• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Proses Acara Mediasi Perbankan Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah Berdasarkan PBI No 10/1/PBI/2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Hukum Proses Acara Mediasi Perbankan Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah Berdasarkan PBI No 10/1/PBI/2008"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PROSES ACARA MEDIASI

PERBANKAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT

BERMASALAH BERDASARKAN PBI No 10/1/PBI/2008

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

OLEH

BULAN PANGARIBUAN NIM: 070200270

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINJAUAN HUKUM PROSES ACARA MEDIASI

PERBANKAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT

BERMASALAH BERDASARKAN PBI No 10/1/PBI/2008

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI

BULAN PANGARIBUAN NIM: 070200270

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI DISETUJUI OLEH

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Windha SH, M.Hum NIP: 197501122005012002

DISETUJUI OLEH

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemurahan dan rahmatNya yang diberikan kepada penulis, sehingga peulis dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatra Utara, dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan “TINJAUAN HUKUM PROSES ACARA MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH BERDASARKAN PBI No 10/1/2008”. Skripsi ini membahas tentang alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia,aspek hukum perkreditan dan penyelesaian kredit bermasalah di Indonesia,serta upaya penyelesaian sengketa perkreditan di Indonesia.

Penulis telah mencurahkan segenap hati, pikiran dan kerja keras dalam penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekekurangannya, baik isi maupun kalimatnya. Oleh sebab itu skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Iniversitas Sumatera Utara .

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH. M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr.Mahmul Siregar,SH. M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbimngan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini.

5. Bapak Muhammad Hamdan, SH. MH., selaku Dosen Wali penulis. 6. Bapak dan Ibu dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya dan membantu penulis selama menjalani perkuliahan.

8. Teristimewa kepada Orangtua tercinta Ben Pangaribuan,SH dan Deliana Pardede yang telah membesarkan dan mendidik Penulis dengan kasih sayang yang tak hentinya memberikan motivasi, semangat dan mendoakan setiap langkah Penulis dalam mencapai cita-cita.

9. Kepada kakanda dr.Radema Pangaribuan yang telah memberikan motivasi, semangat serta doa kepada Penulis.

(5)

11. Kepada sahabat-sahabat Penulis : Dian Maya Sari,Dini Novrina,Dian Afriani Lubis,Astri Silalahi,Dewi Nasution,Dita Dislan,Fella Eldyah.

12. Teman-teman seangkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara : Fikrie,Harry Tobing,Gordon Manurung,Dandie,Kiky Bagong,Dayan,Delon,Dea Rizka,Kemala Atika,Olvi Siba,Chairina,Shadrina,Alky,Desi Syahrina,Irfan Harahap,Sandro,Irveb,Meta Sembiring,Immanuel,Tius.

13. Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara : Bang Tema,Bang Bana,Kak Sita,Elon,Bang Eko Kalo,Bang Tepu,Bang Dino Prabowo.

14. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skipsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan Rahmat dan KaruniaNya kepada kita semua. Amin.

Medan, Mei 2011

Penulis

(6)

ABSTRAK

*Bulan Pangaribuan **Sunarmi ***Mahmul Siregar

Semakin pesatnya perkembangan di dunia perbankan, maka semakin membuka kemungkinan terjadinya sengketa yang dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank. Penyelesaian sengketa perbankan biasanya diselesaikan melalui jalur pengadilan (litigasi). Atau non litigasi yang juga sering disebut dengan alternative dispute resolution (ADR). Permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah terkait dengan peranan dan fungsi lembaga mediasi perbankan dalam berperan menyelesaiakan persoalan yang terjadi akibat munculnya sengketa antara bank dengan nasabahnya dalan hal pelayanan perbankan seperti kegagalan transfer, terdebitnya rekening nasabah maupun dalam hal kredit bermasalah antara lain perlakuan kasar dan salah dari bank dalam hal penagihan maupun kesalahan dalam eksekusi hak tanggungan/jaminan.

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif analitis. dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan. Analisis terhadap permasalahan dilakukan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, Pengumpulan data dilakukan dengan metode library research (penelitian kepustakaan) yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini Peraturan perundangan-undangan yang dimaksud khususnya tentang PBI Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan.

Hasil dari penelitian ini mencapai kesimpulan bahwa mediasi perbankan merupakan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dapat ditempuh apabila setiap pihak mengkehendaki untuk memilih penyelesaian non litigasi demi mencapai kesepakatan bersama. Pelaksanaan mediasi perbankan dapat dilakukan apabila nasabah/pihak yang berkepentingan telah terlebih dahulu menyampaikan keluhannya kepada pelayanan pengaduan nasabah pada internal bank yang bersangkutan

Apabila penyelesaian atas pengaduan nasabah secara internal bank tidak mampu memuaskan dan menyelesaiakan keluhan nasabah, nasabah kemudian dapat meminta pihak bank begitu juga sebaliknya pihak bank dapat mengajukan usulan untuk menyelesaikan melalui lembaga mediasi perbankan. Pelaksanaan mediasi perbankan tersebut difasilitasi oleh Bank Indonesia dengan kewajiban setiap pihak secara mengikat untuk mematuhi kesepakatan mediasi tersebut.

Kata Kunci : Mediasi, Sengketa Perbankan *Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi **Dosen Pembimbing I

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 14

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan... 15

D. Keaslian Penulisan... 17

E. Tinjauan Kepustakaan... 17

F. Metode Penelitian... 23

G. Sistematika Penulisan... 26

BAB II KAJIAN YURIDIS MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI INDONESIA... 29

A. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia ... 29

B. Pengertian dan Dasar Hukum Mediasi dan Mediasi Perbankan di Indonesia... 31

C. Kelebihan dan Kekurangan Mediasi... 39

D. Fungsi dan Peranan Mediasi... 41

E. Proses dan Alur Mediasi... 43

F. Kekuatan Mengikat Proses Mediasi... 45

BAB III ASPEK HUKUM PERKREDITAN DAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DI INDONESIA... 48

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkreditan di Indonesia... 48

B. Fungsi dan Jenis-Jenis Perkreditan di Indonesia... 50

(8)

D. Bentuk-Bentuk Kredit Bermasalah... 61 E. Penyelesaian Kredit Bermasalah... 68

BAB IV MEDIASI PERBANKAN BERDASARKAN PBI NO 10/1/PBI/2008

SEBAGAI ALTERNATIF UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA

PERKREDITAN DI INDONESIA... 74

A. Latar Belakang Mediasi Perbankan... 74 B. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaia Sengketa Perbankan dan Nasabah

Berdasarkan PBI No 10/1/PBI/2008... 79 C. Lembaga Mediasi Perbankan dalam Penyelesaian Sengketa Bank.... 81 D. Proses dan Acara Mediasi Perbankan dan Peranan Bank Indonesia

Berdasarkan PBI No 10/1/PBI/2008... 82 E. Pelaksanaan Putusan Mediasi... 87 F. Sanksi... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 91 B. Saran ... 93

(9)

ABSTRAK

*Bulan Pangaribuan **Sunarmi ***Mahmul Siregar

Semakin pesatnya perkembangan di dunia perbankan, maka semakin membuka kemungkinan terjadinya sengketa yang dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank. Penyelesaian sengketa perbankan biasanya diselesaikan melalui jalur pengadilan (litigasi). Atau non litigasi yang juga sering disebut dengan alternative dispute resolution (ADR). Permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah terkait dengan peranan dan fungsi lembaga mediasi perbankan dalam berperan menyelesaiakan persoalan yang terjadi akibat munculnya sengketa antara bank dengan nasabahnya dalan hal pelayanan perbankan seperti kegagalan transfer, terdebitnya rekening nasabah maupun dalam hal kredit bermasalah antara lain perlakuan kasar dan salah dari bank dalam hal penagihan maupun kesalahan dalam eksekusi hak tanggungan/jaminan.

