APLIKASI KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI DIKALANGAN JAMA'AH TABLIGH
(Tinjauan atas penerapan Hak dan Kewajiban Suami Istri)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
MUHAMMAD FATHINNUDDIN
NIM : 1111044100073
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu (S1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 April 2015
ABSTRAK
Muhammad Fathinnuddin. NIM 1111044100073. KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI DIKALANGAN JAMA'AH TABLIGH (Tinjauan atas Penerapan Hak dan Kewajiban Suami Istri). Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. xi + 85 halaman + 19 lampiran.
Pada penelitian ini penulis melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan hal-hal yang diperlukan, yang berkaitan dengan Jama'ah Tabligh serta pendapat mereka mengenai kehidupan berumah tangga. Penulis melakukan penelitian dengan terjun langsung ke lapangan seperti ke masjid kebon jeruk, dan halaqoh-halaqoh yang berada dibeberapa daerah seperti diwilayah Mampang, Condet dan Pondok Labu. Selain mendapatkan keterangan langsung yang didapat oleh penulis dengan cara berdialog, penulis juga memiliki buku-buku referensi yang ditulis oleh rekan-rekan dari Jama'ah Tabligh itu sendiri mengenai pandangan dan pendapat mereka mengenai kehidupan berumah tangga berdasarkan hak dan kewajiban. Fokus penulis pada pembahasan skripsi ini sebatas kewajiban suami sebagai kepala keluarga dalam pandangan Jama'ah Tabligh, dengan metode dakwah yang dilakukan olehnya yaitu khuruj fii sabilillah.
Metode yang dipergunakan adalah metode deskriptif eksploratif, adapun jenis penelitiannya yaitu penelitian lapangan (Field Research) yang di padukan dengan penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian dilakukan dengan cara penulis melakukan dialog dengan beberapa anggota Jama'ah Tabligh dalam cara yang berbeda-beda, ada yang bersifat resmi seperti wawancara terstruktur dan bahkan lebih banyak penulis mendapatkan data dari hasil diskusi bersama mereka dalam beberapa kesempatan ketika penulis melakukan penelitian. Kriteria dan sumber data yang digunakan yaitu pertama, data primer seperti wawancara, dan dokumentasi. Kedua, data sekunder yang diperoleh dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tema. Adapun teknik pengumpulan data diantaranya yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang terkumpul selanjutnya di analisa dengan analisis deskriptif.
dengan meninggalkan isteri dan anak selama beberapa lama tidak dapat dikatakan mereka bertentangan bahkan melalaikan kewajibannya sebagai seorang suami karena sebelum mereka melakukan khuruj fii sabilillah ada beberapa proses yang harus diperhatikan dan menjadi syarat sebagai diperbolehkannya khuruj fii sabilillah.
Kata Kunci : Khuruj Fii sabilillah, Halaqoh, Tafaqud, Masjid, Hak dan kewajiban, Amir Halaqoh, mahar, nafkah.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, hidayah
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan seluruh umat Islam yang setia hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ibunda tercinta Hj. Neneng
Mulyanah, S.Pd dan Ayahanda tercinta Alm. H. Tahmid yang selalu memberikan
kasih sayang, bimbingan, dan doa tanpa kenal lelah. Semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka.
Dalam persiapan dan pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan
skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Syariah. Karena itu penulis menghaturkan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kamarusdiana, S.Ag., MH. dan Sri Hidayati, M.Ag. selaku Ketua dan
sekretaris Program Studi Ahwal al-Syakhsiyyah.
3. Dr. Hj. Azizah, M.A. selaku pembimbing skripsi yang tak pernah lelah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan kritikan kepada penulis
5. Seluruh dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan arahan kepada kami selama kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. H. Muhammad Thamrin Hasan dan Hj. Nur Habibah, S.Pd. yang selalu
membantu penulis dalam segala hal tanpa rasa lelah semenjak penulis
ditinggal oleh seorang ayah yang sangat penulis cintai.
7. Kepala Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas beserta staf yang
telah memberikan fasilitas kepada kami dalam menelusuri literatur yang
berkaitan dengan skripsi ini.
8. Seluruh anggota Jama'ah Tabligh, baik yang berada di pusat yaitu di
Masjid Kebon Jeruk, maupun dihalaqoh-halaqoh daerah terlebih halaqoh
Pancoran, Depok dan Condet. Khususnya kepada Ust. H. Dedi, Ust. Ayat
Muhayyat Syah, Ust. Hartono, Ust. Fachrurrozi, Ust. H. Dzul, Ust. H.
Indro, Ust. H. Abbas, Ust. Syubki yang banyak memberikan pengetahuan
mengenai aktifitas dakwah yang dilakukan oleh Jama'ah Tabligh.
9. Mamah, serta kedua kakakku tercinta Syarifathunnisa dan Tiya Izzati serta
adikku tersayang Khoirunnajah dan Muhammad Akmal Raudhi yang
selalu mencintai, memberi semangat, harapan, arahan serta memberi
dukungan baik secara materil maupun spiritual sampai terselesaikan
10.Kepada seluruh pengurus Majlis Ashsholatu'alannabiy SAW khususnya
kepada pimpinan majlis Habib Hamid bin Zaid Alaththos serta seluruh
keluarga besar Majlis Syababunnabawiyyah, terutama bang Ali, kak Nur
dan seluruh pengurus remaja Masjid Jami' Ikhwanul Muslimin
(PARAMASIKH) atas do'a dan dukungannya.
11.Keluarga besar Peradilan Agama Angkatan 2011 kelas A dan B terutama
Syamsul Bahri, Muhammad Abrar Zulsabrian, Faris Jamal Trianto,
Ahmad Firdaus, Robi'atul Adawiyah, Daniel Alfaruq, Nabilla Alhalabi,
Muhammad Nazir, lalu ade kelas penulis serta kawan seperjuangan mulai
waktu pada saat pondok pesantren, terutama Adam Haekal Radintya
Hutabarat, Arief Hidayat, Muhammad Fahmi Fahrurrozi, Fauzi Yusuf
AlAmin, serta seluruh rekan-rekan lainnya yang telah mendoakan penulis.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam proses
membuka wawasan pengetahuan dan dapat menjadi salah satu cahaya
penerang diantara ribuan cahaya pengetahuan lainnya.
Jakarta, 8 April 2015
JAMA'AH TABLIGH
(Tinjauan atas Penerapan Hak dan Kewajiban Suami Istri)
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………...8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...…...9
D. Metode Penelitian………...10
E. Review Studi Terdahulu………...12
F. Sistematika Penulisan………...13
BAB II : LANDASAN TEORI TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Prinsip-prinsip dalam Perkawinan………...15
C. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Hukum
Islam………...19
D. Hak dan Kewajiban suami istri dalam Undang-Undang
No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam………23
BAB III : PROFIL JAMA'AH TABLIGH
A. Sejarah Singkat Pendiri Jama'ah Tabligh……….29
B. Tujuan Berdirinya Jama'ah Tabligh……….37
C. Aktivitas Dakwah Jama'ah Tabligh………..40
BAB IV : KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI DIKALANGAN JAMA'AH TABLIGH DAN APLIKASINYA
A. Hak dan Kewajiban suami istri menurut Jama'ah
Tabligh……...50
B. Kewajiban suami terhadap istri dikalangan Jama'ah
Tabligh pada saat berdakwah (khuruj fii sabilillah)…53
C. Analisis Penulis………60
BAB V : PENUTUP
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan adalah makhluk Allah yang
diciptakan-Nya berpasang-pasangan. Hubungan antara pasang-pasangan itu
membuahkan keturunan, agar hidup di alam semesta ini berkesinambungan.
