• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP TASAWUF AKHLAQI DAN INSAN KAMIL

E. Pengertian dan Hakikat Insan Kamil

Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata: Insan dan kamil. Secara harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Insan kamil adalah konsep manusia paripurna. Manusia yang berhasil mencapai puncak prestasi tertinggi dilihat dari beberapa dimensi.85 Menurut Dr. H. Abuddin Nata, M.A., dalam bukunya Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa kata insan menunjukkan pada sesuatu yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari segi sifatnya.86

Di dalam Al-Quran telah dijumpaidan dibedakan dengan istilah basyar dan al-nas. Kata insan jamaknya kata al-nas. Kata insan mempunyai tiga asal kata. Pertama, berasal dari kata anasa yang mempunyai arti melihat, mengetahui dan minta izin.Yang kedua, berasal dari kata nasiya yang artinya lupa. Yang ketiga berasal darikata al-uns yang artinya jinak, lawan dari kata buas. Dengan bertumpu

85 Dikutib dari Luthfy Assyaukanie, artikel paramadina “menuju kesempurnaan umat” yang di dalamnya membahas mengenai insan kamil, manusia yang sempurna di mata allah swt. (Jakarta: Teraju,2004), h. 20.

86Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2002), hal. 257

pada asal kata anasa, maka insan mengandung arti melihat, mengetahui dan meminta izin dan semua arti ini berkaitan dengan kemampuan manusia dalam bidang penalaran, sehingga dapat menerima pengajaran. Selanjutnya dengan bertumpu pada akar kata nasiya, insan mengandung arti lupa dan menunjukkan adanya kaitan dengan kesadaran diri. Manusia lupa terhadap sesuatu karena ia kehilangan kesadaran terhadap hal tersebut. Orang yang lupa dalam agama dapat dimaafkan, karena hal yang demikian termasuk sifat insaniyah. Sedangkan kata insan jika dilihat dari aslnya al-uns, atau anisa yang artinya jinak, mengandung arti bahwa manusia sebagai makhluk yang dapat hidup berdampingan dan dapat dipelihara, jinak.

Dilihat dari sudut kata insan yang berasal dari kata al-uns, anisa, nasiya dan anasa maka dapatlah dikatakan bahwa kata insan menunjukkan pada suatu pengertian yang ada kaitannya dengan sikap yang lahir dari adanya kesadaran penalaran. Selain itu sebagai insan manusia pada dasarnya jinak, dapat menyesuaikan dengan realitas hidup dan lingkungan yang ada. Manusia mempunyai kemampuan adaptasi yang cukup tinggi, untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun alamiah. Manusia menghargai tata aturan, etik, sopan santun dan sebagai makhluk yang berbudi, ia tidak liar, baik secara sosial maupun secara alamiah.87

Nilai kemanusiaan kata insan tidak terbatas pada kenyataan spesifik manusia untuk tumbuh atau hanya memiliki dimensi material saja, tetapi sampai

pada tingkat yang lebih tinggi.88Kata insan menunjukkan arti terkumpulnya seluruh potensi manusia baik intelektual, rohani, maupun fisik.

Kata kamil dapat diartikan suatu keadaan sempurna baik zat maupun sifat.Istilah kamil berdekatan dengan tamam (lengkap). Tamam mengacu pada keadaan sesuatu yang tidak memiliki kekurangan, sementara kamil merupakan keadaan sesuatu yang tidak hanya lengkap tetapi juga sepenuhnya hidup dalam tingkatan aktualitas.89 Artinya jika suatu kesempurnaan tercapai, di atasnya masih terdapat kesempurnaan lain yang lebih tinggi.90Jadi lengkap mengacu pada perkembangan horizontal, sedangkan sempurna merujuk pada pendakian vertikal menuju tingkatan yang lebih tinggi.91

Kamil secara potensial dimiliki oleh manusia. Jika potensi tersebut menjadi aktual pada diri manusia, maka pada saat itu disebut Insan Kamil. Namun, aktualisasi kamil pada diri manusia berbeda antara satu dengan yang lain. Penerapan sempurna pada manusia lebih mengacu pada aspek ruhani, sehingga seseorang yang cacat secara fisik tetap memiliki potensi mencapai kesempurnaan.92 Ayat al-Qur’an yang mengacu pada kesempurnaan insan seperti dalam Q.S. at-Tiin/95: 4.

88Nunu Burhanuddin, “Membangun Manusia Sebagai Agen Perubahan”, dalam Ismail Novel, ed. Al-Quran, Kitab Sosial (Yogyakarta: Interpena, 2009), h. 189.

89William C. Chittick, The Sufi Path of Knowledge Pengetahuan Spiritual, terj. Achmad Nidjam, M. Sadat Ismail, dan Ruslani (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2001), h. 152.

90Yunasril Ali, Manusia Citra Ilahi Pengembangan Konsep Insan Kamil Ibn ‘Arabi oleh al-Jili (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 4-5.

91Murtadha Muthahhari, Manusia Sempurna, terj. Helmi Mustofa (Yogyakarta: Al Ghiyatd Prisma Media, 2004), h. 4.

92Abdul Karim Ibnu Ibrahim al-Jaili, Insan Kamil Ikhtiar Memahani Kesejatian Manusia Dengan Sang Khaliq Hingga Akhir Zaman, terj. Misbah El Majid (Surabaya: Pustaka Hikmah Perdana, 2005), h. 315.

