• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Karakter

BAB II

28

berpendapat bahwa baik atau buruknya karakter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, maka manusia itu akan

1Kevil Ryan dan Karen E. Bohlin, Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life, (San Fransisco: Jossey Bass, 1999), 5

2M. John Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia: An English-Indonesia

Dictionary, 3 Doni Koesoemo, (Jakarta: PT. Gramedia, 1995), 214. Pendidikan Karakter: Stratedi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2007), 80.

24

berkarakter baik. Sebaliknya, jika bawaannya buruk, manusia itu akan berkarakter buruk. Jika pendapat ini benar, pendidikan karakter berarti tidak ada gunanya, karena tidak akan mungkin mengubah karakter

seseorang. Sementara itu, sekelompok orang yang lain berpendapat

berbeda, yaitu bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia

berkarakter baik. Pendapat terakhir inilah yang banyak diikuti sekarang ini, terutama oleh para ahli pendidikan di Indonesia, sehingga pendidikan

karakter sangat digalakkan di Indonesia pada umumnya dan khususnya di

lembaga-lembaga pendidikan formal.

Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

Lickona yang mendasarkan pada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Ia menegaskan bahwa karakter yang baik adalah apa yang

diinginkan untuk anak-anak. Lalu ia mempertanyakan, “Karakter yang baik itu terdiri dari apa saja?”. Lickona kemudian menyitir pendapat

Aristoteles, yang mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan

kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan

dengan diri seseorang dengan orang lain. Lickona juga menyitir pendapat Michael Novak, seorang filsuf kontemporer yang mengemukakan bahwa karakter merupakan campuran yang harmonis dari seluruh kebaikan yang

diidentifikasi oleh tradisi religius, cerita sastra, kaum bijaksana, dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam sejarah. Novak menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki semua kebaikan, setiap orang

memiliki beberapa kelemahan.24

Dari beberapa pandangan tentang karakter seperti di atas, Lickona kemudian mengemukakan bahwa karakter adalah a reliable inner

24 Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility, (New York, Toronto, London, Sidney, Auckland: Bantam Books, 1991), 50. 5 Ibid.

51.

30

disposition to respond to situation in a morally good way,5 yang berarti suatu watak terdalam untuk merespon situasi dalam suatu cara yang baik dan bermoral. Dalam pandangan Lickona, karakter berarti suatu watak

terdalam yang dapat diandalkan untuk merespon situasi dengan cara yang menurut moral baik. Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so

conceived has three interrelated part: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”

(Artinya: karakter tersusun dalam tiga bagian yang saling

terkait, yaitu pengetahuan tentang moral, perasaan bermoral, dan perilaku bermoral).

Berdasarkan pandangannya tersebut, Lickona menegaskan bahwa karakter mulia (good character) meliputi pengetahuan tentang kebaikan

(knowing the good), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan

(desiring the good), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (doing the good). Inilah tiga pilar karakter yang diharapkan menjadi kebiasaan

(habits), yaitu habits of the mind (kebiasaan dalam pikiran), habits of the heart (kebiasaan dalam hati), dan habits of action (kebiasaan dalam

tindakan). Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian

pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations),

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

serta perilaku (behaviors), dan keterampilan (skills).25

Dari pengertian karakter di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku

manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia – baik dalam rangka

berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, maupun lingkungan – yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

perkataan, dan perbautannya berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat.

Karakter dalam bahasa lain dikatakan sebagai akhlak. Perkataan akhlak sendiri berasal dari bahasa Arab jamak dari kata

khuluqun

yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.26

Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan

adanya hubungan baik antara

kha>liq

dan

makhlu>q

serta antara

makhlu>q

dan

makhlu>q

.

Kata khuluqun bersumber dari kalimat yang terdapat dalam QS. Al-25 Ibid. 51.

26 Hamzah Ya‟qub, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Diponegoro, 1988), 11. 8

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya:

Mahkota Surabaya, 1989), 960.

32

Qalam ayat 4:

ٍَمْيِظَعٍََقلُخََى َلَعل ََكنإَو

“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur” (Al-Qalam: 4).8

Demikian juga tersitir dalam sebuah hadits Nabi SAW:

َِقََلْخَِْلا مََِراَكَم ََمَِّتُِِل ََُتثِعب إاََّٰنإ

“Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti” (HR.

Ahmad).27

Atas dasar itu, akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia

kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang

27 Bukhari Umar, M.Ag., Hadis Tarbawi: Pendidikan dalam Perspektif Hadis, (Jakarta:

Amzah, 2014), 34.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

harus diperbuat (Ahamd Amin dalam bukunya yang berjudul “Akhlak”).28 Menurut Ibnu Manzhur,29

al-khuluq

adalah

at}-t}abi<’ah

yang artinya tabiat, watak, pembawaan30 atau

as-sajiyyah

yang artinya tabi‟at,

pembawaan, karakter.31

Jadi, secara etimologis, akhlak berarti perangai, adat, tabiat, atau

sistem perilaku yang dibuat. Dengan demikian, akhlak bisa menjadi baik atau juga buruk. Akhlak yang baik disebut sebagai

akhla>q mah}mu>dah

, dan

akhlak yang buruk disebut dengan

akhla>q maz}mu>mah

. Walaupun demikian, di Indonesia kata akhlak selalu berkonotasi positif. Orang yang

baik disebut sebagai orang yang berakhlak dan orang berbuat tidak baik seringkali disebut orang yang tidak beraklak.32

28 Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2013), 9-10.

29 Miqdad Yaljan, ‘Ilm al-Akhla>q al-Isla>miyah, (Riyadh: Dar Alam al-Kutub li AthThiba‟ah wa An-Nasyr wa At-Tauzi, 2003), 33.

30 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, cet. XIV, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 838.

31 Ibid, 613

32 Muslim Nurudin, dkk, Moral dan Kognisi Islam: Buku Teks Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, (Bandung: Alfabeta, 2001), 205.

34

Dari makna etimologis yang lain dijelaskan dalam kitab

Lisa>n al-Arab

karya Ibnu Manzhur, Yaljan menyimpulkan bahwa

al-khuluq

memiliki tiga makna, yaitu (1) kata al-khuluq menunjuk pada sifat-sifat

alami dalam penciptaan manusia yang fitri, yaitu keadaan yang lurus dan

teratur; (2) akhlak juga menunjuk pada sifat-sifat yang diupayakan dan terjadi seakan-akan tercipta bersamaan dengan wataknya, dan (3) akhlak memiliki dua sisi, sisi kejiwaan yang bersifat batin dan sisi perilaku yang

bersifat lahir.33

Jadi, akhlak tidak semata-mata terwujud pada perilaku seseorang

yang tampak secara lahir, tetapi juga bagaimana orang itu memiliki sikap batin ketika melakukan perilaku tersebut. Akhlak juga tidak hanya

mengandalkan sifat-sifat bawaan itu bisa berkembang sehingga mewarnai sikap dan perilaku sehari-hari sehingga bermakan dalam kehidupan.

Dalam perspektif Islam, perilaku yang bermakna (bernilai ibadah) adalah perilaku yang didasari oleh niat yang ikhlas dalam rangka mencapai keridhaan Allah. Inilah yang dalam perspektif Islam disebut dengan akhlak

mulia.

33 Miqdad Yaljan, ‘Ilm al-Akhla>q al-Isla>miyah, 34

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

Dokumen terkait