Dengan demikian penghuni dunia ini tidak pernah sunyi dan kosong, tetapi terus
berkembang dari generasi ke generasi. Perkawinan adalah merupakan sunnatullah
yang dengan sengaja diciptakan oleh Allah yang antara lain tujuannya untuk
melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan lainnya. Dalam al-Qur'an Allah
berfirman :
ݔ
ݔܕكܓ۾ م݃݇ع݆ ݍݛجݔܖ ۵ݏق݇خ ءݙش ݅ك ݍم
(
ܓ݆ا
ﱠ
: ۼ۵ݚܔا
٩٤
)
Artinya : "Dan segala sesuatu. Kami ciptakan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah." (Adz-Dzaariyat:49)
Allah menciptakan makhluk-Nya bukan tanpa tujuan, tetapi didalamnya
terkandung rahasia yang amat dalam, supaya hidup hamba-hamba-Nya menjadi
tenteram. Allah sengaja menumbuhkan rasa kasih sayang ke dalam hati
masing-masing pasangan, agar terjadi keharmonisan dan ketenteraman dalam membina
suatu rumah tangga.1
Adanya ikatan perkawinan diharapkan akan tercipta rasa tanggung jawab
membina kehidupan rumah tangga, khususnya antara suami-istri, disamping
1
terjalinnya hubungan kekeluargaan antara kedua belah pihak. Namun, tidak
selamanya kehidupan dan pergaulan antara suami-istri berjalan dengan mulus.
Gelombang serta badai rumah tangga adakalanya menimpa mereka.2
Diantara tujuan dan hikmah perkawinan adalah agar terciptanya suatu
keluarga atau rumah tangga yang harmonis, penuh kedamaian, serta terjalin rasa
kasih sayang antara suami-istri. Untuk membangun rumah tangga ideal tersebut,
harus melalui ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
ajaran Islam. Hanya dengan cara demikian, konsekuensi adanya hak dan
kewajiban serta rasa tanggung jawab antara pasangan suami-istri dapat muncul
dalam membina dan membangun keluarga yang sejahtera dan bahagia.3
Nikah mempunyai kontribusi didalam membentuk pribadi untuk
berperilaku disiplin seperti disiplin dalam membagi waktu dan pekerjaan. Karena,
dengan unsur kedisiplinan ini, seseorang dapat mengatur urusan-urusan rumah
tangganya sebagaimana ia disiplin dalam mengatur urusan di luar rumah tangga.
Tentu saja masing-masing pihak berdisiplin dan bertanggung jawab berdasarkan
hak dan kewajiban masing-masing. Terwujudnya kehidupan yang tenang dan
tenteram, dengan adanya cinta dan kasih sayang di antara sesama. Di samping itu,
secara sosial juga akan dapat mewujudkan ketenangan dan ketenteraman sosial
karena masyarakat dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat.4
2
Hasanuddin AF, Perkawinan dalam perspektif Alquran (Jakarta : Nusantara Damai Pres, 2011) h. 3
3
Hasanuddin AF, Perkawinan dalam perspektif AlQuran, h. 13
4
3
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral,
bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar ke ikhlasan, tanggung jawab dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum
yang harus diindahkan. Ketentuan umum mengenai syarat sah pernikahan
menurut ajaran Islam adalah : adanya calon mempelai wanita dan pria, adanya dua
orang saksi, wali, ijab Kabul, serta mahar atau mas kawin.5
Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai
makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting
dalam kehidupan kaum muslimin umumnya dan amal islam khususnya. Ini semua
disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan
menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan umat dan perisai
penyelamat bagi negara.6
Jika hukum keluarga memiliki kedudukan atau fungsi mengatur hubungan
timbal-balik (internal) antara sesama anggota keluarga dalam sebuah keluarga
tertentu, maka fungsi hukum keluarga Islam dalam keluarga muslim adalah
sebagai pengatur mekanisme (hubungan) timbal balik antara sesama anggota
keluarga. Adapun tujuan dari pensyariatan hukum keluarga Islam bagi keluarga
muslim secara ringkas ialah untuk mewujudkan kehidupan keluarga muslim yang
sakinah, yakni keluarga muslim yang bahagia dan sejahtera. Tentu sejahtera
dalam konteksnya yang sangat luas mengingat ruang-lingkup hukum keluarga itu
sendiri tidak hanya identik dengan hukum perkawinan dan hal-hal lain yang
5
Asrorun Ni'am, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, h. 47
6
bertalian dengannya, akan tetapi juga mencakup perihal kewarisan dan wasiat di
samping perwalian dan pengampuan / pengawasan.7
Tanpa mengetahui hukum keluarga Islam secara benar dan baik, hampir
mustahil sebuah keluarga terutama keluarga muslim akan mampu mewujudkan
impian atau tepatnya idaman yang didambakannya, yakni keluarga sakinah
(sejahtera) yang dibangun atas dasar hubungan mawaddah dan rahmah. Satu hal yang mutlak penting diingatkan di sini ialah bila keluarga muslim dengan para
anggotanya benar-benar mengetahui dan sekaligus mengamalkan hukum keluarga
Islam secara benar dan baik, niscaya keluarga yang bersangkutan akan menjadi
keluarga yang benar-benar sakinah. Hanya keluarga-keluarga sakinah inilah sesungguhnya yang akan dapat membangun sebuah bangunan masyarakat,
bangsa, dan negara yang tangguh dan kuat. Keluarga sakinah itu tentu akan dapat dibangun dengan baik manakala setiap anggota keluarga benar-benar mengetahui
dengan baik keberadaan hukum keluarga dalam hal ini hukum keluarga Islam bagi
keluarga Muslim.8
Islam telah memberikan proporsi tugas dan fungsi masing-masing anggota
keluarga yang harmonis, diliputi suasana iman, takwa, dan bahagia. Suami
sebagai kepala keluarga, pemimpin keluarga dan wajib memberikan nafkah pada
istri dan anaknya. Sementara itu sebagai se orang istri memiliki tugas utama
sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sebagai anak bertugas untuk berbuat
7
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2004, Cet.pertama), h.31-32
8
5
baik, patuh, dan taat kepada orang tua selagi orang tua memberikan perintah dan
nasihat yang baik.
Pranata sosial seperti pembagian peran, hak, dan kewajiban antara
laki-laki dan perempuan sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur'an, merupakan salah
satu sarana yang dapat dilakukan guna mencapai tujuan itu. Namun, tidak berarti
sarana lain yang hidup di dalam masyarakat tidak dapat dimanfaatkan. Sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari'ah dibenarkan untuk dipertahankan.9
Ajaran Islam menentukan kedudukan suami sebagai pemimpin keluarga
yang akan memimpin dan mengendalikan bahtera rumah tangganya. Opini dunia
sampai sekarang cenderung menetapkan sang suami sebagai kepala keluarga
adalah bersumber pada ajaran agama. Disamping kedudukan suami, Islam
mengatur pula kedudukan isteri dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya,
hak dan kewajiban sampai kepada hadhanah, hak waris dan nasab termasuk
kedudukan anak angkat dan sebagainya. Berbagai ayat dan hadits menunjukkan
bagaimana suami dan istri harus menjaga keutuhan rumah tangga serta selalu
mengontrol jalannya kehidupan keluarga dengan penuh kasih sayang, sabar dan
penuh tanggung jawab.10
Keberhasilan pernikahan tidak tercapai kecuali jika kedua belah pihak
memerhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak, antara lain adalah
9
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur'an (Jakarta : PARAMADINA, 2001, cet. Kedua), h. 21.
10
bahwa suami bagaikan pemerintah/penggembala dan dalam kedudukannya seperti
itu dia berkewajiban untuk memerhatikan hak dan kepentingan rakyatnya
(istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya, tetapi disisi
lain perempuan mempunyai hak terhadap suaminya untuk mencari yang terbaik11.