َ ۡ َ َ ۡ َ َ

ٱ

َ ٰ َ ِ ۡ

ٖ ِ ۡ َ ِ َ ۡ َأ ٓ ِ

“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya

Dari segi pemaknaan istilah Insan Kamil memiliki berbagai definisi beragam yang diantaranya diartikan sebagai manusia yang telah sampai pada tingkat tertinggi (fana’ fillah).93

Insan kamil artinya manusia yang sempurna. Adapun yang dimaksudkan dengan manusia sempurna adalah sempurna dalam hidupnya. Seseorang dianggap sempurna dalam hidupnya apabila memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Umat Islam sepakat bahwa diantara manusia, Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang telah mencapai derajat kesempurnaan dalam hidupnya. Selama hayatnya, segenap kehidupan beliau menjadi tumpuan perhatian masyarakat, karena segala sifat terpuji terhimpun dalam dirinya, bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak pernah kering airnya.

Pola hidup dan kehidupan Rasulullah yang sangat ideal itu menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya, baik bagi sahabat yang dekat maupun sahabat yang jauh. Tuhan adalah Maha Suci, yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang suci, dan pensucian roh ini dapat dilakukan dengan meninggalkan hidup

93Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 345.Fana maksudnya sirnanya kesadaran manusia terhadap segala fenomena, dan yang ada dalam kesadarannya hanyalah Wujud Mutlak. Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf (t.t.: AMZAH, 2005), h. 52.

kematerian dan dengan pendekatan diri kepada Tuhan sedekat mungkin, dan kalau bisa hendaknya bersatu dengan Tuhan semasih berada dalam hidup ini.

Untuk dapat mencapai insan kamil, seseorang lebih senang dengan menempuh cara hidup sebagai seorang sufi. Kehidupan seorang sufi lebih menonjol segi kerohaniannya dalam hidupannya. Tentu prinsip ajaran yang berkaitan dengan hidup kerohanian akan senantiasa diukur dengan Al-Qur'an dan sunah Nabi SAW.

Makna lain Insan Kamil adalah manusia paripurna sebagai wakil Allah untuk mengaktualisasikan diri, merenungkan dan memikirkan kesempurnaan yang berasal dari nama-Nya sendiri.94 Insan Kamil adalah penampakan citra Allah yang paripurna sehingga pada dirinya dapat disaksikan pancaran ilahi menjadi nyata. Insan Kamil dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan esoteric.95 Insan Kamil juga memiliki makna cermin Tuhan yang diciptakan sebagai refleksi nama dan sifat Tuhan, karena memiliki wujud positif yang paling lengkap menerima atribut Tuhan. Meskipun demikian, penglihatan Tuhan terhadap diri-Nya tidak akan sama dengan penglihatan manifestasi Tuhan dalam Insan Kamil sebagaimana dalam sebuah cermin.

Dengan demikian, insan kamil lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati,

94Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Sufi, terj. M. S. Nashrullah dan Ahmad Baiquni (Bandung: Mizan, 2001), h. 118. Insan Kamil yang mengejawantahkan Diri Tuhan mesti tetap berpegang pada keberhambaan. Sebab meskipun melalui ilmu yang dimilikinya membuat dia mencapai kedekatan dengan Tuhan, dia tetaplah hamba yang jauh dari Tuhan. Chittick, The Sufi Path…, h. 97 dan h. 215.

95Pengetahuan esoterik adalah pengetahuan rahasia atau gaib yang dapat diperoleh manusia disamping wahyu, mirip dengan ilham tetapi berbeda dalam beberapa segi. Ciri-ciri pengetahuan esoterik antara lain bersifat suci dan meyakinkan, identik dengan pengetahuan Tuhan, sukar diungkapkan dengan kata-kata yang dipahami kalangan awam, merupakan karunia Allah, dan hanya dianugerahkan kepada nabi dan wali. Ali, Manusia Citra…, h. 84-86.

akal sehat, fitrah dan lainnya bersifat batin, dan bukan pada manusia dari dimensi basyariahnya. Pembinaan kesempurnaan basyariah bukan menjadi bidang garapan tasawuf, tetapi menjadi garapan fikih. Dengan perpaduan fikih dan tasawuf inilah insan kamil akan lebih terbina lagi. Namun insan kamil lebih ditekankan pada manusia yang sempurna dari segi insaniyanya, atau segi potensi intelektual, rohaniah dan lainnya itu.

Insan kamil juga berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat berfungsi secara optimal dan berubungan dengan Allah dan dengan makhluk lainnya secara benar menurut akhlak islami. Manusia yang selamat rohaniah itulah yang diharapkan dari manusia insan kamil. Manusia yang demikian inilah yang akan selamat hidupnya di dunia dan akhirat. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT QS As-Syu’ara: 88-89

َن ُ َ َ َو ٞل َ ُ َ َ َ َمۡ َ

ِإ

َ َ ۡ َ

ٱ

َ

ٖ ِ َ ٖ ۡ َ ِ

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. Ayat tersebut sejalan dengan sabda Rasulullah yang menyatakan:

ﻢﻜﻟﺎﻤﻋاو ﻢﻜﺑﻮﻠﻗ ﻲﻟا ﺮﻈﻨﯾ ﻦﻜﻟو ﻢﻜﻟاﻮﻣاو ﻢﻜﻣ ﺎﺴﺟا ﻲﻟا ﻻو ﻢﻛرﻮﺻ ﻲﻟا ﺮﻈﻨﯾ ﻻ ﷲ نا