• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.7 Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga lantai hutannya selalu tergenang air.

Menurut Steenis (1978) mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut. Nybakken (1988) bahwa hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semakyang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Soerianegara (1990) bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh :

 Tidak terpengaruh iklim ;

 Dipengaruhi pasang surut ;

 Tanah tergenang air laut;

 Tanah rendah pantai;

 Hutan tidak mempunyai struktur tajuk;

 Jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada

(Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) dll.

Mangrove merupakan pohon yang sudah beradaptasi sedemikian rupa sehingga akan mampu untuk hidup di lingkungan berkadar garam tinggi seperti lingkungan laut. Sedangkan hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis

dan subtropis yang didominasi beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Nontji, 1993).

Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup diantara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat msngrove seringkali ditemukan ditempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau payau. (Murdiyanto,2003).

Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau. Tanaman dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis hutan mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Hutan mangrove dibedakan dengan hutan pantai dan hutan rawa.

Hutan pantai yaitu hutan yang tumbuh disepanjang pantai, tanahnya kering, tidak pernah mengalami genangan air laut ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai dapat terdapat disepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut. Kawasan ekosistem hutan pantai ini tanahnya berpasir dan mungkin berbatu-batu. Juga merupakan hutan yang terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Pada daerah seperti ini, umumnya jarang tergenang oleh iar laut, namun sering terjadi atau terkena angin kencang dengan hembusan garam. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dalam kawasan yang selalu tergenang air tawar. Oleh karena itu, hutan rawa terdapat di daerah yang landai, biasanya terletak di belakang hutan payau. Hutan rawa

juga merupakan hutan yang tumbuh dan berkembang pada kawasan atau wilayah yang selalu tergenang air tawar. Hutan rawa juga biasanya terdapat di belakang hutan payau atau mangrove. Secara periodik hutan rawa juga terbentuk pada daerah-daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila adanya hujan yang selalu tergenang.

2.8 Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia

Indonesia dengan luas daratan yang hanya 1,3 % dari seluruh permukaa bumi, kaya akan akan berbagai jenis kehidupan liar dan berbagai tipe ekosistem yang sebagaian besar diantaranya tidak dijumpai di bagian lain di bumi ini.

Kekayaan bumi Indonesia menurut World conservation Monitoring Committee (1994) mencakup 27, 500 jenis tumbuhan berbunga (merupakan 10% dari seluruh jenis timbuhan di dunia), 515 jenis mamalia (12% jenis di dunia), 1.539 jenis burung (merupakan 17% dari jenis seluruh burung di dunia). 781 jenis reptilian dan ampibi di dunia, selain itu, Indonesia memiliki tingkat endemitas keanekaragaman hayati yang tinggi. Dengan potensi tersebut, Indonesia layak menyandang predikat sebagai Negara Megabiodivesiti, baik dari segi keanekaragaman genetic, jenis maupun ekosistemnya.

Untuk terus menjaga kelestarian keanekaragaan hayati tersebut maka dibentuklah pola-pola pengelolaan kawasan untuk perlindungan keanekaragaman hayati tersebut, seperti :

 Kawasan Konservasi : Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan hutan lindung.

 Kawasan Suaka Alam : Kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat

maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

 Cagar Alam : Kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai

kekhasan tumbuhanan atau satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

 Suaka Margasatwa : Kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas yang

berupa keanekaragaman atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

 Taman Nasional : Kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,

dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam.

 Taman Wisata Alam : Kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

 Taman Hutan Raya : Kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi

tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli yang dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya, budaya pariwisata, dan rekreasi.

 Taman Buru : Kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat diselenggarakannya perburuan secara teratur.

