat atau mempertegas keyakinan pembaca terhadap jalannya cerita ataupun pada karakter tokoh.
Dengan demikian apabila pembaca sudah menerima latar itu sebagai sesuatu yang benar adanya, maka cenderung dia pun akan lebih siap dalam menerima karakter tokoh ataupun kejadian-kejadian yang berbeda dalam cerita itu.
Adapun macam-macam latar yaitu:
1) Latar Tempat
Tempat berlangsungnya cerita mungkin berupa daerah yang luas, seperti nama daerah atau Negara, mungkin pula berbeda di daerah yang sempit, seperti kelas atau pojok kamar.
2) Latar Waktu
Waktu berlangsungnya cerita, mungkin pada pagi hari, malam hari, dan waktu-waktu lainnya. Seperti hanya latar
24
tempat, penggambarannya dapat secara langsung oleh pengarang ataupun melalui penutur tokoh (h.38).
5) Sudut Pandang (Point Of View)
Menurut Nurgiyantoro (2015) Sudut pandang (Point Of View) adalah posisi pengarang dalam membawakan cerita atau pandangan pengarang dalam menceritakan sebuah cerita. Sudut pandang mampu menetapkan pengarang maupun pembaca untuk menjadi tokoh utama atau orang lain dalam cerita.
Macam-macam Sudut Pandang yaitu:
1) Sudut paandang orang pertama
Sudut pandang orang pertama yaitu pandangan penulis seolah-olah ia terjun langsung sebagai tokoh utama dalam cerita. Dalam pengisahan cerita yang menggunakan sudut pandang persona pertama, first-person point of view, “Aku”, jadi gaya “aku”, narrator adalah sebagai seseorang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si “aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Contoh: aku, saya, gue (tunggal), dan kami, kita (jamak).
25 2) Sudut pandang orang kedua
Sudut pandang orang kedua yaitu pandangan penulis seolah-olah penulis sedang bercerita. Dalam berbagai buku teori fiksi (kesastraan) jarang ditemukan pembicaraan tentang sudut pandang persona kedua atau gaya “kau”, yang sering digunakan hanya sudut pandang persona pertama dan ketiga.
Sudut pandang gaya “kau” merupakan cerpen pengisahan yang menggunakan “kau” sebagai variasi cara memandang tokoh aku dan dia.
3) Sudut pandang orang ketiga
Sudut pandang orang ketiga yaitu pandangan penulis seolah-olah penulis merasakan, mengetahui, mengalami, apa yang terjadi pada tokoh cerita. Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia”, narrator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus-menerus disebut, dan sebagai variasi penggunaan kata ganti (h.336).
6) Gaya Bahasa
Menurut Kosasih (2012) Penggunaan bahasa berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan
26
interaksi antara sesama tokoh. Kemampuan sang penulis mempergunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suatu suasananya yang berterus terang satiris, simpatik atau menjengkelkan, objektif atau emosional. Bahasa dapat menimbulkan suasana yang tepat bagi adegan yang seram, adegan cinta, ataupun peperangan, keputusan, maupun harapan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa bahasa dapat pula digunakan pengarang adalah untuk menandai karakter seseorang tokoh. Karakter jahat dan bijak dapat digambarkan dengan jelas melalui kata-kata yang digunakannya. Demikian pula dengan tokoh anak-anak dan dewasa, dapat pula dicerminkan dari kosakata ataupun struktur kalimat yang digunakan oleh tokoh-tokoh yang bersangkutan (h.71).
7) Amanat
Menurut Kosasih (2012) Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.
Karena itu, amanat selalu berhubungan dengan tema cerita itu.
Misalnya, tema suatu cerita tentang hidup bertentangan, maka cerita amanatnya tidak akan jauh dari tema itu: pentingnya menghargai tetangga, pentingnya menyantuni tetangga yang miskin, dan sebagainya (h.41).
