• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.2 Financial Distress

2.1.2.1 Pengertian Financial Distress

Menurut Luciana (2003:546), menyatakan bahwa :

“Financial Distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi.”

Menurut Platt dan Platt yang dikutip oleh Luciana (2003:546), menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah :

1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan,

2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar utang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik,

3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.

Menurut Akhyar dan Eha (2004), menyatakan bahwa definisi kebangkrutan sebagai kegagalan dapat dibedakan menjadi :

1. Kegagalan Ekonomi

Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dan arus kas perusahaan laba kecil dari kewajiban.

2. Kegagalan Keuangan

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvenci yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham.

Suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki penyebab yang berbeda dari satu situasi yang lain. Namun demikian, pengertian penyebab kebangkrutan akan memberi pemahaman yang mendasar untuk menghindari gagalnya

bisnis dan melakukan perbaikan apabila restrukturisasi memang diperlukan untuk menghindari gagalnya suatu usaha.

Secara umum, menurut Brigham dan Gapensky (1997) yang dikutip oleh Sri Haryati (2005), terdapat beberapa macam kondisi perusahaan yang mengalami financial distress, yaitu :

1. Economic Failure

Economic failure merupakan keadaan ekonomi yang menyebabkan penerimaan perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal. Bisnis yang terkena economic failure dapat meneruskan operasinya apabila investor berkeinginan menambah modalnya dan menerima tingkat pengembalian dibawah tingkat pasar. Akhirnya apabila tidak ada modal yang disediakan terlebih dahulu assets yang ada digunakan terus dan tidak diganti, maka mengakibatkan perusahaan akan terancam tutup. Kondisi economic failure terjadi bila suatu perusahaan :

a. Tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk dapat menutup biaya modal (cost of capital).

b. Tingkat pengembalian investasi modalnya (rate of return) lebih rendah daripada tingkat investasi modal yang dihasilkan di luar perusahaan, misal tingkat bunga deposito lebih besar dari return of investment (ROI).

c. Tingkat pengembalian investasi modalnya lebih rendah dari pada besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Biaya modal disini misalnya tingkat bunga kredit yang berlaku.

2. Bussines Failure

Bussines Failure merupakan istilah yang digunakan oleh Dun dan Bradstreet, yang merupakan kumpulan dari kesalahan statistik. Untuk menegaskan suatu

bisnis dapat mengakhiri operasinya yang diakibatkan oleh kehilangan krediturnya. Kondisi ini menggambarkan suatu perusahaan atau bisnis yang pengembalian atau investasinya (return) negatif atau rendah. Dengan kata lain apabila suatu perusahaan mengalami kerugian operasional secara terus menerus, maka nilai pasar (market V) dari perusahaan tersebut akan mengalami penurunan. Sehingga apabila perusahaan tersebut tidak mampu untuk memperoleh return yang lebih besar dari biaya modalnya maka perusahaan tersebut akan mengalami kegagalan (failure).

3. In Default

Suatu perusahaan berada dalam kondisi in default bila perusahaan melanggar jangka waktu perjanjian hutang (terms of loan agreement). Terdapat dua istilah yang berbeda dalm kondisi ini, yaitu :

a. Technical Default

Kondisi ini terjadi jika perusahaan melanggar perjanjian pinjaman. Perusahaan yang mengalami technical default tidak selalu mengarah pada kondisi pailit, karena perusahaan tetap dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya bila perusahaan melakukan negosiasi kembali dengan kreditor.

b. Payment Default

Perusahaan dinyatakan berada dalam kondisi payment default jika perusahaan gagal memenuhi kewajiban membayar bunga ataupun pokok pinjaman. Kegagalan disini tidak selalu berarti bahwa perusahaan tidak mampu membayar hutangnya, tetapi mungkin saja karena perusahaan tersebut terlambat membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo, walaupun hanya satu hari saja. Jika dalam perjanjian hutang dilengkapi dengan perjanjian grace period, maka kondisi payment default terjadi setelah masa grace period tersebut berakhir.

4. Insolvent

Perusahaan dikatakan dalam kondisi insolvent jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebabkan kekurangan likuiditas atau perusahaan tidak mapu memperoleh laba bersih (menderita kerugian). 5. Bankruptcy

Perusahaan yang pailit memiliki modal (equity) yang negatif, ini berarti klaim dari kreditor tidak akan dapat dipenuhi kecuali asset perusahaan telah dapat di likuidasi (dijual) dengan nilai lebih tinggi dari pada nilai bukunya. Perusahaan dinyatakan legal bankruptcy apabila perusahaan telah membuat pernyataan pailit berdasarkan hukum kepailitan yang berlaku. Hal ini dimaksud untuk dapat melepaskan diri dari kewajibannya kepada kreditor. Pernyataan pailit tersebut mempunyai arti bahwa perusahaan tidak mempunyai kemampuan untuk membayar hutang pada waktu tertentu dimasa datang.

Secara umum kepailitan perusahaan dapat disebabkan antara lain :

a. Ketidakmampuan memperoleh pendapatan (revenue) yang cukup untuk mentup biaya operasional perusahaan.

b. Ketidakmampuan perusahaan mempertahankan tingkat biaya yang lebih rendah daripada pendapatan.

c. Kegagalan perusahaan mempertahankan tingkat minimal kondisi keuangan yang diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan.

Ketidakmampuan dan kegagalan ini dapat dikatakan merupakan refleksi dari inkompetensi manajemen dalam mengoperasikan perusahaan menghadapi lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim (2007:270), variabel yang menunjukkan perusahaan yang bangkrut yaitu :

a. Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang lebih rendah.

b. Penggunaan hutang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan hutang yang lebih tinggi.

c. Perlindungan terhadap biaya tetap (fixed payment coverage). Perusahaan yang bangkrut tidak mempunyai perlindungan terhadap biaya yang lebih kecil.

Menurut Martina dalam Journal Of Accounting Vol. 1, Nomor 2 (2012:2) hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan independen yang dilakukan komite audit atas proses laporan keuangan, memberikan pengawasan independen serta proses risiko dan kontrol atas laporan keuangan dan melaksanakan pengawasan independen atas proses tata kelola perusahaan. Karena praktik corporate governance yang baik mampu meningkatkan kinerja finansial perusahaan dan meminimalkan resiko financial distress.

Dokumen terkait