Fungsi dan kewajiban masing-masing jenis kelamin, serta latar belakang
perbedaan, disinggung oleh Q.S. An-Nisa ayat 34 yang berbunyi :
݄۵جܕ݆ا
ݕماﱠݕق
ݗ݇ع
ء۵سݏ݆ا
۵۸
݅ﱠّف
ݑﱠ݆݇ا
مݓّع۸
ݗ݇ع
ضع۸
۵۸ݔ
اݕقفݎأ
ݍم
مݓ݆اݕمأ
ۼ۵ح݆۵ﱠّ݆۵ف
ۼ۵ۿݎ۵ق
ۼ۵ظف۵ح
۷ݛغ݆݇
۵۸
ظفح
ݑﱠ݆݇ا
ݙ۾ا݆اݔ
ݕف۵۾
ݎ
ﱠݍݒܖݕش
ﱠݍݒݕظعف
ﱠݍݒݔܕجݒاݔ
ݙف
عج۵ّ݆ا
ﱠݍݒݕ۸ܕضاݔ
ۯف
م݃ݏعطأ
اف
اݕغ۹۾
ﱠݍݓݛ݇ع
اݛ۹س
ﱠۮ
ݑﱠ݆݇ا
۵ك
۵ًݛ݇ع
اܕݛ۹ك
) .
۵سݏ݆ا
: ء
٩
)
Artinya:"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Maka perempuan-perempuan yang salehah, adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi, jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar".
Dikalangan masyarakat Islam banyak metode dakwah yang dilakukan oleh
para Da'i, salah satunya adalah dakwah yang dilakukan oleh kalangan yang
bernama Jama'ah Tabligh (JT). Hal yang sangat menarik dari metode dakwah
yang dilakukan oleh para anggota Jama'ah Tabligh (JT) yang mayoritas para
anggotanya adalah suami (kepala rumah tangga) ialah apabila sedang melakukan
dakwah atau yang biasa disebut dengan tabligh mereka mempunyai metode yang biasa mereka sebut dengan khuruj fii sabilillah. Khuruj adalah meluangkan waktu
11
7
untuk secara total berdakwah, yang biasanya dari masjid ke masjid dan dipimpin
oleh seorang Amir12.Dalam melakukan hal tersebut para anggota Jama'ah Tabligh
(JT) keluar meninggalkan keluarganya untuk melakukan tabligh dengan mengandalkan biaya sendiri dan meluangkan waktunya ke berbagai penjuru desa,
kota bahkan mancanegara dalam jangka waktu tertentu antara 3-40 hari, 4-7 bulan
bahkan satu tahun. Ketika dalam masa berdakwah meninggalkan istri dan anak
kewajiban sebagai seorang suami terhadap istri dan anak harus tetap dipenuhi
karena setiap anggota keluarga telah memiliki hak dan kewajibannya
masing-masing.
Sesuatu hal sangat penting dan menarik yang harus diketahui bagi
masing-masing pasangan suami maupun istri, baik itu tanggung jawab, hak-hak mereka
sebagai kepala keluarga maupun sebagai ibu rumah tangga, agar antara suami istri
serta anak dan anggota keluarga lainnya saling menghargai dan mengerti hak dan
kewajiban masing-masing, sehingga terciptanya Sakinah di dalam kehidupan
berumah tangga, khususnya di kalangan keluarga Jama'ah Tabligh. untuk itu
penulis mengambil judul "APLIKASI KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRI DIKALANGAN JAMA'AH TABLIGH (Tinjauan atas Penerapan Hak dan Kewajiban Suami Istri)".
12
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan
masalah baru serta pelebaran secara meluas, maka penulis membatasi pembahasan
ini pada masalah kewajiban suami sebagai kepala keluarga terhadap istri
dikalangan Jama'ah Tabligh (JT) ketika suami pergi berdakwah meninggalkan
istri, sehingga dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian hanya kepada
suami yang sedang melakukan program dakwahnya yaitu khuruj fii sabililah, dan penulis meneliti Jama'ah Tabligh yang berada di Masjid Kebon Jeruk (Jl. Hayam
Wuruk No. 85, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat) dan halaqoh masjid Jami'
Baiturrohim, Mampang.
2. Perumusan Masalah
Metode dakwah yang dilakukan oleh anggota Jama'ah Tabligh (JT) adalah
metode dakwah yang disebut dengan Khuruj fii sabilillah dalam melaksanakan dakwahnya tersebut Jama'ah Tabligh (JT) keluar dari rumah meninggalkan istri,
anak dan anggota keluarga lainnya selama beberapa hari. Mulai dari 3-40 hari, 4-7
bulan bahkan satu tahun mereka meninggalkan istri, anak dan anggota keluarga
lainnya untuk pergi ber dakwah yang mereka sebut dengan khuruj fii sabilillah. Padahal menurut Hukum Islam dan UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
serta di dalam Kompilasi Hukum Islam, seorang istri memiliki hak dari suami dan
9
Dari rumusan masalah di atas maka pertanyaan penelitiannya adalah :
1. Bagaimana seorang suami memenuhi kewajibannya sebagai kepala
keluarga ketika sedang khuruj fii sabilillah di kalangan Jama'ah Tabligh ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah
terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu :
1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban suami istri dalam Hukum
Islam, Hukum positif (UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam) serta menurut
pandangan Jama'ah Tabligh
2. Untuk mengetahui kewajiban seorang suami sebagai kepala
keluarga dalam memenuhi nafkah terhadap hak isteri dan anak
ketika sedang meninggalkan mereka untuk melakukan tabligh,
yaitu khuruj fii sabilillahi
3. Untuk mengetahui peran suami dikalangan Jama'ah Tabligh dalam
menjalankan peranannya sebagai kepala keluarga
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui hak dan kewajiban suami istri dalam Hukum
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam) serta menurut
pandangan Jama'ah Tabligh.
2. Mengenal lebih dalam mengenai dakwah dan pembinaan
keluarga hingga terciptanya keluarga yang harmonis
dikalangan Jama'ah Tabligh (JT)
3. Mengetahui kewajiban seorang suami untuk memenuhi
hak-hak anggota keluarganya, ketika di tinggal khuruj fii sabilillah
dikalangan Jama'ah Tabligh
D. Metode Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini penulis melakukan dua jenis
penelitian, yaitu penelitian pustaka (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research).
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Karakter khusus
penelitian kualitatif berupaya mengungkap keunikan individu, kelompok,
masyarakat atau organisasi tertentu dalam kehidupannya sehari-hari13. Dari segi
tujuan dalam penelitian ini termasuk dalam metode penelitian yang bersifat
deskriptif.14
13
Basrowi dan Suwandi, Memahami penelitian kualitatif, h.23
14
11
2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber
data, yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
responden. Adapun untuk memperoleh data dalam penulisan ini adalah
dengan cara melakukan wawancara.15 Penulis melakukan wawancara
secara mendalam kepada, Ust. H. Dzul (Pimp. Halaqoh masjid
Baiturrahim), Bpk. H. Indro (anggota), Bpk. Fachrulrozi, Bpk. H. Dedi,
Ust. Ayat Muhayyat Syah.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang diperoleh melalui studi pustaka yang
bertujuan untuk memperoleh landasan teori yang bersumber dari,
buku-buku, hasil penelitian, jurnal-jurnal, tulisan-tulisan dari internet, dan
lainnya yang berkenaan dengan Jama'ah Tabligh (JT) serta Peraturan
Perkawinan di Indonesia mengenai hak dan kewajiban suami istri.
3. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik menganalisa data, penulis
menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu suatu teknik analisis data
15
dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil
wawancara/interview.
4. Teknik penulisan
Dalam hal teknis penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
E. Review Studi Terdahulu
Dari beberapa skripsi yang terdapat di Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis
menemukan data yang berhubungan dengan penelitian yang sedang ditulis,
antara lain :
Penulis yang bernama Ariandy Setiady dengan judul "Hak-hak
wanita sebagai istri,ibu dan anak dalam keluarga di Indonesia Perspektif
hukum Islam dan HAM" Tahun 2010 dibawah bimbingan Bapak Dr. H.
Afifi Abbas, MA. Hanya membahas mengenai hak-hak seorang wanita
sebagai istri, ibu serta anak dan tidak membahas kewajiban seorang suami
serta tidak secara khusus membicarakan hak dan kewajiban suami istri
dalam berumah tangga.
Penulis yang bernama Umar Hasan Harahap dengan judul skripsi "
Konsep Keluarga Sakinah Menurut Jama'ah Tabligh Kecamatan Sawah
13
di bawah bimbingan Bapak Dr. Muhammad Ali Wafa, MA. Penulis meng
analisis konsep keluarga sakinah dikalangan Jama'ah Tabligh (JT) dalam
perspektif Hukum Islam, belum membahas mengenai kewajiban seorang
suami di keluarga anggota Jama'ah Tabligh terhadap hak-hak istri dan
anggota keluarga lainnya ketika sedang berdakwah.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan ini, penulis membagi
pembahasan dalam lima bab, yaitu :
Bab Pertama, Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar
belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu
dan sistematika penulisan.
Bab kedua, Merupakan landasan teori yang mencakup
prinsip-prinsip dalam perkawinan, pengertian hak dan kewajiban suami istri, hak
dan kewajiban suami istri dalam Hukum Islam, serta hak dan kewajiban
suami istri dalam UU. No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Bab ketiga, Merupakan Eksistensi Jama'ah Tabligh (JT) yang
terdiri dari sejarah singkat pendiri jama'ah tabligh, tujuan berdirinya,
aktivitas dakwah jama'ah tabligh, dan pandangan jama'ah tabligh
Bab keempat, merupakan pembahasan mengenai kewajiban suami
terhadap istridikalangan jama'ah tabligh serta peran suami sebagai kepala
keluarga ketika sedang khuruj fii sabilillah dan analisis penulis.
Bab kelima, merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini,
15 BAB II
LANDASAN TEORI TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM RUMAH TANGGA
A. Prinsip-Prinsip dalam Perkawinan
Pernikahan dapat menjaga kehormatan diri sendiri dan pasangan agar
tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang diharamkan. Juga berfungsi untuk
menjaga komunitas manusia dari kepunahan, dengan terus melahirkan dan
mempunyai keturunan. Demikian juga, pernikahan berguna untuk menjaga
kesinambungan garis keturunan, menciptakan keluarga yang merupakan bagian
dari masyarakat, dan menciptakan sikap bahu-membahu diantara sesama.
Sebagaimana telah diketahui bahwasanya pernikahan merupakan bentuk
bahu-membahu antara suami-istri untuk mengemban beban kehidupan. Juga
merupakan sebuah akad kasih sayang dan tolong-menolong diantara golongan,
dan penguat hubungan antar keluarga. Dengan pernikahan itulah berbagai
kemaslahatan masyarakat dapat diraih dengan sempurna16.
Keluarga adalah unit sosial dasar, dan perkawinan adalah lembaga Islam
yang fundamental. Perkawinan dan pembentukkan keluarga adalah tanggung
jawab serius dan tunduk kepada peraturan yang spesifik. Oleh karena itu maka
perencanaannya adalah layak17.
16
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 40.
17
Prinsip-prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari Qur'an dan
al-Hadits, yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
Tahun 1991 mengandung 7 asas atau kaidah hukum, yaitu sebagai berikut18 :
1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Suami dan istri perlu saling membantu dan melengkapi agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.
2. Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan
kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus
dicatat oleh petugas yang berwenang.
3. Asas monogami terbuka.
Artinya, jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak istri
bila lebih dari seorang maka cukup seorang istri saja.
4. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwaraganya dapat
melangsungkan perkawinan, agar mewujudkan tujuan perkawinan
secara baik dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, sehingga
tidak berpikir kepada perceraian.
5. Asas mempersulit terjadinya perceraian.
6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, baik
dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.
18
17
Oleh karena itu, segala sesuatu dalam keluarga dapat
dimusyawarahkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
7. Asas pencatatan perkawinan. Pencatatan perkawinan mempermudah
mengetahui manusia yang sudah menikah atau melakukan ikatan
perkawinan.
Beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam yang perlu diperhatikan
agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia melaksanakan
tugasnya mengabdi kepada Tuhan. Diantara prinsip-prinsip perkawinan adalah
memenuhi dan melaksanakan perintah agama, kerelaan dan persetujuan dan suami
sebagai penanggung jawab umum dalam rumah tangga.19
B. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Istri
Hak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu20. Sedangkan,
kewajiban diartikan dengan sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan21.
Hak-hak suami terhadap istrinya yang diwajibkan oleh Islam memungkinkan
perempuan melaksanakan tanggung jawabnya yang pokok dalam rumah dan
masyarakat. Memberi kemampuan bagi laki-laki untuk membangun rumahnya
dan keluarganya22.
19
Abdurrahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 32.
20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 474.
21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1553.
22
Hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.
Misalnya, ia hendak mempertahankan haknya, maka berdasarkan ini dapat juga
dikatakan hak itu adalah sesuatu yang harus diterima. Pada pokoknya hak itu
dapat pula dibedakan antara hak mutlak atau hak absolut dan hak nisbi atau hak
relatif. Hak mutlak adalah hak memberikan wewenang kepada seseorang untuk
melakukan sesuatu perbuatan. Sedangkan hak nisbi (hak relatif) adalah hak yang
memberikan wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu
untuk menuntut agar supaya seseorang atau beberapa orang lain tertentu
memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu23.
Kewajiban berasal dari kata wajib ditambah awalan ke dan akhiran an yang
berarti sesuatu yang wajib diamalkan atau dilakukan. Misalnya, jangan melalikan
kewajibanmu. Bicara tentang kewajiban, semua manusia yang hidup didunia ini
tidak terlepas dari padanya, dan setiap kewajiban itu menimbulkan tanggung
jawab, yang dimaksud disini adalah hal-hal yang wajib dilaksanakan dan yang
merupakan tanggung jawab suami isteri24. Dapat disimpulkan dari pengertian hak
dan kewajiban diatas, bahwa hak adalah sesuatu yang harus diterima sedangkan
kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah
kehidupan antara suami isteri dalam setiap rumah tangga, apabila dua hal itu tidak
seimbang niscaya akan timbullah percekcokkan dan perselisihan dalam rumah
tangga. Sebaliknya, jika antara hak dan kewajiban itu seimbang atau sejalan,
terwujudlah keserasian dan keharmonisan dalam rumah tangga, rasa kebahagiaan
23
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1989), h. 7.
24
19
semakin terasa dan kasih sayang akan terjalin dengan baik. Anak menghormati
orang tuanya, orang tua sayang kepada anaknya, suami menghargai isterinya dan
isteri pun menghormati suami dan seterusnya25.
Perkawinan adalah perbuatan hukum yang mengikat antara seorang pria
dengan seorang wanita (suami dan istri) yang mengandung nilai ibadah kepada
Allah disatu pihak dan dipihak lainnya mengandung aspek keperdataan yang
menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri. Oleh karena itu, antara hak
dan kewajiban merupakan hubungan timbal balik antara suami dengan isrinya26.