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode deskriptif analitis. dengan mempelajari berbagai literature dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan. Analisis terhadap permasalahan dilakukan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, Pengumpulan data dilakukan dengan metode library research (penelitian kepustakaan) yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini Peraturan perundangan-undangan yang dimaksud khususnya tentang PBI Nomor 8/5/PBI/2006 Tentang Mediasi Perbankan.

Hasil dari penelitian ini mencapai kesimpulan bahwa mediasi perbankan merupakan alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dapat ditempuh apabila setiap pihak mengkehendaki untuk memilih penyelesaian non litigasi demi mencapai kesepakatan bersama. Pelaksanaan mediasi perbankan dapat dilakukan apabila nasabah/pihak yang berkepentingan telah terlebih dahulu menyampaikan keluhannya kepada pelayanan pengaduan nasabah pada internal bank yang bersangkutan

Apabila penyelesaian atas pengaduan nasabah secara internal bank tidak mampu memuaskan dan menyelesaiakan keluhan nasabah, nasabah kemudian dapat meminta pihak bank begitu juga sebaliknya pihak bank dapat mengajukan usulan untuk menyelesaikan melalui lembaga mediasi perbankan. Pelaksanaan mediasi perbankan tersebut difasilitasi oleh Bank Indonesia dengan kewajiban setiap pihak secara mengikat untuk mematuhi kesepakatan mediasi tersebut.

Kata Kunci : Mediasi, Sengketa Perbankan *Mahasiswa Departemen Hukum Ekonomi **Dosen Pembimbing I

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesulitan yang menimpa perekonomian Indonesia, terutama sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 yang masih berlangsung hingga tahun ini, mungkin tidak perlu terjadi apabila dunia usaha secara sungguh-sungguh melaksanakan prinsip-prinsip manajemen keuangan perusahaan yang sehat yakni dengan antara lain menyeimbangkan struktur permodalan sedemikian rupa sehingga keperluan jangka pendek benar-benar dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan jangka pendek, sedangkan keperluan jangka penjang dibiayai dari sumber pembiayaan jangka panjang.1

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat.2

Perbankan juga dapat dikatakan merupakan inti dari setiap perekonomian negara. Perbankan menyediakan perkreditan dan berbagai jasa juga berperan

Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Dengan demikian ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank yaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan atau dunia usaha.

1

Erwansyah AR, Aspek-aspek hukum keuangan dan perbankan dalam http://ke-kampus.blogspot.com/2010/03/aspek-aspek-hukum-keuangan-dan.html Tanggal akses 06 Mei 2011

2

(11)

dalam kegiatan mekanisme pembayaran bagi seluruh sektor perekonomian.3 Dengan demikian Perbankan memiliki fungsi penting dalam perekonomian negara. Perbankan mempunyai fungsi utama sebagai intermediasi, yaitu penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya secara efektif dan efisien pada sektor-sektor riil untuk menggerakkan pembangunan dan stabilitas perekonomian sebuah negara.4

Dalam dunia perbankan, nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana mereka berada Dilihat dari sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung deposan, maupun pembeli surat berharga, maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai kreditur bank. Sedangkan pada sisi penyaluran dana, nasabah peminjam berkedudukan sebagai debitur dan bank sebagai kreditur.

Dalam hal ini, bank menghimpun dana dari masyarakat berdasarkan asas kepercayaan dari masyarakat. Apabila masyarakat percaya pada bank, maka masyarakat akan merasa aman untuk menyimpan uang atau dananya di bank. Dengan demikian, bank menanggung risiko reputasi atau reputation risk yang besar. Bank harus selalu menjaga tingkat kepercayaan dari

nasabah atau masyarakat agar menyimpan dana mereka di bank, dan bank dapat menyalurkan dana tersebut untuk menggerakkan perekonomian bangsa.

5

Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif

3

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional, (Jakarta : Kencana, 2005) Hal 7

4 Syamsu Iskandar, Bank dan Lembaga Keuangan Lain. (Jakarta, PT SAB, 2008) Hal 5

5

(12)

antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah, mungkin saja terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank.6

Timbulnya friksi tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu:7

1. Informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank;

2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk serta jasa perbankan yang masih kurang;

3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana;

4. Tidak adanya saluran memadai untuk memfasilitasi penyelesaian friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank.

Perlindungan nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh secara langsung terhadap sebagian besar masyarakat. Oleh karena itu menjadi tantangan yang sangat besar bagi perbankan dan Bank Indonesia untuk menciptakan standar yang jelas dalam memberikan perlindungan kepada nasabah.

Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan Perlindungan konsumen bagi bank merupakan suatu tuntutan yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau nasabah sehingga bank selalu

6

Muliaman D. Hadad “Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam

Arsitektur Perbankan Indonesia,” Http://www.bi.go,id, diakses tgl 30 Maret 2011

7

(13)

mengharapkan nasabah dapat bertransaksi maupun membuka rekening di bank walau sekecil apapun.8

Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan jasa perbankan, berada pada dua sisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana berada. Dilihat pada sisi pengerahan dana, nasabah yang menyimpan dananya pada bank baik sebagai penabung, deposan maupun pembeli surat berharga (obligasi atau commercial paper) maka pada saat itu nasabah berkedudukan sebagai debitur dan bank

sebagai kreditur. Dalam pelayanan jasa perbankan lainnya seperti dalam pelayanan bank garansi, penyewaan save depostie box, transfer uang, dan pelayanan lainnya, nasabah mempunyai kedudukan yang berbeda pula, tetapi dari semua kedudukan tersebut pada dasarnya nasabah merupakan konsumen dari pelaku usaha yang menyediakan jasa di sektor perbankan.

9

Sisi lain yang menjadi fokus perlindungan konsumen dalam sektor jasa perbankan, yaitu pelayanan di bidang perkreditan. Hal-hal yang menjadi perhatian Fokus persoalan perlindungan nasabah tertuju pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta ketentuan perjanjian yang mengatur hubungan antara bank dengan nasabah dapat terwujud dari suatu perjanjian, baik perjanjian yang berbentuk akta di bawah tangan maupun dalam bentuk otentik. Dalam konteks inilah perlu pengamatan yang baik untuk menjaga suatu bentuk perlindungan bagi konsumen namun tidak melemahkan kedudukan posisi bank, hal demikian perlu mengingat seringnya perjanjian yang dilaksanakan antara bank dengan nasabah telah dibakukan dengan suatu perjanjian baku.

8

Radius Prawiro, Pergulatan Indonesia dalam Membangun Ekonomi, Pragmatisme

dalam Aksi. (Jakarta Gramedia, 1998) Hal 346. 9

(14)

untuk perlindungan konsumen, yaitu pada proses yang harus ditempuh, dan warkat-warkat yang digunakan dalam pemberian kredit tersebut. Hal lain yang penting adalah pada saat pengikatan hukum antara bank dengan nasabah dimana secara hukum menyangkut dua macam pengikatan berupa perjanjian kredit dan perjanjian tambahan yakni perjanjian mengikuti perjanjian pokok berupa suatu perjanjian penjaminan.10

Hampir setiap hari selau terdapat keluhan nasabah bank dimuat di berbagai media cetak. Jika dicermati keluhan yang terjadi pada umumnya tidak jauh dari masalah transaksi keuangan terutama tabungan (baik di ATM maupun di kantor bank), jasa pengiriman uang yang terlambat, dan penagihan kredit oleh tukang tagih kredit bank yang berperilaku sangat kasar kepada debitor. Namun sikap dari pihak bank terkadang tidak begitu responsif terhadap keluhan nasabah sehingga seolah telah terjadi semacam “paduan suara” di antara perbankan bahwa untuk menyelesaikan keluhan nasabah di media cetak, cukup dijawab dengan kata-kata “keluhan telah dibicarakan dengan nasabah dan telah diselesaikan dengan

baik”

Lembaga perbankan adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah berusaha melindungi masyarakat dari tindakan lembaga, ataupun oknumnya yang tidak bertanggungjawab, dan merusak sendi kepercayaan masyarakat.

