• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEOR

D. Sintaksis

4. Pengertian Kalimat

Fokker (1972: 9), menyebutkan bahwa kalimat adalah ucapan bahasa yang mempunyai arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan oleh suara-suara. Sementara itu, menurut Chaer (1994: 240), kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Terkait hubungan kalimat dengan satuan sintaksis yang lebih kecil, maka Kentjono mendefinisikan kalimat sebagai satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final (Chaer, 1994: 240).

Adapun pengertian kalimat menurut Alwi (2003: 311), adalah satuan terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ramlan (2005: 23), bahwa kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.

Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!). Sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi (Alwi, 2003: 312). Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat atau lebih,

31

yang letaknya berurutan dan berdasarkan kaidah kewacanaan. Dengan demikian, setiap tuturan, berupa kata atau untaian kata, yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan di atas pada suatu wacana atau teks, berstatus kalimat.

Proses produksi kalimat oleh seorang bilingual memberi kesan bahwa gambaran struktur sintaksis juga dibagi secara tepat oleh bilingual ketika struktur sintaksis tersebut memiliki kemiripan dengan bahasa target. Oleh sebab itu, dalam fenomena ini, pesan yang dibawa dalam kalimat bisa memiliki kesamaan (Hartsuiker & Veltkamp dalam Traxler, 2012: 427).

a. Jenis-Jenis Kalimat dalam Bahasa Indonesia 1) Kalimat Tunggal

Definisi kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi juga dapat berbentuk panjang (Alwi, 2003: 338). Dalam ungkapan lain, Alwi menyebutnya sebagai kalimat dasar. Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh kalimat dasar seperti yang dinyatakan oleh Alwi (2003: 319) adalah sebagai berikut.

Kalimat dasar adalah kalimat yang (i) terdiri atas satu klausa, (ii) unsur- unsurnya lengkap, (iii) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan (iv) tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Dengan kata lain, kalimat dasar identik dengan kalimat tunggal deklaratif afirmatif yang urutan unsur-unsurnya paling lazim.

32

Walaupun demikian ada yang menyebut kalimat tunggal sebagai kalimat sederhana, yaitu kalimat yang dibentuk dari sebuah klausa yang unsur-unsurnya berupa kata atau frase sederhana (Chaer, 2006: 330).

1.1 Pola-Pola Kalimat Dasar/Tunggal

Dalam ilmu sintaksis terdapat hubungan bentuk, kategori, fungsi, dan peran unsur-unsur kalimat yang mana hubungan-hubungan tersebut digunakan untuk menganalisis kalimat. Hubungan fungsi memiliki lima bagian yang digunakan untuk pemerian kalimat. Namun dalam sebuah kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis tersebut digunakan, tetapi paling tidak ada harus dua konstituen yang digunakan, yaitu pengisi subjek dan predikat (Alwi, 2003: 321).

Pola-pola kalimat dasar yang digunakan dalam bahasa Indonesia adalah seperti yang ditampilkan dalam tabel 1 yang diadaptasi dari Alwi (2003: 322) berikut.

Tabel 1: Pola-Pola Kalimat Tunggal

Tipe/Kontituen Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

1. S-P Ayah pergi - - -

Saya Seorang mahasiswa - - -

2. S-P-O Pamannya membeli motor baru - -

Tanti memasak nasi goreng - -

3. S-P-Pel

Pak Budi menjadi - gurbernur -

Merah putih merupakan - bendera Indonesia -

4. S-P-Ket Bibi pergi - - ke Surabaya

Kakek datang - - minggu lalu

5. S-P-O-Pel Dina mengirimi ibunya bunga mawar -

Bu Ratna mengambilkan anaknya roti tawar -

6. S-P-O-Ket Pak Ridwan mengambil uang - dari tabungan

Nenek merawat ibu - dengan baik

Berdasarkan pola-pola kalimat pada tabel 1 di atas, maka dapat dilihat bahwa unsur terpenting dalam sebuah kalimat adalah S dan P. Konstituen predikat

33

berperan penting dalam menentukan dibutuhkannya objek, pelengkap, maupun keterangan dalam sebuah kalimat.

Selain itu, Alwi (2003: 325)menyebutkan, bahwa keenam pola kalimat dasar tersebut dapat pula dilihat sebagai dua bagian, yaitu topik dan komen. Topik merupakan pokok pembicaraan yang dianggap telah diketahui oleh pendengar/pembaca, sedangkan komen adalah bagian yang memberipenjelasan terhadap pokok tersebut. Misalnya pada kalimat:

Rumah kami, halamannya luas.

