• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian dan Jenis-Jenis Penyalahgunaan Wewenang

Karena itu Presiden sebagai kepela Pemerintahan berfungsi sebagai pelaksana manajemen Aparatur yang berada di bawahnya. Manajeman ASN dalam hal ini dimaksudkan sebagai pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Pembina ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian pejabat, selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya serta fungsional keahlian utama, kepada :

a. Menteri dan kementerian;

b. Pimpinan Lembaga di LPNK;

c. Sekretaris Jenderal di secretariat Lembaga Negara dan Lembaga Non Struktural;

d. Gubernur di Provinsi;

e. Bupati/Walikota di Kabupaten/Kota.

bahwa korupsi adalah manifestasi penyalahgunaan wewenang, mengingat telah diuraikan sebelumnya bahwa modus kejahatan korupsi berhubungan dengan public contract dan public service.

Secara spesifik aturan tentang penyalahgunaan wewenang diatur dalam:

a. Pasal 210 KUHP

Pemberian atau janji tidak harus berupa materi, dapat pula berupa jasa yang mempunyai nilai bagi yang menerima. Berdasarkan Yurisprudensi MA no. 81/K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962, dalam pertimbangan hukumnya, pejabat adalah setiap orang yang diangkat oleh penguasa yang dibebani dengan jabatan umum untuk melaksanakan sebagian dari tugas negara atau bagian-bagiannya.

Tujuan pemberian janji adalah agar hakim yang memeriksa dan mengadili suatu perkara dapat memutuskan sesuai keinginan pihak yang memebri sesuatu atau janji.

b. Pasal 387 KUHP

Pelaku Tipikor bukanlah seorang pejabat atau PNS melainkan pemborong bangunan atau ahli bagunan atau penjual bahan bangunan.

Maksudnya ialah seorang pemborong atau ahli bangunan sewaktu membangun telah berbuat tidak sebagaimana harusnya.Demikian pula dengan penjual bahan bangunan menyerahkan kualitas lebih rendah dari harga perjanjian.

c. Pasal 415 KUHP

Merupakan ketentuan khusus dari pasal 372 KUHP yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau telah dengan sengaja membantu penggelapan oleh orang lain misalnya bawahannya.

d. Pasal 416 KUHP

Seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan jabatan umum dengan sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku-buku / daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi. Merupakan kekhususan pasal 263 KUHP

e. Pasal 417 KUHP

Masih dalam pengertian sama mengenai modus korupsi , yaitu dengan : (1) Menggelapkan

(2) Menghancurkan

(3) merusak/ membuat tidak dapat dipakai, yang dilakukan karena jabatannya.

f. Pasal 418 KUHP

Dalam hal pihak penerima hadiah, seorang pejabat patut mengetahui dan menduga bahwa karena tugas dan pekerjaannya maka pemberian hadiah terjadi.Hadiah atau janji diberikan untuk melakukan sesuatu menurut pikiran si pemberi.

g. Pasal 419 KUHP

Pemberian janji dimaksudkan untuk menggerakkan supaya pejabat penerima melakukan / tidak melakukan sesuatu dalam jabatannyayang bertentangan dengan kewajibannya.

h. Pasal 420 KUHP

Pasal ini ditujukan pada hakim yang menerima hadiah atau janji, yang diketahui bahwa diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang menjadi tugasnya. Perbedaannya dengan 210 KUHP adalah: sasaran yang berbeda kepada seorang hakim yang telah menerima pemberian disebut penyogokan pasif atau passive omkoping, sedangkan yang lain kepada orang yang memberi, disebut dengan penyogokan aktif atau active omkoping.

i. Pasal 423 KUHP

Pasal ini ditujukan pada seorang pejabat dengan maksud memperkaya diri sendiri secara melawan hukum menyalahgunakan kewenangan, memaksa membayar atau menerima pembayaran dengan potongan untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.Perbuatan ini selanjutnya dikenal dengan pemerasan dengan subyek pelaku adalah pejabat. (ketentuan khusus dari 355 KUHP)

j. Pasal 425 KUHP

Pelanggaran norma pidana materil yang dimaksud dalam pasal ini adalah padawaktu menjalankan tugas seorang pejabat:

(1) menerima / memotong pembayaran seolah-olah hutang

(2) meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan seolah-olah merupakan hutang pada dirinya

(3) menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak pakai dengan merugikan yang berhak

k. Pasal 435 KUHP

yang dimaksud dalam pasal ini adalah terjadinya tindak pidana pada keikutsertaan pejabat dalam pemborongan, penyerahan , persewaan , dimana seharusnyaia ditugasi mengawasi kegiatan tersebut.

Maka dapat disimpulkan, bahwa dalam KUHP terdapat batasan sempit tentang subyek pelaku tindak pidana, yakni :

(1) Setiap orang : sebagaimana dalam pasal 209,210, KUHP

(2) Seorang pemborong, ahli bangunan, penjual bahan bangunan : sebagaimana dalam pasal 378 KUHP

(3) Seorang pejabat atau orang lain: Pasal 415,416,417 KUHP (4) Seorang pejabat : Pasal 418, 419,423, 425,435 KUHP (5) Seorang Hakim : Pasal 420 KUHP

(6) Seorang Pengacara : Pasal 420 KUHP 2.6 Penyalahgunaan Wewenang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1997:1128), arti penyalahgunaan wewenang adalah: “perbuatan penyalahgunaan hak dan kekuasaan untuk bertindak atau menyalahgunakan kekuasaan yang membuat keputusan”.