11

10

Djoko Retnadi dalam http:www.iei.or.id.Mediasi Perbankan, Satu Lagi Proteksi Terhadap Nasabah Perbankan. Tanggal akses 20 Maret 2011

11 Ibid,.

(15)

Bagi nasabah yang bersangkutan, permasalahannya mungkin benar-benar telah diselesaikan, namun bagi masyarakat umum yang membaca keluhan nasabah tersebut jelas masih diliputi penasaran karena setelah menunggu cukup lama akhirnya mereka tidak mendapatkan informasi apapun tentang bagaimana bank menyelesaikan keluhan nasabah. Oleh karena itu yang diharapkan oleh masyarakat adalah bank bersedia menjelaskan secara terbuka proses dan cara penyelesaian keluhan nasabah. Dengan demikian bagi masyarakat awam akan dapat memperoleh suatu pembelajaran karena mereka akan mengetahui bagaimana penyelesaian yang dilakukan bank, sehingga masyarakat lainnya tidak perlu mengirim keluhan yang sama ke media massa ketika mereka mengalami kasus yang sama.

Namun demikian, dengan masih enggannya pihak perbankan untuk menjelaskan secara terbuka proses penyelesaian keluhan nasabah, maka hal ini akan membuka peluang bagi bank untuk tetap dapat mengeksploitasi ketidaktahuan nasabah terhadap produk dan jasa perbankan, karena kasus sebesar apapun akhirnya dapat diselesaikan hanya dengan memublikasikan kata-kata terlalu baku di media massa.

Bank Indonesia sebagai pelaksana otoritas moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi, dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah12

12 Ibid,.

(16)

perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam hubungannya dengan bank.

Berbagai regulasi dalam bidang perbankan13 mengenai perlindungan nasabah bank diantaranya adalah Penerbitan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Mediasi Perbankan sebagaimana yang telah dirubah oleh PBI No 10/1/PBI/2008.14

Mengingat pentingnya perlindungan nasabah tersebut, Bank Indonesia menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang terdiri dari enam pilar, bersifat menyeluruh dan

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah melalui Bank Indonesia mulai memperhatikan kepentingan nasabah dalam konteks perlindungan nasabah bank yang sebelumnya cenderung terabaikan, baik oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan maupun tidak optimalnya pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mensyaratkan adanya keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat, dalam konteks ini termasuk dalam hubungan antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabahnya.

13

Dikutip dari http://ww.bi.go.id Tanggal akses 30 Maret 2011

14

(17)

memberikan arah, bentuk dan tatanan pada industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.

Adapun keenam pilar dalam API tersebut adalah: 1. Program penguatan struktur perbankan nasional

Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap. Upaya peningkatan modal bank-bank tersebut dapat dilakukan dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara dan tahap pencapaian.

Adapun cara pencapaiannya dapat dilakukan melalui:

a. Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru; b. Merger dengan bank (lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru) c. Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;

d. Penerbitan subordinated loan

2. Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan

(18)

tahun ke depan diharapkan Bank Indonesia telah sejajar dengan negara- negara lain dalam penerapan international best practices termasuk 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Dari sisi proses penyusunan

kebijakan perbankan diharapkan dalam waktu dua tahun ke depan Bank Indonesia telah memiliki system penyusunan kebijakan perbankan yang efektif yang telah melibatkan pihakpihak terkait dalam proses penyusunannya.

3. Program peningkatan fungsi pengawasan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini dicapai dengan peningkatkan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis risiko, peningkatkan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka waktu dua tahun ke depan diharapkan fungsi pengawasan bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan pengawasan yang dilakukan otoritas pengawas di negara lain. 4. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen. Semakin tingginya standar GCG dengan didukung oleh kemampuan operasional (termasuk manajemen risiko) yang handal diharapkan dapat meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin kuat.

(19)

Program ini bertujuan untuk mengembangkan sarana pendukung operasional perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit. Pengembangan biro kredit (credit bureau) akan membantu perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lembaga pemeringkat kredit dalam publicly-traded debt yang dimiliki bank akan meningkatkan transparansi dan efektivitas

manajemen keuangan perbankan. Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Dalam waktu tiga tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastruktur pendukung perbankan yang mencukupi.

6. Program peningkatan perlindungan nasabah

Program ini bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan diharapkan program-program tersebut dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada sistem perbankan.15

Mekanisme pengaduan nasabah di bank dan program pembentukan lembaga mediasi independen ditujukan untuk mengatasi permasalahan antara nasabah dengan bank yang saat ini sudah terjadi, sedangkan program penyusunan standar transparansi informasi produk perbankan ditujukan sebagai sarana awal untuk mencegah timbulnya permasalahan antara nasabah dengan bank. Khusus

15

Mohammad Ilham, Arsitektur Perbankan Indonesia dalam

(20)

untuk program edukasi nasabah, pelaksanaannya dirasakan perlu diperluas hingga mencakup mereka yang belum dan akan menjadi nasabah bank agar pada saat pertama kali berhubungan dengan bank para calon nasabah tersebut sudah memiliki informasi yang cukup mengenai kegiatan usaha serta produk dan jasa bank.

Proses mediasi perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan penyelesaian yang diberikan bank. Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali hak-hak nasabah tidak dapat terlaksana dengan baik sehingga menimbulkan friksi antara nasabah dengan bank yang ditunjukkan dengan munculnya pengaduan nasabah.

Apabila pengaduan nasabah tidak diselesaikan dengan baik oleh bank, maka berpotensi menjadi perselisihan atau sengketa antara nasabah dengan bank cenderung berlarut-larut. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan cukup banyaknya keluhan-keluhan nasabah di berbagai media. Munculnya keluhan-keluhan yang tersebar pada publik melalui berbagai media tersebut dapat menurunkan reputasi bank di mata masyarakat dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Bank wajib menjaga kepercayaan nasabahnya sesuai dengan kerangka azas-azas hukum perbankan yaitu:16

1. Azas Demokrasi ekonomi 2. Azas Kepercayaan

3. Azas Kerahasiaan 4. Azas Kehati-hatian

16

(21)

Untuk memastikan bahwa bank telah melaksanakan ketentuan penyelesaian pengaduan nasabah, maka setiap triwulan Bank wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai kasus-kasus pengaduan yang sedang atau telah ditangani oleh bank.17

Sejalan dengan itu, kegiatan perbankan sebagai urat nadi perekonomian bangsa tidak luput dari dampak globalisasi. Dalam menjalankan fungsi intermediary, perbankan menjadi pelaku ekonomi yang berperan memudahkan lalu lintas dana melalui jasa transfer via media elektronik. Salah satu permasalahan hukum dalam jasa perbankan adalah belum adanya peraturan yang memberikan rambu-rambu bagi kegiatan transfer dana elektronik ini, seperti dasar Laporan ini nantinya akan memberikan gambaran mengenai produk perbankan apa yang yang paling bermasalah dan jenis permasalahan apa yang paling sering dikemukakan oleh nasabah. Melalui laporan ini pula Bank Indonesia akan dapat membantu permasalahan yang kemudian dapat berkembang menjadi permasalahan yang sistemik sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah preventif.

