• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORI TENTANG HAK DAN

B. Pengertian Hak dan Kewajiban suami istri

Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu20. Sedangkan, kewajiban diartikan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan21. Hak-hak suami terhadap istrinya yang diwajibkan oleh Islam memungkinkan perempuan melaksanakan tanggung jawabnya yang pokok dalam rumah dan masyarakat. Memberi kemampuan bagi laki-laki untuk membangun rumahnya dan keluarganya22.

19

Abdurrahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 32.

20

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 474.

21

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1553.

22

Ali Yusuf, Fiqh Keluarga pedoman berkeluarga dalam Islam, (Jakarta : AMZAH, 2010), h. 144.

Hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Misalnya, ia hendak mempertahankan haknya, maka berdasarkan ini dapat juga dikatakan hak itu adalah sesuatu yang harus diterima. Pada pokoknya hak itu dapat pula dibedakan antara hak mutlak atau hak absolut dan hak nisbi atau hak relatif. Hak mutlak adalah hak memberikan wewenang kepada seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Sedangkan hak nisbi (hak relatif) adalah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar supaya seseorang atau beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu23.

Kewajiban berasal dari kata wajib ditambah awalan ke dan akhiran an yang berarti sesuatu yang wajib diamalkan atau dilakukan. Misalnya, jangan melalikan kewajibanmu. Bicara tentang kewajiban, semua manusia yang hidup didunia ini tidak terlepas dari padanya, dan setiap kewajiban itu menimbulkan tanggung jawab, yang dimaksud disini adalah hal-hal yang wajib dilaksanakan dan yang merupakan tanggung jawab suami isteri24. Dapat disimpulkan dari pengertian hak dan kewajiban diatas, bahwa hak adalah sesuatu yang harus diterima sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah kehidupan antara suami isteri dalam setiap rumah tangga, apabila dua hal itu tidak seimbang niscaya akan timbullah percekcokkan dan perselisihan dalam rumah tangga. Sebaliknya, jika antara hak dan kewajiban itu seimbang atau sejalan, terwujudlah keserasian dan keharmonisan dalam rumah tangga, rasa kebahagiaan

23

Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1989), h. 7.

24

19

semakin terasa dan kasih sayang akan terjalin dengan baik. Anak menghormati orang tuanya, orang tua sayang kepada anaknya, suami menghargai isterinya dan isteri pun menghormati suami dan seterusnya25.

Perkawinan adalah perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria dengan seorang wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah kepada Allah disatu pihak dan dipihak lainnya mengandung aspek keperdataan yang menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri. Oleh karena itu, antara hak dan kewajiban merupakan hubungan timbal balik antara suami dengan isrinya26.

Akad nikah yang telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak dan kewajiban selaku suami isteri dalam keluarga. Jika suami isteri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan terwujudlah ketenteraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntutan agama, yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah27.

C. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Hukum Islam28 a. Hak isteri

1. Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah. 2. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami.

25

Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 37.

26

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 51.

27

Abdurrahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 155.

28

Direktorat Jenderal Bimbingan masyarakat Islam dan urusan haji, modul pembinaan keluarga sakinah, h. 143

Firman Allah SWT :

۵م ضع۹۸ اݕ۹ݒܓۿ݆ ݍݒݕّ݇ع۾ اݔ ۵ݒܕك ء۵سݏ݆ا اݕثܕ۾ ݌أ م݆݃ ݅حݚ ا اݕݏمآ ݍݚܓ݆ا ۵ݓݚأ ۵ݚ

)

٤:ءٓ۵سݏ݆ا( اܕݛثك اܕݛخ اۮ ݍݒݕ݋ۿݛ۾آ

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mempusakai wanita dengan jalan paksa. Janganlah kalian menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Bergaullah kalian dengan mereka secara patut. Kemudian jika kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak". (QS an-Nisa’ [4]: 19).