27 d. Unsur ekstrinsik cerita pendek
Menurut Kosasih (2012) Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra itu, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan atau sistem organisme teks sastra. Berikut adalah unsur ekstrinsik cerita pendek yang terdiri dari:
1) Latar belakang pengarang, menyangkut di dalamnya asal daerah atau suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, dan ideology. Unsur ini sedikit banyak akan berpengaruh pada isi suatu novel/cerpen.
2) Kondisi sosial budaya dimaksudkan bahwa novel/cerpen yang dibuat pada zaman kolonial akan berbeda dengan novel/cerpen yang dikarang oleh seorang yang hidup di tengah-tengah masyarakat metropolis anak berbeda dengan cerpen yang dihasilkan oleh pengarang yang hidup di tengah-tengah masyarakat tradisional.
3) Tempat atau kondisi alam dimaksudkan bahwa novel/cerpen yang dikarang oleh seseorang yang hidup didaerah agraris sedikit banyak akan berbeda dengan novel/cerpen yang dikarang oleh penuluis yang terbiasa hidup di daerah gurun (h.72).
28 4. Model Project Based Learning
a. Konsep atau Definisi
Berikut ini uraian tentang konsep atau definisi Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Suhana (2014).
1. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning) adalah pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning), yaitu metode pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sistesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
2. Pembelajaran berbasis proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata.
3. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan infestigasi dan memahaminya. Melalui Project Based Learning, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subyek (materi) dalam kurikulum.
29
4. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. Project Based Learning merupakan infestigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata. Hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik (h.39).
Priansa (2017) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis proyek atau disebut dengan Project Based Learning merupakan salah satu upaya untuk mengubah salah satu pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik.
Adapun Purnawan (2008) berpendapat pembelajaran berbasis proyek ini tidak hanya mengkaji hubungan antara informasi teoretis dan praktis, tetapi juga memotivasi peserta didik untuk merefleksi hal-hal yang mereka pelajari dalam pembelajaran dalam sebuah proyek nyata. Peserta didik dapat bekerja secara nyata, seolah-olah ada di dunia nyata yang dapat menghasilkan produk secara realitis. Cord et. al. (Khamdi, 2007) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek adalah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui berbagai kegiatan yang kompleks. Pembelajaran berbasis proyek adalah penggunaan proyek sebagai model pembelajaran.
Proyek-30
proyek meletakkan peserta didik dalam peran aktif, yaitu sebagai pemecah masalah, mengambil keputusan, peneliti, dan pembuat dokumen (Priansa, 2017, h.207).
Berdasarkan pengertian para ahli mengenai pembelajaran yang menggunakan model Project Based Learning maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis Project Based Learning adalah pembelajaran yang inovatif melalui kegiatan yang kompleks untuk memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran dengan kerja proyek yang memfokuskan terhadap masalah dan melibatkan langsung peserta didikdalam memecahkan masalah yang diberikan guru agar peserta didik lebih mandiri dan lebih aktif di dalam kelas.
b. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
Suhana (2014) keuntungan pembelajaran berbasis proyek sebagai berikut:
1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
4) Meningkatkan kolaborasi.
31
5) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi.
6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
c. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2) Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
3) Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
4) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
6) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
7) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikawatirkan peserta didik tidak memahami topik secara keseluruhan.
d. Desain Pembelajaran Berbasis Proyek
Menurut Priansa (2017) pembelajaran berbasis proyek akan mampu dioptimalkan jika disusun berdasarkan desain yang tepat.
Desain yang dapat dirancang dalam pembelajaran berbasis proyek adalah berkaitan dengan hal-hal berikut.
32 1) Keaslian (authenticity)
Proyek harus sesuai dengan permasalahan yang secara nyata terjadi dan mampu untuk diamati. Keaslian dapat diperoleh dengan mengajukan sejumlah pertanyaan berikut.
a) Apakah masalah proyek yang diberikan bermakna bagi peserta didik saat ini dan pada masa yang akan datang?
b) Apakah proyek tersebut mampu diemban dan diselesaikan oleh peserta didik?
c) Apakah peserta didik, baik sebagai pribadi maupun kelompok, mampu untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu?