Akad nikah yang telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka
akan menimbulkan akibat hukum. Dengan demikian, akan menimbulkan pula hak
dan kewajiban selaku suami isteri dalam keluarga. Jika suami isteri sama-sama
menjalankan tanggung jawabnya masing-masing, maka akan terwujudlah
ketenteraman dan ketenangan hati, sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup
berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup berkeluarga akan terwujud
sesuai dengan tuntutan agama, yaitu sakinah, mawaddah wa rahmah27.
C. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Hukum Islam28
a. Hak isteri
1. Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah.
2. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami.
25
Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 37.
26
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 51.
27
Abdurrahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h. 155.
28
Firman Allah SWT :
۵م ضع۹۸ اݕ۹ݒܓۿ݆ ݍݒݕّ݇ع۾ اݔ ۵ݒܕك ء۵سݏ݆ا اݕثܕ۾ أ م݆݃ ݅حݚ ا اݕݏمآ ݍݚܓ݆ا ۵ݓݚأ ۵ݚ
)
٤:ءٓ۵سݏ݆ا( اܕݛثك اܕݛخ اۮ ݍݒݕۿݛ۾آ
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mempusakai wanita dengan jalan paksa. Janganlah kalian menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kalian berikan kepada mereka, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Bergaullah kalian dengan mereka secara patut. Kemudian jika kalian tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak". (QS an-Nisa’ [4]: 19).
3. Agar suami menjaga dan memelihara isterinya. Maksudnya ialah
menjaga kehormatan isteri, tidak menyia-nyiakannya, agar selalu
melaksanakan perintah Allah dan menghentikan segala
larangan-Nya.
Firman Allah SWT :
ۻ݃ئام
۵ݓݛ݇ع ۺܔ۵جح݆اݔ س۵ﱠݏ
݆ا ۵ݒܐݕقݔ اܔ۵ݎ م݃ݛ݇ݒأݔ م݃سفݎأ اݕق اݕݏمآ ݍݚܓﱠ݆ا ۵ݓُݚأ ۵ݚ
ݒܕمأ ۵م ݑﱠ݆݇ا ݕّعݚ ا ܐاܑش ظ۵݇غ
: مݚܕحۿ݆ا ( ݔܕمۭݚ ۵م ݕ݇عفݚݔ م
٦
)
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. At-Tahrim [66] : 6)
b. Hak Suami
Ketaatan isteri kepada suami dalam melaksanakan urusan rumah
21
suami menjalankan ketentuan ketentuan Allah yang berhubungan
dengan kehidupan suami-isteri.
c. Hak bersama suami-isteri
Hak-hak bersama di antara kedua suami-isteri adalah :
1. Halalnya pergaulan sebagai suami-isteri dan kesempatan saling
menikmati atas dasar kerjasama dan saling memerlukan.
2. Sucinya hubungan perbesanan.
Dalam hal ini isteri haram bagi laki-laki dalam pihak kelurga
suami, sebagaimana suami haram bagi perempuan pihak keluarga
isteri.
3. Berlaku hak pusaka-mempusakai.
Apabila salah seorang di antara suami-isteri meninggal maka salah
satu berhak mewarisi, walaupun keduanya belum bercampur.
4. Perlakuan dan pergaulan yang terbaik.
Menjadi kewajiban suami-isteri untuk saling berlaku dan bergaul
dengan baik, sehingga suasananya menjadi tentram, rukun dan
penuh dengan kedamaian.
d. Kewajiban isteri
1. Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan
oleh norma agama dan susila.
2. Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga keselamatan dan
mewujudkan kesejahteraan keluarga.
4. Memelihara dan menjaga kehormatan serta melindungi harta benda
keluarga.
5. Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan
nafkah yang diberikannya dengan baik, hemat dan bijaksana.
e. Kewajiban suami
1. Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir batin,
serta menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan dan
kesejahteraannya.
2. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan serta mengusahakan
keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.
3. Membantu tugas-tugas isteri terutama dalam hal memelihara dan
mendidik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
4. Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada isteri sesuai
dengan ajaran agama, dan tidak mempersulit apalagi membuat
isteri menderita lahir batin yang dapat mendorong isteri berbuat
salah.
5. Dapat mengatasi keadaan, mencari penyelesaian dengan bijaksana
dan tidak berbuat sewenang-wenang.
f. Kewajiban Bersama suami-isteri
1. Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
23
Masing-masing harus dapat menyesuaikan diri, seia sekata,
percaya-mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk
kepentingan bersama.
3. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh pengertian serta
bergaul dengan baik.
4. Matang dalam berbuat dan berpikir serta tidak bersikap emosional
dalam persoalan yang dihadapi.
5. Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka rahasia
pribadi.
6. Sabar dan rela atas kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahan masing-masing.
D. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam UU. NO. 1 TAHUN 1974 Tentang
Perkawinan dan dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam)
1. Kewajiban-kewajiban suami
a. UU. No. 1 Tahun 1974
Pasal 34 ayat (1).
Suami wajib melindungi istrinya dan memberi segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
b. Kompilasi Hukum Islam
Pasal 80.
(1.)Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya,
akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang
(2.)Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
(3.)Suami wajib memberikan pendidikkan agama kepada istrinya
dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna
dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4.)Sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung :
a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan
bagi istri dan anak;
c. Biaya pendidikkan bagi anak.
(5.)Kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada ayat (4) huruf
a dan b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari
istrinya.
(6.)Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap
dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(7.)Kewajiban suami sebagaimana yang dimaksud ayat (5) gugur
apabila istri nusyuz.
Pasal 82.
(1.)Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban
memberi tempat tinggal dan biaya hidup kepada
25
keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika ada
perjanjian perkawinan.
(2.)Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan
istrinya dalam satu tempat kediaman.
2. Kewajiban-Kewajiban istri
a. UU. No. 1 Tahun 1974.
Pasal 34 ayat (2).
Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
b. Kompilasi Hukum Islam.
Pasal 83.
(1.)Kewajiban utama seorang istri ialah berbakti lahir dan batin
kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum
Islam.
(2.)Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga
sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84.
(1.) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83
ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.
(2.)Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya
tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku
(3.)Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) diatas berlaku kembali
sesudah istri tidak nusyuz.
(4.)Ketentuan ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus
didasarkan atas bukti yang sah.
3. Kewajiban dan hak suami istri
a. UU. No. 1 Tahun 1974.
Pasal 30.
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Pasal 31.
(1.)Hak dan kedudukkan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukkan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2.)Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.
(3.)Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah
tangga.
Pasal 32.
(1.)Suami istri mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2.)Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal
ini ditentukan oleh suami istri bersama.
27
Suami istri wajib saling cinta mencintai hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lainnya.
b. Kompilasi Hukum Islam
Pasal 77.
(1.)Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang
menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
(2.)Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati,
setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang
lain.
(3.)Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan
memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan
jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikkan
agamanya.
(4.)Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
(5.)Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing
dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Pasal 78.
(1.)Suami istri harus mempunyai tempat tinggal yang tetap.
(2.)Rumah kediaman yang dimaksud ayat (1), ditentukan oleh
suami istri bersama.
(1.)Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah
tangga.
(2.)Hak dan kedudukkan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukkan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(3.)Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.
29 BAB III
PROFIL JAMA'AH TABLIGH
A. Sejarah Singkat Pendiri Jama'ah Tabligh
Pendiri Jama'ah Tabligh (JT) adalah Muhammad Ilyas al-Kandahlawy
lahir pada tahun 1303 H (1886) di desa Kandahlah dikawasan Muzhafar
Nagar, Utar Pradesh, India. Ayahnya bernama Syaikh Ismail dan ibunya
bernama Shafiyah al-Hafidzah. Keluarga Maulana Muhammad Ilyas
terkenal sebagai gudang ilmu agama dan memiliki sifat wara'. Saudaranya
antara lain Maulana Muhammad yang tertua, dan Maulana Muhammad
Yahya. Sementara Maulana Muhammad Ilyas adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara29.