 Hutan Lindung : Kawasan hutan karena keadaan dan sifat alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegahan banjir ,erosi abrasi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

3.1 Sejarah Kabupaten Serdang Bedagai

Nama Serdang Bedagai diambil dari dua kesultanan yang pernah memerintah di wilayah tersebut yakni Kesultanan Serdang dan Padang Bedagai. Kesultanan Serdang dimulai ketika terjadi perebutan tahta kesultanan Deli setelah Tuanku Panglima Paderap (pendiri kesultanan Deli) mangkat pada tahun 1723. tuanku Gandar Wahid, anak kedua Tuanku Panglima Paderap mengambil alih tahta dengan tidak memperdulikan abangnya Tuanku Jalaludin dan adiknya Tuanku Umar. Tuanku Jalaludin tidak bisa berbuat banyak karena cacat fisik, sementara Tuanku Umar terpaksa mengungsi ke wilayah Serdang.

Melihat hal ini beberapa petinggi wilayah yakni Datuk Sunggal Serbanyaman, Raja Urung Sinembah, Raja Ulung Tanjong Morawa dan Kejuruan Lumu sebagai wakil Aceh menabalkan Tuanku Umar Johan Pahlawan Alam Shah Kejuruan Junjungan sebagai Sultan Serdang pertama pada tahun 1728. wilayah kesultanan ini berpusat di Kampung Besar tempat dimana ibunya, Tuanku Ampunan Sampali tinggal. Tuanku Umar atau Raja Osman akhirnya tewas saat pasukan kerajaan Siak ingin menaklukan kerajaan-kerajaan Melayu di pesisir Sumatera Timur di tahun 1782. makam Tuanku Umar sampai kini masih ada di tengah-tengah perkebunan Sampali. Kesultanan Serdang kemudian dilanjutkan oleh putranya Tuanku Ainan Johan Alam Shah. Sedangkan adiknya Tuanku Sabjana ditempatkan sebagai Raja Muda di kampung Kelambir pinggir Sungai Tuan. Di bawah kepemimpinan Tuanku

Ainan, Kesultanan Serdang mengalami perkembangan dengan melebarkan wilayah kekuasaan hingga ke Percut dan Serdang Hulu. Kesultanan Siak memberi gelar

”Sultan” pada Tuanku Ainan di tahun 1814. istrinya adalah putri dari Raja Perbaungan, yakni Tuanku Sri Alam. Anak-anak Tuanku Ainan membuka dan memimpin perkampungan-perkampungan baru.

Tahun 1817, Tuanku Ainan mangkat dan diganti oleh putra keduanya, Tengku Sinar karena putra pertamanya Tengku Zainal Abidin tewas dalam pertempuran membantu mertuanya di Kampung Punggai. Tengku Sinar di Kampung Punggai.

Tengku Sinar kemudian diberi gelar Paduka Sri Sultan Thaf Sinar Bashar Shah. Pada zaman inilah Kesultanan Serdang mengalami kejayaan dengan perdegangan dan pemerintahan yang adil. Perjanjian dagang dengan Inggris dibuat tahun 1823.

Tercatat ekspor ketika itu berjumlah 8.000 pikul terdiri lada, tembakau, kacang putih, emas dan kapur barus. Sedangkan Inggris memasok kain-kain buatan Eropa.

Wilayah kekuasan sudah melebar mulai dari Percut, Padang Bedagai, Sinembah, Batak Timur sampai Negeri Dolok. Sultan Serdang keempat adalah Tengku Muhammad Basyaruddin yang kemudian bergelar Paduka Sri Sultan M.

Basyarauddin Syaiful Alam Shah. Ia ditabalkan di tahun 1850 sesaat setelah ayahandanya mangkat. Basyaruddin merupakan putra keempat Tuanku Ainan.

Selama pemerintahannya, Kesultanan Serdang melebarkan wilayah jajahannya hingga ke Batubara (Lima Laras), seluruh Senembah dan menembus kawasan Karo dan Batak Timur.