2) Perilaku akademis (academy rigor)
Proyek harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk meningkatkan dan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan. Peserta didik menggunakan metode penelitian ilmiah untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Pertanyaan penuntun yang dapat digunakan, misalnya:
a) Apakah proyek tersebut dapat membantu atau mengarahkan peserta didik untuk memperoleh dan menerapkan pokok pengetahuan dalam satu atau lebih disiplin ilmu?
b) Apakah proyek tersebut dapat atau mampu memberikan tantangan pada peserta didik untuk menggunakan strategi
33
penemuan (ilmiah) dalam satu atau lebih disiplin ilmu?
(contohnya, berpikir dan bekerja seperti ilmuan).
c) Apakah peserta didik dapat mengembangkan keterampilan dan kebiasaan berpikir tingkat tinggi? (contohnya, pencarian fakta, memandang suatu masalah dari berbagai sudut).
3) Pembelajaran aplikatif (applied learning)
Proyek dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada peningkatan keterampilan menyelesaikan masalah.
a) Apakah kegiatan belajar yang digunakan peserta didik berada dalam konteks permasalahan semi terstuktur, mengacu pada kehidupan nyata, dan bekerja atau berada pada dunia lingkungan luar sekolah?
b) Apakah proyek dapat mengarahkan untuk menguasai dan menggunakan unjuk kerja dipersyaratkan dalam organisasi kerja yang menuntut persyaratan tinggi? (contohnya, kerjatim, menggunakan teknologi yang tepat pemecahan masalah dan komunikasi).
c) Apakah pekerjaan tersebut mempersyaratkan peserta didik untuk mampu melakukan pengembangan organisasi dan mengelola keterampilan pribadi?
34
4) Keaktifan eksplorasi (active exploration)
Proyek yang diberikan hendaknya mampu mengaktifkan minat ekspolrasi yang mendalam bagi peserta didik.
Pertanyaan penuntun yang dapat digunakan, misalnya:
a) Apakah peserta didik menggunakan sejumlah waktu secara signifikan untuk mengerjakan bidang utama pekerjaannya?
b) Apakah proyek tersebut mempersyaratkan peserta didik untuk mampu melakukan penelitian nyata, dan menggunakan berbagai macam strategi, media, dan berbagai sumber lainnya?
c) Apakah peserta didik diharapkan dapat atau mampu berkomunikasi tentang apa yang dipelajari, baik melali perentasi maupun unjuk kerja?
5) Kematangan (adult relationship)
Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk bertemu dan mengobservasi dari ahli yang sesuai dengan bidang masalah.
Pertanyaan penuntun yang dapat digunakan, misalnya:
a) Apakah peserta didik menemui dan mengamati (belajar dari) teman atau orang sebaya (dewasa) yang memilki pengalaman dan kecakapan yang relevan?
b) Apakah peserta didik berkesempatan bekerja atau berdiskusi secara teliti dengan paling tidak seorang teman?
35
c) Apakah orang dewasa (di luar peserta didik) dapat bekerja sama dalam merancang dan menilai hasil kerja peserta didik?
6) Penilaiaan (assessment)
Penilaian dilakukan dalam proses pembelajaran dan hasil atau produk pembelajaran. Hasil akhir dapat berupa presentasi, pameran, portofolio, atau laporan.
Pertanyaan penuntun yang dapat digunakan adalah:
a) Apakah peserta didik dapat merefleksi secara berkala proses belajar yang dilakukannya dengan menggunakan kriteria proyek yang jelas, yang dapat membantu dalam menentukan kinerjanya?
b) Apakah orang luar dapat membantu peserta didik mengembangkan pengertian tentang standar kerja dunia nyata dalam suatu jenis pek erjaan?
c) Apakah ada kesempatan secara regular untuk menilai kerja peserta didik, terkait dengan strategi yang digunakan, termasuk melalui pameran dan portofolio? (h. 214-216).
c) Apakah ada kesempatan secara regular untuk menilai kerja peserta didik, terkait dengan strategi yang digunakan, termasuk melalui pameran dan portofolio? (h. 214-216).