• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perusahaan merupakan keseluruhan dari faktor-faktor di luar perusahaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan perusahaan merupakan keseluruhan dari faktor-faktor di luar perusahaan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Kondisi kesehatan sebuah perusahaan merupakan hasil interaksi kinerja manajemen dalam mengelola dana dengan kondisi lingkungan usaha perusahaan. Lingkungan perusahaan merupakan keseluruhan dari faktor-faktor di luar perusahaan yang berpengaruh terhadap perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya. Lingkungan perusahaan dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan umum (politik, hukum, sosial, perekonomian, kebudayaan, pendidikan, teknologi, dan demografi) dan lingkungan khusus (supplier, pelanggan, pesaing, teknologi, dan sosio politik). Tujuan perusahaan tidak hanya sekedar mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tetapi juga memberikan kesejahteraan bagi lingkungannya, dan untuk mencapai tujuannya tersebut, perusahaan perlu menerapkan strategi yang tepat.

Menurut Brigham dan Daves (2003) dalam Tifani (2010) financial difficulties terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak adanya atau

(2)

kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan.

Porter (1991) yang dikutip dalam Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia (Wardhani, 2007:96) menyatakan bahwa sukses atau gagalnya suatu perusahaan kemungkinan disebabkan oleh strategi yang diterapkan oleh perusahaan. Kesuksesan suatu perusahaan banyak ditentukan oleh karakteristik strategis dan manajerial perusahaan tersebut.

Good Corporate Governance merupakan suatu sistem yang dapat membantu

terciptanya hubungan yang selaras, kondusif, dan dapat dipertanggungjawabkan. GCG pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan

(stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan

komisaris, dan dewan direksi demi tercpainya tujuan perusahaan (Moh.Wahyudin, 2008:36)

Corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan (Forum Corporate Governance in

(3)

Corpotare governance sering disebut sebagai tata kelola perusahaan yang mulai dibicarakan sejak krisis berkepanjangan yang dimulai tahun 1998 dan saat terjadinya berbagai skandal di dunia bisnis. Beberapa kasus di Indonesia antara lain kasus PT. Bank Central Asia yang mengindikasikan adanya kecurangan yang dilakukan oleh pihak internal perusahaan pada proses transaksi saham dan kasus penggelembungan laba bersih tahunan yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma. Banyak pihak yang mengatakan lamanya proses perbaikan di Indonesia disebabkan oleh lemahnya corporate governance yang diterapkan perusahaan. Sejak saat itu, baik pemerintah maupun investor mulai memberikan perhatian yang lebih dalam hal

corporate governance.

Sehubungan dengan tata kelola perusahaan yang baik, komite audit merupakan salah satu bagian dari mekanisme tata kelola perusahaan dalam melakukan pengendalian internal. Bapepam melalui surat edaran No.SE-03/PM/2000 merekomendasikan perusahaan publik untuk membentuk komite audit. Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa komite audit bertugas untuk membantu dewan komisaris dengan memberikan pendapat profesional yang independen untuk meningkatkan kualitas kinerja serta mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan. Komite audit lebih lanjut diatur dalam Kep-339/BEJ/07/2001 yang mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki komite audit. Beberapa ketentuan komite audit yang efektif dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan perusahaan, antara lain sebagai berikut:

(4)

a. Pedoman Good Corporate Governance (Maret, 2001) yang menganjurkan semua perusahaan di Indonesia memiliki komite audit.

b. Kep-103/MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai komite audit.

c. Kep-117/M-MBU/2002 yang mengharuskan semua BUMN mempunyai komite audit.

d. Kep-29/PM/2004 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit.

Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan (Bradbury, 2004 dalam Suaryana, 2005). Tujuan dan manfaat dibentuknya komite audit adalah untuk melaksanakan pengawasan independen atas proses penyusunan pelaporan keuangan dan pelaksanaan audit eksternal, memberikan pengawasan independen atas proses pengelolaan risiko dan kontrol, serta melaksanakan pengawasan independen atas proses pelaksanaan corporate governance (Tifani, 2010). Dari pernyataan tersebut, maka mekanisme corporate governance yang baik penting dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga perusahaan dapat menghindari permasalahan keuangan.

(5)

Dalam rekomendasi yang dibentuk oleh FCGI (2002) adalah penting bahwa perusahaan harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki oleh setiap anggota komite auditnya. Hal ini disebabkan karakteristik komite akan berpengaruh pada peran komite audit dalam pemberian bantuan kepada dewan komisaris dalam melaksanakan tugasnya tentang pengendalian internal dan pelaporan keuangan dan manajemen.

Keberhasilan komite audit dapat diukur melalui pemenuhan karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh perusahaan antara lain ukuran komite audit, independensi komite audit, aktifitas dari komite audit, dan kompetensi yang dimiliki oleh anggota komite audit. Ukuran komite audit berhubungan dengan jumlah anggota komite audit. Independensi komite audit berhubungan dengan seberapa besar keterlibatan anggota komite audit dengan aktifitas perusahaan. Aktifitas dari komite audit diwujudkan melalui frekuensi pertemuan komite audit dalam satu tahun. Sedangkan kompetensi yang dimiliki oleh anggota komite audit berhubungan dengan pengetahuan akuntansi, keuangan dan audit serta pengalaman dalam tata kelola perusahaan. Melalui karakteristik komite audit yang baik diharapkan akan memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan kesulitan keuangan (Tifani, 2010).

Simpson dan Gleason (1999) dalam Rahmat (2008) membuktikan komite audit yang berkompeten memiliki kapasitas untuk mengurangi kesulitan keuangan suatu perusahaan. Kompetensi yang dimiliki oleh komite audit diharapkan dapat

(6)

membantu meningkatkan kinerja perusahaan sehingga mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan.

Dengan adanya corporate governance diharapkan komite audit akan menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak memihak untuk kepentingan mereka sendiri dan manajemen perusahaan yang melakukan manajemen laba. Sehingga perusahaan tetap memiliki kondisi keuangan yang baik dan terhindar dari financial

distress dan kebangkrutan.

Walaupun peraturan mengenai kewajiban perusahaan untuk membentuk dewan komisaris independen dan komite audit telah dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia sejak tanggal 1 Juli 2001, tetapi hingga saat ini penerapan yang dilakukan oleh perusahaan masih belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh BEI. Hal ini ditandai dengan adanya annual report suatu perusahaan yang tidak melampirkan

audit comitee report atau laporan kegiatan komite audit secara lengkap dan terperinci

tentang kegiatan komite audit.

Di Indonesia, masalah corporate governance menarik perhatian untuk dikaitkan dengan kesulitan keuangan sejak krisis finansial pada tahun 1998. Banyak para ahli berpendapat kelemahan di dalam corporate governance merupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang menyebabkan memburuknya perekonomian negara-negara di Asia (termasuk Indonesia) pada tahun 1997 dan 1998 (Husnan, 2001 dalam Tifani, 2010). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan

(7)

bahwa good corporate governance menjadi bagian untuk pembenahan pengelolaan korporasi agar terhindar dari permasalahan keuangan.