Ketika pengaruh Belanda semakin kuat, Sultan Basyarudiin dengan tegas memihak pada Kesultanan Aceh dan melakukan perlawanan. Hal ini membuat ia diberi mandat sebagai Wajir (kuasa) Sultan Aceh dengan wilayah kewajirannya meliputi Langkat hingga Asahan. Sebagai wajir, ia menghadapi kedatangan ekspedisi Belanda yang dipimpin Netscher tahun 1862. Di sisi lain, Sultan Basyaruddin berusaha menjaga perdamaian dengan Kesultanan Deli yang memiliki hubungan akrab dengan Belanda. Namun peperangan dengan Kesultanan Deli sempat pecah ketiak Serdang merebut kembali wilayah Denai. Demikian juga ketika Kesultanan Aceh mengirim 200 kapal perang untuk menyerang Kesultanan Deli dan Kesultanan Langkat, Sultan Basyaruddin turut membantu. Dalam melawan Belanda, Sultan Basyaruddin didukung oleh para raja dan orang-orang besar jajahannya seperti raja Kampung Kelambir: Raja Muda Pangeran Muda Sri Diraja M Takir, Wajir Bedagai:

Datuk Putera Raja Negeri Serdang Ahmad Yudha, Wajir Senembah: Kejuruan Seri Diraja Sutan Saidi.

Melihat perlawanan yang begitu kuat, akhirnya Belanda pada Agustus 1865 menurunkan ribuan pasukannya di Batubara dan Tanjung Balai. Penyerangan ini diberi sandi Ekspedisi Militer melawan Serdang dan Asahan. 30 September, pasukan Belanda sampai di Serdang dan langsung mengejar Sultan Basyaruddin yang bertahan di pedalaman, hingga akhirnya perlawanan tersebut dipatahkan pada 3 Oktober dan Sultan Basyaruddin ditawan Belanda. Belanda kemudian merampas tanah-tanah jajahan Serdang seperti Padang, Bedagai, Percut dan Denai. 20 Desember 1879, Sultan Basyaruddin mangkat di Istana Bogak, Rantau Panjang dan dimakamkan di dekat Stasiun Araskabu. Kesultanan Serdang diteruskan pada Tengku Sulaiman yang

saat itu masih dibawah umur, 13 tahun. Ia ditabalkan menjadi Paduka Sri Sultan Tuanku Sulaiman Syariful Alam Shah. Untuk menghindari kekosongan kekuasaan pamannya Tengku Mustafa bergelar Raja Muda Sri Maharaja diangkat sebagai Wali Sultan. Penabalan ini dilaksanakan di Istana Tanjung Puteri, Bogak, Rantau Panjang.

Pengangkatan ini tidak serta merta diakui oleh Residen Belanda. Mereka memberi 3 syarat jika Sultan Sulaiman ingin diakui yakni: Serdang tidak menuntut daerah-daerah yang telah dirampas Belanda, penetapan tapal batas antara Deli dan Serdang serta Sultan harus tunduk pada kekuasaan Belanda. Namun Sultan Sulaiman tidak perduli. Tahun 1882, Belanda memaksa agar sebagian wilayah Senembah diserahkan kepada Deli dengan imbalan Deli akan menyerahkan kembali Negeri Denai. Sultan Sulaiman baru diakui pada tahun 1887 walau ia tetap tidak setuju atas tapal batas dengan Deli yang ditentukan Belanda.

Tahun 1891 Kontrolir Belanda, Douwes Dekker memindahkan ibukota Kesultanan Serdang ke Lubuk Pakam karena Rantau Panjang selalu mengalami banjir. Namun Sultan Sulaiman tidak mau. Ia yang telah membangun istana Kota Galuh dan mesjid Sulaimaniyah di Persimpangan Tiga Perbaungan pada tahun 1886 justru pindah ke istana tersebut. Kota ini menjadi tandingan kota Lubuk Pakam karena sultan kemudian membangun kedai, pasar dan pertokoan sehingga ramai.

Daerah-daerah taklukan Serdang yang dikuasai Belanda dijadikan perkebunan seperti di Denai, Bedagai, Senembah dan Percut. Seluruh perkebunan ini mengikat kontrak dengan Sultan Deli. Walau diakui namun kekuasaan sultan pelan-pelan dibatasi Belanda. Bahkan ketika pulang bertemu dengan Kaisar Jepang Tenno Heika Meiji Mutshuhito, tapal batas dengan Bedagai telah diperkecil Belanda. Belanda juga

menghapus jabatan-jabatan penting kesultanan setelah yang menyandangnya meninggal dunia.

