• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam Bahasa Arab kata jual beli terdiri dari dua kata, yaitu jual dan beli. Kata jual dalam Bahasa Arab di kenal dengan istilah al-bai عيبلا yaitu bentuk masdar dari baa – yabi’u – bay’un اعيب-عيباي-عاب yang artinya menjual. Adapun kata beli dalam Bahasa Arab di kenal dengan istilah al-syira (ءارشلا) yang artinya membeli, menjual (sesuatu). Jual beli atau perdagangan adalah tukar menukar barang dan jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan atau keridhoan, dan kerelaan, Secara terminologi fiqh Islam jual beli disebut dengan عيبلا (al-ba’i) yang berarti menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Menurut Hanafiyah jual beli secara defenitif yaitu tukar menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah, bahwa jual beli عيبلا (al-ba’i) yaitu tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan.

Menurut pasal 20 ayat 2 kompilasi hukum ekonomi syariah عيبلا ba’i adalah jual beli antara benda dan benda, atau pertukaran antara benda dengan uang.16 Adapun dalam terminologi hukum Islam jual beli adalah pemindah alihan kepemilikan atas suatu benda (barang) dengan alat barter tertentu yang diperbolehkan oleh syara’ atau juga pemindah alihan kepemilikan atas manfaat suatu benda (barang) untuk selamanya dengan kompensasi berupa nilai (harga) materil tertentu yang telah disepakati dengan cara suka rela.

16 Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm.101.

Definisi lain dikemukakan oleh ulama hanafiyah yang dikutip oleh Wahbah Al-Zuhaili,17 jual beli adalah saling tukar harta dengan harta melalui cara tertentu atau tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.

Dalam definisi ini terkandung pengertian “cara yang khusus” atau cara tertentu yang dimaksudkan ulama Hanafiyah dengan kata kata tersebut adalah melalui ijab dan qabul, atau juga melalui saling memberikan barang dengan harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia, sehingga bangkai, minuman keras, dan darah tidak termasuk sesuatu uang boleh diperjualbelikan, karena benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap diperjualbelikan, menurut ulama hanafiyah tidak sah.

Berdasarkan definisi di atas, maka pada intinya jual beli itu adalah tukar-menukar barang. Hal itu telah dipraktikan oleh masyarakat primitif ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar menukar barang, yaitu dengan sistem barter yang dalam terminologi fiqh disebut dengan ba’I al-muqayyadah. Meskipun jual beli dengan sistem barter telah ditinggalkan, diganti dengan sistem mata uang, tetapi terkadang esensi jual beli seperti itu masih berlaku, sekalipun untuk menentukan jumlah barang yang ditukar tetapi diperhitungkan dengan nilai mata uang tertentu.18

Jual beli menurut Sayyid Sabiq adalah pertukaran harta dengan harta dengan dilandasi saling rela, atau pemindahan kepemilikan dengan penukaran dalam bentuk yang diinginkan.19 Kemudian menurut pandangan Malikiyah, jual beli dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual beli dalam arti umum ialah suatu

17Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, (Damaskus: Dar Al-Fikr Al Mu’ashir, 2005), hlm. 3304.

18Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm.102.

19Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), hlm. 159.

perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.

Artinya sesuatu yang bukan manfaat ialah benda yang ditukarkan adalah berupa zat (berbentuk) dan ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.20

2. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli Jizaf a. Jual beli jizaf

jizaf atau juzaf berasal dari bahasa persia yang diarabkan, berarti kadar yang tidak diketahui, baik takaran maupun timbangan sedangkan dalam Al-Mu’jam Al-Wasiith jizaaf berasal dari kata kerja jazafa-jaazafa yang berarti menjual sesuatu tanpa diketahui takaran dan timbangannya. sedangkan jual beli jizaf secara istilah yaitu jual beli yang tanpa diketahui kadar barang dan timbangannya secara terperinci,21 namun pada asalnya barang-barang yang dijual memiliki takaran, timbangan atau bilangan tertentu secara terperinci hal ini sudah biasa terjadi pada masyarakat umum yang membeli barang secara borongan atau sistem tebas pohon yang berbuah, tanpa ada takaran yang terperinci.

b. Dasar hukum jual beli jizaf

Termasuk hal yang tersebar di dunia usaha modern adalah penjualan sebagian aset secara kolektif dengan hitungan global tanpa mengetahui ukuran dan jumlahnya secara rinci. Itu dikenal dalam fiqih Islam sebagai jual beli jizaf.