Fraserumah kami dianggap sebagai hal yang telah diketahui oleh pendengar/pembaca, sehingga dimunculkan sebagai topik. Setelah topik tersebut dinyatakan, pembicara memberikan penjelasan dengan menyatakan bahwa halaman rumah tersebut luas.

2) Kalimat Majemuk/Kalimat Luas

Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk memiliki dua jenis hubungan antar-klausanya, yakni hubungan koordinasi dan hubungan subordinasi. Melalui hubungan koordinasi digabungkan antara klausa yang satu dengan klausa yang lain—yang masing-masing mempunyai kedudukan yang sama dalam struktur konstituen kalimat dengan menghasilkan satuan yang sama kedudukannya. Subordinasi menghubungkan dua klausa yang tidak mempunyai kedudukan yang sama dalam struktur konstituennya. Jika klausa berfungsi sebagai konstituen klausa yang lain, hubungan yang terdapat di antara kedua klausa itu disebut subordinasi (Markamah, 2009: 56).Di lain pihak, Chaer (2006: 340), menyebut kalimat majemuk sebagai kalimat luas dengan rincian sebagai berikut.

34 2.3 Majemuk Setara

Kalimat luas setara dibentuk dari dua buah klasua atau lebih yang digabungkan menjadi sebuah kalimat, baik dengan bantuan kata penghubung ataupun tidak. Kedudukan klausa-klausa di dalam kalimat setara adalah sama derajatnya, yang satu tidak mengikat atau terikat pada yang lain. Klausa-klausa itu memiliki kedudukan yang bebas, sehingga kalau yang satu ditanggalkan, maka yang lain masih tetap berdiri sebagai sebuah klausa(Chaer, 2006: 343). Contohnya adalah pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel2: Pola Kalimat Majemuk I

S P O P O

Klausa I Klausa 2

Nenek membuat secangkir teh lalu meminumnya.

2.4 Majemuk Bertingkat

Sementara itu, kalimat luas bertingkat dibentuk oleh dua buah klausa yang digabungkan menjadi satu. Biasanya dengan bantuan kata penghubung sebab, kalau, meskipun, dan sebagainya. Kedudukan klausa tidak sama, yang satu memiliki kedudukan lebih tinggi daripada yang lain, atau yang satu mengikat atau terikat pada yang lain. Penggabungan dua buah klausa tersebut memberikan makna antara lain, sebab, akibat, syarat, tujuan, waktu, kesungguhan,

pembatasan, perbandingan (Chaer, 2006: 343).Contohnya adalah pada Tabel 3 di

35 Tabel3: Pola Kalimat Majemuk II

S P O P O

Klausa I Klausa 2

Dia menjumpai orang yang pernah menolong anaknya.

2.5 Majemuk Ganda

Selain dua di atas, Chaer (2006: 343), juga mengelompokkan kalimat luas menjadi satu lagi, yaitu kalimat luas kompleks. Kalimat luas kompleks dibentuk dari tiga klasusa atau lebih yang kedudukan klausa-klausanya itu merupakan campuran dari stuktur kalimat luas setara dan kalimat luas bertingkat. Penggabungannya biasanya dibantu dengan berbagai kata penghubung, baik yang biasa dipakai dalam kalimat luas setara maupun kalimat luas bertingkat. Contohnya adalah pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4: Pola Kalimat Majemuk III

S P O S P O K (Tujuan)

Klausa I Klausa 2 Klausa 3

Nenek mengeluarkan dompetnya lalu mengambil uang

untuk membayar ongkos becak

Pola-pola kalimat majemuk di atas, akan digunakan sebagi acuan untuk analisis perkembangan kompleksitas kalimat yang dihasilkan oleh mahasiswa YUN.

3. Kalimat Tidak Lengkap

Alwi, dkk (2003: 40) menyebutkan, bahwa kalimat tidak lengkap adalah kalimat yang beberapa unsur intinya tidak dinyatakan. Jawaban seperti Hari

36

iniuntuk pertanyaan Kapan kamu pergi ke Surabaya merupakan kalimat tidak lengkap. Jenis kalimat ini beberapa kali muncul dalam teks narasi yang ditulis oleh peserta Alih Kredit sebagai bentuk penyimpangan.