• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Pengertian Etika Kerja Islam

Beekun (1996) mendefinisikan etika sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan apa yang benar dari apa yang salah. Etika adalah bidang normatif karena menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan. Etika meliputi persoalan moral dan pilihan dan berhubungan dengan perilaku yang benar dan salah. Sekarang ini disadari bahwa yang menentukan perilaku etis bukanlah hanya individu dan kelompok, tetapi juga sejumlah faktor lain yang berhubungan dari lingkungan budaya, organisasi, dan eksternal (Luthans,2006). Etika juga dapat dianggap sebagai prinsip-prinsip tersebut harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan bisnis serta berhubungan dengan para nasabah dan pelanggan. (Noe et al, 2010).

Dalam mewujudkan nilai-nilai ibadah dalam bekerja yang dilakukan oleh setiap insan, diperlukan adab dan etika yang membingkainya, sehingga nilai-nilai luhur tersebut tidak hilang sirna sia-sia. Diantara adab dan etika bekerja dalam islam adalah :

1. Bekerja dengan ikhlas karena Allah SWT.

Ini merupakan hal dan landasan terpenting bagi seorang yang bekerja. terpenting bagi seorang yang bekerja. Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT. Ia sadar, bahwa bekerja adalah kewajiban dari Allah yang harus

dilakukan oleh setiap hamba. Ia faham bahwa memberikan nafkah kepada diri dan keluarga adalah kewajiban dari Allah. Ia pun mengetahui, bahwa hanya dengan bekerjalah ia dapat menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainya, seperti zakat, infak, dan shodaqah. Sehingga ia selalu memulai aktivitas pekerjaanya dengan dzikir kepada Allah.

2. Itqon, tekun dan sungguh-sungguh dalam bekerja.

Implementasi dari keikhlasan dalam bekerja adalah itqon (baca ; profesional) dalam pekerjaanya. Ia sadar bahwa kehadiran tepat pada waktunya, menyelesaikan apa yang sudah menjadi kewajibanya secara tuntas, tidak menunda-nunda pekerjaan, tidak mengabaikan pekerjaan, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari esensi bekerja itu sendiri yang merupakan ibadah kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadist, riwayat Aisyah ra, bahwa Rasullah SAW bersabda, “sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja, dia itqan (baca; menyempurnakan) pekerjaanya.” (HR. Thabrani).

3. Jujur dan amanah.

Etika lain dari bekerja dalam Islam adalah jujur dan amanah. Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukanya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasanya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukanya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang, objektif dalam menilai, dan sebagainya. Rasullah SAW memberikan janji bagi orang yang jujur dan amanah akan masuk ke dalam surga bersama para shiddiqin dan syuhada’.

Dalam hadist riwayat Imam Turmudzi : Dari Abu Said Al-Khudri ra, beliau berkata bahwa Rasullah SAW bersabda, “Pebisnis yang jujur lagi dipercaya (amanah) akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’.

4. Menjaga etika sebagai seorang muslim.

Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seorang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan costumer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu’min. Dalam sebuah hadist Rasullah SAW mengatakan, “orang mu’min yang paling sempurna imanya adalah mereka yang paling baik akhlaknya.” (HR. Turmudzi). Dan dalam bekerja, seorang mu’min dituntut untuk bertutur kata yang sopan, bersikap yang bijak, makan dan minum sesuai dengan tuntunan Islam, berhadapan dengan costumer dengan baik, rapat juga dengan sikap yang terpuji dan sebagainya yang menunjukkan jatidirinya sebagai seorang yang beriman. Bahkan dalam hadist yang lain Rasullah SAW menggambarkan bahwa terdapat dua sifat yang tidak mungkin terkumpul dalam diri seorang mu’min, yaitu bakhil dan akhlak yang buruk. (HR. Turmudzi)

5.Tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.

Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukanya. Tidak melanggar prinsip-prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi beberapa hal, pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaanya, seperti memproduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi dan permusuhan), riba, risywah dsb. kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan dengan pekerjaan, seperti tidak

menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, membuat fitnah dalam persaingan dsb. Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip syariah, selain mengakibatkan dosa dan menjadi tidak berkahnya harta, juga dapat menghilangkan pahala amal shaleh kita dalam bekerja. Allah SWT berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya dan janganlah kalian membatalkan amal perbuatan/ pekerjaan kalian..” 6. Menghindari syubhat

Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamanya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan tertentu. Atau seperti bekerja sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzaliman atau pelanggaranya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal. Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasullah SAW bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara-perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang diharamkan...” (HR. Muslim)

7. Menjaga ukhuwah islamiyah

Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentitif agar tidak merusak ukhuwah

Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan, ”dan janganlah kalian menjual barang yang sudah dijual kepada saudara kalian” (HR. Muslim). Karena jika terjadi kontradiktif dari hadist di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah islamiyah diantara mereka; saling curiga, su’udzon dsb. Karena masalah pekerjaan atau bisnis yang menghasilkan uang, akan sangat sensitif bagi pelakunya. Kaum Anshar dan Muhajirin yang secara sifat, karakter, background dan pola pandangnya sangat berbeda telah memberikan contoh sangat positif bagi kita; yaitu ukhuwah islamiyah. Salah seorang sahabat Anshar bahkan mengatakan kepada Muhajirin, jika kamu mau, saya akan bagi dua seluruh kekayaan saya; rumah, harta, kendaraan, bahkan (yang sangat pribadipun direlakan), yaitu istri. Hal ini terjadi lantaran ukhuwah antara mereka yang demikian kokohnya.

Istilah yang paling dekat dengan etika dalam islam yaitu Akhlaq. di dalam Qur’an istilah yang secara langsung berhubungan dengan etika adalah al-khuluq. Al-khuluq berasal dari kata dasar khaluqa-khaluqan, yang berarti, tabi’at, budi pekerti, kesatriaan, keprawiraan. Islam memberikan tuntunan akidah tauhid, dasar tauhid ini dipadu dengan contoh yang diberikan Rasullah yang diharapkan akan menghasilkan manusia yang memiliki akhlak atau etika yang baik. Akhlak yang dicontohkan oleh Rasullulah ini didasarkan pada petunjuk dari al-qur’an. Sehingga dapat ditunjukkan dari kerangka etika Islam sebagai berikut :

Sumber : Harahap (2011)

Gambar 2.1 Kerangka Etika Islam

Tauhid dan Akidah Allah

Al-Qur’an

Akhlak Al-Qur’an dan tuntunan hadis

Konsensus masyarakat yang dirumuskan dari

Al-Qur’an dan Hadis Etika, Akhlak atau tingkah laku pribadi

Dokumen terkait