3. Agar suami menjaga dan memelihara isterinya. Maksudnya ialah menjaga kehormatan isteri, tidak menyia-nyiakannya, agar selalu melaksanakan perintah Allah dan menghentikan segala larangan-Nya. Firman Allah SWT :

ۻ݃ئام۵ݓݛ݇ع ۺܔ۵جح݆اݔ س۵ﱠݏ݆ا ۵ݒܐݕقݔ اܔ۵ݎ م݃ݛ݇ݒأݔ م݃سفݎأ اݕق اݕݏمآ ݍݚܓﱠ݆ا ۵ݓُݚأ ۵ݚ

ݒܕمأ ۵م ݑﱠ݆݇ا ݌ݕّعݚ ا ܐاܑش ظ۵݇غ

: مݚܕحۿ݆ا ( ݌ݔܕمۭݚ ۵م ݌ݕ݇عفݚݔ م

٦

)

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. At-Tahrim [66] : 6)

b. Hak Suami

Ketaatan isteri kepada suami dalam melaksanakan urusan rumah tangga termasuk di dalamnya memelihara dan mendidik anak, selama

21

suami menjalankan ketentuan ketentuan Allah yang berhubungan dengan kehidupan suami-isteri.

c. Hak bersama suami-isteri

Hak-hak bersama di antara kedua suami-isteri adalah :

1. Halalnya pergaulan sebagai suami-isteri dan kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.

2. Sucinya hubungan perbesanan.

Dalam hal ini isteri haram bagi laki-laki dalam pihak kelurga suami, sebagaimana suami haram bagi perempuan pihak keluarga isteri.

3. Berlaku hak pusaka-mempusakai.

Apabila salah seorang di antara suami-isteri meninggal maka salah satu berhak mewarisi, walaupun keduanya belum bercampur. 4. Perlakuan dan pergaulan yang terbaik.

Menjadi kewajiban suami-isteri untuk saling berlaku dan bergaul dengan baik, sehingga suasananya menjadi tentram, rukun dan penuh dengan kedamaian.

d. Kewajiban isteri

1. Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh norma agama dan susila.

2. Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan keluarga.

4. Memelihara dan menjaga kehormatan serta melindungi harta benda keluarga.

5. Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan nafkah yang diberikannya dengan baik, hemat dan bijaksana. e. Kewajiban suami

1. Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir batin, serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraannya.

2. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.

3. Membantu tugas-tugas isteri terutama dalam hal memelihara dan mendidik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.

4. Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada isteri sesuai dengan ajaran agama, dan tidak mempersulit apalagi membuat isteri menderita lahir batin yang dapat mendorong isteri berbuat salah.

5. Dapat mengatasi keadaan, mencari penyelesaian dengan bijaksana dan tidak berbuat sewenang-wenang.

f. Kewajiban Bersama suami-isteri

1. Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua belah pihak. 2. Memupuk rasa cinta dan kasih sayang.

23

Masing-masing harus dapat menyesuaikan diri, seia sekata, percaya-mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk kepentingan bersama.

3. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh pengertian serta bergaul dengan baik.

4. Matang dalam berbuat dan berpikir serta tidak bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi.

5. Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka rahasia pribadi.

6. Sabar dan rela atas kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan masing-masing.

D. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam UU. NO. 1 TAHUN 1974 Tentang Perkawinan dan dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam)

1. Kewajiban-kewajiban suami a. UU. No. 1 Tahun 1974

Pasal 34 ayat (1).

Suami wajib melindungi istrinya dan memberi segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. b. Kompilasi Hukum Islam

Pasal 80.

(1.)Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.

(2.)Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(3.)Suami wajib memberikan pendidikkan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

(4.)Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung : a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak;

c. Biaya pendidikkan bagi anak.

(5.)Kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada ayat (4) huruf a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.

(6.)Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b. (7.)Kewajiban suami sebagaimana yang dimaksud ayat (5) gugur

apabila istri nusyuz.

Pasal 82.

(1.)Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban memberi tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah

25

keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.

(2.)Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan istrinya dalam satu tempat kediaman.

2. Kewajiban-Kewajiban istri a. UU. No. 1 Tahun 1974.

Pasal 34 ayat (2).

Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. b. Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 83.

(1.)Kewajiban utama seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.

(2.)Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84.

(1.) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.

(2.)Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.

(3.)Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz.

(4.)Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah.

3. Kewajiban dan hak suami istri a. UU. No. 1 Tahun 1974.

Pasal 30.

Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Pasal 31.

(1.)Hak dan kedudukkan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukkan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

(2.)Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

(3.)Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.

Pasal 32.

(1.)Suami istri mempunyai tempat kediaman yang tetap.

(2.)Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama.

27

Suami istri wajib saling cinta mencintai hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lainnya.

b. Kompilasi Hukum Islam Pasal 77.