Sanksi yang diberikan oleh Bank Indonesia berkaitan dengan pelanggaran ketentuan tersebut sebagaimana diatur oleh PBI No 10/10/PBI/2008 tentang perubahan atas PBI No 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah termuat dalam Pasal 17 yaitu dikenakan sanksi administratif berdasarkan UU No 10 Tahun 1998 sebagai perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 yaitu teguran tertulis yang nantinya diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank.

17

Muliaman D Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan nasabah dalam kerangka

arsitektur perbankan di Indonesia, dalam

(22)

hukum transfer dana, status kepemilikan dana transfer, perlindungan hukum bagi pengirim dan penerima dana transfer dalam hal terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh pihak bank, kedudukan pemilik dana dalam hal ini bank dilikuidasi atau pailit.18

Penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking principles) dalam seluruh kegiatan perbakan merupakan salah satu cara untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian secara makro. Implementasi prinsip ini harus menyeluruh, tidak hanya menyangkut masalah pemberian kredit, tetapi dimulai saat bank tersebut didirikan, penentuan manajemen yang memenuhi uji kecukupan dan kelayakan (fit and proper test) yang tidak bersifat seremonial. Ketentuan Bank Indonesia yang

mewajibkan fit proper test bagi pengurus bank masih memiliki banyak kelemahan, seperti masih dimungkinkannya pengurus yang tidak berkompeten atau terpilih karena mewakili kepentingan tertentu.

Permasalah-permasalahan di atas memerlukan aturan agar memberikan kepastian hukum bagi pengguna jasa perbankan. Aspek-aspek hukum lain di dalam bidang keuangan dan perbankan juga banyak mewarnai problematika di bidang ekonomi dan hukum, misalnya penyimpangan BLBI, prudential principles yang dihadapkan dengan penurunan fungsi intermediasi perbankan, munculnya fenomena fee-based income dalam praktik perbankan, dan berbagai persoalan ekonomi-hukum lainnya, yang kesemuanya itu perlu memperoleh perhatian seluruh pengguna jasa perbankan.

18

Yusuf Anwar, Aspek-aspek hokum keuangan dan perbankan dalam

(23)

B . Permasalahan

Adapun yang menjadi topik bahasan permasalahan dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah kedudukan lembaga mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia?.

2. Bagaimanakah pengaturan kredit perbankan di Indonesia dan bagaimana alternatif penyelesaian sengketa dalam penyelesaian kredit bermasalah Tersebut?

3. Bagaimanakah proses mediasi perbankan di Indonesia ditinjau dari PBI No. 10/01/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini pada khususnya adalah untuk memenuhi persyaratan agar memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Namun secara khusus pembahasan mengenai mediasi perbankan seperti yang dibahas dalam skripsi ini mempunyai tujuan yaitu :

(24)

2. Untuk menguraikan dan membahas lebih lanjut aspek-aspek hukum dan instrumen hukum yang berperan dalam perkreditan termasuk upaya penyelesaian sengketa apabila terjadi kredit yang bermasalah

3. Untuk mengetahui lebih lanjut proses dan tata cara mediasi perbankan dalam menyelesaikan sengketa antara bank dengan nasabahnya berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 10/01/PBI/2008

Manfaat Penulisan ilmiah seperti yang diungkapkan Calire setz19

1. Manfaat Teoritis

dalam bukunya menyatakan bahwa titik tolak dari suatu penulisan/karya ilmiah adalah “….to discover answers to questions through the application of scientific

procedures…” yang berarti untuk menemukan jawaban-jawaban atas

pertanyaan-pertanyaan tentang prosedur penerapan ilmu. Sehingga melalui penulisan suatu karya ilmiah diharapkan dapat menjawab setiap pertanyaan yang ada atas suatu permasalahan.

Adapun dalam penulisan skripsi ini nantinya dapat memberikan beberapa manfaat diantarany manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu :

a. Memberikan pengertian dan pendalaman lebih luas kepada masyarakat tentang pengertian dari mediasi dalam alternatif penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan yang dapat ditempuh oleh masyarakat.

19

(25)

b. Memberikan gambaran umum dalam kaitan dengan manfaatnya secara praktis tentang aspek hukum perkreditan dan upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa terhadap kredit yang bermasalah.

c. Memberikan gambaran umum kepada masyarakat tentang tata cara melakukan mediasi termasuk proses yang harus dilakukan sehingga mediasi dapat menjadi alternatif penyelesaian sengketa khususnya sengketa perbankan dalam masyarakat.

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian lainnya secara praktis diharapkan dapat menjadi rujukan ataupun referensi bagi para praktisi hukum maupun praktisi perbankan termasuk para nasabah pengguna jasa perbankan untuk menjadi rujukan dalam proses mediasi perbankan untuk penyelesaian masalah antara nasabah dengan bank dalam hal kredit bermasalah di Indonesia.

D.Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi ini adalah murni hasil karya ilmiah tersendiri yang belum pernah dipublikasikan dimanapun juga, mungkin ada beberapa karya tulisan lain yang hampir serupa mengenai mediasi dan alternatif penyelesaian sengketa diantaranya tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Pengaduan Nasabah Dalam Transaksi Perbankan Indonesia Karya Endika

Triono Dachi dan Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabahnya karya Richard Silitonga tetapi isi dan pendekatan

(26)

sangat berelevansi denan beberapa peraturan-peraturan hukum normatif yang menyangkut ketentuan mediasi perbankan dan aturan perkreditan. Penulis juga menggabungkan materi dalam skripsi ini disertai dengan analisa berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan lembaga mediasi perbankan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan Kepustakaan atau adalah suatu study terdahulu yang berkenaan atau memiliki hubungan dengan topik yang ada secara relevan dengan menggunakan berbagai literatur atau bacaan20

1. Memberitahu khalayak/pembaca tentang studi-studi atau penelitian terkait berkenaaan dengan studi/ topik yang sedang dilaporkan.

. Adapun tinjauan kepustakaan ini mempunyai beberapa tujuan yaitu:

2. Menghubungkan suatu studi dengan dialog yang lebih luas dan berkesinambungan tentang suatu topik dalam pustaka yang diperuntukkan untuk mengisi kekurangan dan memperluas studi-studi sebelumnya.

3. Memberikan kerangka bagi suatu studi dalam pembahasan ataupun penjelasannya secara ilmiah

4. Sebagai landasan untuk membandingkan suatu studi dengan temuan-temuan lain.

20

Achmad Djunaedi, Penulisan Tinjauan Pustaka dalam

(27)

Adapun kini yang menjadi kerangka studi atau tinjauan kepustakaan tentang karya ilmiah Mediasi Perbankan ini terbagi dalam 3 sub bagian yaitu:

1. Pengertian mediasi perbankan

Mediasi adalah negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi, yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping, pemangkin, dan penasihat. Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.21

Pembahasan dalam skripsi ini menyangkut 2 titik tolak yaitu mengenai mediasi dan perbankan. Berdasarkan Peraturan Perbankan Indonesia No 8/5/PBI/2006 sebagaimana yang telah dirubah oleh PBI No 10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan menjelaskan bahwa mediasi perbankan adalah suatu proses penyelesaian sengketa/permasalahan antara bank dengan nasabahnya yang melibatkan mediator atau pihak luar yang tidak memihak.22

2. Pengertian Kredit

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, merumuskan pengertian kredit adalah “Penyediaan uang atau tagihan

21

Nova nuriati Pratama, Mediasi dan Negosiasi dalam

http://nevacipid.blogspot.com/2011/03/m-ediasi-adalah-negosiasi-dengan.html Tanggal akses 06 Mei 2011.