Kondisi keuangan yang tidak sehat pastinya dihindari oleh perusahaan. Salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan perusahaan terkena financial distress adalah dengan cara memperketat pengawasan yang dilakukan oleh komite audit terhadap aktifitas perushaan.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Tifani (2010) berfokus untuk mengetahui apakah ada atau tidak ada pengaruh signifikan antara karakteristik komite audit terhadap kemungkinan financial distress. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada tahun penelitian yaitu 2005-2007 dengan 2008-2010. Alasan peneliti menggunakan tahun penelitian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010 karena pada tahun 2008 sedang terjadi krisis global seperti yang dikutip dari http://www.setneg.go.id, sehingga berpengaruh terhadap kondisi kesehatan perusahaan di Indonesia. Sedangkan untuk tahun 2009 dan 2010 kondisi kesehatan perusahaan sudah mulai membaik sehingga data yang didapatkan oleh penulis terdiri dari kondisi kesehatan perusahaan terendah sampai tertinggi.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang mengkaji pengaruh karakteristik komite audit yang terdiri dari ukuran komite audit, independensi komite audit, frekuensi pertemuan komite

(8)

audit, dan kompetensi komite audit terhadap financial distress, sehingga penelitian ini mengambil judul "Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial

Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek

Indonesia".

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pemenuhan karakteristik komite audit pada perusahaan manufaktur di BEI

2. Bagaimanakah kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur di BEI

3. Seberapa besar pengaruh pemenuhan karakteristik komite audit terhadap kondisi financialdistress pada perusahaan manufaktur di BEI

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang akan digunakan dalam penyusunan skripsi, yaitu untuk menganalisis dan membuat

(9)

kesimpulan mengenai Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial

Distress. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana ekonomi.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pemenuhan karakteristik komite audit pada perusahaan manufaktur di BEI

2. Mengetahui kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur di BEI 3. Mengetahui pengaruh pemenuhan karakteristik komite audit terhadap kondisi

financialdistress pada perusahaan manufaktur di BEI

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu secara praktis dan teoritis, yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1.4.1 Kegunaan Praktis 1. Bagi Penulis

(10)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah pengetahuan, wawasan, serta gambaran aplikasi teori-teori yang diperoleh di bangku kuliah juga untuk mengetahui bagaimana penerapannya di lapangan khususnya mengenai karakteristik komite audit.

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi perusahaan sebagai bahan analisis terhadap penerapan karakteristik komite audit perusahaan dan juga sebagai bahan pertimbangan kepada perusahaan mengenai tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang, sehingga dapat dengan cepat mengambil tindakan yang tepat untuk menanggulangi atau mengantisipasi hal tersebut.

3. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran atau inspirasi yang diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan sehingga dapat membantu pihak yang membutuhkan untuk memahami bidang ini secara lebih mendalam.

1.4.2 Kegunaan Teoritis

Penulis sangat berharap hasil dari penelitian yang dilakukan dapat berguna bagi dunia akuntansi khususnya dan disiplin ilmu lain pada umumnya, serta sebagai sumbangan pemikiran yang diharapkan akan memperkaya ilmu pengetahuan dan juga

(11)

untuk menambah referensi yang dapat memberikan informasi bagi kemungkinan adanya penelitian lebih lanjut.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan sumber data yang terdapat pada Pusat Informasi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia IDX Jalan Veteran No.10 Bandung, melalui situs resmi emiten www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Adapun waktu penelitian dimulai pada bulan Maret tahun 2012 sampai dengan selesai.

(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Karakteristik Komite Audit

2.1.1.1 Pengertian Komite Audit

Pengertian komite audit menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006) dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yaitu: “Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.”

Menurut Alvin A. Arrens, Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley (2008:86) yang dimaksud dengan Komite Audit adalah sebagai berikut :

An audit committee is a selected number of members of company board of

directors whose responsibilities include helping auditors remain independent of management. Most audit committees are made up of three to five or

(13)

sometimes as many as seven directors who are not part of company management.”

Komite audit merupakan salah satu unsur kelembagaan dalam konsep Good

Corporate Governance yang diharapkan mampu memberikan kontribusi tinggi dalam

level penerapannya. Keberadaannya diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengawasan internal perusahaan, serta mampu mengoptimalkan mekanisme checks

and balances, yang pada akhirnya ditujukan untuk memberikan perlindungan yang

optimum kepada para pemegang saham dan stakeholder lainnya (IKAI, 2010). Keputusan Bursa Efek Indonesia melalui Keputusan Direksi BEJ No.Kep-339/BEJ/07/2001 menyatakan bahwa :

“Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris, yang bertugas untuk membantu melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan perusahaan.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komite audit pada prinsipnya memiliki tugas pokok dalam membantu dewan komisaris melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan.

(14)

2.1.1.2 Peran dan Tanggungjawab Komite Audit

Peranan dan tanggungjawab Komite Audit harus dengan jelas tercantum dalam ketentuan-ketentuan Audit Committee Charter. Peran dan tanggungjawab Komite Audit dapat berlainan tergantung kondisi suatu perusahaan tertentu, namun, pada dasarnya mengarah pada pemberian bantuan kepada Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya tentang internal kontrol, pelaporan keuangan dan manajemen. Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG, 2002) peran dan tanggungjawab Komite Audit harus termasuk :

1. Pelaporan keuangan

Dalam hal pelaporan keuangan, peran dan tanggungjawab Komite Audit adalah:

a. Mengawasi atas proses pelaporan keuangan dengan menekankan agar standar dan kebijaksanaan keuangan yang berlaku terpenuhi,

b. Memeriksa ulang laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan standar dan kebijksanaan tersebut dan apakah sudah konsisten dengan informasi lain yang diketahui oleh anggota Komite Audit dan,

c. Mengawasi audit laporan keuangan eksternal dan menilai mutu pelayanan dan kewajaran biaya yang diajukan auditor eksternal.

2. Manajemen Risiko dan Kontrol

Dalam hal manajemen risiko dan kontrol, peran dan tanggung jawab Komite Audit adalah:

a. Mengawasi proses manajemen risiko dan kontrol, termasuk identifikasi risiko dan evaluasi kontrol untuk mengecilkan risiko tersebut,

(15)

b. Mengawasi laporan auditor internal dan auditor eksternal untuk memastikan bahwa semua bidang kunci risiko dan kontrol diperhatikan,

c. Menjamin bahwa pihak manajemen melaksanakan semua rekomendasi yang terkait dengan risiko dan kontrol, yang dibuat oleh auditor internal dan auditor eksternal.

3. Corporate Governance

Tanggungjawab Komite Audit di bidang Corporate Governance adalah memberikan kepastian, bahwa perusahaan tunduk secara layak pada undang-undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan urusannya dengan pantas dan mempertahankan kontrol yang efektif terhadap benturan kepentingan dan manipulasi terhadap pegawainya. Dalam hal Corporate Governance peran dan tanggungjawab Komite Audit harus termasuk juga :

a. Mengawasi proses Corporate Governance,

b. Memastikan bahwa manajemen senior membudayakan Corporate

Governance,

c. Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada Code of Conduct,

d. Mengerti semua pokok persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja finansial atau non-finansial perusahaan,

e. Memonitor bahwa perusahaan tunduk pada tiap undang-undang dan peraturan yang berlaku,

f. Mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan Corporate Governance dan temuan lainnya.

