• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN YURIDIS MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF

B. Pengertian dan Dasar Hukum Mediasi dan Mediasi Perbankan di

Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (accertable) Artinya para pihak yang bersengketa mengizinkan pihak ketiga untuk membantu para rihak yang bersengketa dan membantu para pihak untuk mencapai penyenyelesaian. Meskipun demikian akseptabilitas tidak berarti para pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima sepenuhnya apa yang dikemukakan pihak ketiga. Dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 dapat ditemukan 5 (lima) macam tata cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan, yaitu:

1. Konsultasi

Tidak ada rumusan ataupun penjelasan yang diberikan oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika dilihat dalam

32

Puslitbang Hukum dan Peradilan MARI, Naskah Akademis Mediasi dalam http://www.litbangdiklatkumdil.net/publikasi-litbang/197-naskah-akademis-mediasi.html akses tanggal 06 Mei 2011

Black’s Law Dictionary, dapa diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi (consultasion) adalah:

“act of consuling or confering: e.g. patient with doctor; client with Lawyer. Deliberation of person on some subject. A conference between the counsel enganged in a cae, to discuss its question or arrange the method Of conducting”

2. Negoisasi dan Perdamaian

Dalam Pasal 6 ayat(2) UU N omor Tahun 1999 dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul diantara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut, selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.

3. Mediasi

Pengaturan mengenai mediasi terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat(3), ayat(4), dan ayat(5) UU Nomor 30 Tahun 1999. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 1999 adalah, suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negoisasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999.

4. Konsiliasi

UU Nomor 30 Tahun 1999, tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit tentang pengertian atau defenisi dari konsiliasi. Secara umum, dapat dikatakan bahwa konsiliasi adalah suatu penyelesaian dengan bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut netral dan berperan secara aktif maupun tidak aktif.

5. Pendapat hukum oleh lembaga arbitrase

Rumusan Pasal 52 UU nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Dikatakan mengikat, karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbiterasi tersebut. Setiap pelangaran terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelangaran terhadap perjanjian

Upaya perlindungan dan pemberdayaan nasabah merupakan wujud keberadaan infrastruktur bank untuk menyelesaikan keluhan dan pengaduan nasabah. Untuk itu bank wajib merespon keluhan dan pengaduan nasabah, khususnya terkait dengan transaksi keuangan. Untuk menghindari penyelesaian pengaduan nasabah diperlukan standar waktu yang jelas dan berlaku secara umum di setiap bank. Berarti diperlukan alternatif penyelesaian sengketa sebagai upaya lanjutan pengaduan nasabah. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, upaya dapat dilakukan melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrase maupun melalui pengadilan.

Mediasi merupakan jalur penyelesaian sengketa yang terjadi antara nasabah dan bank. Khusus mediasi perbankan dilaksanakan oleh lembaga mediasi perbankan. Namun fungsi mediasi perbankan masih dilaksanakan oleh Bank Indonesia (BI). Hal tersebut dikarenakan Lembaga Mediasi Perbankan independen belum dibentuk Asosiasi Perbankan. (Pasal 3 PBI No.

10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan tentang Perubahan atas PBI No. 8/5/PBI/2006).

Hubungan antara nasabah dengan bank adalah hubungan transaksional biasa yang diikat oleh hukum perdata. Salah satu syarat terjadinya hubungan itu adalah kesepakatan dan kesetaraan di antara keduanya dalam membuat perikatan. Akan tetapi, apakah pada kenyataannya nasabah deposan mempunyai kedudukan yang setara dan telah terjadi kesepakatan sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Argumentasi inilah yang mendasari perlunya sebuah lembaga independen yang dapat menjadi alternatif bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Khusus untuk perbankan mengenai mediasi diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008.33

33

Peraturan Bank Indonesia (PBI ) No 10/01/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan

Fungsi mediasi perbankan dengan mempertemukan nasabah dan bank untuk mengkaji kembali pokok permasalahan guna mencapai kesepakatan tanpa rekomendasi maupun keputusan BI. Hal ini berarti fungsi mediasi perbankan terbatas penyediaan tempat, membantu nasabah dan bank menyelesaikan sengketa untuk mencapai kesepakatan. Namun pelaksanaan mediasi perbankan masih terdapat masalah krusial sebelum terbentuknya lembaga mediasi perbankan. Hal tersebut terkait dengan perlindungan hukum nasabah melalui mediasi perbankan masih dilaksanakan BI. Uraian berikutnya mengenai mekanisme penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank.

Pengertian Mediasi secara normatif tidak dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Oleh karena itu pengertian mediasi di ambil dari pendapat ahli dan kamus. Menurut Rachmadi Usman mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Sementara dalam Black Law Dictionary mengenai mediasi ini didefiniskan sebagai berikut:34

Mediation is privat, informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps disputing parties to reach an agreement. The mediator has no power to impose a decission on the parties.