Di bawah pimpinan Sultan Sulaiman, kesultanan Serdang membangun 2.000 bahu lahan persawahan lengkap dengan irigasinya. Kemudian di tahun 1903 didatangkan transmigran masyarakat Banjar untuk mengolahnya. Sultan juga membuka pabrik belacan dan sabun di Pantai Labu serta membuka perkebunan tembakau di Kuala Bali. Bank Batak dibangun Sultan di Bangun Purba sebagai penunjang roda perekonomian di Serdang. Di bidang pendidikan Sultan mendirikan sekolah Syairussulaiman di Perbaungan. Dalam buku Kronik Mahkota Kesultanan Serdang yang ditulis Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Sultan Sulaiman digambarkan orang yang anti Belanda. Misalnya Sultan Sulaiman adalah orang yang memperjuangkan agar rakyat yang tinggal di sekitar perkebunan tembakau konsesi dibenarkan mengerjakan lahan untuk tanaman padi saat areal perkebunan dibelukarkan. Untuk memastikannya ia membuat kodefikasi tentang Hak Adat Rakyat Penunggu di tahun 1922, hak ini membenarkan siapa saja yang memenuhi syarat untuk memperoleh hak jaluran. Sultan Sulaiman juga dikenal akrab dengan kesenian dan kebudayaan. Ia mendirikan teater ”Indera Ratu” yang membawakan cerita-cerita Melayu, India dan Barat. Sekali setahun teater ini menggelar pertunjukan ke berbagai pelosok Serdang untuk menghibur rakyat secara gratis. Sultan juga menghidupkan teater tradisional ”Makyong” dan wayang kulit jawa yang dihadiahkan oleh Sultan Hamengkubowono VIII. Biasanya kesenian ini digelar pada tiap hari raya di depan Istana Perbaungan.Saat perang dunia kedua, Jepang yang masuk ke Serdang

melalui Pantai Perupuk Tanjung Tiram, Batubara. Namun pasukan ini terkejut ketika masuk ke istana menemukan gambar Tenno Heika Meiji tergantung di dinding istana.

Sejak itu hubungan Sultan Sulaiman dengan tentara pendudukan Jepang terjalin baik. Bahkan Sultan diberikan mobil dengan plat no. 1. Jepang juga berjanji tidak akan mengambil pekerja paksa dari Serdang dengan syarat Serdang harus menyuplai beras ke markas-markas Jepang. Sultan Sulaiman juga segera mengibarkan bendera merah putih ketika mendengar proklamasi 17 Agustus 1945 melalui gubernur Sumatera Timur, TM Hassan, Sultan mengirimkan sebuah telegram kepada Presiden Soekarno yang menyatakan kesultanan Serdang serta seluruh daerah taklukannya mengakui kekuasaan pemerintah Republik Indonesia dan dengan segala kekuatan akan mendukungnya. Dalam masa pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), keadaan Sumatera Timur mengalami pergolakan yang dilakukan oleh rakyat secara spontan menuntut agar Negara Sumatera Timur (NST) yang dianggap sebagai prakarsa Van Mook (Belanda) dibubarkan dan wilayah Sumatera Timur kembali masuk negara Republik Indonesia. Para pendukung NST membentuk permusyawaratan Rakyat se-Sumatera Timur menentang kongres Rakyat Sumatera Timur yang dibentuk oleh Front Nasional.

Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di Indonesia kemudian bergabung dengan negara Republik Indonesia (NRI), sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur tidak bersedia. Akhirnya pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandat penuh dari NST dan NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan dengan hasil antara lain UUDS Kesatuan

yang berdasar dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan UUD 1945. Atas dasar itu kesultanan Serdang masuk dalam kabupaten Deli Serdang. Karena Sumatera Timur dibagi atas 5 afdeling, salah satu diantaranya adalah Deli dan Serdang.

