• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Pengertian dan Jenis-jenis Industri Kecil

Pemberdayaan usaha kecil sangat penting dan strategis dalam mengantisipasi perekonomian kedepan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional. Adanya krisis perekonomian nasional seperti sekarang ini sangat mempengaruhi stabilitas sosial, ekonomi, politik yang imbasannya berdampak pada kegiatan usaha besar yang semakin terpuruk, sementara usaha kecil masih dapat mempertahankan kegiatan usahanya (Prawirikusumo, 2001).

Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor industri kecil terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Pengembangan industri kecil perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah kedepan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya industri kecil. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan industri kecil Pengembangan industri kecil sebagai salah satu strategi kebijakan nasional, berperan penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh. Industri kecil mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh sebab selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, memperluas lapangan kerja dan kontribusinya terhadap pendapatan juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan.

Selain itu mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK tanggal 29 Mei 1993 yang dimaksud dengan usaha kecil adalah “usaha yang memiliki total asset maksimum Rp. 600 juta tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati”. Pengertian usaha kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp. 600 juta. Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil, yang dimaksud dengan usaha kecil adalah “kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan seperti kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

Definisi industri kecil berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 adalah dilihat dari segi keuangan dan modal yang dimiliki oleh industri kecil tersebut. Adapun kriteria usaha kecil menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tersebut adalah sebagai berikut :

1 Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2 Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah; 3 Milik Warga Negara Indonesia;

4 Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

5 Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Mahalli (2006) telah memberikan batasan tentang industri kecil dan menengah (IKM) berdasarkan kriteria besarnya jumlah tenaga kerja yaitu :

1. Kerajinan rumah tangga dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar.

2. Usaha kecil dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 – 19 orang. 3. Usaha menengah sebanyak 20 – 99 orang.

Sedangkan menurut Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 133 Tahun 1979 dalam Samosir (2000), pada prinsipnya didasarkan pada kriteria investasi di luar gedung dan tanah tidak lebih dari Rp. 70 juta atau nilai invetasi per tenaga kerja tidak lebih dari Rp. 625.000,- dan telah disesuaikan kembali melalui Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 1990 dikatakan bahwa industri kecil adalah kegiatan yang nilai kekayaannya tidak lebih dari Rp. 600 juta, tidak termasuk nilai rumah dan tanah yang ditempati.

Melihat perkembangan bisnis diera global, peluang bisnis bagi industri kecil semakin besar. Salah satu penyebanya adalah terjadinya peningkatan pemilikan pendidikan dari putra-putri pengusaha kecil, sehingga wawasan yang dimiliki

semakin luas. Menurut Surya (2002), sejumlah peluang bisnis bisa diraih usaha kecil antara lain di bidang manufaktur, jasa, waralaba (franchising), grosir dan pengecer. Di bidang grosir dan pengecer, peluang bisnis usaha kecil semakin marak sejalan dengan banyaknya pemukiman di daerah pinggiran yang dibangun oleh para pengembang (developer), terutama pasca pemekaran wilayah. Peluang itu misalnya dalam penyediaan bahan baku makanan seperti sayuran dan buah-buahan serta beragam jenis komoditi industri kecil pangan. Di beberapa kabupaten/kota, jenis komoditi hasil industri kecil pangan memberi kontribusi pendapatan yang berarti bagi warga sehingga dapat membantu pendapatan keluarga.

Secara umum sektor usaha industri kecil memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar. Kadangkala pembukuan tidak direvisi terus menerus sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya.

2. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang tinggi. 3. Modal terbatas.

4. Pengalaman manajerial dalam mengelola perusahaan masih sangat terbatas.

5. Skala ekonomi yang terlalu kecil, sehingga sulit mengharapkan untuk mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.

6. Kemampuan pemasaran hasil produksi dan negoisasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.

7. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya. Untuk mendapatkan dana di pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standar dan harus transparan ( Anoraga dan Sudantoko, 2002).

Sedangkan menurut Tulus Tambunan (2002) dalam Siregar (2003), karakteristik dari industri kecil adalah:

1. Kategori industri kecil lebih modern dibandingkan industri rumah tangga. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan ditempat khusus (pabrik) yang biasanya berlokasi disamping rumah si pengusaha atau pemilik usaha.

2. Membuat produk non-inferior untuk kelas masyarakat berpendapatan menengah ke atas.

3. Penghasilan relatif tinggi.

4. Kegiatan ditentukan oleh pasar output. 5. Nilai investasi awal besar.

6. Pertumbuhan besar dan memakai lebih banyak tenaga kerja dibayar serta tujuan usaha adalah maksimalisasi profit.

7. Pendidikan pengusaha lebih tinggi yaitu di atas SD.

Hasil sensus industri menyatakan bahwa karakteristik industri kecil di Indonesia dalam Siregar (2003) adalah :

1. Industri kerajinan merupakan mayoritas dilihat dari segi jumlah unit usaha/perusahaan.

2. Hampir seluruhnya belum menggunakan tenaga mesin, dengan kata lain masih menggunakan tenaga manusia.

3. Tenaga kerja sebagian besar adalah pekerja keluarga. 4. Bentuk hukum usahanya dalah perseorangan.

Menurut pembagian BPS industri pengelolaan menjadi terbagi menjadi 9 subsektor yang terdiri dari industri makanan dan minuman; industri tekstil; industri barang dari kulit dan alas kaki, barang dari kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; industri semen dan barang galian bukan logam; industri logam dasar besi dan baja; industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya dan barang industri lainnya.

Dokumen terkait