(1.)Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

(2.)Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

(3.)Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikkan agamanya.

(4.)Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

(5.)Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

Pasal 78.

(1.)Suami istri harus mempunyai tempat tinggal yang tetap.

(2.)Rumah kediaman yang dimaksud ayat (1), ditentukan oleh suami istri bersama.

(1.)Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.

(2.)Hak dan kedudukkan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukkan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

(3.)Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

29 BAB III

PROFIL JAMA'AH TABLIGH

A. Sejarah Singkat Pendiri Jama'ah Tabligh

Pendiri Jama'ah Tabligh (JT) adalah Muhammad Ilyas al-Kandahlawy lahir pada tahun 1303 H (1886) di desa Kandahlah dikawasan Muzhafar Nagar, Utar Pradesh, India. Ayahnya bernama Syaikh Ismail dan ibunya bernama Shafiyah al-Hafidzah. Keluarga Maulana Muhammad Ilyas terkenal sebagai gudang ilmu agama dan memiliki sifat wara'. Saudaranya antara lain Maulana Muhammad yang tertua, dan Maulana Muhammad Yahya. Sementara Maulana Muhammad Ilyas adalah anak ketiga dari tiga bersaudara29.

Maulana Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada kakeknya Syeikh Muhammad Yahya, beliau adalah seorang guru agama pada madrasah di kota kelahirannya. Kakeknya ini adalah seorang penganut madzhab Hanafi dan teman dari seorang 'ulama, sekaligus penulis Islam terkenal, Syeikh Abul Hasan Al-Hasani An-Nadwi yang menjabat sebagai seorang direktur pada lembaga Dar Al-'Ulum di Lucknow, India. Sedangkan ayahnya, yaitu Syeikh Muhammad Isma'il adalah seorang ruhaniawan besar yang suka menjalani hidup dengan ber 'uzlah,

berkhalwat dan beribadah, membaca al-Qur'an dan melayani para musafir

29

Wahbah dan Hafizh Hamzah, Ulama membina tamadun manusia, (Kuala Lumpur : Progressive publishing House SDN.BHD, 2007), h. 78

yang datang dan pergi serta mengajarkan al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama30.

Syaikh Muhammad Isma'il selalu mengamalkan doa ma'tsur dari Hadits untuk waktu dan keadaan yang berlainan. Perangainya menyukai kedamaian dan keselamatan serta bergaul dengan manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, tidak seorang pun meragukan dirinya. Bahkan beliau menjadi tumpuan kepercayaan para ulama sehingga mampu membimbing berbagai tingkat kaum Muslimin yang terhalang oleh perselisihan diantara mereka.

Ibunda Muhammad Ilyas, yaitu Shafiyah al-Hafidzah adalah seorang hafidzah al-Qur'an. Istri kedua dari syaikh Muhammad Isma'il ini selalu mengkhatamkan al-Qur'an, bahkan sambil bekerja pun mulutnya senantiasa bergerak membaca ayat-ayat al-Qur'an yang sedang ia hafal.

Maulana Muhammad Ilyas sendiri mulai mengenal pendidikan pada sekolah Ibtidaiyah (dasar). Sejak saat itulah ia mulai menghafal al-Qur'an, hal ini disebabkan pula oleh tradisi yang ada dalam keluarga Syaikh Muhammad Isma'il yang kebanyakkan dari mereka adalah hafidz al-Qur'an. Sehingga diriwayatkan bahwa dalam shalat berjama'ah separuh shaf bagian depan semuanya adalah hafidz terkecuali muazzin saja. Sejak kecil telah tampak ruh dan semangat agama dalam dirinya, dia memiliki kerisauan terhadap umat, agama dan dakwah. Sehingga 'Allamah

30

Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 44

31

Syaikh Mahmud Hasan yang dikenal sebagai Syaikhul Hind (guru besar ilmu hadits pada madrasah Darul Ulum) mengatakan, " Sesungguhnya apabila aku melihat Maulana Ilyas aku teringat akan kisah perjuangan para sahabat"31.

Pada suatu ketika saudara tengahnya, yakni Maulana Muhammad Yahya pergi belajar kepada seorang alim besar dan pembaharu yang ternama yakni Syaikh Rasyid Ahmad al-Gangohi, di desa Gangoh, kawasan Saranpur, Utar Pradesh, India. Maulana Muhammad Yahya belajar membersihkan diri dan menyerap ilmu dengan bimbingan Syaikh Rasyid. Hal ini pula yang membuat Maulana Muhammad Ilyas tertarik untuk belajar pada syaikh Rasyid sebagaimana kakaknya.