Afdeling ini dipimpin oleh seorang Asisten Residen serta terbagi atas 4 (empat) onder Afdeling yaitu Beneden Deli beribukota di Medan, Bovan Deli beribukota di Pancur Batu, Serdang beribukota di Lubuk Pakam, Padang Bedagai beribukota di Tebing Tinggi dan masing-masing dipimpin oleh seorang kontrolir.

Proses lahirnya undang-undang tentang pembentukan Sergai sebagai kabupaten pemekaran merujuk pada usulan yang disampaikan melalui Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 18/K/2002 tanggal 21 Agustus 2002 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Deli Serdang.

Kemudian Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 26/K/DPRD/2003 tanggal 10 Maret 2003 tentang Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Deli Serdang Atas Usul Rencana Pemekaran Kabupaten Deli Serdang menjadi 2 (dua) Kabupaten (Kabupaten Deli Serdang (Induk), dan Kabupaten Serdang Bedagai. Kabupaten yang luasnya mencapai 1.900,22 kilometer persegi ini, terdiri atas 243 desa/kelurahan yang berada dalam 17 kecamatan.

3.2 Letak Geografis

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai

terletak pada posisi 20 57‟‟ Lintang Utara, 30 16‟‟ Lintang Selatan, 980 33‟‟ - 990 27‟‟ Bujur Timur dengan ketinggian berkisar 0 – 500 meter di atas permukaan laut.

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 Km2 (190.022 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan dan 243 Desa/Kelurahan. Secara administratif Kabupaten Serdang Bedagai berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu :

o Sebelah Utara : Selat Malaka

o Sebelah Timur : Kabupaten Batu Bara dan Simalungun o Sebelah Selatan : Kabupaten Simalungun

o Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

Potensi utama dari Kabupaten Serdang Bedagai dalam bidang Pariwisata adalah letak geografisnya. Kabupaten Serdang Bedagai menawarkan pesona wisata bahari, wisata alam dan wisata budaya yang menakjubkan. Serdang Bedagai yang memiliki panjang pantai kurang lebih 95 Km ini, merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi objek wisata bahari. Dalam waktu dekat Wisata Agro akan juga di kembangkan hal ini dikarenakan Kabupaten Serdang Bedagai memiliki banyak perkebunan dan areal pertanian yang dapat dimanfaatkan menjadi wisata agro yang juga dapat dimanfaatkan menjadi wisata belajar (Ekowisata). Selain itu Pulau Berhala juga akan dipersiapkan menjadi marine tourism (wisata bahari). Hal ini ditandai dengan akan disetujuinya pengembangan objek wisata bahari di lokasi itu oleh investor. Hal ini diharapkan dapat menambah pemasukan PAD dari sektor Pariwisata.

Sebagian dari lokasi objek wisata pantai didaerah ini dikelola secara sederhana, tetapi salah satu diantaranya telah dikembangkan secara profesional bekerjasama dengan investor Malaysia, yakni Kawasan Wisata Theme Park Pantai Cermin sebagai ikon Pariwisata di Sumatera Utara akan terus dikembangkan terlebih letaknya cukup strategis dan tidak terlalu jauh dari pusat kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara. Untuk wisata alam, wilayahnya dilalui banyak sungai besar, sedang dan kecil yang berasal dari pegununan Bukit Barisan. Air gunung yang sejuk dan segar mengalir berliku-liku mengukir panorama alam yang indah dan mempesona menuju Selat Malaka. Kondisi ini menjadikan Serdang Bedagai memiliki beberapa obyek wisata pemandian alam yang telah dikelola sebagai tempat wisata. Sedangkan untuk wisata budaya, penduduknya yang terdiri dari berbagai jenis etnis yakni Melayu sebagai etnis asli serta Simalungun, Batak Toba, Jawa, Karo, Mandailing dan lain-lain sebagai etnis pandatang, memiliki beragam adat istiadat dan budaya yang layak dilestarikan. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki satu pulau diantara 12 pulau terluar dari Indonesia yaitu Pulau Berhala yang letaknya 70 mil dari Belawan dan 21 mil dari Tanjung Beringin yang memiliki panorama pantai yang unik dan indah, keindahan terumbu karang, hutan tropis jenis flora dan fauna dan akan dikembangkan tempat wisata yagn berwawasan ramah lingkungan.