22

(28)

yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, Kasmir mengemukakan unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu kredit, antara lain:

a. Kepercayaan Yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan.

b. Kesepakatan. Disamping unsur kepercayaan didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara bank dengan nasabah. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c. Jangka Waktu. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencangkup masa pengembalikan kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut dapat berbentuk jangka pendek, jangka menengah atau jangka panjang.

d. Resiko. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian kredit. semakin panjang suatu kredit semakin besar resikonya. Resiko ini menjadi tanggungan bank baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai maupun resiko yang tidak disengaja.23

3. Pengertian Kredit Bermasalah

23

(29)

Pengertian kredit bermasalah secara yuridis tidak terdapat dalam berbagai literature maupun perundang-undangan. Adapun kredit bermaslah itu sendiri dapat disimpulkan yaitu suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan.24

a. Self Dealing

Sumber-sumber penyebab terjadinya kegagalan pengembalian kredit oleh nasabah atau penyebab terjadinya kredit bermasalah pada bank dapat dikemukakan sebagai berikut:

Self dealing terjadi karena adanya interest tertentu dari pejabat pemberi

kredit terhadap permohonan yang diajukan nasabah, berupa pemberian kredit yang tidak layak atas dasar yang kurang sehat terhadap nasabahnya dengan harapan mendapatkan kompensasi berupa pemberian imbalan dari nasabah.

b. Anxiety for Income

Pendapatan yang diperoleh melalui kegiatan perkreditan merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar bank sehingga ambisi ataupun nafsu yang berlebihan untuk memperoleh laba bank melalui penerimaan bunga kredit sering menimbulkan pertimbangan yang tidak sehat dalam pemberian kredit.

c. Compromise of Credit Principles

24

A.totok Budi Santoso, Sigit Triandari, Y. Sri Susilo. Bank dan Lembaga Keuangan

(30)

Pelanggaran prinsip-prinsip kredit oleh pimpinan bank yang menyetujui pemberian kredit yang mengandung risiko yang potensial menjadi kredit yang bermasalah.

d. Incomplete Credit Information

Terbatasnya informasi seperti data keuangan dan laporan usaha, disamping informasi lainnya seperti penggunaan kredit, perencanaan, ataupun keterangan mengenai sumber pelunasan kembali kredit.

e. Failure to Obtain or Enforce Liquidation Agreements

Sikap ragu-ragu dalam menentukan tindakan terhadap suatu kewajiban yang telah diperjanjikan, meskipun nasabah mampu dan wajib membayarnya, juga merupakan penyebab timbulnya kredit-kredit yang tidak sehat dan mengakibatkan kredit bermasalah bagi bank.

f. Complacency

Sikap memudahkan suatu masalah dalam proses kredit akan mengakibatkan terjadinya kegagalan atas pelunasan kembali kredit yang diberikan

g. Lack of Supervising

Karena kurangnya pengawasan yang efektif dan berkesinambungan setelah pemberian kredit, kondisi kredit berkembang menjadi kerugian karena nasabah tidak memenuhi kewajibannya dengan baik.

h. Technical Incompetence

(31)

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan tugasnya dan jangan memberikan kredit kepada usaha atau sektor yang tidak dikenal dengan baik.25

4. Tata cara mediasi

Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Penyelesaian sengketa yang dimaksud ialah suatu bentuk penyelesaian berdasarkan kata sepakat (konsensus) yang dilakukan pihak bersengketa baik dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga.

Mediasi perbankan dapat ditempuh untuk sengketa kerugian finansial dengan batas kumulatif nilainya tidak lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Mediasi perbankan juga tidak dapat dilakukan dalam rangka tuntutan kerugian immateril. Pengawasan yang dilakukan dalam rangka mediasi perbankan tersbut dilakukan langsung oleh Bank Indonesia selaku otoritas jasa keuangan.

Atas dasar pengajuan penyelesaian sengketa oleh nasabah, pelaksana fungsi mediasi perbankan dapat melakukan klarifikasi atau meminta penjelasan kepada nasabah dan bank secara lisan dan atau tertulis. Pelaksana fungsi mediasi perbankan memanggil nasabah dan bank untuk menjelaskan tata cara pelaksanaan mediasi perbankan. Apabila nasabah dan bank sepakat menggunakan mediasi perbankan sebagai alternatif penyelesaian sengketa, mka nasabah dan bank wajib menandatangani perjanjian mediasi (agreement to mediate).

Kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi dituangkan dalam suatu Akta Kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank, yang

25

Sudjendro, Penyebab Kredit Bermasalah dalam

(32)

dimaksud dengan bersifat final adalah sengketa tersebut tidak dapat diajukan untuk dilakukan proses mediasi ulang pada pelaksana fungsi mediasi perbankan, sedangkan yang dimaksud dengan mengikat adalah kesepakatan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah dan bank yang harus dilaksanakan dengan itikad baik

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah. Selain itu penelitian juga dapat digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan dalam Bab I Pendahuluan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis. Metodelogi merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya26

Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran

Pada penelitian hukum ini, peneliti menjadikan bidang ilmu hukum sebagai landasan ilmu pengetahuan induknya, oleh karena itu maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum.

26

(33)

tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau segala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.27

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analis yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat tentang mediasi perbankan dan hukum perkreditan dalam hal penyelesaian kredit bermasalah

Adapun metode penelitian dalam skripsi ini meliputi metode deskriptif dengan menggunakan study pustaka dan menggunakan media literatur yang ada maupun jurnal ilmiah elektronik lainnya seperti internet dan tinjauan yuridis. Data lain yang dipakai juga adalah suatu Data skunder berupa study terhadap berbagai peraturan perundang-undangan khususnya dalam hal ini ialah UU Tentang Perbankan dan Peratusan Bank Indonesia Tentang Mediasi Perbankan

Sumber data penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan suatu bahan hukum yang mempunyai sifat authoritative yang berarti memiliki otoritas. Bahan hukum ini terdiri dari peraturan perundang-undangan yaitu UU No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

27

(34)

No 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan , catatan-catatan resmi maupun risalah dalam pembuatan undang-undang.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu berupa bahan hukum yang merupakan publikasi hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi meliputi buku-buku teks, dan jurnal. Bahan hukum sekunder yang paling utama adalah buku teks karena berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan para sarjana yang memiliki kualitas keilmuan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan khususnya dalam hal ini UU perbankan, literatur, tulisan, maupun putusan pengadilan yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data-data tersebut dilakukan dengan penelitian kepustakaan.

3. Analisa Data

(35)

a. Menemukan konsep-konsep yang terkandung dalam bahan bahan hukum (konseptualisasi) yang dilakukan dengan cara melakukan interpretasi terhadap bahan hukum tersebut.

b. Mengelompokkan konsep-konsep atau peraturan-peraturan yang sejenis, dalam hal ini ialah yang berhubungan dengan penerapan dan pelaksanaan mediasi perbankan

c. Menemukan hubungan antara berbagai peraturan atau kategori dan kemudian diolah

d. Menjelaskan dan menguraikan hubungan antara berbagai kategori atau peraturan perundang-undangan kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif sehingga mengungkapkan hasil yang diharapkan serta kesimpulan atas permasalahan.