Maulana Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada kakeknya
Syeikh Muhammad Yahya, beliau adalah seorang guru agama pada
madrasah di kota kelahirannya. Kakeknya ini adalah seorang penganut
madzhab Hanafi dan teman dari seorang 'ulama, sekaligus penulis Islam
terkenal, Syeikh Abul Hasan Al-Hasani An-Nadwi yang menjabat sebagai
seorang direktur pada lembaga Dar Al-'Ulum di Lucknow, India.
Sedangkan ayahnya, yaitu Syeikh Muhammad Isma'il adalah seorang
ruhaniawan besar yang suka menjalani hidup dengan ber 'uzlah,
berkhalwat dan beribadah, membaca al-Qur'an dan melayani para musafir
29
yang datang dan pergi serta mengajarkan al-Qur'an dan ilmu-ilmu
agama30.
Syaikh Muhammad Isma'il selalu mengamalkan doa ma'tsur dari Hadits untuk waktu dan keadaan yang berlainan. Perangainya menyukai
kedamaian dan keselamatan serta bergaul dengan manusia dengan penuh
kasih sayang dan kelembutan, tidak seorang pun meragukan dirinya.
Bahkan beliau menjadi tumpuan kepercayaan para ulama sehingga mampu
membimbing berbagai tingkat kaum Muslimin yang terhalang oleh
perselisihan diantara mereka.
Ibunda Muhammad Ilyas, yaitu Shafiyah al-Hafidzah adalah seorang
hafidzah al-Qur'an. Istri kedua dari syaikh Muhammad Isma'il ini selalu
mengkhatamkan al-Qur'an, bahkan sambil bekerja pun mulutnya
senantiasa bergerak membaca ayat-ayat al-Qur'an yang sedang ia hafal.
Maulana Muhammad Ilyas sendiri mulai mengenal pendidikan pada
sekolah Ibtidaiyah (dasar). Sejak saat itulah ia mulai menghafal al-Qur'an,
hal ini disebabkan pula oleh tradisi yang ada dalam keluarga Syaikh
Muhammad Isma'il yang kebanyakkan dari mereka adalah hafidz
al-Qur'an. Sehingga diriwayatkan bahwa dalam shalat berjama'ah separuh
shaf bagian depan semuanya adalah hafidz terkecuali muazzin saja. Sejak
kecil telah tampak ruh dan semangat agama dalam dirinya, dia memiliki
kerisauan terhadap umat, agama dan dakwah. Sehingga 'Allamah
30
31
Syaikh Mahmud Hasan yang dikenal sebagai Syaikhul Hind (guru besar
ilmu hadits pada madrasah Darul Ulum) mengatakan, " Sesungguhnya
apabila aku melihat Maulana Ilyas aku teringat akan kisah perjuangan para
sahabat"31.
Pada suatu ketika saudara tengahnya, yakni Maulana Muhammad
Yahya pergi belajar kepada seorang alim besar dan pembaharu yang
ternama yakni Syaikh Rasyid Ahmad al-Gangohi, di desa Gangoh,
kawasan Saranpur, Utar Pradesh, India. Maulana Muhammad Yahya
belajar membersihkan diri dan menyerap ilmu dengan bimbingan Syaikh
Rasyid. Hal ini pula yang membuat Maulana Muhammad Ilyas tertarik
untuk belajar pada syaikh Rasyid sebagaimana kakaknya.
Maulana Muhammad Ilyas memutuskan untuk belajar agama
menyertai kakaknya di Gangoh. Akan tetapi selama tinggal dan belajar
disana, Maulana Ilyas selalu menderita sakit. Sakit ini ditanggungnya
selama bertahun-tahun lamanya, tabib Ustadz Mahmud Ahmad putra dari
Syaikh Gangohi sendiri telah memberikan pengobatan dan perawatan
kepadanya32.
Sakit yang dideritanya menyebabkan kegiatan belajarnya menurun,
akan tetapi dia tidak berputus asa. Banyak yang menyarankan agar ia
berhenti belajar untuk sementara waktu, ia menjawab,"Apa gunanya aku
31
Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 45
32
Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 46
hidup jika dalam kebodohan". Dengan izin Allah SWT., Maulana pun
menyelesaikan pelajaran Hadits Syarif, Jami'at Tirmidzi dan Shahih
Bukhari. Kemudian dalam tempo waktu empat bulan dia sudah
menyelesaikan Kutubussittah. Tubuhnya yang kurus dan sering terjangkit
penyakit semakin membuatnya bersemangat dalam menuntut ilmu, begitu
pula kerisauannya yang bertambah besar terhadap keadaan umat yang jauh
dari syariat Islam.
Ketika Syaikh Gangohi wafat pada tahun 1323H, Muhammad Ilyas
baru berumur dua puluh lima tahun dan merasa sangat kehilangan guru
yang sangat dihormati. Hal ini membuatnya semakin taat beribadah pada
Allah. Dia menjadi pendiam dan hanya mengerjakan ibadah, dzikir, dan
banyak mengerjakan amal-amal infiradi. Maulana Muhammad Zakaria
menuliskan : " Pada waktu aku mengaji sebuah kitab kepada Muhammad
Ilyas, aku datang padanya dengan kitab pelajaranku dan aku menunjukkan
tempat pelajaran dengan jari kepadanya. Tetapi apabila aku salah dalam
membaca, maka dia akan memberi isyarat kepadaku dengan jarinya agar
menutup kitab dan menghentikan pelajaran. Hal ini ia maksudkan agar aku
mempelajari kembali kitab tersebut, kemudian datang lagi pada hari
berikutnya"33.
Maulana Muhammad Ilyas akhirnya berkenalan dengan Syaikh Khalid
Ahmad ash-Sharanpuri penulis kitab Bajhul Majhud fi Hilli Alfazhi Abi
33
Khusniati Rofi'ah, Dakwah Jama'ah Tabligh dan eksistensinya dimata masyarakat, h. 47
33
Dawud dan akhirnya Muhammad Ilyas berguru kepadanya. Semakin
bertambah ilmu yang dimiliki, membuat Muhammad Ilyas semakin
Tawadhu'. Ketawadhu'annya pada usia muda menyebabkan Muhammad
Ilyas dihormati dikalangan para 'ulama dan masyaikh. Syaikh Yahya,
kakak kandung Muhammad Ilyas sendiri tidak pernah memperlakukannya
sebagai anak kecil, bahkan Syaikh Yahya sangat menaruh hormat
kepadanya.
Pada suatu ketika di Kandahla ada sebuah pertemuan yang dihadiri
oleh ulama-ulama besar, di antaranya terdapat nama Syaikh Abdurrahman
ar-Raipuri, Syaikh Khalil Ahmad ash-Sharanpuri dan Syaikh Asyraf Ali
at-Tanwi. Waktu itu tiba waktu Ashar, mereka meminta Maulana Ilyas
untuk mengimami shalat tersebut. Ustadz Badrul Hasan salah seorang
diantara keluarga besar tersebut berkata, "alangkah panjang dan beratnya
kereta api ini, namun alangkah ringan lokomotifnya", kemudian salah
seorang diantara hadirin menjawab, "tetapi lokomotif yang kuat itu justru
karena ringannya".
Wafatnya Maulana Muhammad Yahya, pada 9 Agustus 1925, yaitu
kakak Muhammad Ilyas, beliau mengalami goncangan yang luar biasa.