3.3 Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2012 berjumlah 604.026 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 303.039 jiwa dan

perempuan 300.987 jiwa. Kepadatan penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2012 adalah sebesar 318 jiwa/km2. Kepadatan penduduk terbesar adalah di Kecamatan Perbaungan yaitu sebesar 910 jiwa/km2, disusul Kecamatan Teluk Mengkudu 624 jiwa/km2, kemudian Sei Bamban 602 jiwa/km2. Sedangkan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Kotarih 103 jiwa/km2, dan Kecamatan Bintang Bayu 112 jiwa/km2.

Ditinjau dari persebaran penduduk, jumlah penduduk terbesar adalah di Kecamatan Perbaungan yaitu sebesar 101.557 jiwa atau 16,81 persen dari seluruh penduduk Kabupaten Serdang Bedagai. Jumlah penduduk terendah ada di Kecamatan Kotarih yaitu sebesar 8.104 jiwa atau 1,34 persen.

3.4 Mata Pencaharian

Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai pesisir pantai yang cukup panjang, sekitar 95 km yang mencakup lima kecamatan yaitu Kecamatan Pantai Cermin, Kecamatan Perbaungan, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kecamatan Tanjung Beringin dan Kecamatan Bandar Khalifah. Dengan kondisi tersebut maka tidak heran apabila banyak penduduk berprofesi sebagai nelayan. Namun demikian, kegiatan perikanan tangkapnya masih didominasi oleh penangkapan skala kecil dengan menggunakan alat tangkap purse seine, gillnet, trammel net dan pancing. Hal ini dibuktikan data tahun 2007, dimana secara keseluruhan, armada kapal penangkapan ikan di Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah 1.898 unit, yang terdiri atas kapal motor sebanyak 1.507 unit, dan perahu tanpa motor sebanyak 391 unit. Untuk kapal motor,

masih didominasi oleh kapal motor berukuran 3-5 GT sebanyak 798 unit, kurang dari 3 GT 565 unit, 6-9 GT sebanyak 120 unit dan 24 unit kapal berukuran 10-20 GT.

Pada umumnya masyarakat pesisir memiliki mata pencaharian yang saling bertumpang tindih. Umumnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir ini masih rendah dengan taraf ekonomi yang juga tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat sekitar mangrove di sepanjang pantai timur Kabupaten Serdang Bedagai menggantungkan kehidupannya sebagai nelayan. Pada umumnya masyarakat pesisir memanfaatkan sumberdaya alam yang ada disekitar mereka untuk membuat tempat-tempat mereka bermukim.

Namun seringkali kondisi ini dieksploitasi oleh pihak-pihak lain untuk kepentingan pihak tertentu. Hal ini disebabkan tingkat pemahaman, sumber daya manusia maupun perekonomian yang tergolong rendah. Seperti dalam pembukaan tambak, dulunya (sekitar era tahun 1970 s/d 1980) kawasan tersebut merupakan kawasan vegetasi mangrove yang pada saat itu merupakan tegakan tumbuhan dalam bentuk pohon.

Pada saat itu masyarakat memang sudah mulai melakukan perambahan hutang mangrove untuk dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar, namun perambahan yang dilakukan tidak sampai merusak pohon, apalagi lahan hutan mangrove. Kemudian kondisi ini berubah sekitar tahun 1982, dimana pada saat itu komoditi udang jenis tiger merupakan komoditi yang menjadi primadona pada saat itu. Kegiatan budidaya

Pada saat itu masyarakat memang sudah mulai melakukan perambahan hutang mangrove untuk dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar, namun perambahan yang dilakukan tidak sampai merusak pohon, apalagi lahan hutan mangrove. Kemudian kondisi ini berubah sekitar tahun 1982, dimana pada saat itu komoditi udang jenis tiger merupakan komoditi yang menjadi primadona pada saat itu. Kegiatan budidaya

Dokumen terkait