G. Sistematika Penulisan

Didalam usaha untuk menguraikan dan mendeskripsikan isi dan sajian dalam karya ilmiah ini secara teratur. Maka karya tulisan ilmiah ini dibagi kedalam susunan yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri dalam setiap bab dengan ruang lingkup pertanggungjawaban sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

(36)

keaslian penulisan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan-kepustakaan, metode penulisan dan pengumpulan data yang digunakan serta sistematika penulisannya sendiri

BAB II :Kajian Yuridis Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia

Didalam bab kedua ini akan dibahas mengenai ketentuan-ketentuan hukum dalam mediasi perbankan sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa di bidang perbankan berdasarkan berbagai peraturan perundangan yang terkait.

BAB III : Aspek hukum perkreditan dan penyelesaian kredit bermasalah di Indonesia

Didalam bab ketiga ini akan diuraikan lebih lanjut mengeni apa sebenarnya aspek-aspek perkreditan secara hukum. Proses-proses yang harus dilakukan.pihak-pihak yang terlibat, serta upaya-upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa antara perbankan dengan nasabah debiturnya.

(37)

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab terakhir ini akan memberikan beberapa intisari kesimpulan berdasarkan hasil pembasan sedtiap Bab dalam permasalahan tersebut. Bab ini juga akan memaparkan beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan pemaparan kesimpulan tersebut

BAB II

KAJIAN YURIDIS MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN

SENGKETA DI INDONESIA

(38)

Manusia merupakan mahluk sosial dalam arti mahluk yang saling membutuhkan satu sama lain dan juga saling berinteraksi antara satu dengan lainnya. Interaksi yang terjadi dalam kehidupan manusia ada kalanya menimbulkan perselisihan atau sengketa. Sengketa yang terjadi adakalanya dapat diakibatkan oleh persoalan-persoalan sepele seperti masalah batas tanah, masalah wan prestasi atas suatu pekerjaan dan sebagainya. Perselisihan atau sengketa tersebut dapat muncul dikarenakan semua pihak selalu merasa lebih benar daripada pihak lainnya.

Munculnya perselisihan tersebut dikarenakan setiap pihak selalu ingin mempertahankan dan menuntut hak dan kewajiban masing-masing pihak. Salah satu perselisihan yang terjadi adalah perselisihan antara pihak bank dengan nasabahnya dalam lingkup hukum perdata. Hubungan antara bank dengan nasabahnya diikat dalam suatu perjanjian sehingga apabila salah satu perjanjian tersebut dilanggar maka pihak tersebut berarti telah dinyatakan melanggar hukum perdata materil berupa wan prestasi.

Mediasi merupakan suatu proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang bersengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. Mediasi biasa dipakai untuk menyelesaikan case-case keperdataan.28

Penyelesaian sengketa dalam hukum perdata materiil dapat saja dilakukan hanya antar pihak yang bersengketa atau dengan kata lain melalui jalan damai

28

Richard Sahat Silitonga, Mediasi perbankan sebagai alternative penyelesaian sengketa

antara bank dengan nasabahnya, Medan, Skripsi pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

(39)

(non litigasi) tanpa melalui institusi resmi seperti pengadilan. Jalur non litigasi dipilih dikarenakan para pihak beranggapan bahwa jalur pengadilan dianggap akan menimbulkan beban yang padat, proses yang lama dan berkepanjangan sehingga akan membuang waktu, terlalu formalistik dan terlalu bersifat teknis tanpa memperhatikan/tanggap terhadap kepentingan umum.29

Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dengan segala kekurangan tersebut diatas membuat kalangan masyarakat pada akhirnya dapat memilih kepada jalur non litigasi atau Alternative Dispute Resolution (ADR) yang pertama kali muncul di Amerika Serikat pada Tahun 197630. Adapun di Australia, lembaga seperti mediasi muncul pada 1989 yang merupakan inisiatif dari sektor publik dan swasta dengan tujuan utama untuk mengurangi munculnya keluhan dengan nasabah.31

Dalam hukum di Indonesia, praktek mediasi pada umumnya juga didasarkan pada pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Dalam konteks sengketa konsumen penggunaan mediasi bersifat sukarela sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999. Pada perkembangannya kemudian penggunaan mediasi ada yang bersifat wajib untuk konteks-konteks tertentu. Di Indonesia mediasi bersifat wajib sampai saat ini diberlakukan untuk sengketa-sengketa perdata yang telah diajukan ke pengadilan negeri berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penggunaan prosedur mediasi wajib dalam hal

29

Yahya Harahap,Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan

dan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1996) hal 5 30

Bismar Nasution, Loc. Cit

31

(40)

ini dimungkinkan karena hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia, HIR dan RBG menyediakan dasar hukum yang kuat. Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBG menyatakan bahwa hakim diwajibkan untuk terlebih dahulu mengupayakan proses perdamaian. Dengan demikian, penggunaan mediasi yang bersifat wajib dalam kaitannya dengan proses peradilan perdata di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat pads tingkat undang-undang, sehingga tidak menimbulkan persoalan dari aspek hukum.32

B. Pengertian dan Dasar Hukum Mediasi dan Mediasi Perbankan di

Indonesia

Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (accertable) Artinya para pihak yang bersengketa mengizinkan pihak ketiga untuk membantu para rihak yang bersengketa dan membantu para pihak untuk mencapai penyenyelesaian. Meskipun demikian akseptabilitas tidak berarti para pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima sepenuhnya apa yang dikemukakan pihak ketiga. Dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 dapat ditemukan 5 (lima) macam tata cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan, yaitu:

1. Konsultasi

Tidak ada rumusan ataupun penjelasan yang diberikan oleh UU Nomor 30 Tahun 1999 mengenai makna maupun arti dari konsultasi. Jika dilihat dalam

32

(41)

Black’s Law Dictionary, dapa diketahui bahwa yang dimaksud dengan konsultasi

(consultasion) adalah:

“act of consuling or confering: e.g. patient with doctor; client with

Lawyer. Deliberation of person on some subject. A conference between the

counsel enganged in a cae, to discuss its question or arrange the method

Of conducting”

2. Negoisasi dan Perdamaian

Dalam Pasal 6 ayat(2) UU N omor Tahun 1999 dikatakan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul diantara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut, selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak.

3. Mediasi

Pengaturan mengenai mediasi terdapat dalam ketentuan Pasal 6 ayat(3), ayat(4), dan ayat(5) UU Nomor 30 Tahun 1999. Ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 1999 adalah, suatu proses kegiatan sebagai kelanjutan dari gagalnya negoisasi yang dilakukan oleh para pihak menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 1999.

4. Konsiliasi

(42)

5. Pendapat hukum oleh lembaga arbitrase

Rumusan Pasal 52 UU nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Dikatakan mengikat, karena pendapat yang diberikan tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbiterasi tersebut. Setiap pelangaran terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelangaran terhadap perjanjian

Upaya perlindungan dan pemberdayaan nasabah merupakan wujud keberadaan infrastruktur bank untuk menyelesaikan keluhan dan pengaduan nasabah. Untuk itu bank wajib merespon keluhan dan pengaduan nasabah, khususnya terkait dengan transaksi keuangan. Untuk menghindari penyelesaian pengaduan nasabah diperlukan standar waktu yang jelas dan berlaku secara umum di setiap bank. Berarti diperlukan alternatif penyelesaian sengketa sebagai upaya lanjutan pengaduan nasabah. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, upaya dapat dilakukan melalui negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrase maupun melalui pengadilan.

(43)

10/1/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan tentang Perubahan atas PBI No. 8/5/PBI/2006).