Dua tahun setelah itu, menyusul kakaknya yang tertua, Maulana
Muhammad. Maulana Muhammad meninggal di masjid Nawab Wali,
Qassab Pura dan dimakamkan di Nizamuddin. Kematian Maulana
Muhammad ini mendapat perhatian dari masyarakat sekitarnya. Seribu
Maulana Ilyas untuk menggantikan kakaknya di Nizamuddin padahal pada
waktu itu dia sedang menjadi salah seorang pengajar di Madrasah
Mazhohirul 'Ulum. Masyarakat bahkan menjanjikan dana bulanan kepada
madrasah dengan syarat agar dapat diamalkan seumur hidupnya34.
Pada akhirnya, setelah mendapat ijin dari Maulana Khalil Ahmad
dengan pertimbangan jika tinggalnya di Nizamuddin membawa manfaat
maka Maulana Ilyas akan diberi kesempatan untuk berhenti mengajar. Ia
pun akhirnya pergi ke Nizamuddin, ke madrasah warisan ayahnya yang
kosong akibat lama tidak dihuni. Dengan semangat mengajar yang tinggi
dia pun akhirnya membuka kembali madrasah tersebut.
Semangat yang tinggi untuk memajukan agama, Maulana Ilyas
kemudian mendirikan maktab di Mewat, tetapi kondisi geografis yang
agraris menyebabkan masyarakatnya lebih menyukai anak-anak mereka
pergi ke kebun atau ke sawah dari pada kemadrasah atau maktab untuk
belajar agama, membaca atau menulis. Dengan demikian Maulana Ilyas
dengan terpaksa meminta orang Mewat untuk menyiapkan anak-anak
mereka belajar dengan pembiayaan yang ditanggung oleh Maulana sendiri.
Besarnya pengorbanan Maulana untuk memajukan pendidikan agama bagi
masyaraka. Mewat tidak mendapatkan perhatian. Bahkan mereka enggan
menuntut ilmu, mereka lebih senang hidup dalam kondisi yang sudah
mereka jalani selama bertahun-tahun turun temurun.
34
35
Pada hari terakhir dalam sejarah hidupnya, Maulana mengirim utusan
kepada Syaikhul Hadits Maulana Zakariya, Maulana Abdul Qodir Raipuri,
dan Maulana Zafar Ahmad, bahwa ia akan mengamanahkan kepercayaan
sebagai Amir Jama'ah kepada sahabat-sahabatnya seperti Hafidz Maqhul
Hasan, Qozi Dawud, Mulvi Ihtisamul Hasan, Mulvi Muhammad Yusuf,
Mulvi In'amul Hasan dan Mulvi Sayyid Raza Hasan. Pada saat itu
terpilihlah Mulvi Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana
Muhammad Ilyas dalam mempin usaha dakwah dan tabligh35.
Pada sekitar bulan Juli 1944 Maulana menderita penyakit yang cukup
akut. Dia hanya bisa berbaring ditempat tidur dengan ditemani para
pembantu dan muridnya. Akhirnya, pada tanggal 13 Juli 1944, Maulana
telah siap untuk menempuh perjalanannya yang terakhir. Ia bertanya
kepada salah seorang yang hadir, "Apakah besok hari Kamis?", yang
disekelilingnya menjawab, "Benar!". Kemudian ia berkata lagi,
"Periksalah pakaianku, apakah ada najisnya atau tidak?". Orang-orang
yang berada di sekelilingnya berkata bahwa pakaian yang dikenakannya
masih dalam keadaan suci. Lantas Muhammad Ilyas turun dari dipan
untuk berwudlu dan mengerjakan shalat Isya' dengan berjama'ah. Maulana
berpesan kepada orang-orang agar memperbanyak dzikir dan doa pada
malam itu: Dia berkata, "Yang ada disekelilingku ini pada hari ini
35
hendaklah menjadi orang-orang yang dapat membedakan antara perbuatan
setan dan perbuatan malaikat Allah"36.
Pada pukul 24.00 Maulana pingsan dan sangat gelisah, dokter segera
dipanggil dan obat pun segera diberikan, kata-kata Allahu Akbar terus
terdengar dari mulutnya. Ketika malam telah menjelang pagi, dia mencari
putranya yang bernama Maulana Muhammad Yusuf dan Maulana Ikromul
Hasan. Ketika dipertemukan dia berkata, "Kemarilah kalian, aku ingin
memeluk, tidak ada lagi waktu setelah ini, sesungguhnya aku akan pergi".
Akhirnya Maulana menghembuskan nafas terakhirnya, dia pulang ke
rahmatullah sebelum adzan Subuh.
Dia tidak banyak meninggalkan karya-karya tulisan tentang
kerisauannya akan keadaan umat. Buah pikirannya dituangkan dalam
lembar-lembar kertas surat yang dihimpun oleh Maulana Manzoor
Nu'mani dengan judul Aur Un Ki Deeni Dawat yang ditujukan kepada
para ulama dan seluruh umat Islam yang mengambil usaha dakwah dalam
Jama'ah Tabligh. Karyanya yang paling nyata adalah bahwa ia telah
meninggalkan ide-ide bagi umat Islam hari ini dan metode kerja dakwah
yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Jama'ah Tabligh adalah
sebuah nama yang diberikan oleh masyarakat, bukan nama yang diberikan
oleh pendirinya Syekh Maulana Muhammad Ilyas. Karena setiap hari
berjama'ah dan bertabligh maka muncullah istilah ini. Sebagaimana setiap
36
37
hari menjual ikan maka si penjualnya dipanggil 'tukang ikan' dan
sebagainya37. Akan tetapi, yang dikatakan jama'ah tabligh adalah orang
yang terlibat dalam kerja secara tertib, yang istiqomah keluar dijalan Allah
SWT minimal 40 hari setiap tahun38.
B. Tujuan Berdirinya Jama'ah Tabligh
Syekh Maulana Muhammad Ilyas melihat bahwa kebodohan,
kegelapan dan sekularisme yang melanda negerinya sangat berpengaruh
terhadap madrasah-madrasah. Para murid tidak mampu menjunjung
nilai-nilai agama sebagaimana mestinya, sehingga gelombang kebodohan
semakin melanda bagaikan gelombang lautan yang melaju deras sampai
ratusan mil membawa mereka hanyut. Namun tetap saja masyarakat masih
belum memiliki spirit keagamaan. Interest mereka tidak terlalu besar untuk
mengirimkan anak-anak mereka belajar ilmu di madrasah. Faktor utama
dari semua ini adalah ketidaktahuan mereka terhadap pentingnya ilmu
agama, mereka pun kurang menghargai para alumnus madrasah yang telah
memberikan penerangan dan dakwah. Orang Mewat tidak bersedia
mendengarkan apalagi mengikutinya. Kesimpulannya bahwa madrasah –
madrasah yang ada itu tidak mampu mengubah warna dan gaya hidup
masyarakat. Kondisi Mewat yang sangat miskin pengetahuan itu semakin
menambah kerisauan Maulana Ilyas akan keadaan umat Islam terutama
masyarakat Mewat. Kunjungan-kunjungan diadakan bahkan
37
Husen Usman Kambayang, Usaha da'wah & tabligh Terapi rohani paling menakjubkan, (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2009), h. 4
38
madrasah banyak didirikan, tetapi hal itu belum bisa menjadi solusi terbaik
untuk mengatasi problem yang dihadapi masyarakat Mewat. Kondisi
buruk yang terus berlarut ini akhirnya menjadi inspirasi bagi Muhammad
Ilyas untuk mengirimkan delegasi Jama'ah Dakwah ke Mewat. Pada tahun
1351 H/1931 M. Maulana menunaikan haji yang ketiga ke tanah suci
Makkah. Kesempatan tersebut ia pergunakan untuk menemui tokoh-tokoh
India yang ada di Arab guna mempromosikan usaha dakwah, dengan
harapan agar usaha ini dapat terus dijalankan di tanah Arab39.