Abuse of power adalah tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi. Kalau tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.

Ada adagium yang mengatakan bahwa, kekuasaan itu dekat dengan korupsi. Kekuasaan yang tidak terkontrol akan menjadi semakin besar, beralih menjadi sumber terjadinya berbagai penyimpangan. Makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan korupsi.

Wewenang yang diberikan sebagai sarana untuk melaksanakan tugas, dipandang sebagai kekuasaan pribadi.Karena itu dapat dipakai untuk kepentingan pribadi.Akibatnya, pejabat yang menduduki posisi penting dalam sebuah lembaga negara merasa mempunyai hak untuk menggunakan wewenang yang diperuntukkan baginya secara bebas.Makin ting gi jabatannya, makin besar kewenangannya.

Tindakan hukum terhadap orang-orang tersebut dipandang sebagai tindakan yang tidak wajar.Kondisi demikian merupakan sebuah kesesatan publik yang dapat merugikan organisasi secara menyeluruh.Dalam keadaan di mana masyarakat lemah karena miskin, buta hukum, buta administrasi, korupsi berjalan seperti angin lewat.

Pemerintah pada suatu negara merupakan salah satu unsur atau komponen dalam pembentukan negara yang baik.Terwujudnya pemerintahan yang baik adalah manakala terdapat sebuah sinergi antara swasta, rakyat dan pemerintah

sebagai fasilitator, yang dilaksanakan secara transparan, partisipatif, akuntabel dan demokratis.

Proses pencapaian negara dengan pemerintahan yang baik memerlukan alat dalam membawa komponen kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan pemerintah guna terealisasinya tujuan nasional. Alat pemerintahan tersebut adalah aparatur pemerintah yang dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan sekarang disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014.

Pembentukan disiplin, etika dan moral ditingkat pejabat pengambil keputusan, sangat diperlukan untuk menangkal kebijakan yang diambil penuh dengan nuansa kepentingan pribadi dan golongan/kelompok.Kalau itu yang terjadi, tanpa disadari bahwa itu merupakan penyalahgunaan wewenang jabatan, yang disebut abuse of power. Perwujudan tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan tersebut sebagian besar berdampak pada terjadinya Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).

Adakalanya tindakan penyalahgunaan wewenang jabatan tersebut disebabkan karena kebijakan publik yang hanya dipandang sebagai kesalahan prosedur dan administratif, akan tetapi apabila dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang berakibat pada kerugian perekonomian dan keuangan negara, maka sesungguhnya itu adalah tindak pidana.

Persolan korupsi yang terjadi dari penyalahgunaan jabatan, terkait dengan kompleksitas masalah moral atau sikap mental, masalah pola hidup, kebutuhan

serta kebudayaan dan lingkungan sosial.Masalah kebutuhan atau tuntutan ekonomi dan kesejahteraan sosial ekonomi, masalah struktur atau sistem ekonomi, masalah sistem atau budaya politik, masalah mekanisme pembangunan dan lemahnya birokrasi atau prosedur administrasi (termasuk sistem pengawasan) di bidang keuangan dan pelayanan publik.

Dengan demikian, kasus tindak pidana korupsi dengan modus penyalahgunaan wewenang jabatan bersifat multidimensi dan kompleks.

Sekalipun tindak pidana korupsi bersifat multidimensi dan kompleks, akan tetapi ada satu hal yang merupakan penyebab utama terjadinya tindak pidana korupsi khususnya dalam birokrasi, yaitu kesempatan dan jabatan atau kekuasaan. Seseorang akan cenderung menyalahgunakan jabatan atau kekuasaannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, apabila mempunyai kesempatan.

Penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan ini merupakan sebagai salah satu unsur penting dari tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Unsur penting yang dimaksudkan adalah “penyalahgunaan wewenang, yang dapat menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara”.Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan khususnya dalam pengelolaan dan peruntukkan keuangan negara oleh aparatur negara, sesungguhnya itu merupakan tindak pidana korupsi oleh karena sifatnya merugikan perekonomian negara dan keuangan negara.

Artinya bahwa sekalipun itu dipandang hanya sebagai kebijakan publik yang sifatnya administratif, akan tetapi apabila sudah berakibat pada merugikan perekonomian negara dan keuangan negara, maka sesusngguhnya itu adalah merupakan tindak pidana.

Mencermati apa yang dikemukakan di atas, maka penyalahgunaan kewenangan dalam kekuasaan atau jabatan dapat dipandang sebagai perbuatan melawan hukum. Hal ini dimaksudkan karena perbuatan penyalahgunaan wewenang merupakan perbuatan yang tercela, oleh karena orang cenderung melaksanakan sesuatu tidak sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi yang seharusnya dilaksanakan.

Akan tetapi malahan sebaliknya, yaitu memanfaatkan kesempatan yang ada dengan kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki untuk melakukan tindak pidana korupsi.Dalam ketentuan perundang-undangan mengatur tentang bagaimana perbuatan atau tindakan penyalahgunaan kewenangan itu harus bersifat merugikan keuangan negara, maka tindakan ini rentan dan seringkali ditemui di kalangan aparatur negara atau pegawai negeri sipil.

Mengingat peranan dan kedudukan pegawai negeri adalah aparatur negara yang juga memegang kekuasaan, maka tidaklah berlebihan bahwa dalam diri pegawai negeri terdapat potensi untuk menyalahgunakan kedudukan, kewenangan atau kekuasaannya.

BAB 3

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Penyalahgunaan Wewenang Oleh Kepala Sekolah Menengah Atas