Peran Komite Audit menurut Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002) adalah :

(16)

“Mengawasi dan memberi masukan kepada dewan komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan.”

Peran Komite Audit menurut Bradbury(dalam Suaryana, 2005) adalah : “Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Tugas komite audit meliputi dan menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan terhadap peraturan.”

Komite Audit mempunyai wewenang untuk menjalankan tanggungjawabnya seperti yang diutarakan oleh Barol (2004) yang dikutip oleh E. John Aldridge dalam Siswanto Sutojo (2005, 237) yaitu :

“Mengaudit kegiatan manajemen perusahaan dan auditor (intern dan ekstern). Mereka yang berwenang meminta informasi tambahan dan memperoleh penjelasan dari manajemen dan karyawan yang bersangkutan. Komite Audit juga mengevaluasi seberapa jauh peraturan telah mematuhi standar akunting dan prinsip akuntansi yang diterima di Australia.”

Tanggungjawab Komite Audit mencakup pada tiga bidang (Surya dan

Yustiavandana, 2006:148) yaitu :

1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)

Tanggungjawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan

(17)

gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.

2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Tanggungjawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

3. Pengawasan perusahaan (Corporate Control)

Komite audit bertanggungjawab untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal.

Menurut Peraturan Bapepam-LK No.IX.1.5 Komite Audit mempunyai tugas dan tanggungjawab, antara lain :

1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang dikeluarkan perusahaan. 2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan atas peraturan

perundang-undangan di pasar modal dan peraturan perundang-perundang-undangan lainnya. 3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor eksternal. 4. Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan

pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi.

5. Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten.

(18)

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tugas dan tanggungjawab Komite Audit yaitu :

“Komite Audit melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan dan pelaksanaan audit serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit dalam rangka menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan.”

Martina (2012:2) mengidentifikasikan Komite Audit sebagai bagian dari kepemimpinan strategis perusahaan yang berkontribusi terhadap keberhasilan upaya perubahan arah perusahaan. Oleh karena itu, efektifitas Komite Audit dikaitkan dengan kemakmuran atau financial distress perusahaan.

2.1.1.3 Komite Audit yang Efektif

Dalam Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif (KNKCG, 2002), Komite Audit yang efektif bekerja sebagai suatu alat untuk meningkatkan efektifitas, tanggungjawab, keterbukaan dan objektifitas Dewan Komisaris dan memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Memperbaiki mutu laporan keuangan dengan mengawasi laporan keuangan atas nama Dewan Komisaris,

2. Menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan penyelewengan-penyelewengan,

3. Memungkinkan anggota yang non-eksekutif menyumbangkan suatu penilaian independen dan memainkan suatu peranan yang positif.

(19)

Dezoort (2002) dalam Tifani (2010) berpendapat bahwa komite audit yang efektif ditentukan dua hal, yaitu sisi input merupakan komposisi kualifikasi, kewenangan dan jumlah sumber daya, serta dari sisi proses yaitu harus memiliki etos kerja yang tinggi. BRC (dalam Pamudji, 2010) menyebutkan karakteristik penting lain yang harus dimiliki komite audit adalah frekuensi pertemuan, keahlian di bidang keuangan, dan komitmen waktu. Ketiga faktor tersebut merupakan kunci penentu efektifitas komite audit. Karakteristik ini menurut Levitt dan BRC (dalam Pamudji, 2010) memiliki kemungkinan dapat mempengaruhi proses pelaporan keuangan. Abbot (2004) dalam Pamudji (2010) menemukan bukti bahwa komite audit yang melakukan pertemuan kurang dari jumlah minimum memiliki kemungkinan lebih besar untuk menyajikan kembali labanya. Ia juga menemukan bukti bahwa kecurangan dan penyajian kembali laba semakin banyak terjadi ketika anggota komite audit tidak memiliki kompetensi di bidang keuangan.

Dari input dan proses tersebut diharapkan komite audit dapat bekerja efektif sehingga mampu menghasilkan output berupa laporan keuangan, pengendalian internal dan manajemen risiko yang bisa dipercaya. Sehingga komite audit dapat melakukan pendeteksian secara dini mengenai masalah-masalah yang mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan agar terhindar dari kondisi financial distress.

(20)

2.1.1.4 Ukuran Komite Audit

Ukuran komite audit merupakan salah satu karakteristik yang mendukung efektifitas kinerja komite audit dalam suatu perusahaan. Destika (2011) menyatakan bahwa karakteristik komite audit yang mendukung fungsi pengawasan terhadap manajemen (agen) agar tidak merugikan pemilik perusahaan (prinsipal) adalah ukuran komite audit. Karena dengan semakin besarnya ukuran komite audit akan meningkatkan fungsi monitoring pada komite audit terhadap pihak manajemen.

E. John Aldridge dalam Siswanto Sutojo (2005:132) menyatakan bahwa: “Komite audit harus beranggotakan lima orang, diangkat untuk masa jabatan lima tahun. Dua diantara lima orang anggota tersebut pernah menjadi akuntan publik. Tiga orang anggota yang lain bukan akuntan publik. Ketua komite audit dipegang oleh salah seorang anggota komite akuntan publik, dengan syarat selama lima tahun terakhir mereka tidak berprofesi sebagai akuntan publik. Ketua dan anggota komite audit tidak diperkenankan menerima penghasilan dari perusahaan akuntan publik kecuali uang pensiun.”

Sedangkan Task Force Komite Audit yang dibentuk oleh Komite Nasional

Good Corporate Governance dan diwakili tim kerja dari FCGI menyusun Pedoman

Pembentukan Komite Audit yang Efektif tanggal 30 Mei 2002 sebagai berikut : 1. Dewan komisaris harus membentuk suatu Komite Audit.

2. Harus ada ketentuan-ketentuan tertulis yang mengatur dengan jelas kewenangan dan tugas komite audit.

(21)

3. Tugas utama komite audit termasuk pemeriksaan dan pengawasan tentang proses pelaporan keuangan dan kontrol internal.

4. Anggota komite audit harus diangkat dari anggota Dewan Komisaris yang tidak melaksanakan tugas-tugas eksekutif dan paling sedikit terdiri dari tiga anggota.

Keanggotaan komite audit diatur dalam Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor Kep-339/BEJ/07/2001 bagian C, yaitu sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang anggota.

Dalam rekomendasi yang dibentuk oleh Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2002) adalah penting bahwa perusahaan harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki oleh setiap anggota komite auditnya. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia khususnya yang terdaftar di BEI harus memiliki komite audit dengan anggota minimal 3 orang yang dibentuk oleh Dewan Komisaris perusahaan. Komite audit berfungsi juga untuk membantu dewan komisaris dalam melakukan pengawasan internal, untuk itu komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya.