Keinginannya yang besar menyebabkan ia berkesempatan menemui
Sultan Ibnu Sa'ud yang menjadi raja tanah Arab untuk mempromosikan
usaha dakwah yang dibawanya. Selama berada di Makkah, Jama'ah ini
melakukan banyak aktifitas pergerakan secara intensif, setiap hari sejak
pagi sampai petang, usaha dakwah terus dilakukan untuk mengajak
masyarakat mentaati perintah Allah dan menegakkan dakwah.
Setelah pulang dari haji tersebut, Maulana mengadakan dua kunjungan
ke Mewat, masing-masing disertai jama'ah dengan jumlah yang cukup
besar, minimal berjumlah seratus orang. Bahkan di beberapa tempat,
jumlah itu justru semakin membengkak. Kunjungan pertama dilakukan
selama satu bulan dan kunjungan kedua dilakukan hanya beberapa hari
saja. Dalam kunjungan tersebut dia selalu membentuk jama'ah-jama'ah
yang dikirim ke kampung-kampung untuk berjaulah (berkeliling dari
rumah ke rumah) guna menyampaikan pentingnya agama.
39
39
Dalam hati Muhammad memiliki konfidensi penuh bahwa kebodohan,
kelalaian serta hilangnya semangat agama dan jiwa keislaman itulah yang
menjadi sumber kerusakan. Adapun satu-satunya jalan untuk memberantas
virus tersebut adalah dengan membujuk masyarakat Mewat agar keluar
dari kampung halamannya guna memperbaiki diri dan memperdalam
agama, serta melatih disiplin dalam hal positif sehingga tumbuh kesadaran
untuk mencintai agama lebih daripada dunia dan mementingkan amal dari
mal (harta).
Dari Mewat inilah secara berangsur-angsur usaha tabligh meluas ke
Delhi, United Province, Punjab, Khurja, Aligarh, Agra, Bulandshar,
Meerut, Panipat, Sonepat, Karnal, Rohtak dan daerah lainnya. Begitu juga
di Bandar-bandar pelabuhan banyak jama'ah yang tinggal dan terus
bergerak menuju tempat-tempat yang ditargetkan seperti halnya daerah
Asia Barat. Setelah Jama'ah ini terbentuk, mereka tak lelah memperluas
sayap dakwah dengan membentuk beberapa jaringan disejumlah negara.
Jama'ah ini memiliki misi ganda yaitu ishlah diri (peningkatan kualitas individu) dan mendakwahkan kebesaran Allah SWT. Kepada seluruh umat
manusia.
Perkembangan Jama'ah cukup fantastis. Setiap hari banyak jama'ah
yang dikirim ke daerah-daerah yang menjadi target operasi dakwah. Selain
itu, masing-masing anggota jama'ah ada yang kemudian membentuk
rombongan baru. Dengan usaha tersebut, Jama'ah Tabligh ingin
lainnya. Gerakkan Jama'ah tidak hanya tersebar di India tetapi sedikit demi
sedikit telah menyebar ke berbagai negara.
Muhammad Ilyas tanpa henti terus memberi motivasi dan arahan untuk
menggerakkan mesin dakwah ini agar sampai ke seluruh alam. Ketika
usianya sudah menjelang senja, Maulana terus bersemangat hingga
tubuhnya yang kurus tidak mampu lagi untuk digerakkan ketika ia
menderita sakit.
Syekh Maulana Muhammad Ilyas pernah mengatakan bahwa " Asas
Tabligh kita adalah kasih sayang. Oleh sebab itu, kerja ini harus dilakukan
dengan lembut dan kasih sayang. Jika para da'i bertabligh diiringi dengan
kerisauan atas kemunduran kaum muslimin dalam agama, sungguh kita
akan berhasil dalam menunaikan kewajiban ini40.
C. Aktivitas Dakwah Jama'ah Tabligh
Markas internasional pusat tabligh adalah Nizamuddin, India.
Kemudian setiap negara juga mempunyai markas pusat nasional, dari
markas pusat dibagi markas-markas regional/daerah yang dipimpin oleh
seorang Shura. Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yang
disebut Halaqah, Halaqah adalah kumpulan Mahalla (Masjid-masjid yang
tidak jauh dari Halaqah, dan masjid tersebut aktif di setiap
kegiatan-kegiatan yang berada di halaqah)41. Kegiatan di Halaqah adalah
40
Abdurrahman Ahmad Assirbuny, Malfuzhat tiga hadratji, (Depok: Pustaka Nabawi, 2012), h. 23.
41
41
musyawarah mingguan, dan sebulan sekali mereka khuruj selama tiga hari.
Khuruj adalah meluangkan waktu untuk secara total berdakwah, yang biasanya dari masjid ke masjid dan dipimpin oleh seorang Amir. Orang
yang khuruj tidak boleh meninggalkan masjid tanpa seizin Amir khuruj.
Tapi para karyawan diperbolehkan tetap bekerja, dan langsung mengikuti
kegiatan sepulang kerja. Orang yang telah khuruj kemudian disebut
Karkun, Karkun adalah pekerja, dalam konteks ini yang dimaksud dengan
pekerja adalah mereka yang bekerja mendakwahkan agama dan tanpa
adanya suatu baiat42.
Metode dakwah yang dilakukan oleh Jama'ah Tabligh ini dengan cara
khuruj fii sabilillah berlandaskan ketika mimpi pendiri Jama'ah Tabligh itu sendiri, yaitu Syekh Maulana Ilyas, beliau bermimpi mengenai tafsir Q.S.
Ali Imron ayat 110 yang berbunyi:
مۿݏك
ܕݛخ
ۻﱠمأ
۽جܕخأ
س۵ﱠݏ݆݇
ݔܕمأ۾
فݔܕع݆۵۸
ݕݓݏ۾ݔ
ݍع
ܕ݃ݏ݆ا
ݕݏمۭ۾ݔ
ݑﱠ݆݇۵۸
ݕ݆ݔ
ݍمآ
݅ݒأ
۶۵ۿ݆݃ا
۵݆݃
اܕݛخ
مݓ݆
مݓݏم
ݕݏمۭ݆ا
مݒܕثكأݔ
ݕقس۵ف݆ا
(
)Artinya: "Kamu adalah umat yang terbaik yang ditampilkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."
42
Dalam ayat diatas terdapat kalimat ukhrijat, yang kemudian ditafsirkan dengan makna keluar untuk mengadakan perjalanan, dan keluar itulah
yang dimaksud dengan dakwah43.
Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta'lim (membaca hadits atau
kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria),
jaulah (mengunjungi rumah-rumah disekitar masjid tempat khuruj dengan
tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan, mudzakarah
(menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada
amir), dan musyawarah. Selama khuruj, mereka tidur di masjid44.
Sebelum melakukan khuruj, dilakukan pembinaan keluarga, terutama
ibu-ibu dan wanita diadakan ta'lim ibu-ibu yang namanya masturat,
artinya: tertutup atau terhijab. Dalam pembinaan itu, wanita atau ibu-ibu
dilatih mandiri. Sehingga ketika ditinggal khuruj, mereka sudah bisa
berperan sebagai kepala rumah tangga di rumah.
Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun biasanya
hanya menangani khuruj dalam jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja.
Selain itu mereka juga mengadakan malam Ijtima' (berkumpul), dimana
dalam Ijtima' akan diisi dengan Bayan (ceramah agama) oleh para ulama
atau tamu dari