Dasar hukum jual beli jizaf dari Hadis Bukhari Nomor 1987.

20Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Perpustakan Nasional, 2011), hlm. 53.

21Dr.wahbah Az-zuhaili, al-wajiiz fil fiqhi Al-islaamiy, (Damaskus: Dar Al-fikri, 2006), hlm. 93.

ٍِلاَس ْنَع يِرْهرزلا ْنَع يِعاَزْوَْلأا ْنَع ٍمِلْسُم ُنْب ُديِلَوْلا اَنَرَ بْخَأ َميِهاَرْ بِإ ُنْب ُقاَحْسِإ اَنَ ثَّدَح َّلا ُتْيَأَر َلاَق ُهْنَع ُهَّللا َيِضَر ِهيِبَأ ْنَع َّطلا َنوُرَ تْشَي َنيِذ

ِدْهَع ىَلَع َنوُبَرْضُي ًةَفَزاَُمَ َماَع

22

ْمِِلِاَحِر َلَِإ ُهوُوْؤُ ي َّتََّح ُهوُعيِبَي ْنَأ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ِلوُسَر

Artinya: Telah menceritakan kepada kami (Ishaq bin Ibrahim) telah mengabarkan kepada kami (Al Walid bin Muslim) dari (Al Awza'iy) dari (Az Zuhriy) dari (Salim) dari (bapaknya radliallahu 'anhu) berkata; "Aku melihat orang-orang yang membeli makanan yang tanpa ditimbang di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akan dipukul bila menjualnya kembali, hingga mereka mengangkutnya kepada kendaraan angkut mereka".

Dalam hadis ini mengindikasikan ketetapan Rasulullah atas transaksi jual beli jizaf yang dilakukan oleh para sahabat. Rasulullah tidak melarangnya, namun memberikan catatan bahwa dalam transaksi tersebut harus terdapat prosesi serah terima. Artinya, objek transaksi sudah di pindahkan dari tempat semula, dan biasanya diserah terimakan.

للها لوسر نأ تباث نب ديز نع رمع نب للها دبع نع عفان نع كلام نع يىي نيثدح

23

اهصربخ اهعيبي نأ ةيرعلا بحاصل صخرأ ملسو هيلع للها ىلص

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar dari Zaid bin Tsabit berkata, "Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam memberi keringanan bagi pemilik pohon kurma yang berbuah untuk menjualnya dengan cara mentaksir."

Dalam Hadis Muslim dan Nasai pun juga menjelaskan jual beli jizaf Rasulullah melarang jual beli subroh (kumpulan makanan tanpa ada timbangan dan takarannya) dari kurma yang tidak diketahui takarannya dengan kurma yang diketahui secara jelas takarannya Hadis ini mengindikasikan bahwa jual beli jizaf atas kurma diperbolehkan, dengan catatan, harga yang dibayarkan

22Zainuddin Hamidy, Terjemahan Hadist Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1937), hlm. 97.

23Malik bin Anas bin Malik, Al-Muwatta, penerjemah: Nasrullah, (Jakarta: shaih, 2016), hlm. 385.

atas kurma tersebut, bukanlah barang yang sejenis (artinya, ditukar dengan kurma). Jika kurma tersebut di bayar dengan kurma yang sejenis, maka hukumnya haram.24 Dengan alasan, terdapat potensi perbedaan kuantitas di antara keduannya, dan hal ini lebih dekat dengan riba fadhl. Jika kurma tersebut di tukar dengan uang, dan pertukaran tersebut dilakukan dengan jual beli jizaf, maka diperbolehkan.

3. Syarat dan Rukun Jual Beli Jizaf a. Syarat jual beli jizaf

Jual beli jizaf disyari’atkan dengan beberapa syarat. Persyaratan ini merupakan persyaratan yang dikemukakan oleh ulama’ Mazhab Malikiyah secara terperinci dan telah disepakati oleh ulama’ Mazhab yang lain.

persyaratan yang hendak dikemukakan seyogyanya dapat dipenuhi ketika melakukan jual beli jizaf, adapun syarat jual beli jizaf yaitu:25

1) Pembeli dan penjual melihat barang yang hendak dijual secara jizaf ketika akad secara langsung, atau sebelum akad. Keduanya harus saling mengetahui keadaan barang tersebut ketika akad bahkan tidak adanya perubahan. Sebagai permisalannya adalah ketika shubrah dapat dilihat secara jelas keadaannya oleh pembeli. Contoh penebasan pohon yang berbuah lebat ketika musimnya.