Maulana Muhammad Ilyas memutuskan untuk belajar agama menyertai kakaknya di Gangoh. Akan tetapi selama tinggal dan belajar disana, Maulana Ilyas selalu menderita sakit. Sakit ini ditanggungnya selama bertahun-tahun lamanya, tabib Ustadz Mahmud Ahmad putra dari Syaikh Gangohi sendiri telah memberikan pengobatan dan perawatan kepadanya32.

Sakit yang dideritanya menyebabkan kegiatan belajarnya menurun, akan tetapi dia tidak berputus asa. Banyak yang menyarankan agar ia berhenti belajar untuk sementara waktu, ia menjawab,"Apa gunanya aku

31

Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 45

32

Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 46

hidup jika dalam kebodohan". Dengan izin Allah SWT., Maulana pun menyelesaikan pelajaran Hadits Syarif, Jami'at Tirmidzi dan Shahih Bukhari. Kemudian dalam tempo waktu empat bulan dia sudah menyelesaikan Kutubussittah. Tubuhnya yang kurus dan sering terjangkit penyakit semakin membuatnya bersemangat dalam menuntut ilmu, begitu pula kerisauannya yang bertambah besar terhadap keadaan umat yang jauh dari syariat Islam.

Ketika Syaikh Gangohi wafat pada tahun 1323H, Muhammad Ilyas baru berumur dua puluh lima tahun dan merasa sangat kehilangan guru yang sangat dihormati. Hal ini membuatnya semakin taat beribadah pada Allah. Dia menjadi pendiam dan hanya mengerjakan ibadah, dzikir, dan banyak mengerjakan amal-amal infiradi. Maulana Muhammad Zakaria menuliskan : " Pada waktu aku mengaji sebuah kitab kepada Muhammad Ilyas, aku datang padanya dengan kitab pelajaranku dan aku menunjukkan tempat pelajaran dengan jari kepadanya. Tetapi apabila aku salah dalam membaca, maka dia akan memberi isyarat kepadaku dengan jarinya agar menutup kitab dan menghentikan pelajaran. Hal ini ia maksudkan agar aku mempelajari kembali kitab tersebut, kemudian datang lagi pada hari berikutnya"33.

Maulana Muhammad Ilyas akhirnya berkenalan dengan Syaikh Khalid Ahmad ash-Sharanpuri penulis kitab Bajhul Majhud fi Hilli Alfazhi Abi

33

Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 47

33

Dawud dan akhirnya Muhammad Ilyas berguru kepadanya. Semakin bertambah ilmu yang dimiliki, membuat Muhammad Ilyas semakin Tawadhu'. Ketawadhu'annya pada usia muda menyebabkan Muhammad Ilyas dihormati dikalangan para 'ulama dan masyaikh. Syaikh Yahya, kakak kandung Muhammad Ilyas sendiri tidak pernah memperlakukannya sebagai anak kecil, bahkan Syaikh Yahya sangat menaruh hormat kepadanya.

Pada suatu ketika di Kandahla ada sebuah pertemuan yang dihadiri oleh ulama-ulama besar, di antaranya terdapat nama Syaikh Abdurrahman ar-Raipuri, Syaikh Khalil Ahmad ash-Sharanpuri dan Syaikh Asyraf Ali at-Tanwi. Waktu itu tiba waktu Ashar, mereka meminta Maulana Ilyas untuk mengimami shalat tersebut. Ustadz Badrul Hasan salah seorang diantara keluarga besar tersebut berkata, "alangkah panjang dan beratnya kereta api ini, namun alangkah ringan lokomotifnya", kemudian salah seorang diantara hadirin menjawab, "tetapi lokomotif yang kuat itu justru karena ringannya".