2.1.1.5 Independensi Komite Audit

Independensi adalah bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain (Mulyadi, 1995) dalam Jurnal Bisnis dan

(22)

Manajemen Vol.5 (Murtanto, 2005:135). Sedangkan independensi menurut Arrens, Beasley, Elder (2008:84) adalah cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit.

Independensi merupakan landasan dari efektifitas komite audit seperti yang diutarakan (Tugiman, 2006) dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Vol.6 (S.Pamudji, 2010). Kinerja komite audit menjadi efektif jika para anggotanya memiliki kemandirian dalam menyatakan sikap dan pendapat. Menurut Sutaryo (2011) independensi yang harus dimiliki komite audit minimal 1 orang (33%) anggota dari 3 orang anggota, (Sumber: http://sutaryofe.staff.uns.ac.id/files/2011). Sedangkan menurut Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) dalam Khaerunnisa (2011), jumlah anggota komite audit dibatasi sampai 5 orang anggota, 2 orang di antaranya merupakan pihak independen.

Berdasarkan Keputusan Bapepam Nomor Kep-29/PM/2004, komite audit harus memiliki anggota yang independen sebanyak 2 orang anggota, kriteria independensi yang harus dimiliki anggota komite audit adalah sebagai berikut :

1. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, atau pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa konsultasi lain kepada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris.

2. Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau

(23)

perusahaan publik dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris independen.

3. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.

4. Tidak mempunyai :

a. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat kedua, baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.

b. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatn emiten atau perusahaan publik.

2.1.1.6 Pertemuan Komite Audit

Price Waterhouse Corporation dalam Pamudji (2010) merekomendasikan bahwa komite audit secara periodik harus mengevaluasi kinerjanya. Evaluasi kinerja bisa dilakukan dalam pertemuan-pertemuan rutin komite audit. Pertemuan komite audit merupakan hal penting bagi kesuksesan komite audit. Frekuensi dan isi pertemuan tergantung pada tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada komite audit. Jumlah pertemuan dapat ditentukan berdasarkan ukuran perusahaan dan besarnya tugas yang diberikan kepada komite audit. Namun, pada umumnya komite audit bersidang dua sampai tiga kali dalam setahun yaitu sebelum laporan keuangan

(24)

dikeluarkan, sesudah pelaksanaan audit dan sebelum laporan keuangan dikeluarkan, serta sebelum RUPS tahunan.

Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh masing-masing anggota, komite audit akan mengadakan pertemuan untuk rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Pertemuan secara periodik ini sebagaimana ditetapkan oleh komite audit sendiri dan dilakukan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan rapat dewan komisaris yang ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan. Komite audit biasanya perlu untuk mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya (FCGI, 2002).

Menurut Pedoman Pembentukan Komite Audit yang Efektif (KNKCG, 2002), rapat dan pertemuan Komite Audit perlu direncanakan dan dipersiapkan dengan cukup baik. Ketua komite harus bertanggungjawab atas agenda dengan bahan-bahan pendukung yang diperlukan.

1. Komite Audit harus mengadakan rapat paling sedikit setiap tiga bulan.

2. Anggota komite audit harus menghadiri rapat-rapat ini, termasuk rapat dengan pihak luar yang diundang sesuai keperluan. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan audit eksternal. 3. Rapat harus diadakan sesuai agenda yang telah disepakati.

(25)

4. Hasil rapat-rapat harus direkam dalam notulen, dan dibagi-bagikan kepada para peserta rapat semuanya.

Sedangkan Keputusan BAPEPAM Nomor Kep-41/PM/2003 tentang pedoman komite audit dalam mengadakan pertemuan menyebutkan bahwa ketentuan rapat komite audit sebagai berikut :

1. Komite Audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) bulan;

2. Rapat Komite Audit dapat mengambil keputusan apabila sekurang-kurangnya dihadiri 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota;

3. Keputusan dianggap sah apabila disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota komite yang hadir;

4. Rapat dipimpin oleh Ketua Komite Audit atau anggota Komite Audit yang paling senior, apabila Ketua Komite Audit berhalangan hadir;

5. Setiap rapat Komite Audit dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh seluruh anggota Komite Audit yang hadir.

Dalam FCGI 2002 dijelaskan bahwa komite audit juga dapat mengadakan pertemuan eksekutif dengan pihak-pihak luar keanggotaan komite audit yang diundang sesuai dengan keperluan atau secara periodik. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan kepala auditor eksternal. Hasil rapat komite audit dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh semua anggota komite audit. Ketua komite audit bertanggung jawab atas agenda dan bahan-bahan pendukung yang diperlukan serta wajib

(26)

melaporkan aktifitas pertemuan komite audit kepada dewan komisaris. Apabila komite audit menemukan hal-hal yang diperkirakan dapat mengganggu kegiatan perusahaan, komite audit wajib menyampaikannya kepada dewan komisaris selambat-lambatnya sepuluh hari kerja.

Dalam laporan komite audit kepada dewan komisaris, komite audit memberikan kesimpulan dari diskusi dengan auditor eksternal tentang temuan mereka yang berhubungan dengan peninjauan tengah tahun dan laporan keuangan tahunan, rekomendasi atas pengangkatan auditor eksternal dan setiap masalah pengunduran diri, penggantian dan pemberhentian perikatannya, kesimpulan tentang nilai fungsi audit internal dan tanggapan atas penemuan audit internal, serta kesimpulan atas kinerja sistem kontrol internal (FCGI,2002).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pertemuan komite audit berfungsi sebagai media komunikasi formal anggota komite audit dalam mengawasi proses corporate governance, memastikan bahwa manajemen senior membudayakan

corporate governance, memonitor bahwa perusahaan patuh pada code of conduct,

mengerti semua pokok persoalan yang mungkin dapat mempengaruhi kinerja keuangan atau non-keuangan perusahaan, memonitor bahwa perusahaan patuh pada tiap undang-undang dan peraturan yang berlaku, dan mengharuskan auditor internal melaporkan secara tertulis hasil pemeriksaan corporate governance dan temuan lainnya dalam suatu perusahaan.

(27)

2.1.1.7 Kompetensi Komite Audit

Definisi kompetensi Komite Audit menurut Krismantono (2004) adalah sebagai berikut :

1. Integritas, kejujuran, objektif, dan independen.

2. Memahami seluk beluk bisnis dan keuangan perusahaan. 3. Mampu membaca laporan keuangan.

4. Memiliki kepekaan terhadap pengembangan lingkungan yang dapat mempengaruhi bisnis perusahaan.

5. Komitmen dan konsisten.

Menurut Keputusan BAPEPAM Nomor Kep-41/PM/2003, kompetensi yang harus dimiliki oleh komite audit yaitu :

1. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik;

2. Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan;

3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan;

4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah kemampuan yang harus dimiliki mengenai pemahaman yang memadai tentang

(28)

akuntansi, audit dan sistem yang berlaku dalam perusahaan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota komite audit untuk melaksanakan tugas dengan baik. Anggota komite audit harus mampu dan mengerti serta menganalisa laporan keuangan. Kompetensi komite audit diwujudkan oleh keahlian keuangan yang dimiliki anggota komite.