Hubungan antara nasabah dengan bank adalah hubungan transaksional biasa yang diikat oleh hukum perdata. Salah satu syarat terjadinya hubungan itu adalah kesepakatan dan kesetaraan di antara keduanya dalam membuat perikatan. Akan tetapi, apakah pada kenyataannya nasabah deposan mempunyai kedudukan yang setara dan telah terjadi kesepakatan sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Argumentasi inilah yang mendasari perlunya sebuah lembaga independen yang dapat menjadi alternatif bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi. Khusus untuk perbankan mengenai mediasi diatur dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008.33

33

Peraturan Bank Indonesia (PBI ) No 10/01/PBI/2008 Tentang Mediasi Perbankan

(44)

Pengertian Mediasi secara normatif tidak dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Oleh karena itu pengertian mediasi di ambil dari pendapat ahli dan kamus. Menurut Rachmadi Usman mediasi adalah penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Sementara dalam Black Law Dictionary mengenai mediasi ini didefiniskan sebagai berikut:34

Mediation is privat, informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps disputing parties to reach an agreement. The mediator has no power to impose a decission on the parties.

Oleh karena itu, mediasi adalah sebuah mekanisme penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga yang netral, dalam artian pihak ketiga dimaksud (mediator) tidak memiliki kompetensi untuk membuat keputusan. Mediator hanya diperkenankan memberikan tawaran alternatif solusi dan para pihak sendiri yang pada akhirnya memberikan putusannya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya seorang mediator berperan sebagai penengah yang membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang dihadapinya. Sebagai penengah di sini di samping sebagai penyelenggara dan pemimpin diskusi, juga dapat membantu para pihak untuk mendesain penyelesaian sengketanya, sehingga dapat menghasilkan kesepakatan bersama. Untuk itu seorang mediator harus memiliki kemampuan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang nantinya akan dipergunakan sebagai bahan

34

(45)

untuk menyusun dan mengusulkan berbagai pilihan penyelesaian masalah yang disengketakan35

Menurut Gary Goodpaster seperti diuraikan Rahmadi Usman bahwa mediasi adalah proses negosisasi pemecahan masalah, dan pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mendapatkan kesepakatan dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara pihak.

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun keseluruhan permasalahan yang disengketakan. Mediasi juga adalah proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang besengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.

36

Selanjutnya menurut Christppher W. Moore diuraikan Rachmadi Usman mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang dapat diterima pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian kedua pihak bersifat netral. Pihak ketiga tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Tugasnya untuk membantu para pihak bersengketa agar secara sukarela mencapai kesepakatan yang diterima oleh para pihak dalam sebuah persengketaaan. 37

35

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2003) hal 79.

36

Ibid,.Hal 7

(46)

Menurut Joni Emirzon (2001) bahwa unsur-unsur mediasi sebagai berikut.38

1. Penyelesaian sengketa sukarela tanpa intervensi atau bantuan 2. Pihak ketiga tidak berpihak

3. Pengambilan keputusan oleh para pihak secara konsensus 4. Partisipasi aktif

Menurut Priyatna Abdurrasyid bahwa manfaat mediasi diperoleh dikarenakan adanya itikad baik para pihak yang disetujui syarat-syaratnya dan dicantumkan dalam akta kesepakatan. Para pihak dapat bersepakat mengenyampingkan kontrak dan merundingkan kembali syarat-syarat tersebut secara damai demi kepentingan dan keuntungan bersama. Kesepakatan untuk merundingkan kembali syarat-syarat perjanjian yang telah dibuat merupakan hal yang tidak akan pernah terjadi atau jarang ditemui dalam proses pengadilan.39

Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Mediasi, Pasal 1 Ayat (6) menentukan mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses

Mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai kesepakatan. Penyelenggaraaan mediasi dilakukan apabila sengketa nasabah dengan bank dalam pengaduan nasabah dapat diupayakan penyelesaian melalui mediasi perbankan.

38

Joni Ermizon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan

(Negosiasi,Mediasi, Konsoliasi, dan Arbitrase). (PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2001) Hal

9-11

39

Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu

Pengantar. (Jakarta: PT Fikahayati, bekerjasama dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.

(47)

perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Selain itu para ahli hukum berusaha memberikan penafsiran mengenai mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Dapat dikatakan bahwa Mediasi dapat diterapkan dan dipergunakan untuk mempergunakan sebagai cara penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan (Out-of court Settlement) untuk sengketa perdata yang timbul diantara para pihak, dan bukan perkara pidana. Dengan demikian, setiap sengketa perdata dibidang perbankan (termasuk yang diatur dalam PBI No.8/5/PBI/2006) dapat diajukan dan untuk diselesaikan melalui Lembaga Medasi Perbankan.40

Tujuan diselenggarakannya lembaga mediasi perbankan ini adalah untuk memaksa seluruh bank agar bersedia dan peduli dalam menyelesaikan seluruh sengketa yang terjadi dengan nasabah kecil yang jika dibiarkan berlarut-larut dapat berpotensi meningkatkan risiko reputasi sebuah bank. Risiko reputasi adalah risiko yang timbul akibat adanya publikasi negatif berkaitan dengan operasional bank atau persepsi negatif terhadap sebuah bank.41

Tujuan lain dari lembaga mediasi secara umum adalah: (1) untuk menemukan solusi terbaik atas sengketa yang terjadi di antara para pihak, dimana solusi ini dapat mereka percayai atau jalankan dan bukan untuk mencari kebenaran atau memaksakan penegakan hukum, melainkan untuk menyelesaikan masalah; (2) mensosialisasikan dan mengembangkan konsep mediasi kepada publik, pemerintah dan organisasi dengan bekerjasama dengan berbagai institusi; (3) mendorong pemanfaatan mediasi dalam menyelesaikan sengketa pada seluruh

40 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 Tentang Mediasi 41

(48)

lapisan masyarakat sesuai dengan semangat musyawarah; dan (4) memberikan jasa mediasi42

C. Kelebihan dan Kekurangan Mediasi Perbankan

Melalui pembentukan mediasi perbankan diharapkan akan memberikan beberapa nilai positif seperti; memberikan kepastian penyelesaian sengketa nasabah kecil dengan banknya, dan lembaga mediasi akan menjadi semacam watch dog karena perbankan tidak akan dapat santai-santai lagi untuk membiarkan

kasus sengketa dengan nasabah terkatung-katung tanpa ada penyelesaian.

Mediasi sebagai forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan (out of court) ini memiliki beberapa manfaat, antara lain yakni: (1) dapat ditempuh dalam

waktu relatif singkat, menghemat waktu, biaya, skill (2) pelaksanaannya secara tertutup dan rahasia, (3) prosedur dan proses bersifat informal, (4) fokus kepada akar permasalahan dengan memperhatikan aspek-aspek komersial, psikologis dan emosi para pihak, (5) bentuk penyelesaian pada hakikatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak yang bersengketa.43

Mekanisme mediasi memungkinkan bagi nasabah kecil untuk dapat mengadukan sengketanya yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral dengan banknya, ke lembaga mediasi yang untuk sementara diperankan oleh BI. Melalui lembaga mediasi ini bank setiap saat wajib hadir jika dipanggil oleh lembaga

42

Nindyo Pramono, Lembaga Mediasi Perbankan Independen dan Mediasi Perbankan

Oleh BI (Temporary), (Makalah pada Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank

Indonesia & Pembentukan Lembaga Mediasi Independen, Kerjasama Bank Indonesia dan Magister Hukum UGM, Denpasar 2007), 11 April 2007, hal 3

43

(49)

mediasi dalam rangka menyelesaikan sengketa yang masih menggantung. Apabila bank yang dipanggil tidak datang, maka BI dapat menjatuhkan sanksi pada pengurangan tingkat kesehatan bank. Degan sanksi yang cukup tegas tersebut, bank manapun pasti akan semakin peduli dengan keluhan nasabah.