Wafatnya Maulana Muhammad Yahya, pada 9 Agustus 1925, yaitu kakak Muhammad Ilyas, beliau mengalami goncangan yang luar biasa. Dua tahun setelah itu, menyusul kakaknya yang tertua, Maulana Muhammad. Maulana Muhammad meninggal di masjid Nawab Wali, Qassab Pura dan dimakamkan di Nizamuddin. Kematian Maulana Muhammad ini mendapat perhatian dari masyarakat sekitarnya. Seribu orang menziarahi jenazahnya. Setelah itu, masyarakat meminta kepada

Maulana Ilyas untuk menggantikan kakaknya di Nizamuddin padahal pada waktu itu dia sedang menjadi salah seorang pengajar di Madrasah Mazhohirul 'Ulum. Masyarakat bahkan menjanjikan dana bulanan kepada madrasah dengan syarat agar dapat diamalkan seumur hidupnya34.

Pada akhirnya, setelah mendapat ijin dari Maulana Khalil Ahmad dengan pertimbangan jika tinggalnya di Nizamuddin membawa manfaat maka Maulana Ilyas akan diberi kesempatan untuk berhenti mengajar. Ia pun akhirnya pergi ke Nizamuddin, ke madrasah warisan ayahnya yang kosong akibat lama tidak dihuni. Dengan semangat mengajar yang tinggi dia pun akhirnya membuka kembali madrasah tersebut.

Semangat yang tinggi untuk memajukan agama, Maulana Ilyas kemudian mendirikan maktab di Mewat, tetapi kondisi geografis yang agraris menyebabkan masyarakatnya lebih menyukai anak-anak mereka pergi ke kebun atau ke sawah dari pada kemadrasah atau maktab untuk belajar agama, membaca atau menulis. Dengan demikian Maulana Ilyas dengan terpaksa meminta orang Mewat untuk menyiapkan anak-anak mereka belajar dengan pembiayaan yang ditanggung oleh Maulana sendiri. Besarnya pengorbanan Maulana untuk memajukan pendidikan agama bagi masyaraka. Mewat tidak mendapatkan perhatian. Bahkan mereka enggan menuntut ilmu, mereka lebih senang hidup dalam kondisi yang sudah mereka jalani selama bertahun-tahun turun temurun.

34

Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 48

35

Pada hari terakhir dalam sejarah hidupnya, Maulana mengirim utusan kepada Syaikhul Hadits Maulana Zakariya, Maulana Abdul Qodir Raipuri, dan Maulana Zafar Ahmad, bahwa ia akan mengamanahkan kepercayaan sebagai Amir Jama'ah kepada sahabat-sahabatnya seperti Hafidz Maqhul Hasan, Qozi Dawud, Mulvi Ihtisamul Hasan, Mulvi Muhammad Yusuf, Mulvi In'amul Hasan dan Mulvi Sayyid Raza Hasan. Pada saat itu terpilihlah Mulvi Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana Muhammad Ilyas dalam mempin usaha dakwah dan tabligh35.

Pada sekitar bulan Juli 1944 Maulana menderita penyakit yang cukup akut. Dia hanya bisa berbaring ditempat tidur dengan ditemani para pembantu dan muridnya. Akhirnya, pada tanggal 13 Juli 1944, Maulana telah siap untuk menempuh perjalanannya yang terakhir. Ia bertanya kepada salah seorang yang hadir, "Apakah besok hari Kamis?", yang disekelilingnya menjawab, "Benar!". Kemudian ia berkata lagi, "Periksalah pakaianku, apakah ada najisnya atau tidak?". Orang-orang yang berada di sekelilingnya berkata bahwa pakaian yang dikenakannya masih dalam keadaan suci. Lantas Muhammad Ilyas turun dari dipan untuk berwudlu dan mengerjakan shalat Isya' dengan berjama'ah. Maulana berpesan kepada orang-orang agar memperbanyak dzikir dan doa pada malam itu: Dia berkata, "Yang ada disekelilingku ini pada hari ini

35

Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 52

hendaklah menjadi orang-orang yang dapat membedakan antara perbuatan setan dan perbuatan malaikat Allah"36.

Pada pukul 24.00 Maulana pingsan dan sangat gelisah, dokter segera dipanggil dan obat pun segera diberikan, kata-kata Allahu Akbar terus terdengar dari mulutnya. Ketika malam telah menjelang pagi, dia mencari putranya yang bernama Maulana Muhammad Yusuf dan Maulana Ikromul Hasan. Ketika dipertemukan dia berkata, "Kemarilah kalian, aku ingin memeluk, tidak ada lagi waktu setelah ini, sesungguhnya aku akan pergi".

Dokumen terkait