New York Stock Exchange (Purwati, 2006) dalam standarnya mensyaratkan

semua anggota komite audit dapat membaca laporan keuangan dan sekurang-kurangnya ada satu orang yang memiliki keahlian di bidang akuntansi atau keuangan. NYSE yakin keberadaan ahli akuntansi atau keuangan akan memberdayakan komite audit untuk melakukan penilaian secara independen atas informasi yang diterimanya, mengenali permasalahan dan mencari solusi yang tepat.

2.1.2 Financial Distress

2.1.2.1 Pengertian Financial Distress

Menurut Luciana (2003:546), menyatakan bahwa :

Financial Distress didefinisikan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan

(29)

Menurut Platt dan Platt yang dikutip oleh Luciana (2003:546), menyatakan kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah :

1. Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan,

2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar utang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik,

3. Memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.

Menurut Akhyar dan Eha (2004), menyatakan bahwa definisi kebangkrutan sebagai kegagalan dapat dibedakan menjadi :

1. Kegagalan Ekonomi

Biasanya diartikan apabila perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutupi biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dan arus kas perusahaan laba kecil dari kewajiban.

2. Kegagalan Keuangan

Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvenci yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham.

Suatu perusahaan yang mengalami kebangkrutan memiliki penyebab yang berbeda dari satu situasi yang lain. Namun demikian, pengertian penyebab kebangkrutan akan memberi pemahaman yang mendasar untuk menghindari gagalnya

(30)

bisnis dan melakukan perbaikan apabila restrukturisasi memang diperlukan untuk menghindari gagalnya suatu usaha.

Secara umum, menurut Brigham dan Gapensky (1997) yang dikutip oleh Sri Haryati (2005), terdapat beberapa macam kondisi perusahaan yang mengalami

financial distress, yaitu :

1. Economic Failure

Economic failure merupakan keadaan ekonomi yang menyebabkan

penerimaan perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal. Bisnis yang terkena economic failure dapat meneruskan operasinya apabila investor berkeinginan menambah modalnya dan menerima tingkat pengembalian dibawah tingkat pasar. Akhirnya apabila tidak ada modal yang disediakan terlebih dahulu assets yang ada digunakan terus dan tidak diganti, maka mengakibatkan perusahaan akan terancam tutup. Kondisi economic

failure terjadi bila suatu perusahaan :

a. Tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk dapat menutup biaya modal (cost of capital).

b. Tingkat pengembalian investasi modalnya (rate of return) lebih rendah daripada tingkat investasi modal yang dihasilkan di luar perusahaan, misal tingkat bunga deposito lebih besar dari return of investment (ROI).

c. Tingkat pengembalian investasi modalnya lebih rendah dari pada besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Biaya modal disini misalnya tingkat bunga kredit yang berlaku.

2. Bussines Failure

Bussines Failure merupakan istilah yang digunakan oleh Dun dan Bradstreet,

(31)

bisnis dapat mengakhiri operasinya yang diakibatkan oleh kehilangan krediturnya. Kondisi ini menggambarkan suatu perusahaan atau bisnis yang pengembalian atau investasinya (return) negatif atau rendah. Dengan kata lain apabila suatu perusahaan mengalami kerugian operasional secara terus menerus, maka nilai pasar (market V) dari perusahaan tersebut akan mengalami penurunan. Sehingga apabila perusahaan tersebut tidak mampu untuk memperoleh return yang lebih besar dari biaya modalnya maka perusahaan tersebut akan mengalami kegagalan (failure).

3. In Default

Suatu perusahaan berada dalam kondisi in default bila perusahaan melanggar jangka waktu perjanjian hutang (terms of loan agreement). Terdapat dua istilah yang berbeda dalm kondisi ini, yaitu :

a. Technical Default

Kondisi ini terjadi jika perusahaan melanggar perjanjian pinjaman. Perusahaan yang mengalami technical default tidak selalu mengarah pada kondisi pailit, karena perusahaan tetap dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya bila perusahaan melakukan negosiasi kembali dengan kreditor.

b. Payment Default

Perusahaan dinyatakan berada dalam kondisi payment default jika perusahaan gagal memenuhi kewajiban membayar bunga ataupun pokok pinjaman. Kegagalan disini tidak selalu berarti bahwa perusahaan tidak mampu membayar hutangnya, tetapi mungkin saja karena perusahaan tersebut terlambat membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo, walaupun hanya satu hari saja. Jika dalam perjanjian hutang dilengkapi dengan perjanjian grace period, maka kondisi payment default terjadi setelah masa grace period tersebut berakhir.

(32)

4. Insolvent

Perusahaan dikatakan dalam kondisi insolvent jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebabkan kekurangan likuiditas atau perusahaan tidak mapu memperoleh laba bersih (menderita kerugian).

5. Bankruptcy

Perusahaan yang pailit memiliki modal (equity) yang negatif, ini berarti klaim dari kreditor tidak akan dapat dipenuhi kecuali asset perusahaan telah dapat di likuidasi (dijual) dengan nilai lebih tinggi dari pada nilai bukunya. Perusahaan dinyatakan legal bankruptcy apabila perusahaan telah membuat pernyataan pailit berdasarkan hukum kepailitan yang berlaku. Hal ini dimaksud untuk dapat melepaskan diri dari kewajibannya kepada kreditor. Pernyataan pailit tersebut mempunyai arti bahwa perusahaan tidak mempunyai kemampuan untuk membayar hutang pada waktu tertentu dimasa datang.

Secara umum kepailitan perusahaan dapat disebabkan antara lain :

a. Ketidakmampuan memperoleh pendapatan (revenue) yang cukup untuk mentup biaya operasional perusahaan.

b. Ketidakmampuan perusahaan mempertahankan tingkat biaya yang lebih rendah daripada pendapatan.

c. Kegagalan perusahaan mempertahankan tingkat minimal kondisi keuangan yang diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan.

Ketidakmampuan dan kegagalan ini dapat dikatakan merupakan refleksi dari inkompetensi manajemen dalam mengoperasikan perusahaan menghadapi lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim (2007:270), variabel yang menunjukkan perusahaan yang bangkrut yaitu :

(33)

a. Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang lebih rendah.

b. Penggunaan hutang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan hutang yang lebih tinggi.

c. Perlindungan terhadap biaya tetap (fixed payment coverage). Perusahaan yang bangkrut tidak mempunyai perlindungan terhadap biaya yang lebih kecil.

Menurut Martina dalam Journal Of Accounting Vol. 1, Nomor 2 (2012:2) hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan independen yang dilakukan komite audit atas proses laporan keuangan, memberikan pengawasan independen serta proses risiko dan kontrol atas laporan keuangan dan melaksanakan pengawasan independen atas proses tata kelola perusahaan. Karena praktik corporate governance yang baik mampu meningkatkan kinerja finansial perusahaan dan meminimalkan resiko financial distress.

2.1.2.2 Faktor Penyebab Financial Distress

Secara umum kegiatan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Dimulai dengan proses penarikan dana tersebut pada harta perusahaan, lalu dilakukan pengoperasian atas harta perusahaan tersebut, dilanjutkan dengan reinvestasi dana yang diperoleh dari operasi penuh dan diakhiri dengan pengembalian dana, dengan mendasarkan pada pengertian tentang arus dana ini, dapat dikatakan

(34)

bahwa financial distress merupakan hasil dari keburukan bisnis (mismanagement) perusahaan tersebut.