Oleh karena itu, mediasi adalah sebuah mekanisme penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang netral, dalam artian pihak ketiga dimaksud (mediator) tidak memiliki kompetensi untuk membuat keputusan. Mediator hanya diperkenankan memberikan tawaran alternatif solusi dan para pihak sendiri yang pada akhirnya memberikan putusannya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya seorang mediator berperan sebagai penengah yang membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Sebagai penengah di sini di samping sebagai penyelenggara dan pemimpin diskusi, juga dapat membantu para pihak untuk mendesain penyelesaian sengketanya, sehingga dapat menghasilkan kesepakatan bersama. Untuk itu seorang mediator harus memiliki kemampuan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang nantinya akan dipergunakan sebagai bahan

34

Henry Campbel Black, Black Law Dictionary (sixth edition), (USA: St. West Publishing Co.1990)

untuk menyusun dan mengusulkan berbagai pilihan penyelesaian masalah yang disengketakan35

Menurut Gary Goodpaster seperti diuraikan Rahmadi Usman bahwa mediasi adalah proses negosisasi pemecahan masalah, dan pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mendapatkan kesepakatan dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara pihak.

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun keseluruhan permasalahan yang disengketakan. Mediasi juga adalah proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang besengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.

36

Selanjutnya menurut Christppher W. Moore diuraikan Rachmadi Usman mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian kedua pihak bersifat netral. Pihak ketiga tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Tugasnya untuk membantu para pihak bersengketa agar secara sukarela mencapai kesepakatan yang diterima oleh para pihak dalam sebuah persengketaaan. 37

35

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2003) hal 79.

36

Ibid,.Hal 7

37 Ibid,.

Menurut Joni Emirzon (2001) bahwa unsur-unsur mediasi sebagai berikut.38

1. Penyelesaian sengketa sukarela tanpa intervensi atau bantuan 2. Pihak ketiga tidak berpihak

3. Pengambilan keputusan oleh para pihak secara konsensus 4. Partisipasi aktif

Menurut Priyatna Abdurrasyid bahwa manfaat mediasi diperoleh dikarenakan adanya itikad baik para pihak yang disetujui syarat-syaratnya dan dicantumkan dalam akta kesepakatan. Para pihak dapat bersepakat mengenyampingkan kontrak dan merundingkan kembali syarat-syarat tersebut secara damai demi kepentingan dan keuntungan bersama. Kesepakatan untuk merundingkan kembali syarat-syarat perjanjian yang telah dibuat merupakan hal yang tidak akan pernah terjadi atau jarang ditemui dalam proses pengadilan.39

Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Mediasi, Pasal 1 Ayat (6) menentukan mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses

Mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai kesepakatan. Penyelenggaraaan mediasi dilakukan apabila sengketa nasabah dengan bank dalam pengaduan nasabah dapat diupayakan penyelesaian melalui mediasi perbankan.

38

Joni Ermizon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

(Negosiasi,Mediasi, Konsoliasi, dan Arbitrase). (PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2001) Hal

9-11

39

Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu

Pengantar. (Jakarta: PT Fikahayati, bekerjasama dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.

perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Selain itu para ahli hukum berusaha memberikan penafsiran mengenai mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Dapat dikatakan bahwa Mediasi dapat diterapkan dan dipergunakan untuk mempergunakan sebagai cara penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan (Out-of court Settlement) untuk sengketa perdata yang timbul diantara para pihak, dan bukan perkara pidana. Dengan demikian, setiap sengketa perdata dibidang perbankan (termasuk yang diatur dalam PBI No.8/5/PBI/2006) dapat diajukan dan untuk diselesaikan melalui Lembaga Medasi Perbankan.40

Tujuan diselenggarakannya lembaga mediasi perbankan ini adalah untuk memaksa seluruh bank agar bersedia dan peduli dalam menyelesaikan seluruh sengketa yang terjadi dengan nasabah kecil yang jika dibiarkan berlarut-larut dapat berpotensi meningkatkan risiko reputasi sebuah bank. Risiko reputasi adalah risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif berkaitan dengan operasional bank atau persepsi negatif terhadap sebuah bank.41

Tujuan lain dari lembaga mediasi secara umum adalah: (1) untuk menemukan solusi terbaik atas sengketa yang terjadi di antara para pihak, dimana solusi ini dapat mereka percayai atau jalankan dan bukan untuk mencari kebenaran atau memaksakan penegakan hukum, melainkan untuk menyelesaikan masalah; (2) mensosialisasikan dan mengembangkan konsep mediasi kepada publik, pemerintah dan organisasi dengan bekerjasama dengan berbagai institusi; (3) mendorong pemanfaatan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pada seluruh

40 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 Tentang Mediasi

41

lapisan masyarakat sesuai dengan semangat musyawarah; dan (4) memberikan jasa mediasi42

Dokumen terkait