Aspek positif lainnya adalah bahwa dengan semakin cepatnya penyelesaian sengketa di perbankan maka ini akan mengurangi potensi terjadinya risiko reputasi yang jika tidak dikelola dengan baik akan dapat merembet pada risiko likuiditas akbat bank semakin tidak dipercaya oleh nasabah penyimpannya. Akhirnya, aspek positif yang tidak kalah penting dari lembaga mediasi perbankan adalah mendorong terciptanya keseimbangan hubungan antara posisi posisi nasabah kecil dengan bank.44

Selain aspek positif, keberadaan mediasi perbankan tentunya masih mengandung berbagi kerawanan yang harus diantisipasi agar tujuan pendirian lembaga mediasi tetap dapat dicapai. Beberapa kelemahan kehadiran lembaga mediasi antara lain bahwa pada saat ini jaringan kerja BI di seluruh Indonesia masih sangat terbatas. Dalam arti, bahwa kemampuan BI sebagai lembaga mediasi jelas tidak sebanding dengan jumlah nasabah bank yang tersebar luas hingga ke pelosok desa, selain itu,masih ada semacam beban psikologis bagi nasabah kecil untuk mengajukan keluhan yang tidak terselesaikan ke BI. Selain alamat BI yang mungkin belum diketahui oleh masyarakat luas, juga tata-cara penyampaian

(50)

prosedur penanganan sengketa ke lembaga mediasi mungkin belum dipahami juga oleh nasabah kecil.45

Oleh karena itu, BI telah meminta seluruh bank mulai 30 Juni 2006, bank wajib mengumumkan kepada nasabah mengenai tersedianya lembaga medasi perbankan dan prosedur yang harus ditempuh oleh nasabah. Pengumuman ini boleh berupa brosur, pamflet, atau bentuk pengumuman lainnya. Bagi bank yang tidak mengumumkan akan diberikan sanksi berupa pengurangan nilai tingkat kesehatan bank.46

D. Fungsi dan Peranan Mediasi di Indonesia

Akhirnya, aspek negatif lainnya yang perlu diwaspadai akibat adanya lembaga mediasi adalah semakin tidak pedulinya bank terhadap keluhan nasabah. Karena seluruh sengketa nasabah kecil pada akhirnya dapat diteruskan ke lembaga mediasi, dikhawatirkan hal ini akan mendorong terjadinya praktik moral hazard bagi bank untuk tidak berusaha menyelesaikan sengketanya secara bilateral dengan nasabah (karena terlalu mengandalkan pada fungsi lembaga mediasi).

Mediasi, dari mediatus/ mediare, dipahami sebagai sistem penyelesaian sengketa komersial dengan bantuan pihak ketiga yang netral, yakni mediator. Fungsi mediasi sama sekali bukan menghakimi seperti dalam sistem arbitrase atau pengadilan, ataupun wasit di kompetisi sepak bola. Dengan mediasi, para pihak yang bersengketa sebagai contoh A dan B berunding dibantu C sebagai

penengah-45

Bank Indonesia, Mediasi Sebagi Alternatif Penyelesaian Sengketa Bank dan

Nasabahnya dalam http:www.bi.go.id Tanggal akses 06 Mei 2011 46

(51)

sehingga A dan B, pada akhirnya, mencapai kesepakatan mereka sendiri. Secara hukum kesepakatan itu wajib mereka patuhi.47

Menurut M Arief Jauhari,48

Kedua, proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi. Di Indonesia memang belum ada penelitian yang membuktikan asumsi bahwa mediasi merupakan proses yang cepat dan murah dibandingkan proses litigasi. Akan tetapi, jika didasarkan pada logika seperti yang telah diuraikan pada alasan pertama bahwa jika prkara pentingnya peranan mediasi dapat dilihat antara lain: Pertama, proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalah penumpukan perkara. Jika para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang pula. Jika sengketa dapat diselesaikan melalui perdamaian, para pihak tidak akan menempuh upaya hukum kasasi karena perdamaian merupakan hasil dari kehendak bersama para pihak, sehingga mereka tidak akan mengajukan upaya hukum. Sebaliknya, jika perkara diputus oleh hakim, maka putusan merupakan hasil dari pandangan dan penilaian hakim terhadap fakta dan kedudukan hukum para pihak. Pandangan dan penilaian hakim belum tentu sejalan dengan pandangan para pihak, terutama pihak yang kalah, sehingga pihak yang kalah selalu menempuh upaya hukum banding dan kasasi. Pada akhirnya semua perkara bermuara ke Mahkamah Agung yang mengakibatkan terjadinya penumpukan perkara

47

http://www.madani-ri.com/2008/07/23/mediasi-solusi-cepat-atasi-sengketa komersial/ Tanggal akses 2 Maret 2011

48

(52)

diputus, pihak yang kalah seringkali mengajukan upaya hukum, banding maupun kasasi, sehingga membuat penyelesaian atas perkara yang bersangkutan dapat memakan waktu bertahun-tahun, dari sejak pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama hingga pemeriksaan tingkat kasasi Mahkamah Agung. Sebaliknya, jika perkara dapat diselesaikan dengan perdamaian, maka para pihak dengan sendirinya dapat menerima hasil akhir karena merupakan hasil kerja mereka yang mencerminkan kehendak bersama para pihak.

Ketiga, pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa keadilan tidak hanya dapat diperoleh melalui proses litigasi, tetapi juga melalui proses musyawarah mufakat oleh para pihak. Dengan diberlakukannya mediasi ke dalam sistem peradilan formal, masyarakat pencari keadilan pada umumnya dan para pihak yang bersengketa pada khususnya dapat terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian atas sengketa mereka melalui pendekatan musyawarah mufakat yang dibantu oleh seorang penengah yang disebut mediator.

E. Proses dan Alur Mediasi

Dalam hal proses dan alur mediasi yang melibatkan pihak bersengketa dengan mediator, secara umum setidaknya ada 7 (tujuh) tahapan yang dilakukan, diantara tahapan-tahapan tersebut ialah:49

1. Memulai Proses mediasi

a. Mediator memperkenalkan diri dan para pihak

b. Mediator menekankan adanya kemauan para pihak untuk. menyelesaikan masalah melalui mediasi

c. menjelaskan pengertian mediasi dan peran mediator

49

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan karakter anak bangsa sudah menjadi perhatian yang serius dari pemerintah. Slogan revolusi mental yang dicanangkan oleh pemerintahan Jokowi

Literasi keuangan yang berbeda-beda dari tiap individu dapat menyebabkan pemilihan investasi yang berbeda pula.Orang dengan literasi keuangan tinggi cenderung

Hasil penelitian didapatkan mayoritas responden mengalami pubertas normal sebanyak 104 responden (66,7%), mayoritas responden memiliki perilaku seksual positif sebanyak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis pengaruh brand awareness, perceived quality dan brand loyalty terhadap keputusan pembelian pada toko My Snacks Bangka

Setidaknya tercatat potensi ekonomi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US$ 1,2 triliun per tahun yang dibagi dalam empat kelompk sumber daya kelautan: renewable

Berdasarkan validasi instrumen ases- men KPS pada materi larutan elektrolit dan non elektrolit yang telah dilakukan valida- tor terhadap aspek kesesuaian isi materi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan penguasaan kemampuan matematika siswa pada materi fungsi, dan mendeskripsikan kemampuan penalaran dan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari hasil