Namun demikian dengan bervariasinya kondisi perusahaan baik kondisi internal maupun eksternal maka banyak hal lain juga yang dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan. Menurut Emery dan Finerty (1997) serta Brigham dan Gapensky (1997) yang dikutip oleh Sri Haryati (2005), apabila ditinjau dari aspek keuangan perusahaan (financial factor) maka terdapat tiga keadaan yang menyebabkan perusahaan mengalami kondisi kesulitan keuangan (financial distress), yaitu :

1. Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan dana

Terjadinya ketidakseimbangan aliran penerimaan uang dengan pengeluaran uang untuk membiayai operasi perusahaan, akan menimbulkan persoalan kekurangan dana. Apabila perusahaan tidak mampu menarik dana untuk memenuhi kekurangan dana tersebut, maka perusahaan akan berada pada kondisi tidak likuid.

2. Besarnya beban hutang dan bunga

Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar misalnya mendapatkan kredit dari bank untuk menutupi kekurangan dana, maka masalah likuiditas perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu. Tetapi kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya kegiatan kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit. Walaupun demikian keadaan ini tidak membahayakan perusahaan dan masih memberikan keuntungan bagi perusahaan, apabila tingkat bunga lebih rendah dari tingkat investasi harta

(return on asset) dan perusahaan melakukan apa yang disebut dengan

(35)

3. Menderita kerugian

Pendapatan yang diperoleh perusahaan harus tetap mampu menutup seluruh biaya yang dikeluarkan dan dihasilkan laba bersih. Besarnya laba bersih sangat penting bagi perusahaan dalam rangka melakukan reinvestasi. Oleh karenanya, perusahaan harus selalu berupaya meningkatkan pendapatan dan mengendalikan tingkat biaya. Ketidakmampuan perusahaan mempertahankan keseimbangan pendapatan dengan biaya, niscaya perusahaan akan menderita kerugian dan perusahaan mengalami kondisi financial distress.

Oleh karena itu harus dijaga keseimbangannya agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress yang mengarah pada kepailitan. Caranya adalah dengan menjaga keseimbangan antara kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang cukup dari modal yang digunakan, likuiditas, dan tingkat hutang dalam struktur permodalan.

Selain aspek keuangan terhadap aspek lainnya yang mendukung terjadinya

financial distress. Menurut Emery dan Finnerty (1997) serta Brigham dan Gopensky

(1997) yang dikutip oleh Sri Haryati (2005), menyatakan bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress yang dapat menyebabkan kepailitan perusahaan antara lain :

1. Manajemen (pengelolaan) perusahaan yang tidak profesional, hal ini dapat mengakibatkan diambilnya keputusan untuk melakukan ekspansi secara tidak bijaksana.

(36)

2. Faktor ekonomi termasuk industri weakness, lokasi perusahaan yang tidak tepat atau persaingan usaha yang sangat ketat dan ketidakpastian kondisi perekonomian suatu negara.

Kedua hal tersebut merupakan contoh penyebab terjadinya financial distress diluar aspek keuangan. Pada dasarnya kegagalan dari bisnis atau terjadinya kondisi

financial distress disebabkan oleh kombinasi dari berbagai penyebab di atas.

2.1.3 Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial Distress

Salah satu upaya perusahaan dalam menghindari kondisi kesulitan keuangan yaitu dengan cara menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau lebih dikenal dengan istilah good corporate governance. Baridwan (2002) menyatakan bahwa Komite Audit memiliki peran penting dalam good corporate governance. Millstein (1999) dalam Wardhani (2010) menyatakan bahwa praktik good corporate

governance menunjukkan bahwa pembentukan komite audit sebagai sebuah titik

pusat dalam peningkatan kualitas laporan keuangan.

Teoh dan Wong (1993) dalam Suaryana (2005) menyatakan bahwa tugas komite audit berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen. Peran komite audit sangat

(37)

penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan.

Penelitian ini menggunakan objek penelitian komite audit dengan proksi karakteristik komite audit sebagai sebuah aplikasi penerapan good corporate

governance terhadap kondisi kesulitan keuangan perusahaan yang merupakan salah

satu prediksi kebangkrutan. Karakteristik komite audit tersebut akan digambarkan dengan ukuran komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, independensi komite audit, dan kompetensi komite audit.

Komite Audit biasanya terdiri dari dua hingga tiga orang anggota. Dipimpin oleh seorang komisaris. Seperti komite pada umumnya, komite audit yang beranggotakan sedikit cenderung dapat bertindak lebih efisien. Akan tetapi, komite audit beranggota terlalu sedikit juga menyimpan kelemahan yakni minimnya ragam pengalaman anggota. Sedapat mungkin anggota komite audit memiliki pemahaman memadai tentang pembuatan laporan keuangan dan prinsip-prinsip pengawasan internal agar terhindar dari permasalahan dan kesulitan keuangan (financial distress), Rahmat (2008).

Pierce dan Zahra (2002) dalam Suaryana (2005) yang menyatakan teori ketergantungan sumber daya, sebagai berikut :

(38)

“Terciptanya fungsi pengawasan komite audit yang efektif berhubungan dengan jumlah sumber daya yang dimiliki oleh komite audit. Efektifitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan.”

Efektifitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan komite audit yang efektif dapat mengubah kebijakan yang berbeda dalam pencapaian laba akuntansi pada beberapa tahun ke depan sehingga perusahaan dapat menghindari terjadinya permasalahan keuangan, Pierce dan Zahra dalam Tifani (2010).

Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen, independensi komite audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang melandasi integeritasnya. Menurut KNKCG (2002), salah satu tugas komite audit adalah melaksanakan pengawasan atas proses laporan keuangan dan audit secara independen serta menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan penyelewengan-penyelewengan. Pamudji (2010) menyatakan bahwa komite audit seharusnya hanya terdiri dari anggota yang tidak mempunyai hubungan dengan perusahaan yang mungkin dapat merusak independensinya. Hal ini didukung berdasarkan hasil penelitian Pamudji dan Aprillya (2010) yang menunjukkan bahwa

(39)

independensi komite audit secara signifikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba yang berakibat kesulitan keuangan.

Rapat dan pertemuan komite audit penting artinya bagi keberhasilan kerja komite audit. Frekuensi pertemuan komite audit harus direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Komite audit harus mengadakan rapat paling sedikit setiap tiga bulan, KNKCG (2002). Menon dan Williams dalam Pamudji (2010) berpendapat bahwa komite audit yang tidak aktif tidak memungkinkan untuk memonitori manajemen secara efektif. Beasley (2004) menemukan bahwa komite audit perusahaan yang melakukan kesalahan dalam pelaporan keuangan memiliki frekuensi pertemuan lebih sedikit daripada komite audit perusahaan yang tidak melakukan kesalahan dalam pelaporan keuangan. Hasil penelitian Pamudji (2010) menunjukkan frekuensi pertemuan komite audit memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba yang berakibat kesulitan keuangan.