2) Hendaknya barang yang dibeli secara jizaf tidak terlalu banyak. Jika barang yang dispekulasi terlalu banyak, akan menjadikan penjual sulit dalam memprediksikan. Selain itu, jual beli tersebut mengandung gharar sehingga jual beli tersebut dilarang menurut syariat. Hal ini selaras dengan salah satu syarat yang disepakati oleh Mazhab Syafi’i.

3) Hendaknya setumpuk atau seonggok barang yang hendak dijual secara jizaf diletakkan pada tanah yang datar, atau tempat lain yang datar. Jadi,

24Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fikih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm.148.

25Ibid, hlm.149-150.

apabila barang masih berada di atas kendaraan yang membawa barang tersebut, tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual beli jizaf.

Hendaknya barang dipindahkan terlebih dahulu, agar tidak ada kecurangan dalam jual beli ini. Misalnya, makanan yang dijual dengan sistem jizaf diletakkan di atas tanah yang datar, meja yang datar atau sesuatu yang datar.

4) Hendaknya dalam spekulasi barang dilakukan oleh penjual yang ahli dalam spekulasi barang. Sedangkan barang yang hendak dijual secara jizaf merupakan barang yang mudah dispekulasi. Agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak yang lain

5) Penjual dan pembeli saling tidak mengetahui takaran atau kadar makanan atau sesuatu yang hendak dijual secara jizaf oleh karena itu, adanya spekulasi dalam barang yang hendak dijual secara jizaf menurut Mazhab Malikiyah dan Syafi’iyah, jika salah satu pelaku transaksi mengetahui takaran atau timbangannya, maka akadnya akan batal dan jual beli yang dilakukan tidak sah. Mazhab Hanafiyah tidak mensyaratkannya sedangkan Mazhab Hanabilah tidak menetapkan khiyar didalamnya.

6) Jika penjual yang melakikan spekulasi barang yang dijual adalah orang yang terkenal sebagai penipu, maka jual beli jizaf ini tidak diperkenankan untuk dilakukan. Karena pelaku spekulasi tidak dapat dipercaya, sehingga menimbulkan sifat gharar pada transaksi jual beli tersebut.

7) Hendaknya tidak menggabungkan barang yang berbilang, bertimbang atau bertakar dengan barang jizaf dalam satu akad baik dengan dua harga maupun satu harga.

8) Hendaknya barang spekulasi tidak termasuk barang ribawi karena barang ribawi tidak boleh ditukar dengan barang sejenisnya dengan

sistem jizaf seperti perhiasan,mata uang, kurma, ataupun barang ribawi yang lain.

9) Pembeli berniat membeli secara borongan, bukan pembeli yang membeli perbiji. Jika pembeli membeli barang perbiji, maka jual beli tersebut tidak dikatakan sebagai jual beli jizaf lagi melainkan jual beli yang biasa dilakukan.

Persyaratan yang telah disebutkan di atas merupakan syarat yang hendaknya terpenuhi, tanpa memenuhi syarat-syarat tersebut jual beli jizaf tidak diperbolehkan dilaksanakan.

b. Rukun jual beli jizaf

Rukun Jual beli ini sama halnya dengan jual beli pada umumnya. Jual beli dapat dikatakan sah oleh syara apabila terpenuhnya rukun dan syaratnya. Adapun rukun jual beli menurut jumhur Ulama ada empat yaitu:26

 Ba’i (penjual)

 Mustari (pembeli)

 Sighat (ijab dan qabul)

 Ma’qud alaih (barang atau benda)

Rukun dan syarat jual beli jizaf sesuatu yang harus ditepati sebelum mengerjakan sesuatu, jika syarat tidak sempurna maka pekerjaan yang dilakukan pun tidak sah begitu juga dengan rukun yang mana sebagai suatu yang harus dikerjakan dalam memulai sesuatu.

B. Pengertian jual beli All you can eat

Dokumen terkait