Kompetensi komite audit digambarkan dengan kemampuan dan latar belakang pendidikannya dalam bidang akuntansi keuangan. Xie (2003) dalam Pamudji (2010) menyatakan bahwa dewan komisaris dan komite audit yang aktif serta berpengalaman di bidang keuangan menjadi faktor penting untuk mencegah kecenderungan kesulitan keuangan. Rahmat (2008) dan Tifani (2010) membuktikan bahwa kompetensi komite audit berpengaruh signifikan secara negatif terhadap kemungkinan financial distress. Kompetensi komite audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor: SE/03

(40)

PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-103/MBU/2002 (Bagi BUMN) :

“Komite Audit sedikitnya memiliki dua orang eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.”

2.1.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tifani (2010) berfokus untuk mengetahui apakah ada atau tidak ada pengaruh signifikan antara karakteristik komite audit terhadap kemungkinan financial distress. Menyimpulkan, bahwa tidak ada pengaruh signifikan negatif antara independensi komite audit terhadap kemungkinan kesulitan keuangan, frekuensi pertemuan komite audit juga tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan kesulitan keuangan, dan ukuran komite audit tidak mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap kesulitan keuangan, sedangkan kompetensi komite audit mempunyai pengaruh signifikan dengan arah hubungan negatif terhadap kesulitan keuangan pada perusahaan yang terdapat di BEI tahun 2005-2007.

(41)

2.2 Kerangka Pemikiran

Meningkatnya perhatian atas banyaknya kasus kesulitan keuangan maupun kegagalan perusahaan akibat lemahnya corporate governance yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar menjadikan kinerja komite audit sebagai sebuah objek penelitian yang menarik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik komite audit terhadap financial distress.

Karakteristik komite audit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran komite audit, independensi komite audit, frekuensi pertemuan komite audit dan kompetensi komite audit. Keempat karakteristik tersebut adalah faktor penentu keberhasilan kerja komite audit yang memiliki pengaruh terhadap financial distress.

Di dalam pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan, komite audit harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggungjawabnya. Di Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang efektif (KNKG, 2002) menjelaskan bahwa anggota komite audit yang dimiliki oleh perusahaan sedikitnya terdiri dari 3 orang, serta memiliki kompetensi dalam menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan.

Jumlah anggota komite audit yang harus lebih dari satu orang ini dimaksudkan agar komite audit dapat mengadakan pertemuan dan bertukar pendapat satu sama lain. Hal ini dikarenakan masing-masing anggota komite audit memiliki pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang berbeda-beda.

(42)

Pierce dan Zahra (2002) dalam Tifani (2010) menjelaskan tentang teori ketergantungan sumber daya, sebagai berikut :

“Terciptanya fungsi pengawasan komite audit yang efektif berhubungan dengan jumlah sumber daya yang dimiliki oleh komite audit. Efektifitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan.”

Menurut Wardhani (2006) maksud dari pandangan ketergantungan sumber daya adalah perusahaan akan tergantung dengan dewannya untuk mengelola sumber dayanya lebih baik. Pfeffer dan Salancik (1978) dalam Wardhani (2006) juga menjelaskan bahwa semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif, maka kebutuhan akan dewan dalam jumlah yang besar akan semakin tinggi. Sumber daya komite audit akan berkaitan dengan tanggungjawab yang diemban. Jika sumber daya komite audit sedikit, tim komite audit akan kekurangan keragaman dari segi keahlian dan kompetensi, hal tersebut menjadikan komite audit kurang efektif (Rahmat, 2008). Untuk mengefektifkan pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen puncak, komite audit harus memiliki anggota yang cukup untuk menjalankan tanggungjawabnya (Vinten and Lee, 1993 dalam Rahmat, 2008). Dengan sumber daya komite audit yang mencukupi akan menciptakan peningkatan efektifitas dari fungsi pengawasan komite audit.

(43)

Kondisi industri khususnya manufaktur sangat kompetitif dan merupakan salah satu industri yang rentan mengalami financial distress. Dengan tantangan tersebut, maka keberadaan komite audit perlu ditunjang dengan sumber daya memadai. Sehingga fungsi pengawasan dalam bidang financial reporting, corporate

governance, dan corporate control juga dapat optimal. Diharapkan dengan

pengawasan yang optimal dari sumber daya komite audit yang optimal akan membantu perusahaan terhindar dari kemungkinan financial distress (Khaerunisa, 2011).

Oleh karena itu, diharapkan keberadaan komite audit yang efektif dapat mengubah kebijakan yang berbeda dalam pencapaian laba akuntansi pada beberapa tahun ke depan sehingga perusahaan manufaktur dapat menghindari terjadinya kesulitan keuangan.

Independensi yang dimiliki komite audit bertujuan untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh komite audit, karena individu yang independen cenderung lebih adil dan tidak memihak serta objektif dalam menangani suatu permasalahan (FCGI, 2002).

Porter dan Gendall (1993:10) dalam Rahmat(2008) menyatakan bahwa : “Kehadiran anggota yang independen sebagai mayoritas anggota komite audit akan meningkatkan independensi komite dan akan mengoptimalkan reputasi komite audit sebagai monitor yang baik, karena anggota yang independen

(44)

mampu memberikan opini yang independen, lebih objektif dan lebih mampu menawarkan kritik dalam hubungannya dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh manajemen.”

Diperkirakan bahwa dengan adanya komite audit independen maka akan menambah kepercayaan investor terhadap laporan keuangan dan akan mengurangi kemungkinan perusahaan berada dalam kondisi kesulitan keuangan karena sebuah kasus penyimpangan tata kelola perusahaan.

Komite audit yang beranggotakan komisaris independen merupakan pihak yang melakukan pengawasan dan pengendalian untuk menciptakan keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas. Keempat faktor inilah yang membuat laporan keuangan menjadi lebih berkualitas (Sulistyanto, 2008). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kualitas laporan keuangan dipengaruhi oleh kualitas dan karakteristik komite audit (Pamudji dalam Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 2, 2010:24). Beasley (1996) dalam Pamudji (2010) menemukan hubungan negatif signifikan antara persentase komisaris independen dalam komite audit dengan kecurangan dalam laporan keuangan. Hasil penelitian Carcello dan Neal (2003) menunjukkan bahwa kesulitan keuangan tidak bisa dirasakan oleh perusahaan yang tidak memiliki komite audit yang independen.

Berkaitan dengan sistem pengendalian internal dan dalam menjaga informasi manajemen, komite audit memerlukan pertemuan rutin. Forum for Corporate

(45)

pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun. Frekuensi pertemuan tersebut harus jelas terstruktur dan dikontrol dengan baik oleh ketua komite.

Vafeas dalam Komtemporer Akuntansi Penelitian Vol.22 (2005) menyatakan bahwa :

“Ketika komite audit lebih banyak melakukan pertemuan dan lebih independen, manajer kemungkinan tidak menaikkan laba. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa melalui pertemuan dan pengamatan secara langsung, komite audit diharapkan dapat mengurangi tingkat manajemen laba.”

(Sumber : www.emeralinsight.com)

Komite audit yang jarang melakukan pertemuan akan menemukan lebih banyak permasalahan dalam hal pelaporan keuangan (McMullen dan Raghunandan, 1996 dalam Hashanah, 2008). Ruzaidah dan Takiah (2004) dalam Hashanah (2008) menemukan bahwa perusahaan yang pelaporan keuangannya baik ternyata didukung oleh pertemuan komite audit yang lebih sering dibandingkan dengan perusahaan yang pelaporannya buruk. McMullen dan Raghunandan (1996) dalam Rahmat (2008) yang membuktikan bahwa komite audit perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan

(financial distress) tidak mengadakan pertemuan sesering perusahaan yang tidak

mengalami kesulitan keuangan.

Bentuk pertemuan komite audit dengan sesama anggota komite adalah pertemuan rutin internal tim komite audit. Bentuk pertemuan dengan komisaris

(46)

berkenaan dengan tugas komite audit yaitu memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan komisaris. Pertemuan dengan auditor internal dan eksternal berkenaan dengan penelaahan rencana audit, penelaahan hasil audit, serta penelaahan atas kecukupan pemeriksaan dalam proses audit (Amin Widjaja, 2008:12).

Dengan melakukan pertemuan secara periodik, komite audit dapat mencegah dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pembuatan keputusan oleh manajemen karena aktifitas pengendalian internal perusahaan dilakukan secara terus menerus dan terstruktur sehingga setiap permasalahan dapat cepat terdeteksi dan diselesaikan dengan baik oleh manajemen.

Hambrick dan Mason (1984) dalam Rahmat (2008) menyatakan bahwa : “Pengetahuan dalam akuntansi dan keuangan memberikan dasar yang baik bagi anggota komite audit untuk memeriksa dan menganalisis informasi keuangan. Latar belakang pendidikan menjadi ciri penting untuk memastikan komite audit melaksanakan peran mereka secara efektif. Anggota komite audit yang menguasai keuangan akan lebih profesional dan cepat beradaptasi terhadap perubahan dan inovasi.”

Bapepam (2004) menghendaki bahwa salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau keuangan. Xie (2003) dalam Pamudji (2010) membuktikan bahwa dewan komisaris independen dan komite audit yang aktif serta berpengetahuan di bidang keuangan menjadi faktor penting untuk

(47)

mencegah kecenderungan manajer untuk melakukan manajemen laba. Pamudji (2010) menyatakan bahwa manajer perusahaan harus menanggung akibat dari manajemen laba yaitu berupa kemungkinan kesulitan keuangan (financial distress) atau kebangkrutan di masa depan.

Fraud manajemen dan penyimpangan pengawasan internal juga akan

menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kondisi keuangan perusahaan. Pengalaman dan kompetensi yang dimiliki oleh komite audit dapat digunakan untuk melakukan pelacakan fraud. Komite audit dengan anggota yang memiliki kompetensi di bidang akuntansi dan keuangan diharapkan akan menjadi lebih efektif. Keberadaan anggota yang memenuhi syarat sebagai anggota komite audit diharapkan dapat memenuhi standar akuntabilitas dan tingkat prestasi yang tinggi, dapat menyediakan bantuan dalam peran mengontrol dan pengawasan, dan berusaha untuk citra dan kinerja perusahaan yang lebih baik sehingga komite audit dengan kompetensi yang baik dapat mengurangi jumlah perusahaan yang mengalami financial distress.

Khairunnisa (2011:22) berpendapat bahwa pelaksanaan karakteristik komite audit yang efektif berarti telah memenuhi semua peraturan yang berlaku yang ditetapkan BEI maupun Bapepam. Berdasarkan teori serta hasil penelitian diatas, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :

(48)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Good Corporate Governance

Tata kelola perusahaan

Komite Audit

Karakteristik Komite Audit

Ukuran Komite Audit Frekuensi Pertemuan Komite Audit Independensi Komite Audit Kompetensi Komite Audit Kondisi Financial Distress

Karakteristik Komite Audit berpengaruh terhadap Kondisi Financial Distress

(49)

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Jika ukuran komite audit pada perusahaan telah memenuhi ketentuan yang berlaku maka kondisi financial distress dapat dihindari.

2. Jika anggota komite audit pada perusahaan bersifat independen maka kondisi

financial distress dapat dihindari.

3. Jika frekuensi pertemuan komite audit pada perusahaan diadakan secara rutin maka kondisi financial distress dapat dihindari.

4. Jika anggota komite audit memiliki kompetensi yang baik maka kondisi

(50)

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian yang digunakan

Menurut Sugiyono (2010:5) definisi Metode Penelitian sebagai berikut : “Metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang objektif, valid, dan reliabel dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan, sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.”

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.

3.1.1 Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah Karakteristik Komite Audit meliputi 4 sub variabel yaitu ukuran komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, independensi komit audit, dan kompetensi komite audit terhadap kondisi Financial Distress. Sedangkan subjek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2010. Dasar pertimbangan dalam penelitian ini ditekankan pada ada atau tidaknya pengaruh

(51)

pemenuhan karakteristik komite audit terhadap kondisi kesulitan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2008-2010.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan sumber data yang terdapat pada Pusat Informasi Pasar Modal Bursa Efek Indonesia IDX Jl. Veteran No. 10 Bandung, melalui situs resmi emiten www.idx.co.id dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

3.1.2 Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian statistik deskriptif melalui pendekatan kuantitatif, karena adanya hubungan yang bersifat sebab akibat (kausal) yang akan ditelaah dan diteliti. Metode pendekatan deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat yang kemudian akan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan menggunakan alat uji statistik.

Menurut Moh. Nazir (2006:63) pengertian penelitian deskriptif adalah sebagai berikut :

“Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelempok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan memberikan deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.”

Gambar

Gambar 3.2  Proses Penelitian  Surat Permohonan  Pengajuan Penelitian  Topik Penelitian  Perumusan Masalah  Tujuan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

pada Bank Muamalat Banda Aceh dipengaruhi oleh variabel kualitas pelayanan, variasi produk dan persepsi harga sebesar 30,9%. Dan sisanya sebanyak69,1% dijelaskan

Pada penelitian ini, lumpur Lapindo tersebut akan digunakan sebagai adsorben pada proses pengolahan limbah industri tekstil, khususnya zat pewarna metil

Penginderaan Jauh ( remote sensing ) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

Fungsi enjambemen disini, yaitu untuk menarik perhatian pembaca. Pada lirik lagu pada bait ke-2 ini enjambemen terjadi pada baris pertama sampai baris kedua. Jadi,

Profitability index atau Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) adalah perbandingan antara nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang

Hasil uji anova menunjukkan bahwa kadar gula total yoghurt susu biji ketapang pada perlakuan lama fermentasi dan interaksi antara lama fermentasi dengan jenis starter

Pemutihan pajak yang terutang merupakan PKB dan BBNKB yang harus dibayar oleh wajib pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut

Laporan keuangan BMT Ummat Mandiri sebagai data yang telah dikumpulkan akan diambil beberapa komponen yang diperlukan saja sesuai dengan penyajian laporan keuangan